• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.2 Implementasi Program Binjai Smart City Melalui Elektronik Dokter

4.2.1 Isi Kebijakan

4.2.1.2 Manfaat Implementasi e-Dokter di Kota Binjai

Pada model implementasi kebijakan yang dikemukakan oleh Merille S. Grindle, variabel kedua dalam menentukan keberhasilan sebuah kebijakan atau program yang dilaksanakan adalah indikator jenis manfaat yang bisa diperoleh. Dari sebuah kebijakan harus bisa ditunjukkan jenis manfaat yang dapat diperoleh sebagai dampak positif jika sebuah kebijakan tersebut diimplementasikan. Pada dasarnya sebuah kebijakan yang dibuat akan lebih mudah untuk diimplementasikan jika memberikan banyak manfaat bagi para pelaksana maupun bagi kelompok sasarannya. Itulah sebabnya mengapa sebuah kebijakan dibuat harus memberikan manfaat bagi banyak kelompok maupun pihak, karena sangat terkait dengan keberhasilan atau kegagalan implementasinya.

E-Dokter adalah salah satu inovasi e-Government pemerintah Kota Binjai dalam mewujudkan misi smart people. Sejalan dengan e-Dokter masyarakat diminta untuk cerdas untuk mendapatkan pelayanan yang cepat dan tidak cenderung legowo. E-Dokter yang dibuat Pemerintah harus juga memberikan manfaat bagi para pihak yang terlibat dalam pengimplemntasiannya.

Dinas Kominfo yang juga dibantu tim pendamping implementasi e-Government di Kota Binjai sebagai Leader dengan landasan MoU Pemerintah Kota Binjai dengan Politeknik Negeri Medan, saat ini sebagai fasilitator aplikasi dan jaringan e-Dokter, Kominfo harus memastikan bahwa dalam pengembangan aplikasi dan

jaringan tidak ada mengalami gangguan, kemudian memastikan juga bahwa e-Dokter bisa diakses oleh semua orang yang ingin menggunakannya.

Dari hasil wawancara peneliti, peneliti mendapatkan informasi bahwa untuk Dinas kominfo, e-Dokter belum memberikan manfaat.

Hal ini diungkapkan oleh informan yang diwawancarai, yaitu:

“Secara signifikan e-dokter belum memberikan manfaat kepada dinas ini, namun secara pribadi jika kami menggunakannya mungkin akan memberikan manfaat, dikarenakan e-Dokter merupakan bagian tujuan pemerintah, dan untuk mencapai tujuan pemerintah maka sebagai OPD yang membawahi bidang teknologi, informasi dan komunikasi turut ikut menjalankan e-Dokter sebagai perintah dari atasan agar bisa berkembang dan berhasil”. (Informasi dari hasil wawancara hari Selasa, 24 April 2018, Trankrip wawancara hal 16)

Dalam prakteknya di lapangan, e-Dokter juga ternyata belum bisa memberikan manfaat bagi tingkat Puskesmas di Kota Binjai, Rumah Sakit Tentara dan Rumah Sakit Sylvani. Seperti yang diungkapkan informan lainnya di bawah ini , yaitu :

“Saat ini bagi Rumah Sakit sylvani manfaat e-dokter belum ada karena belum berjalan, tidak ada pasien yang memesan e-dokter dan kami juga belum ada menindaklanjuti untuk operator yang mengoprasionalkan e-dokter apakah program ini harus diterapkan atau tidak diRumah Sakit kami. Tetapi kami tetap mendukung program e-dokter ini untuk kemajuan pelayanan kesehatan yang lebih baik lagi” (Informasi dari hasil wawancara hari Rabu, 18 April 2018, Matriks wawancara hal 17)

Hal ini juga dibenarkan informan lain, yaitu :

“Untuk Rumah Sakit tentara sendiri belum ada manfaatnya e-dokter karena kami juga belum menjalnkannya, kami hanya diundang untuk peluncuran dan sosialisasi bahwa ada aplikasi pelayanan kesehatan yang dibuat pemerintah. Namun kami belum melaksanakannya, karena dengan sistem manual saja terkadang dokter atau pasiennya masih susah diatur dari segi

waktu maupun sistem, apalagi dengan adanya e-dokter”

(Informasi dari hasil wawancara hari Rabu, 11 April 2018, Matriks wawancara hal 18).

