• Tidak ada hasil yang ditemukan

Serangan Iskemik Sepintas (TIA)

Dalam dokumen PERDOSSI (Halaman 49-60)

Meskipun transient ischemic attack (TIA) merupakan suatu golongan penyakit tersendiri, diagnosis penyakit ini tidak selalu mudah ditegakkan. Hal ini karena penderita biasanya datang ke dokter pada saat serangan sudah berlalu, dan gejala telah menghilang. sehingga anamnesis menjadi sangat penting.

Disamping gejala utama yang dikeluhkan, dokter dengan tekun dan teliti harus mengenal secara baik rentetan gejala yang berhubungan erat dengan proses penyakit. Mungkin gejala tersebut dilupakan penderita tetapi merupakan hal penting dalam anamnesis untuk mengarahkan kepada diagnosis TIA. Jika gejala yang diceritakan penderita jelas menunjukkan lesi patologik fokal, maka harus dicari terus apakah terdapat gejala tambahan yang lebih mempertegas gangguan pada salah satu sistem vaskular otak.

Misalnya, jika diketahui ada hemiparesis, maka pada penderita harus dicari apakah terdapat juga disfasia atau gangguan visus unilateral. Karena itu anamnesis yang teliti dan terpimpin tetap merupakan kunci utama diagnostik TIA. Mengingat hal tersebut diatas, maka pemeriksaan tambahan merupakan pegangan penting yang kedua dalam

menegakkan diagnostik TIA, dan pemeriksaan ini akan mengungkapkan secara lebih lengkap mengenai patofisiologi proses TIA yang dialami penderita. Terlebih lagi oleh karena kemajuan bidang bedah vaskuler, pemeriksaan ini menjadi lebih penting.TIA merupakan awal suatu infark serebral dan untuk eksplorasi lebih lanjut, penderita harus dirawat di rumah sakit.

Pemeriksaan Penunjang pada TIA

Secara umum sama dengan pemeriksaan pada stroke, yang khusus adalah:

a. Pemeriksaan kardiologik merupakan pemeriksaan penting karena gangguan irama sering menjadi penyebab TIA. Sering dilupakan bahwa hipotensi ortostatik dapat juga menjadi penyebab TIA oleh karena itu pemeriksaan tekanan darah pada waktu tidur,duduk dan berdiri harus selalu dikerjakan.

b. Pemeriksaan foto kepala dan servikal juga merupakan pemeriksaan yang dikerjakan pada penderita TIA. Foto vertebra servikalis, lateral dan oblique kanan dan kiri bermanfaat untuk melihat foramina vertebralis, apakah ada osteofit yang akan menganggu atau menekan arteri vertebralis, dan pada gerakan leher dapat menyebabkan TIA.

c. Pemeriksaan neurovaskuler non invasif

1) Pemeriksaan bising nadi dan denyut nadi leher

Pemeriksaan ini harus dikerjakan pada setiap penderita TIA untuk menilai keadaan perubahan besar dan perbedaan antara denyut nadi karotis kiri dan kanan, perbedaan atau perbandingan antara denyut nadi arteri temporalis superfisialis kiri dan kanan. Setelah itu dengan stetoskop didengar ada kemungkinan adanya bising nadi (arterial bruits); sungkup stetoskop diletakkan di daerah orbita, di bagian lateral bifurkasio karotis di leher dan retroaurikular.

Terdapatnya bising nadi atau berkurangnya denyut nadi pada salah satu sisi menunjukkan kemungkinan kelainan morfologik pada pembuluh darah, sehingga lebih lanjut harus ditentukan dengan pemeriksaan penunjang yang lain. Jadi adanya bruit intrakranial pada seseorang dengan TIA menunjukkan adanya kemungkinan besar gangguan pada pembuluh nadi utama yang ke otak.

