BAHASA MANGGARAI 3.1 Pengantar
3.3.4 Go’ét yang Berfungsi untuk Menyindir
Go’ét yang berfungsi untuk menyindir merupakan tindak tutur perlokusi
karena mempunyai daya pengaruh atau efek bagi yang mendengarkannya, yaitu
merasa malu. Efek dari tuturan tersebut adalah orang yang bersangkutan akan merasa
jera dan tidak akan mengulangi perbuatannya. Berikut ini diuraikan mengenai fungsi
go’et yang digunakan untuk menyindir:
(66) Raup cama rawuk - remong cama kebok
Ungkapan raup cama rawuk - remong cama kebok digunakan untuk
menyindir pernikahan sepasang pengantin yang sama-sama berasal dari keluarga
miskin.
(67) Nggepo kebor - dael tange
(68) Kemu nggencung - nggépo kébor
Ungkapan (67) dan (68) digunakan untuk menyindir seorang gadis yang
datang menyerahkan dirinya kepada sang pacar untuk dijadikan istri, tanpa melalui
prosedur adat. Ungkapan tersebut digunakan oleh mertua untuk menyindir
menantunya bila ada sifat atau tutur kata menantu yang kurang berkenan di hati sang
mertua.
(69) Neho anak wara ata toe di loda putes
Ungkapan neho anak wara ata toe di loda putes digunakan untuk menyindir
orang dewasa yang bertingkah laku kekanak - kanakkan.
97
Ungkapan neka maring jarang laki-neka tinang jarang kina digunakan untuk
menyindir keluarga pengantin laki-laki agar segera melunasi pembayaran belis, yang
diucapkan oleh keluarga pengantin wanita.
(71) Teti toe decing - lako toe baro
Ungkapan teti toe decing - lako toe baro digunakan untuk menyindir orang
yang pergi tanpa pamit ketika hendak pulang atau bepergian ke suatu tempat.
(72) Oke rona ngoeng - di’an lelo ilang
Ungkapan oke rona ngoeng - di’an lelo ilang merupakan sindiran untuk
seorang istri yang melakukan hubungan badan dengan pria lain. Ungkapan tersebut
berupa percakapan di kalangan ibu rumah tangga atau berupa lagu yang dinyanyikan
oleh kaum pria (http:// kuniagukalo.blogspot.com). Selain sebagai sindirin, ungkapan
tersebut juga merupakan sebuah nasihat dari para orang tua kepada anak gadisnya
agar setelah hidup berumah tangga tetap setia pada pasangan hidup, mencegah
terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.
(73) Ca pujut kali nuk - dako kali anor
Ungkapan ca pujut kali nuk - dako kali anor digunakan untuk menyindir
orang yang berpikiran dangkal, melakukan segala sesuatu dengan terburu-buru tanpa
pertimbangan yang matang, mengenai segala resiko yang kelak akan dihadapi.
(74) Sesa mu’u eta - kali ngampang kin tuka wa
(75) Tu’ung le mu’u - toe le nai
Ungkapan (74) dan (75) digunakan untuk menyindir orang yang bermuka
nasihat dari orang tua kepada anaknya agar berhati - hati dalam memilih teman
dalam lingkungan pergaulan, serta tidak mudah percaya pada ucapan seseorang.
(76) Tekur cai retuk - lawo cai bao
(77) Anak koe loas weru
Ungkapan (76) dan (77) digunakan untuk menyindir orang yang belum
berpengalaman dalam bidang pekerjaan.
(78) Loma wina data
Ungkapan loma wina data digunakan untuk menyindir seorang lelaki yang
berzinah dengan istri orang.
(79) Anak bera
Ungkapan anak bera digunakan untuk menyindir anak yang lahir sebagai
hasil perselingkuhan ibunya dengan seorang lelaki di luar perkawinan resmi untuk
tujuan insultif (penghinaan). Ungkapan tersebut biasa diucapkan di kalangan anak-
anak usia bermain.