Dan, informan lain yang diwawancarai peneliti terkait jenis manfaat dengan adanya e-dokter mengungkapkan hal yang sama bahwa e-dokter belum memberikan manfaat, yaitu:

“Kalau ditanyak manfaat e-dokter belum bisa dijelaskan dengan baik khususnya bagi puskesmas tanah tinggi ini, karena belum berjalan, tidak ada masyarakat menggunakannya meskipun sudah disosialisasikan (Informasi dari hasil wawancara hari Senin, 02 April 2018, Matriks wawancara hal 18). Informan puskesmas lain juga mengungkapkan, Belum ada manfaat nya, karena kebijakan tidak dilalui dengan tahap-tahapan yang serius. Mulai dari sosialisasi, fasilitas medis, kesiapakn sdm dan dokter itu belum dibangun” (Informasi dari hasil wawancara hari Rabu, 04 April 2018, Matriks wawancara hal 19).

Di samping hasil wawancara peneliti dengan informan, peneliti telah melakukan obeservasi dan dokumentasi bahwa meskipun beberapa pihak belum mendapatkan manfaat dari adanya e-Dokter, ternyata di RS. Djoelham e-Dokter telah memberikan manfaat bagi masyarakat yang berobat menggunakan layananan e-Dokter tersebut.

Seperti hasil observasi dan dokumentasi yang ada di bawah ini:

Gambar 4.3.Sosialisasi Pelayanan melalui e-Dokter kepada pasien di R.S. Djoelham

Sumber: Observasi dan Dokumentasi, 2 Mei 2018

Berdasarkan hasil observasi dan dokumentasi yang dilakukan peneliti pada tanggal 25 April dan 2 Mei 2018 saat mengamati proses pelayanan e-dokter selama beberapa hari, bahwa pasien yang sebelumnya tidak menggunakan e-dokter saat ini merasa iri dengan pasien e-dokter yang cepat dilayani, sehingga ia memutuskan untuk mencari tahu tentang e-Dokter. Peneliti juga mengamati bahwa proses pelayanan menjadi lebih cepat dan tidak perlu lama mengantri di loket maupun poliklinik. Meskipun di RS. Tentara dan RS. Sylvani serta puskesmas belum menunjukkan sejauh mana manfaat yang diberikan dengan adanya e-Dokter, namun di RS. Djoelham telah memberikan manfaat yang cukup banyak bagi pasien yang menggunakan e-dokter (Informasi dari hasil observasi 25 april 2018, transkrip observasi hal.56)

Informasi berdasarkan hasil dokumentasi pada tanggal 2 Mei 2018 juga memuat bahwa e-Dokter memberikan manfaat kepada pasien seperti manfaat efisiensi waktu, pelayanan yang cepat, baik, dan mudah. Hal ini terlihat bahwa pasien e-Dokter yang menggunakan e-Dokter adalah pasien langganan, artinya dalam satu bulan satu pasien bisa memesan pelayanan e-Dokter sebanyak empat kali. Lebih jelasnya, e-dokter telah memberikan manfaat yang besar sehingga ia mau menggunakan secara berulang (Informasi dari hasil dokumentasi 2 Mei 2018, transkrip dokumentasi hal.95).

