• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori 1. Hakikat Pragmatik 1.Hakikat Pragmatik

3. Hakikat Deiksis a.Definisi Deiksis a.Definisi Deiksis

3. Hakikat Deiksis a. Definisi Deiksis

Kata deiksis berasal dari kata Yunani deiktikos, yang berarti hal penunjukan secara langsung. Istilah deiktikos sebelumnya digunakan oleh tatabahasawan Yunani dalam pengertian yang sekarang disebut kata ganti demonstratif. Selain itu, tatabahasawan Roman menggunakan kata Latin demonstrativus untuk menerjemahkan kata deiktikos (Purwo; 1984: 2).

Menurut Cahyono (1995: 217) deiksis adalah suatu cara untuk mengacu ke hakikat tertentu dengan menggunakan bahasa yang hanya dapat ditafsirkan menurut makna yang diacu oleh penutur dan dipengaruhi sistem pembicaraan. Pendapat tersebut dikuatkan dengan pernyataan Parera (1993: 30) yang mengemukakan bahwa deiksis adalah kata/frase yang menghubungkan langsung sebuah ujaran kepada sebuah tempat, waktu, atau orang/persona. Dengan demikian, kata yang bersifat deiksis referennya berbeda-beda dan berganti-ganti sesuai dengan penutur, waktu, tempat, dan sistem pembicaraan ketika sebuah ujaran berlangsung.

Selain pendapat tersebut, Purwo (1984: 1) juga mengemukakan bahwa sebuah kata dikatakan bersifat deiktis apabila referennya berpindah-pindah atau berganti-ganti, tergantung pada siapa yang menjadi si pembicara dan tergantung pada saat dan tempat dituturkannya kata itu. Sesuai dengan pendapat tersebut, jika salah satu segi makna dari kata atau kalimat karena adanya perubahan situasi, kata atau kalimat tersebut mempunyai makna deiksis. Pernyataan ini didukung dengan pendapat Nababan (1987: 40) yang menyamakan istilah rujukan atau referensi dengan deiksis. Menurutnya deiksis adalah kata atau frase yang menunjuk kepada kata, frase, atau ungkapan yang telah dipakai atau yang akan diberikan.

commit to user

Alwi, H.; dkk (2003: 42) mengungkapkan bahwa deiksis adalah gejala semantis yang terdapat pada kata atau konstruksi yang hanya dapat ditafsirkan acuannya dengan memperhitungkan situasi pembicaraan. Acuan yang terdapat dalam suatu kalimat dapat menjadi penanda bahwa suatu kata bersifat deiksis. Senada dengan pendapat tersebut, Sarwiji, dkk. (1996: 25) menyatakan bahwa deiksis adalah suatu kata yang memiliki referen yang hanya dapat diidentifikasi dengan memperhatikan identitas si pembicara serta saat dan tempat diutarakannya tuturan yang mengandung unsur yang bersangkutan. Jadi, suatu kata atau kalimat mempunyai makna deiksis jika salah satu kata atau segi makna kata atau kalimat berganti karena adanya perubahan konteks atau sistem pembicaraan.

Deiksis berhubungan dengan hal-hal di luar bahasa. Hal ini sesuai dengan definisi deiksis yang diungkapkan oleh Kridalaksana (2008: 45). Menurutnya deiksis (deixis) adalah hal atau fungsi yang menunjuk sesuatu di luar bahasa; kata tunjuk pronomina, ketakziman, dan sebagainya mempunyai fungsi deiktis. Dengan demikian, deiksis acuannya merupakan hal-hal di luar bahasa, seperti persona, waktu, dan tempat berlangsungnya suatu tuturan.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa deiksis adalah kata yang memiliki referen atau acuan yang berubah-ubah atau berganti-ganti sesuai dengan penuturnya ketika mengutarakan suatu ujaran dan dipengaruhi oleh hal-hal di luar bahasa. Hal-hal di luar bahasa yang mempengaruhi penafsiran deiksis seperti tempat, waktu, dan situasi ketika suatu tuturan berlangsung.