2) Pemeriksaan oftalmodimamometri

Pemeriksaan ini bertujuan mengukur tekanan darah pada pangkal arteri oftalmika, baik diastolik maupun sistolik dengan cara memberikan tekanan dari luar terhadap arteri karotis retina/bola mata, yang kemudian tekanan ini dikurangi secara bertahap, kemudian denyutan arteri sentralis retina dideteksi dengan oftalmoskop. Tekanan dari luar yang diaplikasikan kepada bola mata diukur melalui alat oftalmodimamometer yang telah ditera secara empirik. Sebenarnya secara prinsipil, pengukuran tekanan darah ini tidak berbeda dengan pengukuran tekanan darah pada arteri brakialis di lengan atas. Metode

ini sudah dikembangkan sejak tahun 1963 dan mudah dilakukan. Aplikasi tekanan pada bola mata ditera dalam gram dan dikonversikan kedalam mmHg. Jika terjadi penurunan tekanan pada salah satu sisi terutama tekanan diastolik lebih daripada 25%, maka perbedaan ini dianggap bermakna. Atau penurunan tekanan sistolik dan diastolik > 20%, berarti bahwa pada sisi yang tekanannya menurun telah terjadi penurunan pressure-gradient yang terjadi akibat gangguan aliran darah atau sumbatan pada bagian proksimal arteri karotis interna atau arteri oftalmika.

Pada umumnya kelainan tersebut paling sering disebabkan karena proses aterosklerosis pada bifurkasio karotis, pada pangkal arteri karotis interna atau pada arteri karotis komunis. Dalam frekuensi yang lebih kecil sumbatan terjadi pada pembuluh nadi yang lebih proksimal atau pada pangkal arteri karotis komunis.

Dengan uraian diatas, jelaslah bahwa pemeriksaan oftalmodinamometri sangat berguna bagi penderita TIA yang mengenai sistem karotis dengan derajat akurasi 70 – 75 %. Pengukuran dilakukan pada posisi setengah duduk supaya faktor gravitasi dapat memperjelas ketajaman pengukuran.

Pada klinik neurooftalmologi Departemen Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia telah dilakukan pengukuran dan hasil-hasilnya telah pula dipublikasikan. Namun pada keadaan-keadaan di bawah ini, hasil pengukuran menjadi sulit diinterprestasikan, yaitu pada :

 Aritmia jantung  Glaukoma yang berat

 Penderita yang gelisah atau nonkooperatif

 Penderita dengan kelainan dan asimetri pada arteri sentralis retina serta cabang-cabangnya.

Pengukuran harus dilakukan beberapa kali dan selalu harus diukur tekanan sistematik sebagai pembanding.

3) Pemeriksaan Funduskopi

Pemeriksaan fundus dengan oftalmoskop merupakan pemeriksaan bedside yang sangat bermanfaat pada penderita TIA, terutama TIA sistem karotis. Pada kasus-kasus TIA akibat proses tromboembolik pada sistem karotis seringkali terjadi gangguan visus homolateral yang menyertai gejala neurologis fokal kontralateral.

Gejala-gejala neurooftalmologik ini adalah berupa:

Transient monocular blindness yang berlangsung 2-3 menit, jarang melebihi 5 menit, kemudian berangsur-angsur terang kembali. Timbulnya secara mendadak dan dapat diikuti oleh gejala serebral fokal secara bersamaan pada sisi kontaralateral.

 Kadang-kadang serangan tidak berupa kebutaan total, tetapi berupa dimness of vision atau hilangnya penglihatan pada bagian atas atau bagian bawah saja dengan batas horizontal yang tegas.

Serangan yang lebih jarang adalah transient homonymous hemianopia, yaitu serangan yang mengenai kedua medan penglihatan mata. Hal ini terjadi apabila arteri serebri posterior mengalami iskemi sepintas akibat insufisiensi system vertebrobasilar.

Altitudinal hemianopic scotoma: gangguan penglihatan berupa hilangnya medan penglihatan dimulai dari bagian atas yang berangsur-angsur berjalan kearah bawah.

