BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.2 Implementasi Program Binjai Smart City Melalui Elektronik Dokter
4.2.2 Konteks Kebijakan
Selain isi kebijakan yang menjadi variabel penting dalam menentukan keberhasilan sebuah implementasi kebijakan, konteks kebijakan juga merupakan aspek atau variabel yang turut juga terkait atas keberhasilan sebuah kebijakan yang dilaksanakan atau gagal dijalankan. Seringkali kebijakan pada saat diimplementasikan hanya mempertimbangkan konten kebijakan meliputi isi kebijakan saja, padahal dampak nyata yang lebih terlihat dari isi kebijakan akan terkait pada lingkungan sosial, ekonomi, dan politik tertentu. Namun, sebenarnya kebijakan pada saat diimplementasikan harus mempertimbangkan konteks kebijakan atau lingkungannya dimana tindakan administratif dilakukan.
Dalam implementasi kebijakan banyak sekali aktor yang bermunculan yang akan mempengaruhi pelaksanaannya, dimulai dari
para perencana, politisi dari berbagai tingkatan, kelompok elit, kelompok sasaran maupun pelaksana. Pada bagian ini, peneliti akan menjelaskan bahwa implementasi kebijakan terkait dengan beberapa indikator konteks kebijakan yang dikemukakan oleh Merille S. Grindle yang meliputi, yaitu: (1) kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat; (2) karakteristik lembaga dan penguassa; dan (3) kepatuhan dan daya tanggap.
Selain dari isi kebijakan yang terkait dengan pelaksanaan kebijakan, konteks kebijakan juga perlu diperhatikan dalam pengimplementasian suatu kebijakan agar dapat mengetahui faktor yang menyebabkan kebijakan tersebut berhasil atau gagal dilaksanakan.
Konteks kebijakan ini adalah variabel yang bisa menentukan keberhasilan suatu implementasi kebijakan termasuk juga pada implementasi program Binjai Smart City melalui e-Dokter. Berikut ini merupakan penjelasan mengenai konteks kebijakan pada pelaksanaan e-Dokter DI Kota Binjai.
4.2.2.1 Keterkaitan Implementasi e-Dokter di Kota Binjai dengan Kekuasaan, Kepentingan-Kepentingan dan Program atau Strategi dari Aktor yang Terlibat
Dalam suatu kebijakan perlu diperhitungkan seberapa besar kekuatan dan kekuasaan serta kepentingan-kepentingan dan program ataupun strategi yang digunakan para aktor kebijakan untuk memperlancar implementasi kebijakan. Jika hal ini tidak diperhitungkan dengan efektif maka besar kemungkinan kebijakan
yang dibuat akan gagal dijalankan. Pelaksanaan suatu kebijakan tidak terlepas dari adanya keterkaitan dengan kekuasaan dan kepentingan-kepentingan para aktor baik yang membuat, melaksanakan atau di luar dari hal itu. Namun, dengan adanya kekuasaan dan kepentingan tersebut kemudian bagaimana para aktor bisa membuat strategi untuk menjalankan kebijakan secara lancar.
Dalam hal ini, Dinas Kominfo Kota Binjai yang juga sebagai pelaksana program, yaitu fasilitator aplikasi dan jaringan sejauh ini telah membuat strategi agar e-Dokter bisa berjalan, yakni dengan membuat kegiatan sosialisasi yang mengundang masyarakat-masyarakat dan juga OPD yang terkait dalam pelaksanaan e-Dokter.
Selain itu, mereka juga berkomunikasi dengan pihak Rumah Sakit dan puskesmas untuk menanyakan kendala apa yang dihadapi dalam menjalankan e-Dokter. Dinas kominfo juga akan mengembangkan aplikasi e-Dokter versi dua sebagai strategi agar dokter-dokter juga bisa terkoneksi dengan pasien e-Dokter. (Informasi dari hasil wawancara 24 April 2018, transkrip wawancara hal.40).