( 80) Anak pencang wa - ende lomes kole
Ungkapan anak pencang wa - ende lomes kole digunakan untuk menyindir
seorang janda yang lupa akan kewajibannya sebagai seorang ibu yang mengurus dan
merawat anaknya melainkan sibuk berdandan dan menggoda lelaki lain.
( 81) Hi nana lelo tana - hi enu lelo awang
Ungkapan hi nana lelo tana - hi enu lelo awang digunakan untuk menyindir
orang yang melanggar norma susila (melakukan hubungan seks sebelum menikah / di
luar perkawinan resmi).
99
Ungkapan lage loce took de rona digunakan untuk menyindir seorang istri
yang berselingkuh dengan lelaki lain di kamarnya sendiri.
(83) Anak cir wua labe agu wua conco
Ungkapan anak cir wua labe agu wua conco digunakan untuk menyindir seorang wanita yang mempunyai banyak kekasih.
(84) Ine wai roto tong - beka lenga
Ungkapan ine wai roto tong - beka lenga digunakan untuk menyindir wanita tuna susila.
(85) Tepi tana mbokang wae
Ungkapan tepi tana mbokang wae digunakan untuk menyindir orang yang
melakukan perbuatan asusila.
(86)Reba molas
Ungkapan reba molas digunakan untuk menyindir pasangan selingkuh, biasa
diucapkan oleh para ibu dalam pergaulan di lingkungan masyarakat.
(87) Congka lobo boa
Ungkapan congka lobo boa digunakan untuk menyindir seorang janda yang
selalu menggoda lelaki lain .
(88) Hang toe tanda - inung toe nipu
Ungkapan hang toe tanda - inung toe nipu digunakan untuk menyindir orang
yang berselingkuh.
Ungkapan ngong ata lombong lala - kali weki run lombong muku digunakan
untuk menyindir seseorang yang suka mencari-cari kesalahan orang lain padahal ia
sendiri mempunyai kesalahan yang lebih besar.
(90) Wae de mendi
Ungkapan wae de mendi digunakan untuk tujuan insultif (penghinaan),
biasa diucapkan oleh kaum bangsawan kepada bawahannya.
(91)Mejok deko - ngguing wuli - lelak medak - momang nggotak
Ungkapan mejok deko - ngguing wuli - lelak medak - momang nggotak
digunakan untuk menyindir seorang wanita yang tak pernah menolak bila diajak atau
didekati oleh lelaki. Selain digunakan sebagai sindiran, ungkapan tersebut juga
merupakan sebuah nasihat dari para orang tua kepada anak gadisnya agar tidak
terbuai oleh rayuan lelaki. Kaum wanita harus mempertahankan harga diri dan
kehormatannya sebagai seorang perempuan sehingga tidak disia-siakan oleh lelaki.
3.3.5 Go’ét yang Berfungsi dalam Perkawinan Adat Manggarai
Berikut akan diuraikan mengenai fungsi go’et yang digunakan dalam perkawinan adat Manggarai:
(92) Baro ranggong - api pesa
Ungkapan baro ranggong - api pesa merupakan salah satu istilah dalam
perkawinan adat. Ungkapan tersebut diucapkan oleh juru bicara keluarga pihak laki-
laki kepada orang tua calon pengantin wanita pada saat acara lamaran atau tunangan.
101
Ungkapan ita kala le pa’ang - tuluk pu’u batu mbau diucapkan oleh seorang
pemuda untuk menyatakan keinginannya untuk meminang gadis pujaan hatinya.
(94) Tu’us wa - cangkém éta - donggo mata olo - donggé mata one
Ungkapan tu’us wa - cangkem eta - donggo mata olo - dongge mata one
digunakan sebagai salah satu istilah dalam perkawinan adat, untuk perkawinan
sepasang pengantin yang tinggal di rumah orang tua pengantin wanita setelah
menikah karena pihak anak wina (pihak penerima istri atau keluarga pengantin laki-
laki) belum menyerahkan belis yang diminta oleh pihak anak rona (pihak pemberi
istri atau keluarga pengantin wanita).