Beberapa penemuan pemeriksaan oftalmoskopi yang penting adalah:

Terdapat emboli pada pembuluh retina ipsilateral. Adanya white plaque pada arteri diretina sewaktu serangan TIA dengan stenosis karotis yang jelas, pernah dilaporkan pertama kali di luar negeri pada tahun 1959. Plak ini perlahan-lahan bergerak ke distal, berhenti pada percabangan arteriol dan kemudian menghilang karena proses lisis. Hal ini berlangsung dalam beberapa menit. Emboli ini terdiri atas materi fibrin dan trombosit. Jenis kedua emboli regional pernah dilaporkan yaitu dengan adanya yellow plaques yang bergerak lebih lambat ke arah perifer serta dapat tinggal lebih lama didalam lumen tanpa mengganggu aliran retina secara berarti. Penemuan adanya plak ini membantu diagnostik TIA ke arah ateroma pembuluh karotis.

Retinopati hipertensif asimetrik (asymmetric hypertensive retinopathy). Pada penderita hipertensi sering ditemukan berbagai perubahan yang khas berupa arteriosklerosis retina. Jika ada asimetri yang jelas, maka sisi retina yang lebih baik terjadi akibat adanya “perlindungan” terhadap proses ateroma karotis, sehingga pengaruh hipertensi atau perfusion pressure yang tinggi tidak mencapai sisi retina tersebut.

 Terdapat atrofi n. optik primer yang tidak jelas sebabnya pada satu sisi. Keadaan ini dapat disebabkan karena flow yang sangat bekurang pada sisi karotis yang tersumbat karena ateroma sehingga terjadi iskemia retina sesisi yang berakibat atrofi n. optik primer.

Oklusi arteri karotis retina sesisi atau neuropati optik iskemik (ischemic optic neuropathy) yang akut. Pada keadaan ini perlu dipikirkan kemungkinan terjadinya emboli pada sistem karotis.

4) Pemeriksaan termografi fasial

Prinsip pemeriksaan ini adalah sebagai berikut: telah diketahui bahwa pada penderita dengan oklusi karotis atau insufisiensi karotis, maka peredaran darah yang ke wajah muka ipsilateral juga akan bekurang termasuk sirkulasi ke kulit, terutama di daerah orbita. Keadaan ini mengakibatkan berkurangnya derajat penguapan panas (heat emission), yang dengan jelas dapat dideteksi dengan infrared thermogram.

Pemeriksaan ini sangat mudah dan aman dilakukan, namun beberapa keadaan selain kelainan insufisiensi karotis dapat pula berpengaruh sehingga menimbulkan false positif. Keadaan tersebut terjadi pada migrain atau proses inflamasi di daerah orofasial. Oleh karena varibelnya banyak, maka interpretasi hasil harus lebih berhati-hati.

5) Pemeriksaan ultrasonografi (ultrasonic imaging) – Transcranial Carotid Doppler (TCD) dan Carotid Duplex Sonography (CDS)

Dengan alat ini, maka gambaran sistem karotis pada daerah leher atau bifurkasio dapat diproyeksikan pada satu layar. Demikian pula bila ada suatu stenosis atau oklusi dapat dideteksi dengan alat ini. Teknik ini sangat bermanfaat dan dengan cepat serta aman berbagai kelainan pembuluh darah bifurkasio karotis dapat dilihat. Hal ini mempermudah para ahli bedah vaskular dalam menilai kondisi morfologik pembuluh darah didaerah leher, sebab pada sisi yang sehat pun belum tentu pembuluh karotis paten pula lumennya.

Pemeriksaan ultrasonografi transkranial karotis Doppler (TCD) dapat menilai secara tidak langsung keadaan hemodinamik pembuluh darah otak utama. Dengan pemeriksaan ini dapat diketahui besarnya aliran darah (flow) di masing-masing pembuluh darah otak dan dapat diperkirakan aliran otak melebihi normal (misalnya pada arterio venosa malformasi) atau berkurangnya aliran karena oklusi arteri karotis interna. Perubahan aliran darah otak pada aneurisma dapat juga diperkirakan dengan pemeriksaan TCD ini.

