IMPLEMENTASI PROGRAM BINJAI SMART CITY MELALUI ELEKTRONIK -DOKTER (e-DOKTER) DI KOTA BINJAI
SKRIPSI
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Meneyelesaikan Pendidikan Strata 1 (S-1) Ilmu Administrasi Publik
OLEH :
YULIZA WELVINA NIM : 140903031
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
ABSTRAK
IMPLEMENTASI PROGRAM BINJAI SMART CITY MELALUI ELEKTRONIK DOKTER (E-DOKTER) DI KOTA BINJAI
Elektronik Dokter (e-Dokter) merupakan program Pemerintah Kota Binjai dalam mewujudkan Binjai Smart City. E-Dokter adalah pelayanan publik berbasis elektronik yang dapat diakses melalui website atau mendowload aplikasi di Android yang berfungsi memberikan kemudahan kepada masyarakat membuat janji bertemu berobat dan konsultasi dengan dokter-dokter di Rumah Sakit maupun Puskesmas yang sudah terdaftar di dalam aplikasi. Dengan menggunakan e-Dokter, masyarakat tidak perlu mengantri terlalu lama di Rumah Sakit ataupun Puskesmas dalam mendapatkan pelayanan kesehatan.
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah kualitatif deskriptif dengan menggunakan teori Merille S. Grindle dimana variabel yang menentukan keefektifan implementasi kebijakan adalah isi kebijakan dengan indikator kepentingan-kepentingan terkait, jenis manfaat yang diperoleh, derajat perubahan yang ingin dicapai, letak pengambilan keputusan, pelaksana program dan sumber-sumber daya yang digunakan, serta melalui konteks kebijakan dengan indikator kekuasaan, kepentingan- kepentingan, program atau strategi dari aktor yang terlibat, karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa dan tingkat kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana.
Implementasi Program Binjai Smart City melalui e-Dokter di Kota Binjai belum secara maksimal diimplementasikan dengan baik, hal ini disebabkan karena variabel yang menjadi tolok ukur penelitian belum terpenuhi secara maksimal, yaitu belum terpenuhinya kepentingan- kepentingan terkait e-dokter, manfaat dan perubahan yang terlihat masih di satu rumah sakit, letak pengambilan keputusan yang belum kuat dan jelas, pelaksana program yang belum ditentukan secara rinci, sumber daya yang digunakan masih kurang, strategi yang dibuat masih minim, dan respon dari pelaksana yang masih belum paham tentang e-Dokter.
Kata Kunci : Implementasi Program, e-Dokter, Pelayanan Kesehatan
ABSTRACT
IMPLEMENTATION OF BINJAI SMART CITY PROGRAM THROUGH ELECTRONIC DOCTOR (E-DOCTOR) IN BINJAI CITY
Electronic Doctor (e-Doctor) is a program of Binjai City Government in realizing Binjai Smart City. E-Doctors are electronic-based public services that can be accessed through the website or download applications on Android that serves to facilitate the public to make appointments to see treatment and consultation with doctors at the Hospital or health center that has been registered in the application. By using e- Doctors, people do not have to queue for too long in the Hospital or Puskesmas in getting health services.
The method used in this research is qualitative descriptive by using the theory of Merille S. Grindle where the variables that determine the effectiveness of policy implementation are the content of the policy with indicators of related interests, the type of benefits obtained, the degree of change to be achieved, the location of decision-making, and resources used, and through policy contexts with indicators of power, interests, programs or strategies of the actors involved, the characteristics of the institutions and the regime in power and the level of compliance and the response of the implementers.
Implementation of Binjai Smart City Program through e-Doctor in Binjai City has not been maximally implemented properly, this is because the variables that become the benchmark of research have not been met maximally, that is not yet fulfilled the e-doctor related interests, benefits and visible changes still in one hospital, the location of the decision is not yet strong and clear, the program implementer has not been determined in detail, the resources used are still lacking, the strategy made is still minimal, and the response from the implementers who still do not understand about e-Doctor.
Keywords: Program Implementation, e-Doctor, Health Services
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada ALLAH SWT atas segala nikmat dan karuniaNya yang melimpah, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyususn skripsi yang berjudul
“Implementasi Program Binjai Smart City Melalui Elektronik Dokter (e-Dokter) di Kota Binjai”. Penyusunan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Program Sarjana (S1) di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Program Studi Ilmu Administrasi Publik.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih mempunyai banyak kekurangan, baik dari segi isi, penulisan, dan bahasa yang digunakan, karena adanya keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis. Tetapi saya berharap skripsi ini akan memberikan pengetahuan baru kepada saya maupun kepada semua pihak.
Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penyusunan skripsi ini. Banyak masukan, bimbingan, motivasi, serta doa yang diberikan kepada penulis sehingga akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, Bapak Dr. Muryanto Amin, S.Sos, M.Si.
2. Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, Bapak Husni Thamrin, S.Sos, MSP
3. Bapak Dr. Tunggul Sihombing, MA selaku Ketua Program Studi Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai Dosen Pembimbing yang telah membimbing dan memotivasi penulis dengan penuh kesabaran dalam proses penyelesaian skripsi ini.
4. Ibu Dra. Asima Yanti S. Siahaan, MA, Ph.D selaku Sekretaris Departemen Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.
5. Kepada seluruh dosen-dosen Program Studi Ilmu Admnistrasi Publik FISIP USU yang telah memberikan banyak ilmu kepada penulis selama masa perkuliahan.
6. Kepada Kak Dian, Kak Ema, Bang Suhendrik, Bang Rudi yang selalu bersedia membantu penulis.
7. Kepada kedua orangtua terkasih, Ayahanda Welly Damoro dan Ibunda Nurdiana Br. Maha, adinda Gilang Ramadhan, Nenek Ratna Willis, serta keluarga besar yang senantiasa sabar, tulus, dan penuh kasih sayang yang membesarkan, membimbing, mendidik dan memberikan dukungan baik moril dan materil penulis hingga saat ini.
8. Kepada Kepala BAPPEDA dan Sekretaris BAPPEDA Kota Binjai, Bapak Ir. Agustiawan Karnajaya yang telah meluangkan waktu dalam melaksanakan wawancara dengan penulis.
9. Kepada Kabid Aplikasi dan Telematika DISKOMINFO Kota Binjai serta Leader Tenaga Pendamping Implementasi E-Government Binjai Command Center, Bapak Syamsuddin, SE dan Bapak Ing Heru Pranoto, ST yang telah meluangkan waktu dalam melaksanakan wawancara dengan penulis.
10. Kepada Kasek Pelayanan dan Sarana Prasarana Kesehatan di Dinas Kesehatan, Ibu Endang Purwanti SKM, yang memberikan waktu luangnya untuk diwawancarai.
11. Kepada para Dokter-Dokter di RSUD.RM. Dr. Djoelham yaitu dr.
Rommi, dr. Sylvi, dan dr. Anggri yang telah memberikan informasi kepada saya, juga kepada pegawai-pegawai di Rumah Saki Djoelham buk desy, buk anggun dan pak adi.
12. Kepada Direktur Rumah Sakit Sylvani dr. Dovi Camela M.Kes dan PAURTUUD Rumah Sakit Tentara Kota Binjai Ibu Letda Ckm (k) Normalini Potu yang telah memberikanbanyak informasi yang saya butuhkan.
13. Kepada Seluruh Kepala Puskesmas, dokter-dokter di Puskesmas, serta pegawai-pegawai di Puskesmas-Puskesmas Kota Binjai yang
tidak dapat saya sebutkan satu persatu namanya, terimakasih telah bersedia memberikan waktunya dan informasi saat diwawancarai.
14. Kepada seluruh informan penulis yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.
15. Kepada kakak sepupu terbaikku Rini Suhendra S.AB
16. Kepada partner LDR, M. Fadli Pandia S.P telah membantu, mendukung, memotivasi dan besedia direpotkan.
17. Kepada sahabat-sahabatku sedari dulu kala, Amel, Arnisah, Fani, dan Witha
18. Kepada sahabat-sahabatku Delfi (terpeduli), Dewi, Salsa dan Midun (Partner paling baik, pejuang Binje sejati), Dhita, Nurul, Jhosua, Tania, Reliska, Vivi, Elviana, Putri Bangko, Darma, Maulida, Vinka, Duma, Ardina, Onik, Sifa, Murni, Reliska, Decky, M.Aulia, Bpsti, Guntur, Harry, Adong, Reza, Riana, Izi, Arum, April.
19. Untuk teman-teman stambuk 2014 yang tidak bisa penulissebutkan satu persatu. Sukses untuk kita semua!
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh sebab itu penulis dangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Terima Kasih.