Peneliti juga melakukan wawancara dengan pihak R.S.U.D.Dr.R.M. Djoelham tentang bagaimana tanggapan dan strategi yang mereka lakukan dalam menjalankan program e-Dokter, yaitu;
“Saya rasa e-dokter ini sudah sangat bagus, namun sekarang bagaimana SDM nya dapat menjalankannya dengan baik saja dengan memanfaatkan fasilitas yang sudah ada, bukan mengeluhkan yang tidak ada. Saya sebagai kepala bagian rekam medis selalu berkoordinasi dengan perawat yang menjalankan e-dokter, dengan melihat laporan jumlah pasien yang berobat menggunakan e-dokter, dengan dinas kominfo apalagi, kami sering mengadakan rapat, kemudian dengan
direktur juga kami sering membahas tentang pelaksnaan e-dokter sudah sejauh mana, saat ini kami masih membuat strategi bagaimana masyarakat bisa menggunakan e-dokter saja dahulu dengan mendahulukan atau lebih mengutamakan waktu-waktu antrian pemesanan e-Dokter dibanding yang tidak menggunakan, karena kalau untuk memperbaiki dokter-dokter nya agar tepat waktu dalam melayani pasien itu adalah menjadi kesadaran masing-masing dokter saja” (Informasi dari hasil wawancara 26 April 2018, transkrip wawancara hal. 41) Namun, dengan segala upaya pemerintah, ternyata kekuasaan Walikota sebagai penguasa belum bisa mengarahkan dan menginstruksikan Rumah Sakit swasta dan Dinas Kesehatan untuk lebih memperhatikan dan mendukung e-Dokter di puskesmas-puskesmas untuk menjalankan e-Dokter. Hal ini disebabkan tidak adanya strategi yang dilakukan Pemerintah dan Dinas Kesehatan terkait masalah e-Dokter yang belum berjalan di Rumah Sakit dan Puskesmas-Puskesmas tersebut, dan sejauh ini masih sosialisasi saja.
Hal ini juga diungkapkan salah seorang informan bahwa fasilitas kesehatan yang belum dimaksimalkan untuk e-Dokter :
“Saya pikir e-dokter ini bagus untuk masyarakat, namun untuk Kota Binjai sendiri kami pihak Rumah Sakit belum mempersiapkan strategi untuk melaksanakan e-dokter, karena kami masih diundang saja dalan peluncuran e-dokter, dan untuk korrdinasi dengan Pemko Binjai kamijuga belum ada ya, gimana mau berkoordinasi kalau kami juga belum bisa menjalankannya dengan beberapa alasan yang sudah saya sebutkan pada maslaah kendalanya” (Informasi dari hasil wawancara 11 April 2018, transkrip wawancara hal. 42)
Hal yang sama juga diungkapkan oleh informan lainnya yang mengakui belum berjalannya e-Dokter di fasilitas kesehatan tersebut, yaitu:
“E-dokter adalah program yang sanagat membantu masyarakat dalam melayani masyarakat saat berobat agar lebih cepat, dan menurut saya ini sangat bagus disamping juga
sekarang dengan handphone yang canggih-canggih saat ini.