Pemeriksaan yang bersifat non invasif ini selain dapat dipakai sebagai penilaian hemodinamik pada stroke juga pada pre dan pasca tindakan pemasangan balon/sten (ballooning/stenting) pada kelainan struktural

pembuluh darah otak. Pada salah satu kongres angiologi di London (1990) ahli bedah vaskuler telah melakukan endarterektomi karotis hanya dengan melihat hasil penentuan carotid imaging dengan duplex carotid tanpa angiografi dengan hasil yang memuaskan. Tindakan seperti ini belum dianggap sebagai tindakan standar.

Pemeriksaan pembuluh dasar otak dengan menggunakan tehnik noninvasive Transcranial Doppler adalah cara yang cepat tepat dan akurat. Penggunaan probe 2 MHz untuk arteri basalakranial dan probe 4,8 MHz untuk daerah yang lebih superficial. Dasar pemeriksaan adalah menangkap benda yang bergerak didalam pembuluh dalam hal ini adalah eritrosit

Hasil yang didapat dalam perekaman ini tertera dalam monitor dalam bentuk spectrum yang dapat dengan mudah dianalisa, tetapi dapat pula secara langsung menghasilkan suara pembuluh darah setempat yang secara tidak langsung dapat memberikan masukan mengenai kondisi pembuluh yang yang bersangkutan. Dari spektrum akan menggambarkan kecepatan aliran( flow

velocity), arah aliran, ada tidaknya aliran ganda tambahan, sedangkan dari suara yang dihasilkan dapat terekam suara pembuluh yang normal, suara aliran berputar yang merupakan manifestasi lekukan pembuluh atau penyempitan pembuluh dan emboli, sedang pada sumbatan pembuluh darah yang berat dapat ditemukan suara yang “high pitch”. Kepekaan alat ini dalam melakukan perekaman tidak saja ditentukan oleh kemampuan alat itu sendiri tetapi juga ditentukan oleh pengalaman pemeriksa.

Berdasarkan pengalaman parapakar TCD antara lain Ringerstein,1990 mengatakan secara umum sensitifitas dan spesifisitas adalah TCD 87,5%. Petty,1990 dan Lindergaard,1996 mengatakan sensitifitas pemeriksaan MCA dan Siphon stenosis dengan menggunakan TCD adalah 73% – 94%. Indikasi Transcranial Doppler :

Dalam praktek lapangan kegunaan transcranial Doppler sangat bervariasi, hal ini dikarenakan transcranial Doppler termasuk salah satu alat diagnostik yang non invasive dan mudah digunakan serta tidak meninbulkan dampak negatif bagi penderita walaupun diulang berkali-kali.

Satu hal yang perlu diingat, ultra sound bean masih diduga dapat memimbulkan percepatan katarak pada power yang tinggi.

Kegunaan TCD diklinik antara lain dapat dimasukan dalam kategori:. 1. Mempelajari aliran dan kelainan pembuluh darah.

2. Monitoring cerebral microemboli. 3. Evaluasi pengobatan.

Mempelajari aliran dan kelainan pembuluh darah :

Beberapa kelainan aliran dan pembuluh yang umumnya diindikasikan penggunaan transcranial Doppler antara lain :

1. Sistim kollateral.

2. Penyumbatan. ( Local stenosis ) 3. Spasme.( Vasospasm )

4. Feeder arteri.

5. Mati otak. ( Brain Death ) 6. Vasomotor reactivity.

7. Dsb. Sistim Kollateral.

Kollateral adalah suatu anastomosis pembuluh darah dapat berasal dari intarakranial maupun ekstrakranial.

Ekstrakranial yang utama dipelajari adalah anastomosis pembuluh darah karotis interna dengan pembuluh darah karotis externa yang menghubungkan arteri temporali superficial dan arteri fasialis dengan arteri opthalmika melalui arteri supratrochlearis dan arteri supraorbita.

Intrakranial anastomosis meliputi sirkulus wilissi melalui arteri communican anterior dan communican posterior.