Dari hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, penullis menginterpretasikan bahwa indikator jenis manfaat yang diperoleh

dari adanya e-Dokter sejauh ini belum mencapai sasaran dan belum maksimal. Hal ini dikarenakan manfaat e-Dokter baru bisa dirasakan beberapa pasien e-Dokter di RS. Djoelham, sementara e-Dokter diperuntukkan bagi semua instansi kesehatan yang termuat di dalam aplikasi. Meskipun e-Dokter sudah disosialisasikan dan diperkenalkan pemerintah untuk siap dijalankan, namun beberapa alassan membuat Rumah Sakit Tentara dan Rumah Sakit Sylvani belum menjalankan e-Dokter di Rumah Sakitnya, dan di puskesmas pun belum mendapatkan manfaat dengan adanya e-Dokter disamping belum adanya masyarakat yang memesan.

Saat ini program e-Dokter masih bermanfaat hanya bagi masyarakat yang menggunakannya saja. Sementara manfaat bagi para implementornya seperti Dinas Kominfo, Dinas Kesehatan, dokter-dokter, pihak Rumah Sakit swasta, Puskesmas-Puskesmas belum merasakan adanya manfaat e-Dokter. Selain hal ini sebagai perintah untuk menjalankannya demi mencapai tujuan terwujudnya Kota Cerdas melalui sumber daya-sumber daya manusianya. Kelemahannya juga, bahwa untuk pelaksanaan e-Dokter ini pemerintah tidak menyebutkan manfaat yang didapat dari adanya program e-Dokter di dalam peraturan yang termuat khusus tentang e-Dokter. Pemerintah Kota Binjai masih hanya membuat peraturan walikota tentang penyelenggaraan Smart City dengan sasaran terwujudnya peningkatan kualitas pelayanan publik.

4.2.1.3 Keterkaitan Implementasi e-Dokter di Kota Binjai dengan Derajat Perubahan yang Ingin Dicapai

Sebuah kebijakan dibuat selain harus memiliki banyak manfaat, harus pula memberikan perubahan yang membangun. Dengan kebijakan tersebut maka ada hal yang ingin dicapai terutama tentang perubahan. Adapun yang ingin dijelaskan dalam penelitian ini adalah seberapa besar sebuah kebijakan dibuat memberikan perubahan yang hendak atau ingin dicapai melalui suatu proses implementasinya.

Dalam proses implementasi kebijakan perubahan yang ingin dicapai harus mempunyai skala yang jelas.

Indikator derajat perubahan yang ingin dicapai yang dikemukakan Merille S.Grindle ini menjelaskan bahwa setiap kebijakan mempunyai target yang hendak dicapai. Ringkasnya, perubahan yang ingin dicapai akan berkaitan erat dengan jenis manfaat yang diperoleh dari suatu kebijakan yang diimplementasikan.

Oleh karena itu, perlu diperhitungkan perubahan seperti apa yang diinginkan, karena sebuah kebijakan yang terlalu menuntut adanya perubahan juga akan lebih sulit untuk dilaksanakan.

Adapun tujuan dalam pelaksanaan program layanan kesehatan berbasis elektronik atau e-Dokter ini didasari karena selama ini pelayanan publik di Rumah Sakit dinilai sangat lama dalam proses administrasi ataupun pemberian pelayanan secara medis. Pasien yang cendrung adalah penderita penyakit harus menunggu waktu antri yang cukup panjang, belum lagi perilaku tenaga medis yang kurang

perhatian kepada pasien, dan hal ini yang membuat Pemerintah Kota Binjai mengeluarkan inovasi layanan e-Government di bidang kesehatan dengan nama e-Dokter. Tujuannya dalam layanan berbasis elektronik itu masyarakat bisa menggunakan teknologi untuk kepentingannya dalam mendapatkan pelayanan yang cepat dan mudah sesuai dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat ini.