Dan sampai saat ini kami masih terus mensosialisasikan adanya e-dokter di puskesmas ini. Namun kami belum membuat strategi apalagi agar masyarakat mau menggunakannya, karena kami kalau masyarakatnya tidak bisa ke puskesmas, kami melakukan homecare. Dan untuk e-dokter saat ini kami belum ada berkoordinasi dengan dinas kesehatan ataupun dinas kominfo selain hanya himbauan saja untuk menjalankan e-dokter” (Informasi dari hasil wawancara 21 April 2018, transkrip wawancara hal. 43)
Sejauh ini dari hasil wawancara yang peneliti lakukan, dapat dipahami bahwa tidak semua fasilitas kesehatan membuat strategi atau program sendiri agar e-Dokter bisa berkembang pesat dan banyak digunakan masayarakat, apalagi bagi Rumah Sakit swasta yang belum menjalankan, maupun puskesmas yang cenderung menunggu arahan maupun keputusan baik dari pemerintah maupun dinas kesehatan terkait dengan pelaksanaan e-Dokter. Peneliti juga telah melakukan observasi dan mengambil dokumentasi pada April 2018, terkait dengan strategi yang sudah dilakukan pemerintah maupun OPD terkait dengan sosialisasi e-Dokter sebagai salah satu strategi memperkenalkan e-Dokter seperti gambar di bawah ini:
Gambar 4.10. Brosur e-Dokter
Jadi, dari hasil penelitian yang telah dikemukakan, peneliti dapat menginterpretasikan bahwa indikator kekuasaan, kepentingan, program dan strategi belum mempengaruhi implementasi e-Dokter di Kota Binjai, Sejauh ini Pemerintah belum menggunakan kekuasaannnya untuk memperlancar program e-Dokter, kemudian masih kurangnya strategi yang dilakukan, seperti sosialisasi, dan monitoring langsung dari Pemerintah atau Dinas Kesehatan terhadap pelaksana e-Dokter ditingkat Puskesmas dan Rumah Sakit swasta.
Dan sejauh ini perkembangan e-Dokter hanya bisa dilihat di Rumah Sakit Djoelham, itupun dikarenakan Rumah Sakit tersebut adalah milik pemerintah daerah Kota Binjai. Masing-masing koordinasi OPD terkait e-Dokter dinilai belum maksimal karena e-Dokter belum menjadi kepentingan bagi mereka yang menjalankan, selain ini merupakan perintah untuk mencapai tujuan visi dan misi Kota Binjai.
4.2.2.2 Keterkaitan Implementasi e-Dokter di Kota Binjai dengan Karakteristik Lembaga dan Rezim yang Berkuasa
Lingkungan dimana sebuah kebijakan dijalankan akan mempengaruhi keberhasilan kebijakan tersebut. pada bagian ini ingin dijelaskan, bagaimana karakteristik dari lembaga atau rezim yang berkuasa yang turut terkait dengan implementasi kebijakan. Variabel konteks implementasi ini berkaitan dengan bagaimana situasi dan kondisi pihak-pihak terkait dan masyarakat sebagai penerima program.
Karakteristik stakeholder yang berkuasa, dalam hal ini apakah sesuai
dengan tugas pokok dan fungsinnya terkait dalam melaksanakan tugasnya.
Seperti halnya pada kebijakan Binjai Smart City melalui layanan e-Dokter di Kota Binjai, terkait pengimplementasiannya, banyak sekali pihak-pihak terkait yang harus ikut terlibat dalam pelaksanaannya, seperti Dinas Kominfo sebagai fasilitator aplikasi dan jaringan, Dinas Kesehatan sebagai OPD yang membawahi Puskesmas-Puskesmas, Rumah Sakit umum daerah serta Rumah Sakit swasta yang juga terlibat dalam pengimplementasian e-Dokter.
E-Dokter sendiri mulai diluncurkan pada tanggal 30 Maret 2017 secara resmi oleh Walikota Binjai. Hal ini lebih diperkuat dengan adanya Perwal Binjai Nomor 53 Tahun 2017 tentang penyelenggaraan Binjai Smart City yang mulai diundangkan tanggal 29 Desember 2017 oleh Walikota Binjai sebagai dasar pelaksanaan program-program yang mau dijalankan, sementara e-Dokter sendiri sudah dilaksanakan pada bulan Juni 2017 di R.S.U.D.Dr.RM Djoelham Kota Binjai. Pada masa ini, dijelaskan bahwa implementasi kebijakan Smart City melalui e-Dokter belum dipengaruhi pemegang kekuasaan. Meskipun belum ada aturan secara tertulis tentang pelaksanaannya, e-Dokter sudah dijalankan. Peran Walikota pada pelaksanaan e-Dokter belum terlihat jelas, meskipun inovasi membuat e-Dokter adalah gagasan dari beliau.