Pengetahuan mengenai anatomi anastomosis ini sangat penting dalam menindak lanjuti kelainan sumbatan seperti :

1. Oklusi ektrakranial karotis interna.

2. Oklusi arteri karotis intra cranial dibawah arteri opthalmika. 3. Oklusi arteri karotis intra cranial diatas arteri opthalmika 4. Oklusi arteri subclavia sebelum percabangan arteri vertebralis (subclavian steal).

Pada sumbatan arteri karotis interna ekstrakranial akan memberikan tanda yang sama dengan stenosis berat atau sumbatan arteri karotis intrakranial sebelum arteri opthalmika berupa perubahan arah aliran pada arteri opthalmika atau pada arteri supratrochlearis, dan supra orbita.

Sumbatan pada arteri karotis interna sesudah arteri opthalmika , arah aliran arteri opthalmika tidak berubah. Sedangkan arteri karotis interna ekstrakranial kontralateral dan arteri vertebrobasilar terutama arteri cerebri posterior ipsilateral akan menunjukan feeder like.

Sumbatan arteri vertebralis ektrakranial maupun sumbatan arteri subklavia proksimal arteri vertebralis akan memberikan gambaran perubahan aliran arteri vertebralis yang semula menjauhi probe menjadi menuju probe hal inilah yang dikenal sebagai subklavian steal.

Dalam mempelajari stenosis arteri basal kranial , harus dipastikan terlebih dahulu keadaan arteri karotis ekstra cranial.

Mohr mengatakan deteksi TCD terhadap stenosis arteri basal cranial berarti stenosis tersebut telah mencapai ukuran ≥ 65%.

Stenosis yang ditandai dengan peningkatan flow velocity ini , akan mengalami hal sebaliknya jika stenosis tersebut telah ≥ 80%, dimana pada stenosis seberat ini terjadi kehilangan daya dorong dari erithrosit sehingga flow velocity menjadi menurun hal ini dikenal sebagai “critical stenosis” (Framingam).

Pencarian arteri basal cranial stenosis terutama dilakukan pada penderita stroke , walaupun flow velocity tidak dapat menilai cerebral blood flow secara langsung tetapi setidaknya keadaan flow velocity itu akan menggambarkan keadaan sirkulasi darah diotak.

Dan jika dilihat apa yang direkomendasikan oleh europian stroke initiative bahwa penggunaan antikoagulan dibenarkan jika ditemukan adanya stenosis berat, maka TCD tidak saja merupakan bagian dari factor penunjang diaknosa tetapi sudah menjadi penunjang pengobatan klinik..

Yi-Min chen et al 1999, mengunakan TCD sebagai alat penilai prognosa pada penderita stroke. Pada penelitiannya terhadap 41 orang penderita infark otak yang dilihat dengan CT Scanning sebagai infark territorial MCA. Sebelas orang menderita oklusi / kritikal stenosis arteri karotis interna ektrakranial, dua orang menderita stenosis moderat arteri karotis ekstrakranial, tiga orang menderita keduanya dan 25 orang menderita murni sumbatan MCA.

Terbukti MCA territorial infark dapat ditimbulkan baik oleh sumbatan MCA sendiri maupun sumbatan diluar MCA tetapi, yang mengalami sumbatan MCA mempunyai prognosa lebih buruk dibandingkan dengan gambaran MCA territorial infark dengan stenosis arteri karotis ekatrakranial.

Penderita hypertensi maligman tidak jarang ditemukan multiple basal cranial stenosis hal ini disebabkan karena kebutuhan CBF yang konstan sehingga diperlukan tekanan darah yang relatif lebih tinggi utuk mencukupinya.

TCD dikembangkan pertama kali adalah untuk mempelajari hemodinami pembuluh darah otak pada penderita perdarahan subarachnoid sehinggga diketahui adanya vasospasme pada perdarahan subarachnoid terjadi dari hari ke 4 dan akan terus meningkat untuk mencapai puncaknya pada hari ke10 selanjutnya turun kembali sampai hari ke 17 .