Dalam Peraturan Walikota Binjai Nomor 53 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Smart City dijelaskan bahwa mewujudkan Kota Cerdas adalah mewujudkan kota yang sejalan dengan teknologi dan informasi (e-Government) yang meliputi penyelenggaraan aplikasi teknologi dan informasi. Hal ini juga senada diungkapkan salah satu informan yang peneliti wawancarai, yaitu:

“Perubahan yang ingin dicapai dari adanya e-dokter yaitu selain menjadikan kota binjai smart, ingin menjadikan juga manusianya smart people. Bukan saja mengubah masyarakat penerima program menjadi pintar saja, tetapi juga menjadikan pemberi pelayanan menjadi smart artinya responsive dan cekatan. Dan itu juga sebagai harapan saya, bahwa bukan saja masyarakat yang harus ditingkatkan pengetahuannya soal pemahaman e-government tetapi juga sdm pemerintahnya.

Namun nyatanya saat ini masalahnya ternyata dipuskesmas juga belum berjalan, nah hal itu disebabkan karena kemarin kami mengadakan pertemuan sifatnya masih perorangan, orang-perorang yang ada dipuskesmas, dia belum detail strukturnya, seperti bagaimana dia mampu memahami dulu konsep e-dokter itu, jadi artinya yang menjadi masalah sama kami orangnya kadang berganti, tetapi sebanarnya secara detail yang bertanggung jawab untuk melaksanakan e-dokter yaitu OPD yang bersangkutan, yaitu Rumah Sakit Djoelham dan Dinas Kesehatan. Karena peran dinas kesehatan untuk program e-dokter ini masih gantung gantung”. (Informasi dari hasil wawancara 7 Mei 2018, transkrip wawancara hal 19)”

Hal yang sama juga diungkapkan informan lainnya, yaitu:

“Perubahan yang ingin dicapai dengan adanya e-dokter adalah pelayanan di Rumah Sakit maupun puskesmas bisa cepat

tersampaikan kepada masyarakat. Kami sebagai dinas kominfo berharap masyarakat dapat menggunakan e-dokter dengan maksimal agar pengetahuan masyarakat juga bertambah sejalan dengan perkembangan teknologi, karena kita sudah sediakan aplikasi dan jaringan, kita sudah datangkan tenaga teknis untuk mengembangkan aplikasi tersebut dan jaringan itu kan dibayar, jadi saying kalau tidak digunakan”(Informasi dari hasil wawancara 24 April 2018, transkrip wawancara hal 20).

Namun, perubahan yang diharapkan dengan adanya e-Dokter masih terlihat di RS.Djoelham dikarenakan masih Rumah Sakit tersebut yang menjalankannya. Informan yang ada di RS. Djoelham menyatakan bahwa :

“Perubahan yang ingin dicapai dengan adanya e-dokter ini adalah agar dokter juga bisa lebih professional untuk datang tepat waktu dalam melayani pasien. Kemudian masyarakat juga bisa menjadi masyarakat yang cerdas dalam mendapatkan pelayanan yang cepat, mudah dan terukur, tidak menggunakan handphone untuk chatingan, main game dan selfi-selfie aja, Perubahan yang ingin dicapai lainnya dengan adanya e-dokter yaitu agar masyarakatnya mampu la menyesuaikan kehidupan dengan perkembangan zaman, sekarang kan handphone sudah canggih, computer ada, datang saja ke warnet untuk memesannya sudah bisa, artinya memang pola pikir masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya harus lebih cerdas”. Namun kendalanya sejauh ini hanya dokter yang terlambat datang ke poli karena harus melayani pasien rawat inap, dan kendala lainnya masih sedikit pasien yang mau beralih dari manual ke teknologi canggih. (Informasi dari hasil wawancara 26 April 2018, transkrip wawancara hal 21).

Berdasarkan hasil wawancara di atas, peneliti dapat memahami bahwa sejauh ini perubahan yang ingin dicapai dengan adanya e-Dokter adalah agar masyarakat Kota Binjai bisa lebih cerdas, begitu juga sumber daya manusia yang melayani secara benar sesuai dengan ketepatan waktu dokter dalam membagi waktu antara pasien rawat inap dan rawat jalan, kemudahan mengakses e-Dokter, serta kecepatan dalam proses pelayanan yang diberikan.