Medan, Juli 2018
Penulis
Yuliza Welvina
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 13
1.3 Tujuan Penelitian ... 13
1.4 Manfaat Peneltian ... 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 15
2.1 Kebijakan Publik ... 15
2.2 Implementasi Kebijakan Publik ... 17
2.2.1 Model-Model Implementasi Kebijakan ... 18
a. Model Implemetasi Van Meter dan Van Horn ... 18
b. Model Implemetasi Hoodwood dan Gun ... 21
c. Model Implemetasi Merille S. Grindle ... 22
2.3 E-Government ... 24
2.3.1 Pengertian e-Government ... 24
2.3.2 Tujuan dan Manfaat penerapan e-Government ... 26
2.3.3 Tipe-Tipe Relasi e-Government ... 28
2.4 Smart City ... 28
2.5 New Public Service (Pelayanan Publik Baru) ... 31
2.6 Pelayanan Kesehatan ... 33
2.7 Hipotesis Kerja ... 35
BAB III. METODE PENELITIAN ... 36
3.1 Pendekatan Penelitian ... 36
3.2 Jenis Penelitian ... 37
3.3 Lokasi Penelitian ... 38
3.4 Informan Penelitian ... 39
3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 44
3.6 Teknik Analisis Data ... 45
3.7 Teknik Keabsahan Data ... 46
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 49
4.1 Program Binjai Smart City melalui e-Dokter ... 49
4.2 Implementasi Program Binjai Smart City Melalui Elektronik Dokter (e-Dokter) di Kota Binjai ... 54
4.2.1 Isi Kebijakan ... 56
4.2.1.1 Implementasi e-Dokter di Kota Binjai dengan Kepentingan- Kepentingan yang Mempengaruhi ... 57
4.2.1.2 Manfaat Implementasi e-Dokter di Kota Binjai ... 62
4.2.1.3 Keterkaitan Implementasi Program Binjai Smart City melalui e-Dokter di Kota Binjai dengan Derajat Perubahan yang Ingin Dicapai ... 67
4.2.1.4 Letak Pengambilan Keputusan dalam Implementasi e-Dokter di Kota Binjai ... 68
4.2.1.5 Pelaksana Program dalam Implementasi e-Dokter di Kota Binjai ... 79
4.2.1.6 Keterkaitan Implementasi e-Dokter di Kota Binjai dengan Sumber-Sumber Daya yang Digunakan ... 85
4.2.2 Konteks Kebijakan ... 90
4.2.2.1 Keterkaitan Implementasi e-Dokter di Kota Binjai dengan Kekuasaan, Kepentingan-Kepentingan dan Program atau Strategi dari Aktor yang Terlibat ... 91
4.2.2.2 Keterkaitan Implementasi e-Dokter di Kota Binjai dengan Karakteristik dari Lembaga dan Rezim yang Berkuasa ... 95
4.2.2.3 Keterkaitan Implementasi e-Dokter di Kota Binjai dengan
Tingkat Kepatuhan dan Adanya Respon Para Pelaksana... 99
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 103
5.1 Kesimpulan ... 103
5.1.1 Isi Kebijakan ... 103
5.1.1.1 Kepentingan-Kepentingan Terkait ... 103
5.1.1.2 Jenis Manfaat yang Diperoleh... 104
5.1.1.3 Derajat Perubahan Yang Ingin Dicapai ... 104
5.1.1.4 Letak Pengambilan Keputusan ... 105
5.1.1.5 Pelaksana Program ... 106
5.1.1.6 Sumber-Sumber Daya yang Digunakan ... 106
5.1.2 Konteks Implementasi ... 107
5.1.2.1 Kekuasaan, Kepentingan-Kepentingan dan Program atau Strategi dari Aktor yang Terlibat ... 107
5.1.2.2 Karakteristik Lembaga dan Rezim yang Berkuasa ... 108
5.1.2.3 Tingkat Kepatuhan dan Adanya Respon dari Pelaksana ... 109
5.2 Saran ... 109
5.2.1 Isi Kebijakan ... 110
5.2.1.1 Kepentingan-Kepentingan Terkait ... 110
5.2.1.2 Jenis Manfaat yang Diperoleh... 110
5.2.1.3 Derajat Perubahan yang Ingin Dicapai ... 110
5.2.1.4 Letak Pengambilan Keputusan ... 110
5.2.1.5 Pelaksana Program ... 111
5.2.1.6 Sumber-Sumber Daya yang Digunakan ... 111
5.2.1 Konteks Kebijakan ... 111
5.2.2.1 Kekuasaan, Kepentingan-Kepentingan dan Program atau Strategi dari Aktor yang Terlibat ... 111
5.2.2.2 Karakteristik Lembaga dan Rezim yang Berkuasa ... 112
5.2.2.3 Tingkat Kepatuhan dan Adanya Respon dari Pelaksana ... 112
DAFTAR PUSTAKA ... 113
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Data rekapitulasi jumlah pasien e-Dokter RS.Djoelham ... 10 Tabel 3.1 Matriks Informan Penelitian ... 40
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Proses Kebijakan Publik ... 16
Gambar 2.2 Skema E-Government ... 26
Gambar 4.1 Daftar Pasien e-Dokter di R.S. Djoelham ... 60
Gambar 4.2 Daftar Pemilik Akun e-Dokter ... 60
Gambar 4.3 Sosialisasi Pelayanan melalui e-Dokter kepada Pasien di R.S Djoelham ... 64
Gambar 4.4 Tampilan Website e-Dokter... 70
Gambar 4.5 Peraturan Walikota Binjai Nomor 57 Tahun 2017 ... 77
Gambar 4.6 Pelaksana Program e-Dokter R.S Djoelham ... 83
Gambar 4.7 Surat Perintah Tugas Tambahan Pegawai yang Menjalankan e- Dokter ... 84
Gambar 4.8 Fasilitas Pendukung Program Binjai Smart City di Dinas Kominfo ... 87
Gambar 4.9 Fasilitas Pendukung e-Dokter di Rumah Sakit dan Puskesmas- Puskesmas di Kota Binjai ... 89
Gambar 4.10 Brosur e-Dokter ... 94
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Globalisasi merupakan sebuah fenomena yang mengharapkan terwujudnya efesien dan efektif di berbagai negara di dunia saat ini.
Kemajuan teknologi, komunikasi dan transportasi telah menjadikan mobilitas orang, benda, dan informasi dapat dilakukan dengan cepat, tepat dan akurat, serta mampu menjangkau wilayah secara luas dan tanpa batas.
Kemajuan informatika, komunikasi dan teknologi membuat perubahan pada pola dan cara dilaksanakannya kegiatan mulai sektor industri, perdagangan sampai pemerintahan.
Pada perkembangan zaman yang sangat pesat ini, penggunaan informasi, komunikasi dan teknologi tidak saja dibutuhkan bagi keberlangsungan kegiatan bidang-bidang industri ataupun perdagangan saja, tetapi bidang-bidang lainnya seperti pendidikan, keamanan, sosial pertahanan, tenaga kerja dan sebagainya turut serta dalam penggunaan informasi, komunikasi dan teknologi tersebut. Penggunaan informasi, komunikasi dan teknologi secara tepat akan sangat menguntungkan bagi setiap kegiatan yang dilakukan, dibandingkan dengan sistem manual atau dengan cara tradisional. Bahkan hampir di seluruh negara di dunia telah menggunakan informasi, komunikasi dan teknologi dalam melaksanakan berbagai sistem negaranya, terutama yang berkaitan dengan sistem pemerintahan suatu negara.
Indonesia merupakan negara yang telah menggunakan internet dalam pelaksanaan sistem pemerintahannya. Melalui internet, pemerintah dapat menyampaikan informasi maupun pelayanan kepada masyarakat demi kemudahan masyarakat dalam hidup bernegara. Sehingga saat ini, sebuah negara, khususnya Indonesia sudah jarang menggunakan sistem manual ataupun tradisional dikarenakan perkembangan zaman yang serba cepat dan canggih. Perkembangan teknologi yang pesat ini mengharuskan Pemerintah harus tanggap dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat secara cepat, tepat, mudah, nyaman dan terpercaya. Ini terlihat beberapa tahun terakhir ini, dimana pelayanan pemerintah berbasis internet atau online mengalami pertumbuhan yang sangat pesat.
Di era otonomi daerah ini untuk mewujudkan pemerintahan yang Good Governance, pemerintah menerapkan konsep penyelenggaraan peran pemerintah dengan sistem yang lebih baik demi memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. Konsep tersebut seperti halnya pemanfaatan teknologi informasi komunikasi di dalam sebuah pemerintahan yang sering disebut dengan Elektronik Pemerintahan (e-Government).