Vasospasm yang terjadi dengan pengindraan TCD diketahui tidak sama pada seluruh arteri basal kranial dimana disatu sisi spasme terjadi lebih berat dari yang lain. Konfirmasi studi dengan CT scanning diketahui spasme terjadi pada daerah yang lebih banyak mengandung bekuan darah dirongga subarakhnoid..

Sensitifitas pemeriksaan TCD dalam memeriksa adanya vasospasme berkisar antara 59%-94%, sedangkan spesifitasnya berkisar antara 85%-100%.

Zainal et al 1991 melakukan serial TCD pada penderita traumatik perdarahan subarakhnoid dan ditemukan adanya spasme yang terjadi dari proksimal kedistal pembuluh darah serta dimilai dari hari ke 4 sampai hari ke 18. Sedangkan Harris S , 1994 dalam studi kasus evaluasi vasospasme arteri serebri media perdarahan subarakhnoid, penyembuhan vasospasme yang terjadi tak ada perbedaan bagian distal maupun proksimal.

Dapat pula dievaluasi efek obat-obat vasoaktif seperti pavaverin, nimodipin dan sejenisnya terhadap reaksi vasospame tersebut

Feeder Vessels.

Merupakan gambaran spektrum yang ditandai dengan peningkatan “ peak systolic velocity” yang diikuti peningkatan “end diastolic velocity” dimana peningkatan end diastolic velocity lebih menonjol sehingga pulsatility index menjadi menurun.

Keadaan ini mengambarkan seolah-olah pembuluh darah arteri sebagai pembuluh darah vena yang berpulsasi.

Adanya suatu AVM memberikan gambaran feeder pada pembuluh yang mensuplai darah kesana , hal serupa dapat dijumpai pada keadaan hiperemia. Kedua keadaan tersebut dengan mudah dapat dibedakan berdasarkan reaktifitas pembuluh terhadap stimulasi vasoaktif pembuluh dimana reaksi vasoaktif ditemukan lebih baik pada hiperemia.

Penderita dengan riwayat sakit kepala kronis dapat ditemukan adanya feeder vessel bila reaktifitas baik merupakan manifestasi dari vaskular headache (feeder like) dan

sebaliknya jika vasoaktif minimal kecurigaan perlu diarahkan pada kemungkinan suatu arterio-venous malformasi (AVM)..

Brain Death.

Dasar penilaian adanya brain death pada pemeriksaan TCD adalah tekanan intrakranial (ICP) akan lebih besar dari pada tekanan perfusi cerebral (CPP).

Pada pemeriksaaan akan dijumpai gambaran yang bervariasi antara lain : 1. End diatolic velocity menghilang.

2. End diastolic velocity terbalik 3. Sharp systolic flow.

4. Small spike.

5. Pulsatility index yang tinggi..

Menurut Petty 1990, sensitipitas TCD dalam menegakkan diagnosa brain death adalah 91.3%, sedangkan spesifisitasnya 100%.

Vasomotor Reactivity.

Didefinisikan sebagai test yang melihat perubahan cerebral blood flow atau cerebral blood velocity sebelum dan sesudah distimulasi dengan pemberian vasodilator.

Hal ini bertujuan untuk memdapatkan informasi mengenai kemampuan pembuluh darah yang bersangkutan untuk melakukan autoregulasi.

Beberapa test yang dapat dilakukan antara lain apneu test, CO2 inhalasi test, diamox test. Test ini dilakukan terutama dengan meningkatnya tindakan endarterectomi pada penderita stenosis maupun oklusi arteri karotis interna ektrakranial.

Sebelum dilakukan tindakan pembukaan kembali arteri karotids harus dipastikan bahwa sistim karotis distal stenosis atau penyumbatan masih mampu melakukan reaksi vasoaktif yang baik karena keadaaan hypoperfusi akan berubah menjadi hyperperfusi setelah operasi dilakukan. Pada keadaan dimana vasomotor reactivity tidak baik risiko perdarahan intracerebral sangat besar pada tindakan endarterectomi..