Gambar 4.4. Tampilan website e-Dokter

Sumber: Dokumentasi, 2 Mei 2018

Gambar di atas adalah gambar website e-dokter, yang dapat menunjukkan salah satu perubahan dimana sebelumnya pasien e-dokter harus datang ke Rumah Sakit untuk mengetahui jadwal e-dokter, dan mengantri lama di loket untuk pengurusan berkas secara manual dan mengantri untuk dilayani dokter, sekarang dengan adanya e-dokter pasien tidak perlu lagi mengantri lama dan prosesnya memasukkan data secara online saja. Berdasarkan hasil observasi pada 26 April 2018 di RS. Djoelham, proses pelayanan pasien e-dokter sangat cepat, tidak banyak mengantri, dan pasien lebih diutamakan dari segi waktu dalam pelayanan, namun yang masih belum mendapatkan perubahan meskipun sudah e-Dokter adalah pasien masih harus menunggu dokter, meskipun pasien telah menetukan jadwal untuk bertemu dokter pada waktu yang tersedia di aplikasi (Informasi dari hasil observasi pada 25 April 2018, transkrip observasi hal. 55).

Namun, Perubahan yang ingin dicapai dengan adanya e-Dokter ternyata belum bisa dirasakan oleh Puskesmas dan Rumah Sakit Tentara maupun RS. Sylvani, dikarenakan beberapa alasan. Seperti yang diungkapkan oleh informan saat diwawancarai yang mengakui bahwa di Rumah Sakit dan puskesmas tersebut belum menjalankan e-Dokter, yaitu:

“Perubahan yang ingin dicapai dengan adanya e-dokter ini adalah untuk mengubah pola hidup masyarakat dalam mendapatkan pelayanan kesehatan, dan juga mengubah agar dokter-dokter lebih disiplin. Namun untuk diRumah Sakit ini perubahan itu belum bisa terlihat karena kami belum menjalankannya, kendalanya yaitu tidak ada mou Rumah Sakit dengan pemerintah untuk menjalankan e-dokter secara serius, dan kami hanya diundang sebagai tamu untuk diberitahu bahwa ada aplikasi yang bisa memudahkan masyarakat dalam metode janji dengan dokter. Kemudian kendala lainnya masyarakat juga masih banyak yang menggunakan sistem manual dan masyarakat juga pasti akan ke Rumah Sakit meskipun dia menggunakan e-dokter, dan kendala lainnya tidak semua masyarakat memiliki android. Kami juga belum diberi akun khusus e-dokter” (Informasi dari hasil wawancara 11 April 2018, transkrip wawancara hal 23).

Kemudian, “Perubahan yang ingin dicapai dengan adanya e-dokter adalah pasien lebih mandiri dalam mendapatkan pelayanan kesehatan secara cepat dan mudah. Namun sejauh ini menurut saya belum ada perubahan yang nampak dari e-dokter dipuskesmas ini, karena kendalanya kami kurang dalam sosialisasi karena kami juga sibuk dengan kegiatan dipuskesmas seperti homecare bagi masyarakat yang tidak bisa puskesmas. Kemudian masyarakat selama ini tidak ada mengeluh dengan jadwal antrian itu jadi tidak ada yang memesan e-dokter. Harapannya sih lebih dimonitoring dan diberi lah pelatihan khusus bagi pihak puskesmas agar lebih maksimal menjalankan e-dokter” (Informasi dari hasil wawancara 21 April 2018, transkrip wawancara hal 24).

Dari hasil wawancara dengan fasilitas kesehatan yang belum menjalankan e-Dokter dapat disimpulkan bahwa kendalanya adalah tidak ada masyarakat yang mau memesan, kemudian masih kurangnya

sosialisasi yang diberikan pemerintah terutama pada Rumah Sakit swasta yang tidak melakukan MoU untuk menjalankan e-dokter secara wajib.