b. Macam-macam Deiksis

Bambang Kaswanti Purwo dalam penelitian yang dilakukannya membagi deiksis menjadi deiksis luar-tuturan (eksofora) dan deiksis dalam-tuturan (endofora). Deiksis luar-tuturan meliputi deiksis persona, deiksis waktu, dan deiksis ruang, sedangkan deiksis dalam-tuturan meliputi anafora dan katafora. Sementara itu, Nababan (1987: 40) membagi deiksis menjadi lima macam, yaitu (1) deiksis orang, (2) deiksis tempat, (3) deiksis waktu, (4) deiksis wacana, dan (5) deiksis sosial.

commit to user 1). Deiksis Persona (Orang)

Deiksis persona atau person deixis mengungkapkan acuan atau referen dalam kategori orang atau persona. Pengungkapan tersebut menggunakan kata yang difungsikan sebagai kata ganti orang. Kata ganti orang tersebut digunakan untuk mengungkapkan peran persona atau seseorang dalam suatu sistem pembicaraan. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Levinson (1983: 68) berikut.

“Although person deixis is reflected directly in the grammatical categories of person, it may be argued that we need to develop an independent pragmatic framework of possible participant roles, so that we can then see how, and to what extent, these roles are grammaticalized in different languages”.

Lyons (dalam Sarwiji, dkk.; 1996: 27) mengungkapkan bahwa referen yang ditunjuk oleh kata ganti persona berganti-ganti tergantung pada peran yang dibawakan oleh peserta tindak ujaran. Artinya jika seseorang sedang berbicara, ia berperan sebagai persona pertama. Jika orang tersebut sebagai pendengar, ia berganti peran sebagai persona kedua. Terakhir, orang yang tidak hadir pada tempat terjadinya pembicaraan, tetapi menjadi bahan pembicaraan atau hadir dekat dengan tempat pembicaraan tetapi tidak terlibat pembicaraan disebut persona ketiga.

Dalam bahasa Indonesia dikenal pembagian kata persona menjadi tiga, yaitu kata ganti persona pertama, kata ganti persona kedua, dan kata ganti persona ketiga. Akan tetapi, di antara ketiga kata ganti persona itu hanya kata ganti persona pertama dan kedua yang menyatakan orang. Kata ganti persona ketiga dapat menyatakan orang maupun benda (termasuk binatang) (Purwo; 1984: 21 – 22).

Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa deiksis persona adalah pengungkapan acuan atau referen sebuah kata atau kalimat dalam kategori orang atau persona. Pengungkapan tersebut dilakukan dengan menggunakan kata ganti persona. Kata ganti persona yang digunakan sebagai acuan terdiri atas kata ganti persona pertama, kata ganti persona kedua, dan kata ganti persona ketiga.

commit to user 2). Deiksis Tempat (Ruang)

Deiksis tempat (place deixis) terkonsentrasi pada lokasi terjadinya suatu tindak ujaran. Nababan (1987: 41) menyatakan bahwa deiksis tempat adalah pemberian bentuk kepada lokasi ruang (tempat) dipandang dari lokasi orang atau pemeran dalam peristiwa berbahasa itu. Pendapat lain dikemukakan oleh Cummings (2007: 37) yang mengungkapkan bahwa acuan deiksis tempat dapat bersifat absolut atau relatif. Acuan absolut menempatkan objek atau orang pada tempat yang panjang atau luas khusus, sedangkan acuan relatif menempatkan orang dan tempat dalam kaitannya satu sama lain dan dalam kaitannya dengan penutur.

Akan tetapi, tidak semua leksem ruang bersifat deiktis. Selain itu, leksem ruang tidak ada yang berupa nomina. Purwo (1984: 37) mengungkapkan bahwa tidak semua leksem ruang dapat bersifat deiktis dan tidak ada leksem ruang yang berupa nomina. Nomina baru dapat menjadi lokatif apabila dirangkaikan dengan preposisi hal ruang. Leksem ruang dapat berupa adjektiva, adverbia, atau verba.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa deiksis tempat adalah pengungkapan lokasi terjadinya suatu tindak ujaran dengan menggunakan leksem ruang. Akan tetapi, tidak semua leksem ruang bersifat deiktis. Untuk menentukan leksem ruang termasuk deiktis atau tidak harus dilihat lokasi pemeran dalam suatu tindak ujaran. Leksem ruang dapat berupa adjektiva, adverbia, atau verba.