Sebagaimana yang diungkapkan informan di bawah ini, yaitu:
“Menurut saya, sikap dan peran dari pemerintah baik walikot dan jajarannya, dinas kesehatan, dinas kominfo dan kapus sendiri kurang dalam sisi pengambilan keputusannya untuk mempengaruhi agar e-dokter bisa berjalan maksimal. Karena
sepertinya program ini hanya dibuat saja, tetapi tidak dilalui dengan tahapan-tahapan pelaksanaannya, apalagi ditingkat puskesmas” (Informasi dari hasil wawancara 4 April 2018, transkrip Wawancara hal. 48)
Hal yang sama juga diungkapkan oleh informan lainnya, yaitu:
“Saya kira sikap pemerintah masih kurang ya, buktinya saya dan beberapa orang dipuskesmas juga banyak yang belum mengetahui adanya e-dokter, apa manfaatnya, dan tidak pernah disosialisasikan untuk menggunakan e-dokter dipuskesmasn ini” (Informasi dari hasil wawancara 26 April 2018, transkrip Wawancara hal. 48)
Dari hasil wawancara di atas dapat dipahami bahwa kesiapan pemerintah dalam pelaksanaan e-Dokter belum sangat matang, Pemerintah tidak memberikan kejelasan terhadap program e-Dokter untuk dijalankan dengan memperkuat pelaksana programnya melaui surat keputusan dan juga standar operasional prosedur untuk e-Dokter.
Bahkan untuk berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit swasta belum dilakukan secara maksimal karena sampai saat ini e-Dokter tidak berjalan di tingkat Puskesmas maupun Rumah Sakit lainnya selain Rumah Sakit Djoelham. Peneliti juga menilai dari observasi yang telah dilakukan terkait dengan perilaku-perilaku sumber daya manusia dari perawat-perawat puskesmas belum memiliki sepenuhnya kesiapan untuk menjalankan e-Dokter, seperti perawat yang lupa akun e-Dokter, tidak berada pada posisi kerja di depan komputer dan selalu menyalahkan masyarakat yang tidak menggunakan e-Dokter.
Dari hasil penelitian di atas, peneliti menginterpretasikan bahwa pelaksanaannya, selama satu tahun ini, Dinas Kominfo dan Rumah Sakit Djoelhamlah yang selalu berupaya menjalankan e-Dokter secara
maksimal. Dari observasi dan wawancara dalam implementasi e-Dokter, peneliti menilai kedua OPD yakni Dinas Kominfo dan R.S Djoelham yang paling banyak paham dalam pengimplementasian e-Dokter di Kota Binjai dibandingkan dengan OPD lainnya. Seperti sosialisasi aplikasi e-Dokter yang terus-menerus dilakukan Dinas Kominfo baik berupa pengetahuan, pembelajaran, maupun pelatihan singkat dan R.S. Djoelham yang memberikan pelayanan kepada pasien e-Dokter secara intens di samping juga harus mensosialisasikan program tersebut kepada pasien yang datang. Padahal, sebenarnya untuk tingkat puskesmas peran Dinas Kesehatan paling dominan untuk mendukung pelaksanaan e-Dokter di puskesmas, karena puskesmas adalah fasilitas kesehatan pertama dan mendasar yang paling dekat dengan masyarakat.
Kemudian, untuk Rumah Sakit swasta program e-Dokter sejauh ini belum menunjukkan perkembangannya dan hal ini juga disebabkan peran pemerintah/ walikota sebagai pemegang kekuasaan dalam pengambilan keputusan untuk pelaksanaan e-Dokter di Rumah Sakit tidak terlalu mendominan, dimana terbatasnya struktur organisasi, dan Rumah Sakit tersebut tidak di bawah pimpinan Walikota Binjai, serta sifatnya yang juga swasta, sehingga pemerintah juga tidak memaksakan bahwa mereka harus ikut menjalankan e-Dokter di Kota Binjai.