Dari hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, peneliti menginterpretasikan bahwa indikator perubahan yang ingin dicapai dari sebuah program e-dokter belum secara maksimal memberikan perubahan, dikarenakan sedikit sekali kelompok sasaran yang mennggunakan e-dokter, kemudian sistem pemesanan yang rumit, kurangnya dukungan pemerintah maupun pihak Rumah Sakit swasta dan puskesmas yang mendukung pelaksanaan e-dokter secara intens, serta ketepatan waktu dokter dalam melayani juga belum maksimal.

Artinya kendala pelaksanaan e-Dokter bukan saja pada masyarakatnya tetapi juga pada sumber daya manusia implementornya. Dalam hal ini untuk merubah pola pikir masyarakat, implementor e-Dokter harus berulang kali mensosialisasikan dan memberikan pemahaman bahwa e-Dokter itu sangat penting. Ringkasnya, perawat, bidan, petugas administrasi, sampai dokter-dokter harus ikut mendukung setiap proses pelaksanaan e-Dokter. Dengan demikian masyarakat tentunya juga akan merasakan adanya perubahan dalam penggunaan e-Dokter.

4.2.1.4 Letak Pengambilan Keputusan dalam Implementasi e-Dokter di Kota Binjai

Pengambilan keputusan menjadi hal yang penting dalam suatu kebijakan, pada saat kebijakan dibuat dan diputuskan untuk diimplementasikan. Pada sisi lain, ada beberapa hal yang harus

diperhatikan, yaitu sisi pengambilan keputusan yang sangat terkait dengan keberhasilan dan kegagalan sebuah kebijakan. Pada bagian ini, Merille S.Grindle mengemukaakan bahwa implementasi kebijakan akan berhasil apabila indikator pengambilan keputusannya jelas.

Untuk itu bagian ini harus menjelaskan dimana letak pengambilan keputusan dari suatu kebijakan yang hendak diimplementasikan.

Letak pengambilan keputusan sangat erat dengan yang namanya stake holder, dimana setiap keputusan yang diambil dalam menjalankan suatu kebijakan dan program harus sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang telah diputuskan. Menurut Thomas R.Dye (dalam Subarsono 2009:2) apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan (public policy whatever government choose to do or not to do). Artinya, segala sesuatu yang dilakukan atau tidak dilakukan tergantung dari keputusan pemerintah.

Isi sebuah kebijakan akan menunjukkan posisi pengambilan keputusan. Dalam prakteknya, sebuah kebijakan yang dilaksanakan dengan melibatkan banyak stake holder dalam pengambilan keputusan maka cenderung lebih sulit diimplementasikan dibandingkan dengan kebijakan yang memusatkan posisi pengambil keputusan pada satu atau sebagian stake holder saja. Hal serupa sama dengan program e-Dokter di Kota Binjai yang diluncurkan Pemerintah Kota Binjai sebagai inovasi menyongsong kebijakan Smart City.

Salah satu bentuk keputusan yang diambil dalam program e-Dokter ini adalah Peraturan Daerah Kota Binjai untuk membuat

Rencana Panjang Jangka Menengah Daerah tahun 2016-2021, yang kemudian disusul dengan Peraturan Walikota tentang penyelenggaraan Binjai Smart City, agar program-program Smart City bisa berjalan setelah adanya peraturan tersebut. Untuk melaksanakan program tersebut Pemerintah juga mengeluarkan surat keputusan walikota tentang tim implementasi e-Government Kota Binjai Tahun 2016 dan keputusan penunjukan tenaga pendamping implementasi e-Government Kota Binjai Tahun 2016, keputusan tim pengkaji dan penelitian bidang informasi dan komunikasi Kota Binjai Tahun 2017 dan Tenaga Pendamping pengkajian dan penelitian bidang informasi dan komunikasi Kota Binjai Tahun 2017.