(95) Cikat kina - wagak kaba
Ungkapan cikat kina - wagak kaba digunakan dalam upacara peresmian
perkawinan adat Manggarai setelah semua belis diserahkan oleh pihak anak wina
kepada pihak anak rona.
(96) Céhi ri’i - wuka wancang - radi ngaung
Ungkapan cehi ri’i - wuka wancang - radi ngaung adalah salah satu istilah dalam perkawinan adat Manggarai, digunakan untuk perkawinan adat sepasang
pengantin yang belum sampai pada upacara wagal karena belis belum dibayar lunas
oleh pihak anak wina.
(97)Pase sapu - selek kope - weda rewa - tuke mbaru
Ungkapan pase sapu - selek kope - weda rewa - tuke mbaru digunakan ketika
meminang seorang gadis.
(98) Pana mata leso
Ungkapan (98) dan (99) digunakan untuk membuang dosa perzinahan yang
dilakukan oleh pasangan selingkuh.
(100) Jarang pentang majung
Ungkapan jarang pentang majung digunakan dalam perkawinan adat
Manggarai untuk seorang laki-laki yang menikah dengan seorang janda.
(101) Polis wisi loced ga
Ungkapan polis wisi loced ga digunakan sebagai salah satu istilah dalam
perkawinan adat Manggarai untuk sepasang kekasih yang telah menikah secara adat.
(102) Api toe caing - wae toe toe haeng
Ungkapan api toe caing - wae toe toe haeng digunakan ketika hendak
meminang wanita tungku yang diucapkan oleh juru bicara dari keluarga pihak laki-
laki.
(103)Nggoléng locé - daél tangé
Ungkapan nggoleng loce - dael tange digunakan untuk perkawinan adat yang dilaksanakan tanpa melibatkan anggota keluarga calon pengantin laki-laki atau pihak
anak rona. Segala urusan dalam perkawinan adat diurus oleh calon pengantin laki-
laki.
(104)Kolé okan mokang - kolé ramin laki
Ungkapan kole okan mokang - kole ramin laki digunakan pada saat upacara pemutusan hubungan pertunangan sepasang pengantin.
(105) Cawi neho wuas - dole neho ajos
Ungkapan cawi neho wuas - dole neho ajos digunakan dalam upacara
103
harapan dari orang tua kepada sepasang pengantin baru agar dijauhkan dari segala
mara bahaya yang dapat mengganggu kelancaran hidup berumah tangga.
(106) Bom salang tuak - maik salang wae
Ungkapan bom salang tuak - maik salang wae digunakan pada saat upacara
wagal, diucapkan oleh juru bicara pihak anak wina kepada pihak anak rona untuk
meminta penundaan pembayaran widang dan wida yang diberikan oleh orang tua
pengantin wanita setelah menikah.
3.3.6 Go’ét yang Berfungsi untuk Menyatakan Hubungan Kekerabatan
Go’ét yang berfungsi untuk menyatakan hubungan kekerabatan merupakan
tindak tutur lokusi dan ilokusi. Selain mengandung sebuah informasi atau pesan,
tindak tutur tersebut juga dimaksudkan untuk melakukan sesuatu, berdasarkan
informasi yang disampaikan. Berikut diuraikan mengenai fungsi go’et yang digunakan dalam proses pergantian keturunan:
(107) Eme wakak betong - asa manga waken nipu rae
(108) Beté wasé biring waé - tungku kolé ndawir wali
(109) Nio loda do - waen oke sale
(110) Na’a waen pake - na’a uten kuse
(111) Muku ca pu’u - neka woleng curup
(112) Teu ca ambu - neka woleng wintuk
(113) Ipung ca tiwu - neka woleng wintuk
Ungkapan (107), (108), dan (109) berfungsi untuk menyatakan sebuah garis
keturunan dari suatu klan atau untuk menyatakan pergantian keturunan (raja, kepala
suku, tetua adat, dan lain-lain). Ungkapan (110) merupakan tindak tutur lokusi, yaitu
sebuah informasi yang menyatakan bahwa sifat orang tua akan menurun pada
anaknya. Sifat seorang anak tidak akan berbeda jauh dari sifat orang tuanya.