Dengan kemampuan ini TCD selalu dilakukan dalam kontek tindakan endarterektomi baik sebelum sewaktu maupun sesudah tindakan.

Monitoring emboli

Sebagaimana diketahui pemerikasaan anatomi non invasive arteri karotis dengan menggunakan B mode carotid duplex banyak dimukan adanya plaque Karotis pada

penderita stroke. Plaque mempunyai risiko menyumbat maupun ruptur. Pada plaque yang ruptur akan disisipi oleh trombosit yang beraggregasi bertujuan untuk menutup ruptur tersebut untuk selanjutnya terjadilah proses hemostasis yang menghasilkan thrombus. Thrombus yang ada akan bertambah besar dan kuat karena selubung fibrin. Trombus yang terbentuk ini menggantung pada pembuluh darah serta melayang dalam aliran ; keadaan thrombus ini berisiko untuk lepas dan meninbulkan emboli dilain pihak plaque yang mengandung thrombus memberikan ruang gerak yang lebih sempit dalam pembuluh darah sehingga terjadi stenosis pembuluh darah Karotis. Perkembangan technologi operasi pengangkatan plaque carotis sendiri mempunyai risiko terjadinya pelepasan emboli sehingga dalam pelaksaaannya selalu dilakukan pengamatan terus menerus terhadap aliran arteri cerebri media sesisi dengan menggunakan transcranial Doppler pada saat berlangsungnya operasi untuk menilai adanya emboli.

Evaluasi pengobatan

Transcranial Doppler dapat digunakan bukan saja untuk menentukan obat –obatan yang akan digunakan tetapi juga dapat digunakan untuk melihat efektivitas suatu pengobatan. Indikasi penggunaan obat antispasm pada subarachnoid hemorrhage dan dapat dievaluasi hasil yang diberikan oleh obat-obat tersebut.

Penggunaan obat golongan antikoagulan pada prevensi stroke sekunder dapat dilakukan dengan ditemukannya basal cranial arteri stenosis.

Penggunaan obat trombolisis dapat diamati dengan mengunakan TCD. Bernd mengatakan pemamfaatan TCD dalam pengobatan trombolisis pada sistim vertebrobasilar mempunyai kemampuan yang sama dengan angiography.

d.Pemeriksaan Neurovaskular Invasif

Tidak dapat disangkal lagi bahwa visualisasi sistem pembuluh darah otak merupakan syarat utama dalam menilai keadan penderita TIA. Meskipun etiologi penyakit ini banyak, akan tetapi sebagian besar disebabkan oleh proses tromboembolik dan ateroma pembuluh darah ekstrakranial atau dari jantung. Barnett menyebutkan bahwa dari penderita TIA yang dianggap menderita gangguan hemodinamik, maka 87 % menunjukkan adanya lesi vaskular yang sesuai dengan gejala klinisnya.

Disebutkan pula bahwa pada kasus-kasus yang dikumpulkannya, lesi vaskular ini ditemukan pada 90 % kelompok karotis dan 78 % pada kelompok vertebrobasilar. Terhadap penderita ini telah dilakukan tindakan bedah pada pembuluh darah ekstrakranial serta anastomosis arteri serebri media temporalis. Pemeriksaan angiografi ini tidak dapat diganti dengan pemeriksaan apapun.

Pada setiap penderita TIA dimana gangguan hemodinamik merupakan penyebabnya, maka setidaknya harus dikerjakan empat versi angiogram. Hal ini perlu untuk melihat keutuhan pembuluh darah ekstrakranial dengan tidak memandang apakah TIA karotis atau TIA vertebro-basilar. Sering ditemukan, bahwa pada TIA vertebro-basilar pembuluh-pembuluh karotis telah mengalami stenosis atau oklusi, dan sebaliknya. Selain melihat derajat penutupan atau stenosis pembuluh darah ekstrakranial, jenis-jenis sumbatan dapat pula divisualisasi, misalnya apakah suatu plak dengan iregularitas pada

Dalam dokumen PERDOSSI (Halaman 49-60)