3). Deiksis Waktu

Deiksis waktu (time deixis) berkonsentrasi pada leksem waktu ketika suatu ungkapan dibuat. Nababan (1987: 41) mengemukakan bahwa deiksis waktu adalah pengungkapan atau pemberian bentuk kepada titik atau jarak waktu dipandang dari waktu sesuatu ungkapan dibuat (peristiwa berbahasa), seperti sekarang, pada waktu itu, kemarin, bulan ini, dan sebagainya. Senada dengan pendapat tersebut, Cahyono (1995: 218) mengungkapkan bahwa deiksis waktu ialah pemberian bentuk pada rentang waktu seperti yang dimaksudkan penutur dalam peristiwa bahasa. Dalam banyak bahasa, deiksis waktu diungkapkan dalam bentuk “kala” atau dalam bahasa Inggris disebut dengan tense.

commit to user

Pengungkapan hal waktu diambil dari leksem ruang pada beberapa bahasa. Lyons (dalam Purwo; 1984: 58) memberikan contoh bahwa dalam bahasa Inggris hampir setiap preposisi atau partikel yang bersifat lokatif juga bersifat temporal. Preposisi for, since, dan till dalam bahasa Inggris lebih bersifat temporal daripada lokatif.

Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa deiksis waktu adalah pengungkapan waktu ketika suatu tuturan atau ujaran berlangsung. Pengungkapan deiksis waktu dapat dilakukan dengan kata sekarang, pada waktu itu, kemarin, bulan ini, dan sebagainya.

4). Deiksis Wacana

Deiksis wacana atau discourse deixis merupakan rujukan pada bagian-bagian tertentu dalam wacana yang telah diberikan dan/atau yang sedang dikembangkan (Nababan; 1984: 42). Deiksis wacana merupakan pengungkapan kembali bagian suatu wacana dengan ungkapan tertentu. Pengungkapan tersebut tidak hanya bagian suatu wacana saja, tetapi juga ungkapan tersebut. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Abdurrahman (2006) bahwa deiksis wacana berkaitan dengan penggunaan ungkapan dalam suatu ujaran untuk mengacu pada bagian dari ujaran yang mengandung ungkapan itu (termasuk ungkapan itu sendiri).

Deiksis wacana terbagi menjadi dua, yaitu anafora dan katafora. Anafora adalah penunjukan kembali kepada sesuatu yang telah disebutkan sebelumnya dalam wacana dengan pengulangan atau substitusi. Katafora adalah penunjukan ke sesuatu yang disebut kemudian (Cahyono; 1995: 218). Pendapat lain tentang anafora dan katafora dikemukakan oleh Bambang Kaswanti Purwo. Menurutnya, anafora adalah penunjukan yang mengacu pada konstituen di sebelah kirinya. Katafora adalah penunjukan yang mengacu pada konstituen di sebelah kanannya (Purwo; 1984: 104).

Dengan demikian, deiksis wacana adalah pengungkapan bagian yang telah atau akan dituturkan dalam sebuah tuturan atau ujaran. Pengungkapan bagian yang telah dituturkan disebut anafora, sedangkan pengungkapan bagian yang akan dituturkan disebut katafora.

commit to user 5). Deiksis Sosial

Deiksis sosial atau social deixis merupakan bagian kalimat yang merefleksikan realita sosial dalam tindak bahasa. Fillmore (dalam Levinson; 1983: 89) mengungkapkan social deixis concerns that aspect of sentences which reflect or establish or are determined by certain realities of the social situation in which the speech act occurs. Deiksis sosial menunjuk perbedaan-perbedaan kemasyarakatan yang terdapat antara penutur dan lawan tutur serta partisipan terutama pada aspek-aspek sosial di antara mereka ketika suatu tuturan sedang berlangsung. Hal ini sebagaimana diungkapkan Nababan (1987: 42) bahwa deiksis sosial menunjukkan atau mengungkapkan perbedaan-perbedaan kemasyarakatan yang terdapat antara peran peserta terutama aspek peran sosial antara pembicara dan pendengar/alamat dan antara pembicara dengan rujukan/topik yang lain.