E-Government merupakan aplikasi teknologi informasi dan komunikasi dalam dan dengan pihak luar yang diharapkan mampu meningkatkan performance pemerintahan dan memenuhi ekspektasi masyarakat akan peningkatan kualitas pemerintahan. Hal ini bisa dibuktikan, bahwa semakin maju suatu negara, maka semakin tinggi tingkat aplikasi e-Government. Kaitannya e-Government selain memudahkan birokrasi pemerintahan berbasis teknologi online, hal ini juga memudahkan
masyarakat dalam mendapatkan pelayanan pemerintah, instansi maupun lembaga yang diinginkan masyarakat (Rohman, Saiful dan Purnomo, 2008:87).
Pengembangan e-Government mengacu pada INPRES No. 3 Tahun 2003, yaitu tentang melaksanakan strategi keenam dengan melaksanakan pengembangan secara sistematik melalui tahapan-tahapan yang realistis dan terukur, maka dapat dilaksanakan dalam empat tingkatan yaitu persiapan, pematangan, pemantapan, dan pemanfaatan (Irawati, 2014:4).
Semenjak dikeluarkan instruksi presiden saat itu, hampir seluruh daerah di Indonesia sudah memiliki banyak kemajuan dengan menampilkan sistem pemerintahan melalui online. Karena pada praktiknya Good Governance dalam meningkatkan pelayanan publik terutama melalui pemanfaatan teknologi e-Government bertujuan juga dalam pembangunan Kota dan penerapan Smart City (Kota Cerdas) yang tidak terlepas dari peran pemerintah sebagai penyedia layanan yang dominan dan memegang kendali.
Sehubungan dengan hal tersebut Pemerintah Daerah Kota Binjai dalam hal ini Walikota dan Wakil Walikota Kota Binjai telah merealisasikan sebuah program Smart City yang bertujuan mendorong pemaksimalan informasi, teknologi untuk mewujudkan Good Local Governance. Kota Binjai menjadi Kota pertama dari 33 Kabupaten/Kota di Sumatera Utara yang telah menerapkan Smart City . Dalam acara soft launching e-gov Binjai Smart City , Jumat (2/12/16), di Aula kantor Walikota Binjai di Jalan Jenderal Sudirman, Walikota Binjai H.M. Idham
mengatakan “soft launching menjadi babak baru bagi terciptanya peningkatan pelayanan publik yang lebih berkualitas kepada masyarakat dan dunia usaha di Kota Binjai yakni pelayanan yang lebih modern dengan sistem yang lebih akuntabel, transparan, demokratis, dan lebih interaktif”
(www.binjaikota.go.id)
Dalam acara Soft Launching tersebut, Pemerintah Kota Binjai melaksanakan penandatanganan komitmen bersama antara Pemko Binjai dengan Politeknik Negeri Medan dan PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk Divisi Regional I Sumatera Witel Medan tentang pembangunan Binjai Smart City . Kemudian dijelaskannya oleh Walikota Binjai ada lima aplikasi yang dilaunching, yaitu e-musrenbang, e-budgeting, e-sippadu, e- appointment, dan e-masyarakat. Aplikasi e-musrenbang dan e-budgeting merupakan hasil MoU dengan Pemko Surabaya. Sedangkan e-sippadu, e- appoinment dan e-masyarakat dibangun sendiri oleh Pemko Binjai.
Setelah acara Soft Launching tersebut, Pemerintah Kota Binjai dalam hal ini tidak mau berlama-lama untuk memajukan Kota Binjai, ini terlihat dari kesungguhannya, yang disusul dengan acara Grand Launching.
Dalam acara Grand Launching tersebut, diresmikanlah lima aplikasi e- Government Binjai Smart City dan meresmikan Binjai Command Center (BCC) sebagai pusat data dan monitoring bertempat di Kantor Walikota Binjai, Jalan Jendral Sudirman, Kota Binjai, Kamis (30/3/2017). Pemko Binjai meluncurkan lima aplikasi online layanan masyarakat untuk mewujudkan Kota Binjai sebagai Smart City (kota pintar). Kelima aplikasi tersebut antara lain, e-Masyarakat, e-Musrenbang, e-RA, e-Perizinan dan e-
Dokter yang semuanya merupakan aplikasi mobile di mana warga Binjai dapat melaporkan semua permasalahan secara online, dengan menara monitor di Binjai Command Center (www.medanbisnisdaily).
Program Binjai Smart City adalah gagasan dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2016-2021 Kota Binjai oleh Pemerintahan Kota Binjai. Adapun visi dari RPJMD tersebut “terwujudnya kota cerdas yang layak huni, berdaya saing dan berwawasan lingkungan menuju Binjai yang sejahtera”. Dalam visi tersebut dijelaskan maknanya yaitu Binjai harus sebagai kota yang Smart City , Smart Living, Berdaya Saing, Berwawasan Lingkungan dan Sejahtera. Dan misinya menjadikan Kota Binjai menjadi Smart Governance, Smart People, Smart Economy dan Smart Environtment serta Smart Living (RPJMD 2016-2021 Kota Binjai).
Penerapan konsep Smart City yang dilakukan Pemerintah Kota Binjai memerlukan persiapan yang sangat matang, terutama dalam mendisiplinkan aparatur pemerintahan yang akan menjalankannya perlu diteliti karena merupakan kota yang memiliki potensi dan seharusnya bisa membuat masyarakat menjadi sejahtera dengan program inovasi yang dipersiapkan pemerintah Kota Binjai. Selain itu pelaksanaan program- program Smart City juga harus memberikan dampak kepada masyarakat terutama dalam hal pelayanan publik, yang saat ini sering kita dengar keluhan masyarakat tentang buruknya kualitas pelayanan publik yang diberikan pihak pemerintah. Program Binjai Smart City saat ini pun diusung untuk langkah memperbaiki pandangan buruk masyarakat kota Binjai terhadap pemerintah dengan mewujudkan e-Government yang
bertujuan juga memperbaiki kualitas pelayanan yang sebelumnya dinilai buruk, agar menjadi unggul dan dibutuhkan masyarakat.
Untuk memperkuat komitmen Pemerintah Kota Binjai dalam menjadikan Kota Binjai sebagai kota yang cerdas, pemerintah membuat inovasi baru pada bidang kesehatan, dimana Pemerintah meluncurkan aplikasi e-Appointment yang saat ini di kenal dikota Binjai dengan nama elektronik dokter yang selanjutnya disebut dengan e-Dokter yang diperuntukkan bagi masyarakat dalam mendapatkan pelayanan kesehatan untuk bertemu dengan dokter melalui metode janji di setiap Puskesmas dan Rumah Sakit yang ada di Kota Binjai.
Sepeti yang kita ketahui bahwa pelayanan kesehatan di beberapa Rumah Sakit di Kota Binjai yang dinilai masih belum maksimal. Salah satunya di Rumah Saakit Umum Daerah Dr. RM Djoelham yang masih masih terbatasnya ketersediaan sarana obatan-obatan, rendahnya tingkat kedisipilinan tenaga kesehatan terutama dokter spesialis syaraf, ortopedi, dan paru, serta minimnya pasokan air bersih untuk kebutuhan medis dan pasien (www.jelasberita.com).
Kemudian masalah pelayanan kesehatan lainnya juga dirasakan masyarakat yang dinilai buruk terjadi di tingkat puskesmas, pasien kandungan ternyata harus rela menunggu dokter datang ke Puskesmas selama 5 jam, selain dokter ternyata kepala Puskesmas juga dinilai tidak bertanggungjawab karena sering tak berada di tempat dan meninggalkan Puskesmas, dan selanjutnya pihak Puskesmas terkadang sulit memberikan
surat rujukan kepada pasien untuk opname meskipun pasien sudah terkena penyakit parah (www.hetanews.com).
Sebelumnya Kota Surabaya sebagai Kota Smart City lebih dulu membuat inovasi e-Government dibidang kesehatan pada 10 November 2014 dan menjadi Top 25 inovasi pelayanan publik tingkat nasional 2015 (http://nasional.news.viva.co.id). Kalau di Kota Binjai aplikasi dibidang kesehatan dinamakan e-Dokter lain halnya di Kota Surabaya yang menyebut nama aplikasi bidang kesehatan ini dengan e-health. E-Health yaitu aplikasi yang memudahkan warga untuk mempersingkat antrian di puskemas atau Rumah Sakit. Melalui penggunaan aplikasi e-Health, pemohon tidak perlu datang langsung ke loket pelayanan, cukup mendaftar di rumah bagi yang mempunyai koneksi internet atau di kios yang tersedia di seluruh kantor kelurahan, kecamatan dan puskemas Kota Surabaya, sehingga lebih efisien, pemrosesan berkas menjadi lebih cepat, di samping ramah lingkungan karena pengurangan penggunaan kertas (jipp.jatimprov).