4.2.2.2 Keterkaitan Implementasi e-Dokter di Kota Binjai dengan Tingkat Kepatuhan dan Adanya Respon dari Para Pelaksana
Pada variabel konteks kebijakan ini, indikator tingkat kepatuhan dan adanya respon dari para pelaksana program adalah hal yang juga sama pentingnya dengan menentukan siapa pelaksananya, karena tingkat kepatuhan dan adanya daya tanggap dari para pelaksana program adalah bentuk dukungan yang mempengaruhi keberhasilan suatu implementasi kebijakan.
Merille S. Grindle mengemukakan bahwa indikator terakhir dalam sebuah implementasi kebijakan ditentukan dari sejauhmana kepatuhan dan respon dari pelaksana dalam menanggapi seuatu kebijakan. Ini sekaligus akan menunjukkan dimana posisi pelaksana program dalam menjalankan tugasnya sesuai dengan tupoksinya masing-masing. Pada bagian ini, ingin dijelaskan sejauhmana tingkat kepatuhan dan daya tanggap dari pelaksana program e-Dokter, karena melalui daya tanggap tersebut bisa dinilai sejauh mana para pelaksana mendukung adanya e-Dokter dan memperbaiki kualitas pelayanan kesehatan yang lebih baik lagi kepada masyarakat.
Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti lakukan di puskesmas-puskesmas di Kota Binjai, dapat dipahami bahwa tingkat kepatuhan para pelaksana program belum maksimal untuk mau menjalankan e-Dokter di Kota Binjai. Hal ini bisa dilihat dari respon Dinas Kesehatan yang sejauh ini belum ada mendesak atau memaksa
puskesmas agar terus menggencarkan e-Dokter di tingkat bawah, kurangnya respon Dinas Kesehatan dalam melakukan sosialisasi program dan memonitoring pelaksanaan e-Dokter di puskesmas.
Selain itu, daya tanggap para perawat-perawat di puskesmas saat peneliti tanyai soal e-Dokter, mereka cenderung lebih melimpahkan tanggung jawab kepada pemerintah dan Dinas Kesehatan untuk sosialisasi. Kemudian lebih mencari alasan bahwa e-Dokter tidak berjalan karena masyarakat yang tidak mau menggunakan, padahal dari observasi dan analisis peneliti, Rumah Sakit Djoelham bisa menjalankan e-Dokter dan banyak juga pasien yang menggunakannya.
Hal ini juga diungkapkan salah seorang informan, yakni :
“Tidak ada perkembangan e-dokter di puskesmas ini selain dengan banner yang terus terpampang saja, saya juga tidak ada diberi tugas khusus untuk menjalankan e-dokter, hanya saja mungkin ketika saya di tunjuk untukmenghadiri acara dari Dinas kominfo dalam sosialisasi e-dokter waktu itu, dikira saya ini lah operator e-dokter, padahal saya tidak berada dibagian loket saat melayani pasien. Jadi saya juga tidak bisa melihat sejauh manatingkat kepatuhan pelaksana e-dokter karena memang belum ada ditunjuk, mungkin yang saya nilai kalau dinas kominfo sudah sesuai menjalankan tugasnya karena dibagian IT, komunikasi dan informasi tentang e-dokter, tetapi kalau dinas kesehatan saya kira sifatnya masih arahan saja.”
(Informasi dari hasil wawancara 2 April 2018, transkrip wawancara hal.52)
Hal ini lah yang menjadi kendala dalam pelaksanaan e-Dokter di puskesmas-puskesmas bahwa tingkat kepatuhan perawat-perawat dalam menjalankan e-dokter masih kurang, maksimal dan responnya untuk mau menjalankan e-Dokter belum terfokus. Hal ini juga dibenarkan oleh perawat Puskesmas lainnya, yaitu :
“Menurut saya perkembangan e-dokter di puskesmas ini masih kurang, karena yang ditunjuk dalam program ini hanya saya, seolah-olah ini hanya beban saya, padahal seharusnya semua pihak di puskesmas ini harus mengetahuinya kan. Kalau saya sendiri sudah mematuhi perintah dari Kapus ataupun Pemerintah untuk menjalankannya, namun masyarakatnya juga belum mematuhi nya untuk memesan e-dokter. kalau untuk dinas kesehatan saya rasa masih kurang memonitoring e-dokter ini ya, dan mungkin ketidakberkembangnya e-dokter ini belum diketahui Pemerintah sehingga e-dokter ini diam di tempat.