Ungkapan (111), (112), (113), dan (114) merupakan tindak tutur ilokusi karena
selain mengandung informasi, juga mengandung maksud untuk melakukan sesuatu
berdasarkan isi pesan atau informasi penutur, yaitu diharapkan dalam suatu garis
keturunan (satu keluarga) harus hidup rukun, berdampingan satu sama lain dan harus
seia-sekata.
(115) Weki toe pecing - ranga toe tanda
Ungkapan weki toe pecing - ranga toe tanda digunakan ketika ada orang asing
yang masuk ke suatu daerah / wilayah (perkampungan).
(116) Bom tombo le run rukus - bom tura le run kula
Ungkapan bom tombo le run rukus - bom tura le run kula digunakan oleh para
orang tua berupa percakapan di lingkungan masyarakat bahwa sikap atau tabiat
seseorang dapat menentukan asal-usulnya.
3.3.7 Go’ét yang Berfungsi untuk Tujuan Etis dan Estetis
Go’ét yang berfungsi untuk tujuan etis dan estetis merupakan tindak tutur
lokusi karena hanya mengandung sebuah pesan atau informasi tanpa mempunyai
maksud untuk melakukan sesuatu. Berikut diuraikan mengenai fungsi go’et yang digunakan untuk tujuan etis dan estetis:
105
(117) Bengkar leke cebong
(118) lerong welu
Ungkapan (117) dan (118) biasa diucapkan oleh para ibu berupa percakapan
dalam pergaulan sehari-hari di lingkungan masyarakat ketika melihat anak gadis
mereka telah menginjak usia remaja.
(119) Anak ata ba le potang
(120) Anak lerong
Ungkapan (117), (118), (119), dan (120) biasa digunakan dalam pergaulan di
lingkungan masyarakat. Ungkapan-ungkapan tersebut digunakan untuk tujuan etis
agar tidak menyinggung perasaan orang yang sedang dibicarakan.
(121) Tombo ata ba de buru
Ungkapan tombo ata ba le buru mengandung nilai estetis (keindahan),
digunakan dalam pergaulan di lingkungan masyarakat untuk menyampaikan sebuah
kabar yang belum pasti.
(122) Ine wina loce kambu de kraeng
Ungkapan ine wina loce kambu de kraeng digunakan untuk seorang wanita simpanan seorang bangsawan, yang berfungsi untuk tujuan etis.
(123) Pa’u pacu
Ungkapan pa’u pacu digunakan untuk perawan tua, yang berfungsi untuk
tujuan etis.
(124) Kawe woja wole - long latung coko
(125) Long bombo - kawe mbaek
Ungkapan (124), (125), dan (126) berfungsi untuk tujuan estetis (keindahan),
yang digunakan sebagai sebutan untuk orang - orang yang pergi merantau demi
merubah nasib.
(127) Reba racang nggis - molas cerep nggis
Ungkapan reba racang nggis - molas cerep nggis berfungsi untuk tujuan etis
dan estetis yang diucapkan oleh para orang tua berupa percakapan dalam lingkungan
sosial masyarakat.