Di Negara tetangga atau Malaysia juga menggunakan aplikasi elektronik dalam mendukung pelayanan kesehatan kepada masyarakatnya.
Di Malaysia sendiri aplikasi tersebut dinamakan bookdoc. Bookdoc yaitu aplikasi mobile yang menghubungkan pasien dengan profesional perawatan medis. Pada tahun 2015 ini menjadi program kesehatan online pertama di Malaysia yang menyediakan layanan semacam itu. BookDoc didirikan pada bulan Juli 2015 oleh mantan direktur pengelola BP Healthcare Group, Datuk Chevy Beh, dan didirikan oleh pendiri Groupon Malaysia, Joel Neoh Eu-Jin. Tujuan dari aplikasi ini adalah untuk memperlancar diagnosis dan
perawatan pasien. Ini diluncurkan secara resmi sebagai sebuah aplikasi pada bulan Oktober 2015. Program ini awalnya diluncurkan untuk menghubungkan orang-orang dengan profesional kesehatan, yang memungkinkan mereka memesan janji dengan dokter yang menggunakan aplikasi mobile (wikipedia.org).
Hal inilah yang membuat Pemerintah Kota Binjai juga meluncurkan e-Dokter dengan tujuan pelayanan kesehatan berbasis elektronik bisa lebih cepat. E- Dokter adalah apliaksi yang di peruntukkan bagi semua masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dari dokter-dokter melalui Rumah Sakit-Rumah Sakit atau Puskesmas-Puskesmas Kota Binjai yang telah ditunjuk Pemerintah didalam aplikasi tersebut. E-Dokter juga memberikan kemudahan pasien yang akan berobat melalui sistem online.
Masyarakat dapat mendaftar, buat janji hingga mengetahui keberadaan dokter tersebut ada atau tidak di Rumah Sakit tersebut. Masyarakat yang ingin dilayani di Rumah Sakit cukup mendaftar dengan sistem online saja dan tidak perlu harus datang ke Rumah Sakit lagi. Ini akan membuat masyarakat tidak perlu menunggu waktu yang lama mengambil daftar antrian berobat dan menunggu dokter (www.health.liputan6.com).
Di dalam aplikasi e-Dokter terdapat 12 fasilitas kesehatan terdaftar dalam BPJS diantaranya 5 unit Rumah Sakit dan satu diantaranya Rumah Sakit milik pemerintah Kota Binjai, kemudian 8 unit Puskesmas di masing- masing faskes tingkat I masyarakat yang tercatat sebagai peserta BPJS di Kota Binjai. Aplikasi e-Dokter juga menyediakan 138 dokter-dokter spesialis dan umum yang tersebar di masing-masing fasilitas kesehatan yang
telah disebutkan dengan masing-masing poliklinik yang dituju masyarakat saat ingin berobat menggunakan e-Dokter. Jadi masyarakat bisa memilih fasilitas kesehatan, dokter spesialis hingga waktu yang diinginkan saat berobat menggunakan e-Dokter.
Namun disamping kemudahan yang didapat dari aplikasi e-Dokter ini, ternyata dalam pelaksaannya satu tahun belakangan ini terdapat beberapa masalah yang seharusnya perlu secepatnya ditangani pemerintah apabila program Smart City tersebut ingin terus berjalan. Ketua LSM Hijau, Ikhsan, Sabtu(12/8/17) mengatakan bahwa salah satu penyebab tidak maksimalnya program BSC disebabkan kurangnya sosialisasi Pemerintah Kota Binjai, apalagi pada lapisan masyarakat kebawah. Ikhsan juga menilai Pemerintah Kota Binjai seperti tidak siap dalam pelaksanaan BSC tersebut.
Kemudian banyaknya hal yang masih dilakukan secara manual dikarenakan Aplikasi BSC tidak bisa diakses. Misalnya e-Dokter yang masih tetap mengantri saat berobat (www.rmolsumut.com).
Lain halnya dengan pendapat ikhsan, penulis telah melakukan pra penelitian melalui wawancara sederhana di Kecamatan Binjai Selatan, kepada tiga orang yang berbeda pada (25/10/17), yaitu dengan ibu Ratna (42), Ibu Witha (21), dan ibu Idar. Dari hasil wawancara singkat tersebut, kesimpulannya bahwa ketiga dari mereka belum mengetahui sebenarnya program e-Dokter tersebut, bagaimana mengaksesnya dan bagaimana cara menggunakannya, sementara mereka juga menyebutkan kalau untuk pelayanan kesehatan rawat jalan mereka lebih sering ke praktik dokter atau bidan-bidan ataupun klinik yang dekat dengan rumah.
Kemudian peneliti telah melakukan pra penelitian sebelumnya ke Dinas Informasi Komunikasi dan Informatika (27/12/17) serta beberapa Rumah Sakit dan Puskesmas yang ada di Kota Binjai. Hasilnya dari beberapa pengamatan dan wawancara singkat peneliti, ternyata masih ada Rumah Sakit dan Puskesmas yang belum melayani masyarakat dengan sistem aplikasi e-Dokter meskipun nama-nama Rumah Sakit, Puskesmas dan dokter-dokternya sudah tersedia didalam aplikasi. Kemudian dari data Dinas Kominfo Kota Binjai, terlihat bahwa tidak adanya masyarakat yang memesan dokter melalui e-Dokter di Puskesmas sesuai faskes BPJS nya dan Rumah Sakit lain selain Rumah Sakit Dr. RM. Djoelham yang memang sudah beroperasional dalam sistem e-Dokter selama satu tahun ini. Namun pelaksanaan e-Dokter di RS. Dr. RM Djoelham dalam enam bulan terakhir dibilang cukup sedikit pasiennya, jika dibandingkan jumlah pasien rata-rata 100 orang/hari yang berobat rawat jalan. Lihat tabel 1.1 di bawah ini :
Bulan (Thn 2017)
Jumlah Pasien Jenis Kelamin
Laki-Laki Perempuan
Juni 24 Orang 12 12
Juli 20 Orang 6 14
Agustus 36 Orang 9 27
September 41 Orang 24 17
Oktober 38 Orang 21 17
November 44 Orang 23 21
Desember 51 Orang 30 21
Total 254 Orang
Sumber : data di olah dari laporan akhir tahun pasien e-Dokter RSUD. RM.
Djoelham Kota Binjai.
Dari data di atas menunjukkan bahwa pasien e-Dokter di Rumah Sakit Djoelham setiap bulannya meningkat, namun jika dibandingkan dengan jumlah rata-rata pasien 100 orang/ hari nya untuk rawat jalan, ini
masih belum mencapai 50 % pencapainnya. Apalagi pasien yang berobat dengan e-Dokter adalah pasien berulang, artinya dalam sebulan, ia bisa menggunakan empat kali e-Dokter untuk berobat ke Rumah Sakit tersebut.
Belum lagi sistem administrasi saat datang ke Rumah Sakit masih sistem manual, meskipun didalam aplikasi sudah diinput data bpjs, ktp dan no rujukan, tetapi sistem nya masih belum online, peneliti melihat didalam aplikasi bahwa syarat-syarat kelengkapan surat yang harus dibawa pada saat berobat seperti fotocopy KTP, fotocopy kartu BPJS, fotocopy karu keluarga dan fotocopy surat rujukan dari faskes I. Selain itu pasien juga harus membawa bukti print out janji e-Dokter yang telah ia pesan saat mendaftar di loket.
Kemudian masalah lain juga pada tanggal 23 Desember sampai tanggal 26 Desember 2017 server e-Dokter tidak bisa diakses dikarenakan beberapa masalah jaringan, ini menunjukkan bahwa e-Dokter tidak setiap waktu bisa diakses oleh masyarakat. Kemudian beberapa pasien e-Dokter saat ditanyai juga kesulitan memasukkan data, karena terkadang server sulit untuk membaca data sehinnga masyarakat kadang harus menuliskan manual di kertas print out untuk data nya saat di Rumah Sakit.
Lain halnya dengan masalah e-Dokter, ternyata e-Dokter juga memiliki manfaat yang dirasakan masyarakat, peneliti juga mendapatkan data yang menunjukkan bahwa beberapa masyarakat cukup respon terhadap aplikasi e-Dokter yang disediakan Pemerintah Kota Binjai, terlihat bahwa masyarakat yang mendownload atau memiliki akun e-Dokter sebanyak lebih dari 200 pengguna. Uniknya aplikasi e-Dokter tidak hanya bisa
digunakan oleh masyarakat Kota Binjai tetapi juga masyarakat Kota/Kabupaten lain seperti banyaknya pasien yang terdata sebagai masyarakat Kabupaten Langkat.