Dan sejauh ini dinas kominfo saya rasa sudah menajalankan tupoksinya dalam program e-dokter dengan memberikan pengajaran dan pembelajaran untuk e-dokter dipuskesmas”
(Informasi dari hasil wawancara 02 April 2018, transkrip wawancara hal.51)
Lain halnya respon pelaksana program e-Dokter di puskesmas, di Rumah Sakit Djoelham juga para pelaksana seperti dokter-dokternya juga dinilai kurang patuh dan respon terhadap menjalankan e-Dokter, padahal e-Dokter dibuat dengan maksud masyarakat bisa lebih mudah untuk bertemu dengan dokter tanpa antrian panjang dengan metode membuat janji sebelumnya. Seperti yang diungkapkan informan di bawah ini “
“Sejauh ini untuk tingkat kepatuhan sangat baik la dari pelaksana, dan belum ada juga yang komplen ke kita bidang pelayanan terkait dengan e-dokter atau pelayanan yang diberikan, karena begitu jam 8 teng kegiatan pelayanan pasien di poli dibuka termasuk untuk pasien e-dokter, mungkin untuk tingkat kepatuhan saya masih kurang ya untuk dokternya, karena dokter mungkin datang lama karena ada urusan lain, mungkin juga visit ke rawat inap sehingga hal itu yang membuat ia kadang lama sampai ke poli” (Informasi dari hasil wawancara 30 April 2018, Matriks wawancara hal.50)
Jadi, dari hasil penelitian di atas, peneliti menginterpretasikan bahwa tingkat kepatuhan dan respon dari pelaksana program e-Dokter terutama di tingkat puskesmas belum secara maksimal mendukung dan memahami apa itu e-Dokter, untuk apa e-Dokter dan bagaimana
menjalankan e-Dokter. Meskipun demikian Rumah Sakit Djoelham tetap menjalankannya walaupun jumlah pasien pengguna e-Dokter tidak meningkat, dokter-dokter juga datang terlambat tiba di poli, tetapi mereka tetap memberikan respon positif kepada pasien-pasiennya agar mau menggunakan e-Dokter.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian penulis pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa Implementasi Program Binjai Smart City melalui e-Dokter belum dijalankan secara maksimal hal ini disebabkan karena masih belum memenuhi indikator-indikator keberhasilan implementasi kebijakan menurut Merille S. Grindle dengan melihat kondisi nyata di lapangan, yaitu antara lain sebagai berikut:
5.1.1 Isi Kebijakan (Content Of Policy)
Implementasi e-Dokter di Kota Binjai saat ini belum termuat isi kebijakan, hal ini disebabkan beberapa indikator yang di kemukakan Merille S. Grindle belum dijalankan dalam pengimplementasian e-Dokter di Kota Binjai. Ringkasnya, isi kebijakan tentang e-e-Dokter yang telah dibuat belum mendukung pengimplementasiannya di Kota Binjai.
berikut ini penjelasan beberapa indikator isi kebijakan dalam implementasi program e-Dokter di Kota Binjai.
5.1.1.1 Kepentingan-Kepentingan Terkait
Sasaran program e-Dokter belum maksimal mencakup seluruh kepentingan stakeholder meliputi kepentingan masyarakat, puskesmas maupun Rumah Sakit, dimana target group baru terealisasi dibawah 50% hal ini disebabkan karena jumlah pasien yang terdata sebagai pasien e-Dokter tidak mencapai 50% satu tahun ini di RS. Djoelham dibandingkan dengan jumlah pasien yang rata-rata 100 orang/hari,
kemudian e-Dokter yang tidak berjalan di RS. Tentara dan RS.