3.3.8 Go’ét yang Berfungsi untuk Memuji
Go’ét yang berfungsi untuk memuji merupakan tindak tutur perlokusi
karena tuturan tersebut mempunyai daya pengaruh atau efek bagi yang
mendengarkannya, yaitu merasa senang atau bangga karena dipuji. Berikut ini
diuraikan mengenai fungsi go’et yang digunakan untuk memuji seseorang : (128) Ranga neho lasar pandang - pacu’n neho lasar pau
Ungkapan ranga neho lasar pandang - pacu’n neho lasar pau biasa
diucapkan oleh seorang pemuda untuk memuji atau mengagumi kecantikan seorang
wanita.
(129) Tiwu lele - lewing lembak
(130) Nai anggil - tuka ngengga
Ungkapan (129) dan (130) digunakan untuk memuji sifat seseorang
(khususnya seorang pemimpin) yang sabar dan bijaksana dalam menyikapi segala
107
3.3.9 Go’et yang Berfungsi untuk Mengutuk
Berikut ini diuraikan mengenai fungsi go’et yang digunakan untuk mengutuk:
(131) Mempo neho elong - puta neho munak
Ungkapan mempo neho elong - puta neho munak digunakan untuk mengutuk
seseorang yang telah melakukan tindakan kejahatan (mencuri, membunuh).
Ungkapan tersebut merupakan tindak tutur perlokusi karena mempunyai efek, yaitu
penutur mengharapkan agar orang yang melakukan tindakan kejahatan akan mati dan
108 BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan analisis yang dilakukan mengenai makna dan fungsi go’ét
(ungkapan tradisional) Manggarai, dapat disimpulkan sebagai berikut:
Go’ét sudah lama dikenal masyarakat Manggarai karena merupakan milik
masyarakat Manggarai, namun hanya segelintir orang yang menguasai serta
memahami go’ét dengan baik dan sempurna. Go’ét umumnya hanya dikuasai dengan
baik dan sempurna oleh para orang tua tertentu di lingkungan masyarakat Manggarai
(tetua adat, tokoh masyarakat) sedangkan dalam lingkungan orang-orang muda
termasuk para intelektual, sangat jarang yang menguasainya apalagi menghafalnya.
Jenis-jenis makna yang terdapat dalam go’et (ungkapan tradisional) dalam bahasa Manggarai adalah makna literal dan makna figuratif, dalam hal ini makna
idiom dan makna kias. Go’et merupakan sebuah peribahasa, perumpamaan, bahasa kiasan serta kata-kata bijak yang digunakan untuk berbagai kepentingan tertentu
dalam lingkungan masyarakat Manggarai. Untuk dapat memahami pesan atau
maksud yang disampaikan penutur, orang harus memahami situasi serta kondisi
ketika go’ét diucapkan. Go’et merupakan tindak tutur lokusi, ilokusi, dan tindak tutur perlokusi. Tindak tutur tersebut digunakan untuk menganalisis maksud ujaran
penutur sehingga dapat dipahami oleh mitra wicara (pendengar).
Manusia berbudaya memiliki cara tersendiri untuk menyampaikan pesan dan
109
Manggarai yang menggunakan go’et sebagai sarana untuk menyampaikan pesan kepada lawan bicara, yaitu sarana yang dianggap paling tepat dengan tetap
berpegang teguh pada adat-istiadat serta norma yang berlaku di lingkungan
masyarakat. Sebagai sebuah sarana dalam menyampaikan pesan, go’et mengandung nilai-nilai serta norma yang menjadi pegangan serta pedoman dalam kehidupan
bermasyarakat. Nilai-nilai tersebut antara lain, nilai pendidikan, nilai religi, nilai
moral, nilai sosial, nilai etis, dan nilai estetis. Nilai-nilai tersebut harus diketahui
serta dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat demi kelancaran dan kelangsungan
hidup bermasyarakat serta untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.