Dari hasil wawancara sederhana penulis dengan beberapa masyarakat Kota Binjai dan beberapa tinjauan lapangan penelitii, terlihat kalau Pemerintah Kota Binjai masih belum siap dalam pelaksanaan program BSC melalui aplikasi e-Dokter, karena pertama, sosialisasi yang dilakukan Pemerintah mungkin hanya untuk tingkat SKPD terkait saja, dan tidak menyeluruh. Sementara lapisan masyarakat menengah kebawah belum mendapatkan atau kurang menerima sosialisasi. Kedua, pemerintah seharusnya melihat kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat Kota Binjai yang tidak mempunyai handphone berbasis internet, dan memberikan edukasi kepada masyarakat yang belum paham akan teknologi. Ketiga, Pemerintah Kota Binjai masih belum menyediakan ruang publik untuk fasilitas wifi gratis di beberapa titik, sehingga terkadang masyarakat enggan menggunakan aplikasi e-Dokter karena menggunakan kuota internet.
Keempat, hubungan kerjasama yang kuat belum ada antara Pemerintahan Kota Binjai sebagai fasilitator e-Dokter dengan pihak Rumah Sakit terkhusus bagi Rumah Sakit swasta yang belum menjalankan e-Dokter dan Puskesmas-Puskesmas di Kota Binjai yang belum juga menjalankan secara maksimal.
Mengingat hal tersebut, penulis tertarik untuk membahas proses- proses yang harus dilalui dalam penggunaan maupun pemberian pelayanan e-Dokter serta berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah
diuraikan diatas, maka penulis ingin melakukan penelitian dengan judul
“Implementasi Program Binjai Smart City melalui e-Dokter di Kota Binjai “.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah penelitian yang telah diuraikan, maka rumusan masalah yang akan dijawab melalui penelitian ini dalah “Bagaimana Implementasi Program Binjai Smart City melalui e- Dokter di Kota Binjai ?
1.3 Tujuan Penelitian
Setiap penelitian yang diajukan mempunyai sasaran yang hendak dicapai atau apa yang menjadi tujuan penelitian. Suatu riset khusus dalam pengetahuan empiris pada umumnya bertujuan untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran ilmu pengetahuan itu sendiri.
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah implementasi program Binjai Smart City melalui e-Dokter di Kota Binjai ditentukan berdasarkan isi atau konten kebijakan dan apakah dipengaruhi lingkungan atau konteks kebijakan yang diterapkan.
1.4 Manfaat Penelitian 1. Teoritis
Penelitian ini diharapkan mampu mengembangkan dan menambah khzanah keilmuan dalam bidang Administrasi Publik khusunya yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah.
2. Akademik
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan penulis dari penelitian yang dilakukan penulis dengan cara mengaplikasikan teori-teori yang didapat selama perkuliahaan dalam pembahasan masalah mengenai implementasi Program Binjai Smart City melalui e-Dokter di Kota Binjai.
3. Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi bagi pemerintah Kota Binjai agar lebih maksimal dalam menerapkan dan mengembangkan Program Binjai Smart City khusunya pada aplikasi e-Dokter di Kota Binjai.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kebijakan Publik
Kebijakan publik menurut Thomas Dye (dalam Subarsono 2009:2) adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan (public policy is whatever governments choose to do or not to do). Definisi kebijakan publik dari Thomas Dye tersebut mengandung makna bahwa (1) lebijakan publik tersebut dibuat oleh badan pemerintah, bukan organisasi swasta; (2) kebijakan publik menyangkut pilihan yang harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh badan pemerintah. Kebijakan pemerintah untuk tidak membuat program baru atau tetap pada status quo. Sementara menurut James E.Anderson (dalam Subarsono 2009:2) mendefinisikan kebijakan publik sebgai kebijakan yang diteteapkan oleh badan-badan dan aparat pemerintah. Walaupun disadari bahwa kebijakan publik dapat dipengaruhi oleh para aktor dan faktor dari luar pemerintah.
Dari definisi kebijakan publik di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa kebijakan publik adalah kebijakan yang dibuat dalam bentuk peraturan-peraturan yang dibuat oleh sekelompok orang maupun masyarakat untuk dipatuhi dan dilaksanakan sesuai dengan hukum dan nilai yang telah ditetapkan pemerintah sebagai pemegang otoritas kebijakan.
Dalam memecahkan sebuah masalah yang dihadapi kebijakan publik, Dunn mengemukakan bahwa ada beberapa tahap analisis kebijakan publik yang harus dilakukan (Tangkilisan, 2003:5) yaitu:
1. Agenda Setting (Agenda Kebijakan)
Tahap penetapan agenda kebijakan ini adalah penentuan masalah publik yang akan dipecahkan, dengan memberikan informasi mengenai kondisi-kondisi yang menimbulkan masalah.
2. Policy Formulation (Formulasi Kebijakan)
Formulasi kebijakan berarti pengembangan sebuah mekanisme untuk menyelesaikan masalah publik untuk menentukan kebijakan pada tahap ini menggunakan analisis biaya manfaat dan analisis keputusan dimana keputusan yang harus diambil pada posisi tidak menentu dengan informasi yang serba terbatas.
3. Policy Adoption (Adopsi Kebijakan)
Merupakan tahap untuk menentukan pilihan kebijakan yang akan dilakukan. Terdapat di beberapa hal yaitu identifikasi alternatif kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk merealisasikan masa depan yang diinginkan dan juga mengidentifikasi alternatif- alternatif dengan menggunakan kriteria-kriteria yang relevan agar efek positif alternatif kebijakan lebih besar daripada efek negatif yang akan terjadi
4. Policy Implementation (Implementasi Kebijakan)
Pada tahap ini implementasi kebijakan lebih dilakukan oleh unit- unit eksekutor (birokrasi pemerintah) tertentu dengan memobilisasikan sumber dana dan sumber daya lainnya (teknologi dan manajemen). Implementasi berkaitan dengan berbagai kegiatan yang diarahkan untuk merealisasikan program, dimana pada posisi ini eksekutif mengatur cara untuk mengorganisir, menginterpretasikan, dan menerapkan kebijakan yang telah diseleksi. Sehingga dengan mengorganisir, seorang eksekutif mampu mengatur secara efektif dan efisien sumber daya, unit-unit teknik yang dapat mendukung pelaksanaan program.
5. Policy Assesment (Evaluasi Kebijakan)
Tahap akhir dari sebuah proses kebijakan adalah penilaian terhadap kebijakan yang telah diambil dan dilakukan. Dalam penilaian inisemua proses implementasi dinilai apakah telah sesuai dengan yang ditentukan atau direncanakan dalam program kebijakan tersebut sesuai dengan ukuran-ukuran (kriteria-kriteria yang telah ditentukan).
Gambar 2.1 Proses Kebijakan Publik
Perumusan Masalah Penyusunan Agenda
Forecasting Rekomendasi Kebijakan
Monitoring Kebijakan Evaluasi Kebijakan
Formulasi Kebijakan Adopsi Kebijakan Implementasi Kebijakan
Penilaian Kebijakan
Sumber : Tangkilisan, Hesel Nogi. 2003.
2.2 Implementasi Kebijakan Publik
Implementasi kebijakan merupakan bagian yang paling berat pelaksanaannya dalam kebijakan, karena masalah yang ditemui dilapangan kadang kala tidak dijumpai dalam konsep yang ditemui dilapangan. Selain itu ancaman utama adalah konsistensi implementasi. Menurut Riant Nugroho (2006:119) rencana adalah 20% keberhasilan, implementasi 60%
keberhasilan dan 20% sisanya adalah bagaimana kita mengendalikan implementasi.
Menurut Mazmanian dan Sabatier (dalam Agustino, 2006:139), implementasi kebijakan adalah pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai dan berbagai cara untuk menstrukturkan antau mengatur proses implementasinya. Kemudian menurut Grindle (dalam Agustino, 2006:154) bahwa pengukuran keberhasilan implementasi dapat dilihat dari prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan program sesuai yang telah ditentukan yaitu melihat para action program dari individual projek dan yang kedua apakah tujuan program tersebut tercapai. Sedangkan, Van Meter Van Horn (dalam Winarno, 2002:102) membatasi implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu atau kelompok-kelompok pemerintah maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan kebijakan sebelumnya.
Dari definisi implementasi kebijakan, maka peneliti menyimpulkan bahwa implementasi kebijakan adalah sebuah proses pelaksanaan kegiatan mencapai tujuan, dan melalui pelaksanaan itu, akan menentukan keberhasilan atau kegagalan suatu kebijakan yang dilaksanakan. Namun demikian, perlu ditambahkan bahwa proses implementasi sebagian besar akan dipengaruhi oleh banyaknya tujuan-tujuan yang ingin dicapai dan bagaiaman tujuan-tujuan tersebut dirumuskan untuk dilaksanakan. Dengan demikian, tahap implementasi kebijakan adalah tahapan yang paling penting dalam proses kebijakan.