Sylvani, kemudian e-Dokter juga belum berjalan di lima puskesmas yaitu Puskesmas Rambung, Binjai Estate, Binjai Kota, BandarSenembah, Kebun Lada dan Tanah Tinggi. Hal ini dikarenakan tidak adanya dorongan yang kuat dari Dinas Kesehatan ataupun Walikota untuk merubah sistem pelayanan menjadi efisien dan efektif.
5.1.1.2 Jenis Manfaat yang Diperoleh
Sejauh ini manfaat e-Dokter hanya bisa dirasakan bagi pasien yang sudah memesan e-Dokter di RS. Djoelham seperti pelayanan pasien e-Dokter lebih diutamakan, tidak mengantri terlalu lama dan tidak perlu takut kalau dokter tidak ada di tempat, karena sudah ada jadwal tersedia di aplikasi. Dan untuk SKPD terkait seperti Dinas Kominfo Kota Binjai belum mendapatkan secara signifikan manfaat e-Dokter dijalankan selain ini adalah perintah Walikota mendukung pembangunan Smart City, dan untuk puskesmas-puskesmas serta Rumah Sakit yang ada di dalam aplikasi belum mendapatkan manfaat adanya e-Dokter, selain mereka juga belum menjalankannya belum adanya masyarakat yang memesan e-Dokter di tempat tersebut.
5.1.1.3 Derajat Perubahan yang Ingin Dicapai
Pada pelaksanaan e-Dokter perubahan yang ingin dicapai pemerintah tidak sesuai dengan harapan kebijakan Smart City pada dimensi smart people. Hal ini disebabkan tingkat kedisplinan dokter untuk datang melayani pasien e-Dokter dinilai kurang tepat dari segi waktu,meskipun pasien telah menentukan kapan ia bisa bertemu
dengan dokter, kemudian belum adanya perubahan yang terjadi baik di RS. Tentara, RS. Sylvani maupun puskesmas-puskesmas yang belum menjalankan e-Dokter yang disebabkan juga karena kurangnya pemahaman sumber daya manusia dalam memahami program e-Dokter, dan kurangnya pemahaman masyarakat tentang e-Dokter membuat pasien e-Dokter hanya terdata di RS. Djoelham saja, itu pun pasien yang memesan adalah pasien yang satu bulan bisa menggunakan e-Dokter 3-4 kali/ bulan dan bukan pasien yang baru.
5.1.1.4 Letak Pengambilan Keputusan
Dalam pelaksanaan e-Dokter letak pengambilan keputusan belum terlihat dengan jelas yang sejauh ini hanya peraturan Walikota Binjai Nomor 53 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Binjai Smart City, disamping juga tidak adanya peraturan atau surat keputusan tentang siapa yang berhak dalam pengambilan keputusan pelaksanaan e-Dokter, standar operasional prosedur untuk menjalankan e-Dokter juga belum ada.
Seperti halnya pada Rumah Sakit Tentara dan Sylvani tidak ada pengambilan keputusan dari Pemerintah apakah kedua Rumah Sakit tersebut harus menjalankan e-Dokter atau tidak, kemudian pengambilan keputusan di tingkat puskesmas juga belum diketahui apakah langsung dari Walikota atau Dinas Kesehatan, sehingga inilah yang menyebabkan e-Dokter tidak berjalan di puskesmas. Sementara R.S.Djoelham sendiri, letak pengambilan keputusan belum ada terkait dengan dokter-dokter yang terlambat datang melayani pasien ke poli
harus mendapatkan sanksi atau tidak sementara harapan dengan adanya e-Dokter adalah pelayanan pasien lebih efisien dari segi waktu.
5.1.1.5 Pelaksana Program
Sejauh ini pelaksana program e-Dokter terlihat bahwa hanya Dinas Kominfo Kota Binjai sebagai fasilitator aplikasi dan jaringan.
Sejauh ini pelaksana program e-Dokter terlihat bahwa hanya Dinas Kominfo Kota Binjai sebagai fasilitator aplikasi dan jaringan.