Dari hasil penelitian yang dilakukan, ditemukan seratus tiga puluh satu buah
tujuh ungkapan tradisional yang terdapat dalam lingkungan Manggarai. Ungkapan-
ungkapan tersebut masih banyak yang tersebar luas dalam lingkungan masyarakat
Manggarai dan belum berhasil dikumpulkan secara lengkap karena beberapa alasan
tertentu. Ungkapan-ungkapan tersebut antara lain, ungkapan yang berkaitan dengan
kepercayaan berjumlah enam belas buah, berkaitan dengan kegiatan hidup berjumlah
dua puluh satu buah, ungkapan yang berfungsi untuk mengenakkan pembicaraan
berjumlah tiga buah, ungkapan yang berkaitan dengan bahasa larangan berjumlah
delapan buah, ungkapan yang berkaitan dengan status sosial seseorang berjumlah
dua buah, ungkapan yang berkaitan dengan bahasa rahasia berjumlah enam puluh
delapan buah, ungkapan yang berkaitan dengan ejekan berjumlah satu buah, dan
ungkapan yang menunjukkan pertalian kekeluargaan berjumlah tiga belas buah.
Ungkapan yang berkaitan dengan kepercayaan berfungsi untuk menggambarkan
ungkapan tersebut digunakan sebagai nasihat dari para orang tua kepada generasi
muda yang berfungsi untuk mendidik moral para generasi muda. Dalam upacara-
upacara tradisional, ungkapan yang berkaitan dengan kepercayaan berfungsi sebagai
sebuah doa, pujian, serta harapan dari umat manusia kepada Sang Pencipta.
Ungkapan yang berkaitan dengan kegiatan hidup berfungsi untuk menggambarkan
keseharian masyarakat Manggarai dalam memenuhi kebutuhan hidup, serta
mengungkapkan relasi dalam kehidupan bermasyarakat. Ungkapan yang berfungsi
untuk mengenakkan pembicaraan berfungsi untuk memperhalus kata / ucapan
seseorang ketika hendak menyampaikan keinginan atau maksud tertentu dengan
menggunakan bahasa kiasan.
Ungkapan yang berkaitan dengan bahasa larangan berfungsi untuk mengatur
tata kehidupan sosial dalam masyarakat, mencegah terjadinya hal-hal yang tidak
diinginkan. Dalam lingkungan keluarga, ungkapan yang berkaitan dengan bahasa
larangan digunakan sebagai nasihat para orang tua kepada para generasi muda agar
tumbuh menjadi pribadi yang bertanggung jawab. Ungkapan yang berkaitan dengan
bahasa rahasia digunakan untuk berbagai kepentingan dalam masyarakat,
diantaranya untuk tujuan etis dan estetis, untuk menyindir, dan lain-lain. Ungkapan
yang berkaitan dengan ejekan berfungsi untuk mengejek atau untuk menyindir
seseorang. Ungkapan yang menunjukkan pertalian kekeluargaan berfungsi untuk
111
4.2 Saran
Dari hasil penelitian mengenai makna dan fungsi go’ét (ungkapan
tradisional) dalam bahasa Manggarai, dapat disimpulkan bahwa tidak semua
masyarakat Manggarai mengetahui serta menguasai go’ét dengan baik dan sempurna.
Umumnya, go’ét hanya dikuasai dengan baik dan sempurna oleh para orang tua
tertentu dalam lingkungan masyarakat Manggarai (tokoh adat, tokoh masyarakat).
Hal tersebut terjadi karena proses pewarisan go’ét dilakukan melalui jalur informal
dalam lingkungan masyarakat, yaitu pada saat upacara-upacara tradisional. Suatu
hari nanti istilah go’ét akan hilang jika para penutur lisan telah meninggal dunia.
Saran peneliti, sebaiknya proses pewarisan budaya go’ét Manggarai dilakukan
melalui jalur pendidikan formal.
Untuk penelitian selanjutnya, penelitian mengenai makna dan fungsi go’ét
(ungkapan tradisional) dalam bahasa Manggarai dikaji secara lebh mendetail,
misalnya dari segi gaya bahasa yaitu jenis-jenis gaya bahasa yang terdapat dalam
112