2.2.1 Model-Model Implementasi Kebijakan
Untuk menjalankan proses kegiatan di dalam tahapan implementasi kebijakan, ada beberapa model-model implementasi kebijakan yang bisa digunakan agar sebuah kebijakan dapat dilaksanakan dengan tepat dan hasilnya sesuai dengan tujuan-tujuan yang dirumuskan sebelumnya. Adapun model-model implementasi kebijakan yang dikemukakan oleh ahli ialah:
a. Model Implementasi Kebijakan Van Meter dan Van Horn Model proses implementasi yang diperkenalkan Donald S Van Meter Van Horn dan Carl E Van Horn tidak dimaksudkan untuk mengukur dan menjelaskan hasil-hasil akhir dari kebijakan pemerintah, tetapi untuk mengukur dan menjelaskan yang dinamakan pencapaian program. Perlu diperhatikan bahwa pelayanan dapat diberikan tanpa mempunyai dampak substansial pada masalah yang diperkirakan berhubungan secara efektif, tetapi gagal memperoleh dampak
substansial karena keadaan-keadaan lainnya. Oleh karena itu, pelaksanaan program yang berhasil mungkin merupakan kondisi yang diperlukan sekalipun tidak cukup bagi pencapaian hasil akhir secara positif (Winarno, 2002:103).
Menurut model implementasi kebijakan Van Meter dan Van Horn (dalam Agustino 2008:141-144), terdapat 6 variabel yang mempengaruhi kinerja kebijakan publik, yaitu:
1. Ukuran Dasar dan Tujuan Kebijakan (Sasaran Kebijakan)
Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya jika dan-hanya-jika ukuran dan tujuan dari kebijakan memang realistis dengan sosio-kultur yang mengada di level pelaksana kebijakan. Ketika ukuran kebijakan atau tujuan kebijakan terlalu ideal (bahkan terlalu utopis) untuk dilaksanakan di level warga, maka agak sulit memang merealisasikan kebijakan publik hingga titik yang dapat dikatakan berhasil.
2. Sumber-Sumber Kebijakan (Sumber Daya)
Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia merupakan sumber daya yang terpenting dalam menentukan suatu keberhasilan proses implementasi. Tahap-tahap tertentu dari keseluruhan proses implementasi menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan secara politik. Tetapi ketika kompetensi dan kapabilitas dari sumber-sumber daya itu nihil, maka kinerja kebijakan publik sangat sulit diharapkan. Tetapi diluar sumber daya manusia, sumber daya lain perlu diperhitingkan juga ialah sumber daya finansial dan sumber daya waktu. Karena sumber daya yang diminta dan dimaksud Van Meter dan Van Horn adalah ketiga bentuk sumber daya tersebut.
3. Karakteristik Agen Pelaksana
Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan organisasi informal yang akan terlibat pengimplementasian kebijakan publik. Hal ini sangat penting karena kinerja implementasi kebijakan (publik) akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok dengan para agen pelaksananya. Selain itu, cakupan atau luas wilayah implementasi kebijakan perlu juga diperhitungkan manakala hendak menentukan agen pelaksana.
Semakin luas cakupan implementasi kebijakan, maka seharusnya semakin besar pula agen yang dilibatkan.
4. Sikap/Kecenderungan (Disposisi) para Pelaksana.
Sikap penerimaan atau penolakan dari (agen) pelaksana akan sangat banyak mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja implementasi kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi oleh karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat mengenai betul persoalan dan permasalahan yang mereka rasakan. Tetapi kebijakan yang akan implementor laksanakan adalah kebijakan dari atas (top down) yang sangat mungkin para pengambil keputusan tidak pernah mengetahui (bahkan tidak mampu menyentuh) kebutuhan, keinginan, atau permasalahan yang warga ingin selesaikan.
5. Komunikasi Antar Organisasi dan Aktivitas Pelaksana
Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi kebijakan publik. Semakin baik koordinasi komunikasi diantara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi, maka asumsinya kesalahan-kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi dan begitu pula sebaliknya.
6. Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik
Hal terakhir yang perlu diperhatikan guna menilai kinerja implementasi publik dalam perspektif yang ditawarkan oleh Van Meter dan Van Horn adalah sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan publik yang telah ditetapkan.
Lingkungan sosial, ekonomi, dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi biang keladi dari kegagalan kinerja implementasi kebijakan.
Karena itu, upaya untuk mengimplementasikan kebijakan harus pula memperhatikan kekondusifan kondisi lingkungan eksternal.
Sementara itu model implementasi kebijakan dari Van Meter dan Van Horn (dalam Indiahono 2009:38) menetapkan beberapa variabel yang diyakini dapat mempengaruhi implementasi dan kinerja kebijakan.
Beberapa variable tersebut adalah sebagai berikut:
1. Standar dan sasaran kebijakan pada dasarnya adalah apa yang hendak dicapai oleh program atau kebijakan, baik yang berwujud maupun tidak, jangka pendek, menengah, atau panjang. Kejelasan dan sasaran kebijakan harus dapat dilihat secara spesifik sehingga di akhir program dapat diketahui keberhasilan atau kegagalan dari kebijakan atau program yang dijalankan.
2. Kinerja kebijakan merupakan penilaian terhadap pencapaian standar dan sasaran kebijakan yang telah ditetapkan di awal.
3. Sumber daya menunjuk kepada seberapa besar dukungan finansial dan sumber daya manusia untuk melaksanakan program atau kebijakan.
4. Komunikasi antar badan pelaksana, menunjuk kepada mekanisme prosedur yang dicanangkan untuk mencapai sasaran dan tujuan program.
5. Karakteristik badan pelaksana, menunjuk seberapa besar daya dukung struktur organisasi, nilai-nilai yang berkembang, hubungan dan komunikasi yang terjadi di internal birokrasi.
6. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik, menunjuk bahwa lingkungan dalam ranah implementasi dapat mempengaruhi kesuksesan implementasi kebijakan itu sendiri.
7. Sikap pelaksana, menunjuk bahwa sikap pelaksana menjadi variable penting dalam implementasi kebijakan. Seberapa demokratis, antusias dan responsive terhadap kelompok sasaran dan lingkungan.
b. Model Implementasi Kebijakan Hoodwood dan Gun
Model kedua adalah model Brian W. Hoogwood dan Lewis A.
Gun (dalam Nugroho 2014:668). Menurut kedua pakar ini, untuk melakukan implementasi kebijakan diperlukan beberapa syarat sebagai berikut:
1. Syarat pertama berkenaan dengan jaminan bahwa kondisi eksternal yang dihadapi oleh lembaga/ badan pelaksana tidak akan menimbulkan masalah yang besar.
2. Syarat kedua adalah, apakah untuk melaksanakannya tersedia sumber daya yang memadai, termasuk sumberdaya waktu.
3. Syarat ketiga apakah perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar ada.
4. Syarat keempat adalah apakah kebijakan yang akan diimplementasikan didasari hubungan kausal yang andal.
5. Syarat kelima adalah seberapa banyak hubungan kausalitas yang terjadi.
6. Syarat keenam adalah apakah hubungan saling ketergantungan kecil.
7. Syarat ketujuh adalah pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan.
8. Syarat kedelapan adalah bahwatugas-tugas telah dirinci dan ditempatkan dalam urutan yang benar.
9. Syarat kesembilan adalah komunikasi dan koordinasi yang senpurna.
10. Syarat kesepuluh adalah bahwa pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan mendapatkan kepatuhan yang sempurna.
c. Model Implementasi Kebijakan Merile S. Grindle
Model ketiga adalah adalah model Merilee S. Grindle (dalam Nugroho 2014:671). Model Grindle ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. Ide dasarnya adalah bahwa setelah kebijakan
ditransformasikan, maka implementasi kebijakan dilakukan.
Keberhasilannya ditentukan mencakup:
1. Kepentingan yang terpengaruhi oleh kebijakan 2. Jenis manfaat yang akan dihasilkan
3. Derajat perubahan yang diinginkan 4. Kedudukan pembuat kebijakan 5. (Siapa) pelaksana program 6. Sumberdaya yang dikerahkan
Sementara itu konteks implementasinya adalah :
1. Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat 2. Karakteristik lenbaga dan penguasa
3. Kepatuhan dan daya tanggap
Keberhasilan implementasi kebijakan juga sangat ditentukan oleh tingkat implementability kebijakan itu sendiri, yaitu yang terdiri dari Content of Policy and Context of Policy, Grindle (dalam Agustino, 2006:1168).