Namun, dari segi pengambilan keputusan yang khusus untuk e-Dokter, peneliti tidak menemukan adanya posisi signifikan pemerintah dalam pengambilan keputusan. Pada pasal 10 Peraturan Walikota Binjai Nomor 53 Tahun 2017 menyatakan bahwa monitoring dan evaluasi penyelenggaraan Binjai Smart City yang dalam hal ini Dokter dilakukan oleh setiap perangkat daerah. Artinya untuk e-Dokter sendiri lebih dibebankan kepada OPD terkait pelaksananya.

Dalam pengimplementasian e-Dokter di Rumah Sakit Djoelham, tidak terlihat sisi pengambilan keputusan dalam mengatasi masalah pelaksanan e-Dokter, seperti adanya sanksi bagi dokter yang terlambat datang ke poli, kemudian program e-Dokter belum didasari keputusan tertulis bahwa Rumah Sakit Umum Daerah harus menjalankan e-Dokter, kemudian belum adanya standart operasional

prosedur e-Dokter di Rumah Sakit tersebut, dan sejauh ini sifatnya masih arahan dari Direktur dan Pemerintah saja. Namun, untuk penunjukkan operator e-Dokter di Rumah Sakit Djoelham telah diputuskan berdasarkan surat perintah tugas dari Direktur yang menunjuk dua orang sebagai operatornya. Hal ini senada dengan yang diungkapkan salah satu informan yang peneliti wawancarai, yaitu:

“Kalau untuk pengambilan keputusan tentang e-dokter ini pertama dari direktur ya, saya sebagai kabag rekam medis khususnya, mendapat tugas tambahan untuk bidang promosi kesehatan untuk menjalankan e-dokter, bersama tim saya lah menjalankan e-dokter tersebut, kalau untuk peraturan khusus atau sop belum ada. Tapi paling penunjukkan untuk operasional e-dokter waktu itu langsung ditanda tangani oleh direktur menunjuk dua orang untuk mengoprasionalkan e-dokter dan juga mensosialisasikan e-dokter di rsud.rm.djoelham kota binjai ini. Kalau untuk surat keputusan walikota sepertinya sejauh ini belum ada ya sampai ke tangankami. Paling setiap rapat dengan sekda , walikota, dan dinas kominfo kami diminta untuk lebih meningkatkan program e-dokter lagi. Soal kendala yang kami hadapi sepertimasyarakat yang kurang memahami, biasan kami menanmpung keluhan dari admisi yang mengelola e-dokter, dan kami membuat strategi agar banyak masyarakat yang menggunakannya. Kalau untukkendala pada dokter yang terlambat sebaiknya ditanyakan ke bidang pelayanan. Tapi setau saya sejauh ini belum ada arahan langsung untuk sanksikepada dokter setelah adanya e-dokter” (Informasi dari hasil wawancara 26 April 2018, transkrip wawancara hal. 27).

Hal tersebut juga sama dengan yang diungkapkan informan lainnya yaitu:

“Untuk pengambilan keputusan dalam e-dokter ini sifatnya belum tetap ya atau bersifat menjadi keharusan baik dari pemerintah atau direktur, artinya ketika kami diarahkan direktur untuk menjalankan e-dokter ya kami menjalankan, tetapi untuk mengatasi kendalanya, saat ini kami hanya berusaha agar masyarakat mau menggunakan e-dokter dibanding dengan mengantri tanpa e-dokter dengan cara memberikan pelayanan yang lebih dari yang tidak menggunakan. Dan kalau untuk kendala dari dokter yang masih

terlambat datang ke poli mungkin karena tidak ada reward dan punishman, sehingga meskipun dengan adanya e-dokter masyarakat masih tetap menumpuk mengantri. Tidak ada peraturan atau kebijakan baik dari pemerintah setau saya

terlambat datang ke poli mungkin karena tidak ada reward dan punishman, sehingga meskipun dengan adanya e-dokter masyarakat masih tetap menumpuk mengantri. Tidak ada peraturan atau kebijakan baik dari pemerintah setau saya