1. Content of Policy
a. Kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi, berkaitan dengan berbagai kepentingan yang mempengaruhi suatu implementasi kebijakan, indikator ini berargumen bahwa suatu kebijakan dalam pelaksanaannya pasti melibatkan banyak kepentingan, dan sejauhmana kepentingan-kepentingan tersebut membawa pengaruh terhadap implementasinya
b. Jenis manfaat yang bisa diperoleh. Pada poin ini Content of Policy berupaya untuk menunjukkan atau menjelaskan bahwa suatu kebijakan harus terdapat beberapa jenis manfaat yang menunjukkan dampak positif yang dihasilkan oleh pengimplementasian kebijakan yang handal dilaksanakan
c. Derajat perubahan yang ingin dicapai. Setiap kebijakan mempunyai target yang hendak dan ingin dicapai. Adapun yang ingin dijelaskan dalam poin ini adalah bahwa seberapa besar perubahan yang hendak atau ingin dicapai melalui suatu implementasi kebijakan harus mempunyai skala yang jelas
d. Letak pengambilan keputusan. Pengambilan keptusan dalam suatu kebijakan mempunyai peranan penting dalam pelaksanaan suatu kebijakan, maka pada bagian ini harus dijelaskan dimana letak pengambilan keputusan dari suatu kebijakan yang hendak diimplementasikan
e. Pelaksana program. Dalam menjalankan suatu kebijakan atau program harus didukung dengan adanya pelaksana kebijakan yang
kompeten dan kapabel demi keberhasilan suatu kebijakan. Hal ini harus terdata atau terpapar dengan baik pada bagian ini
f. Sumber-sumber daya yang digunakan. Pelaksanaan suatu kebijakan harus didukung oleh sumber-sumber daya yang mendukung agar pelaksanaannya berjalan dengan baik.
2. Context of Policy
a. Kekuasaan, kepentingan-kepentingan dan program dari aktor yang terlibat. Dalam suatu kebijakan perlu diperhitungkan pula kekuatan atau kekuasaan, kepentingan-kepentingan serta program yang digunakan oleh para aktor guna memperlancar jalannya pelaksanaan suatu implementasi kebijakan. Bila hal ini tidak diperhitungkan dengan matang, besar kemungkinan program yang hendak diimplementasikan akan jauh panggang dari api
b. Karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa. Lingkungan dimana suatu kebijakan dilaksanakan juga berpengaruh terhadap keberhasilannya, maka pada bagian ini ingin dijelaskan karakteristik dari lembaga yang akan turut mempengaruhi suatu kebijakan
c. Tingkat kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana. Hal lain yang dirasa penting dalam proses pelaksanaan suatu kebijakan adalah kepatuhan dan respon dari para pelaksana. Maka yang hendak dijelaskan pada poin ini, sejauhmana kepatuhan dan respon dari pelaksana dalam menanggapi suatu kebijakan.
Pelaksanaan kebijakan yang ditentukan oleh isi atau konten dan lingkungan atau konteks yang diterapkan, maka akan dapat diketahui apakah para pelaksana kebijakan dalam membuat sebuah kebijakan sesuai dengan apa yang diharapkan, juga dapat diketahui apakah suatu kebijakan dipengaruhi oleh suatu lingkungan, sehingga tingkat perubahan yang diharapkan terjadi.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teori Merilee S.Grindle untuk menjawab permasalahan tentang program e-Dokter, indikator yang ditawarkan oleh teori ini diharapkan mampu menjawab permasalahan dari bentuk yang terkecil sampai yang kompleks. Dalam teori ini juga akan membantu peneliti menjelaskan apakah pelaksanaan e-Dokter sesuai dengan isi kebijakan yang dibuat dan apakah pengaruh- pengaruh dari konten atau lingkungan juga mendominasi dalam
pelaksanaannya. Teori ini juga lebih menekankan pada konteks pelaksana program e-Dokter bukan pada kelompok sasaran program tersebut.
2.3 E-Government
2.3.1 Pengertian e-Government
Saat ini e-Government dinilai sebagai langkah kemajuan dalam merubah sistem Pemerintah yang selama ini dinilai berbelit-belit. Dalam segi pelayanan publik ternyata e-Government mampu memberikan manfaat yang mencakup kenyamanan lokasi maupun waktu, serta kecepatan dalam proses. Sistem e-Government juga bisa mengarah pada transparansi yang lebih besar atau juga mengurangi banyaknya mal administrasi yang sering terjadi di Pemerintahan.
Istilah e-Government mengacu pada cukup banyak definisi. Secara umum, istilah yang berawalan “e” biasanya memiliki nuansa teknologi internet sebagai sarana utama yang menggantikan media konvensional.
Mengingat bahwa esensi tugas pemerintah adalah memberikan pelayanan publik, maka konsep e-Government akan mengandung arti pada bagaimana pemerintah memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan menggunakan berbagai media teknologi, terutama internet, untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan menggunakan berbagai media teknologi, terutama internet, untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat sebagai „customer”-nya (Arianto, 20015:20).
E-Government adalah aplikasi teknologi informasi dan komunikasi yang diharapkan mampu meningkatkan performance pemerintah dan memenuhi ekspektasi masyarakat akan peningkatan kualitas pemerintah (Rohman, 2008:87). E-Government juga merupakan sekumpulan konsep untuk semua tindakan dalam sektor publik yang melibatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam rangka mengoptimalisasikan proses pelayanan publik yang efisien, transparan dan efektif (Hardiansyah, 2011:107).
Pengembangan e-Government merupakan upaya untuk mengembangkan penyelenggaraan kepemerintahan yang berbasis (menggunakan) elektronik dalam rangka meningkatkan kualitas pelaynan publik secara efektif dan efisien. Melalui pengembangan e- Government dilakukan penataan sistem manajemen dan proses kerja di lingkungan pemerintah dengan mengoptimalisasikan pemanfaatan teknologi informasi. Pemanfaatan teknologi informasi tersebut mencakup 2 (dua) aktivitas yang berkaitan yaitu pengolahan data, pengelolaan informasi, sistem manajemen dan proses kerja secara elektronik, pemanfaatan kemajuan teknologi informasi agar pelayanan publik dapat diakses secara mudah dan murah oleh masyarakat di seluruh wilayah negara. Berikut skema e-Government terlihat pada gambar berikut :
Gambar 2.2 : Skema E-Government
2.3.2 Tujuan dan Manfaat E-Government
E-Government adalah bentuk pemanfaat teknologi informasi oleh pemerintah untuk memberikan informasi dan pelayanan kepada masyarakatnya dalam memberikan pelayanan yang cepat, mudah dan tepat. selain itu dengan adanya e-Government pemerintah juga bisa memudahkan urusannya dalam proses kepemerintahan yang demokratis.
Banyak manfaat yang didapatkan dari adanya e-Government salah satunya untuk meningkatkan efisien internal, dan peningkatan efisiensi kenyamanan, serta aksesibilitas yang lebih baik dari pelayanan publik secara manual.
Dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan
Kota
E-Government Pelayanan Terpadu
Good Governance
Debirokratisasi
Keterbukaan
Kemudahan
Pelayanan
Partisipasi
Masyarakat
Menjembatani antara produsen, konsumen, penjual dan pembeli, dan lain-lain
Peningkatan PAD
Kesejahteraan Rakyat
Desa
Informasi
Perizinan
Perpajakan
Kependudukan
Dan Lain-Lain
Sumber : Cakti Indra Gunawan, 2015
Electronic Government, dimana dalam hal ini e-Government diarahkan untuk mencapai empat tujuan yaitu :
1. Pembentukan jaringan informasi dan transaksi pelayanan publik yang memiliki kualitas dan lingkup yang dapat memuaskan masyarakat secara luas serta dapat terjangkau diseluruh wilayah pada setiap saat, tanpa dibatasi waktu dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat.
2. Pembentukan hubungan interaktif dengan dunia usaha untuk meningkatkan perkembangan perekonomian nasional dan mempercepat kemampuan menghadapi perubahan dan persaingan perdagangan internasional.
3. Pembentukan mekanisme dan saluran komunikasi dengan lembaga- lembaga negara serta penyediaan fasilitas dialog publik bagi masyarakat agar dapat berpastisipasi dalam perumusan kebijakan.
4. Pembentukan sistem manajemen dan proses kerja yang transparan dan efisien serta memperlancar transaksi dan layanan antar lembaga pemerintah dan pemerintah daerah otonomi.
Selain adanya tujuan dari Instruksi Presiden, dalam perkembangannya, e-Government memberikan banyak manfaat bagi Pemerintah maupun masyarakat. Menurut Indrajit (Indrajit, 2002:5) ada beberapa manfaat yang diperoleh dengan diterapkannya konsep e- Government bagi suatu negara antara lain:
1. Memperbaiki kualitas pelayanan pemerintah kepada para stakeholdernya (masyarakat, kalangan bisnis, dan industri) terutama dalam hal kinerja efektifitas dan efisiensi diberbagai bidang kehidupan bernegara
2. Meningkatkan transparasi, control dan akuntabilitas pemerintah dalam rangka penerapan konsep Good Corporate Governance.
3. Mengurangi secara signifikan total biaya administrasi, relasi dan interaksi yang dikeluarkan pemerintah maupun stakeholdernya untuk keperluan aktivitas sehari-hari.
4. Memberikan peluang bagi pemerintah untuk mendapatkan sumber- sumber pendapatan baru melalui interaksinya dengan pihak-pihak berkepentingan
5. Menciptakan suatu lingkungan masyarakat baru yang dapat secara tepat menjawab berbagai permasalahan yang dihadapi sejalan dengan perubahan global dan trend yang ada
6. Memberdayakan masyarakat dan pihak-pihak lain sebagai mitra pemerintah dalam proses pengembalian berbagai kebijakan publik secara merata dan demokratis.
2.3.3 Tipe-Tipe Relasi E-Government
Disebutkan dalam Indrajit (2002:41) terdapat empat tipe relasi e- Government adalah sebagai berikut:
1. Government to Citizen (G2C), dimana pemerintah membangun dan menerapkan berbagai portofolio teknologi informasi melalui kana- kanal akses yang beragam agar masyarakat dapat dengan mudah menjangkau pemerintahannya untuk pemenuhan berbagai kebutuhan pelayanan sehari-hari. Contohnya Departemen Agama membuka situs pendaftaran bagi mereka yang berniat untuk melangsungkan ibadah haji di tahun-tahun tertentu sehingga pemerintah dapat mempersiapkan kuota haji dan bentuk pelayanan perjalanan yang sesuai.
2. Government to Business (G2B), dimana pemerintah membangun relasi yang baik dengan kalangan bisnis dengan menyediakan aplikasi situs yang berisi data dan informasi yang dapat diakses dengan mudah oleh kalangan bisnis sehingga dapat memperlancar para praktisi bisnis dalam menjalankan aplikasi berbasis web untuk menghitung besarnya pajak yang harus dibayarkan kepemerintah dan melakukan pembayaran melalui internet.
3. Government to Government (G2G), dimana pemerintah membangun suatu aplikasi sehingga pemerintah dalam suatu negara dapat berinteraksi dengan pemerintah negara lain. Contohnya hubungan administrasi antara kantor-kantor pemerintah setempat dengan jumlah kedutaan-kedutaan besar atau atau konsulat jendral untuk membantu penyediaan data dan informasi akurat yang dibutuhkan oleh para warga negara asing yang berada di tanah air.
4. Government to Employes (G2E), dimana aplikasi ini diperuntukkan untuk meningkatkan kinerja dan kesejahteraan para pegawai negeri atau karyawan pemerintah yang bekerja di sejumlah instansi sebagai pelayan masyarakat. Contohnya sistem asuransi kesehatan dan pendidikan bagi para pegawai pemerintahan yang telah terintegrasi.
2.4 Smart City
Konsep Smart City adalah konsep dengan sebuah kota berkinerja baik dengan berpandangan ke dalam ekonomi, penduduk, pemerintahan, mobilitas, dan lingkungan hidup. Smart City juga merupakan sebuah kota yang mengontrol dan mengintegrasi semua infrastruktur termasuk jalan, jembatan, terowongan, rel, kereta bawah tanah, bandara, pelabuhan, komunikasi, air, listrik, dan pengelolaan gedung. Dalam konsep Smart City
kegiatan pemeliharaan dan keamanan dipercayakan kepada penduduknya.
Smart City dapat menghubungkan infrastuktur fisik, infrastruktur IT, infrastruktur social, dan bisnis infrastruktur untuk meningkatkan kecerdasan kota dengan membuat kota lebih efisien dan layak huni.
Smart City atau secara harfiah berarti kota pintar, merupakan suatu konsep pengembangan, penerapan, dan implementasi teknologi yang diterapkan disuatu daerah sebagai sebuah interaksi yang kompleks di antara berbagai sistem yang ada di dalamnya (Rauf, 2016:II-1). Tujuan dari pendekatan Smart City untuk mencapai informasi dan pengelolaan kota yang terintegrasi. Integrasi ini dapat melalui manajemen jaringan digital geografi perkotaan, sumber daya, lingkungan, ekonomi, sosial dan lainnya.
Amerika Serikat dan Eropa merupakan negara dan benua yang menjadi pelopor Smart City di dunia. IBM merupakan perusahaan yang mewadahi berdirinya Smart City , IBM membagi Smart City menjadi enam jenis. Keenam jenis pembagian Smart City tersebut meliputi smart economy, smart mobility, smart governance, smart people, smart living, dan smart environment. (Rauf, 2016:II-2).
1. Smart Economy
Ekonomi merupakan salah satu pilar penopang daerah/kota/negara.
Pengelolaan ekonomi suatu daerah hendaknya perlu dilakukan dengan lebih baik dan terkomputerisasi. Implementasi dan penilaian Smart City pada bagian (dimensi) smart economy meliputi dua hal, yakni proses inovasi (innovation) dan kemampuan daya saing (competitives). Kedua hal tersebut berguna untuk mencapai peningkatan ekonomi bangsa yang lebih baik dan pintar, sebab inovasi dan kemampuan daya saing merupakan modal utama untuk kemajuan bangsa serta peningkatan pembangunan sumber daya. Arah pembangunan sumber daya disuatu wilayah diwujudkan melalui peningkatan akses, pemerataan, relevansi, dan mutu layanan sosial dasar, peningkatan kualitas dan daya saing tenaga kerja, pengendalian jumlah dan laju pertumbuhan penduduk serta peningkatan partisipasi masyarakat.
2. Smart People
Pembangunan senantiasa membutuhkan modal, baik modal ekonomi (economic capital), modal manusia (human capital) maupun modal sosial (social capital). Smart people dapat dikatakan sebagai tujuan utama yang harus dipenuhi dalam mewujudkan Smart City . Pada bagian ini terdapat kriteria proses kreatifitas pada diri manusia dan modal sosial. Berikut kriteria penilaian tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Adanya jenjang pendidikan formal dalam bentuk sekolah dan perguruan tinggi yang merata kepada masyarakat dan berbasiskan IT seperti penerapan e-learning, pemanfaatan sistem informasi sekolah/perguruan tinggi, pembelajaran dengan sarana komputer, penyediaan akses internet untuk sumber informasi/ bahas pembelajaran, dan lain-lain.
2. Adanya komunitas IT dan komunitas lainnya yang berkaitan dengan pemanfaatan teknologi informasi.
3. Adanya peranan masyarakat dalam pemanfaatan teknologi informasi.
3. Smart Governance
Smart governance merupakan bagian atau dimensi pada Smart City yang mengkhususkan pada tata kelola pemerintahan. Adanya kerja sama antara pemerintah dan masyarakat diharapkan dapat mewujudkan tata kelola dan jalannya pemerintahan yang bersih, jujur, adil, dan demokrasi, serta kualitas dan kuantitas layanan publik yang lebih baik. Smart governance terdiri atas tiga bagian sebagai berikut:
1.Keikutsertaan masyarakat di dalam penentuan keputusan secara langsung maupun online.
2. Peningkatan jumlah dan kualitas layanan publik. Implementasi Smart City dalam hal ini memanfaatkan teknologi informasi dapat dilakukan dengan cara penyedian sistem informasi berbasis web dan mobil untuk pelayanan publik (pembuatan KTP, SIM dan lain-lain) penyediaan layanan administrasi keuangan/pembayaran yang efektif hemat waktu, dan otomatis (pembayaran listrik, air dan lain-lain), dan adanya database yang terstruktur dan tertata baik di dalam penyimpanan data dan informasi terkait dengan layanan publik.
3. Adanya transparansi di dalam pemerintahan, sehingga masyarakat menjadi tahu dan cerdas.
4. Smart Mobility
Smart mobility merupakan bagian atau dimensi pada Smart City yang mengkhususkan pada transportasi dan mobilitas masyarakat. Pada smart mobility ini terdapat proses transportasi dan mobilitas yang smart, sehingga diharapkan tercipta layanan publik untuk transportasi dan mobilitas yang lebih baik serta menghapus permasalahan umum di dalam transportasi, misalkan macet, pelanggaran lalu lintas, polusi dan lain-lain.
5. Smart Environment
Smart Environment merupakan bagian atau dimensi pada Smart City yang mengkhususkan pada bagaimana menciptakan lingkungan yang pintar. Kriteria penilaian disini mencakup proses kelangsungan dan pengelolaan sumber daya yang lebih baik. Untuk mewujudkan smart environment perlu adanya beragam terapan aplikasi dan komputer dalam