Rahmawan (2010) mengungkapkan bahwa deiksis sosial adalah rujukan yang dinyatakan berdasarkan perbedaan kemasyarakatan yang mempengaruhi peran pembaca dan pendengar. Deiksis sosial digunakan menyesuaikan dengan tingkat sosial penutur karena deiksis sosial berfungsi sebagai bentuk kesopanan dalam berbahasa. Hal ini didukung dengan pendapat dari Abdurrahman (2006) yang menyatakan bahwa deiksis sosial berkenaan dengan aspek ujaran yang mencerminkan realitas sosial tertentu pada saat ujaran itu dihasilkan. Realitas sosial yang ada antara penutur dan mitra tutur serta partisipan tidak selalu setara. Hal ini disebabkan dalam masyarakat setiap anggotanya berkomunikasi satu sama lain, baik dengan yang memiliki tingkat sosial yang sejajar maupun dengan yang berbeda tingkat sosialnya, seperti mahasiswa dengan dosen.

Deiksis sosial diungkapkan menyesuaikan dengan dimensi yang ada ketika tuturan dihasilkan. Dimensi tersebut meliputi dimensi tempat dan waktu, dimensi sosial dan politik, serta dimensi budaya antara penutur dan mitra tutur serta partisipan. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Ahmed (2011: 813) berikut.

Social deixis always encodes aspects of social relationship between speakers and addresses, and the social distinctions that are relatives to participants’ roles in speech event. This social relation in every language

commit to user

has specific spatio-temporal, socio-political, and cultural dimensions which are intuitively employed by the interlocutors of that particular language to show their presuppotitions and the dimensions of the discourse they have been involved in.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa deiksis sosial adalah pengungkapan realita sosial dalam tindak bahasa yang dilakukan oleh penutur kepada mitra tutur. Pengungkapan tersebut terjadi karena adanya perbedaan-perbedaan kemasyarakatan yang terdapat di antara peserta tindak ujaran. Selain itu, pengungkapan realita sosial dengan deiksis sosial dilakukan sebagai bentuk kesopanan dalam berbahasa.

c. Bentuk-bentuk Deiksis 1). Deiksis Persona (Orang)

Bentuk deiksis persona adalah kata ganti persona. Kata ganti persona terbagi menjadi kata ganti persona pertama, kata ganti persona kedua, dan kata ganti persona ketiga. Akan tetapi, hanya kata ganti persona pertama dan kedua yang menyatakan orang. Sementara itu, kata ganti persona ketiga dapat menyatakan orang atau benda (termasuk binatang). Dalam setiap kata ganti persona tersebut terdapat kata ganti persona tunggal dan jamak.

Bentuk kata ganti persona pertama tunggal terdiri dari aku dan saya yang masing-masing memiliki perbedaan dalam pemakaiannya. Kata aku hanya dipakai dalam situasi informal (misalnya di antara dua peserta tindak ujaran yang saling mengenal atau sudah akrab hubungannya), bermarkah keintiman (marked for intimacy), dan mempunyai bentuk terikat –ku. Sementara untuk kata saya lebih banyak dipergunakan dalam situasi formal (misalnya dalam suatu ceramah, kuliah, atau di antara dua peserta tindak ujaran yang belum saling mengenal), tidak bermarkah (unmarked), dan tidak memiliki bentuk terikat.

Bentuk kata ganti persona pertama jamak adalah kami dan kita. Menurut Purwo (1984: 24) kami adalah bentuk eksklusif (gabungan antara persona pertama dan ketiga), sedangkan kita adalah bentuk inklusif (gabungan antara persona pertama dan kedua). Kata kami dapat dipakai untuk mengacu orang pertama tunggal, yaitu sebagai pengganti kata saya karena penulis atau penutur tidak mau

commit to user

mengacu dirinya secara langsung atau tidak mau menonjolkan dirinya (misalnya dalam pidato atau khotbah).

Bentuk kata ganti persona kedua tunggal terdiri atas engkau dan kamu. Kedua bentuk ini hanya dapat digunakan di antara peserta ujaran yang sudah akrab hubungannya atau dipakai oleh orang yang mempunyai status sosial lebih tinggi untuk menyapa lawan bicara yang mempunyai status sosial lebih rendah. Kata kamu juga mempunyai bentuk terikat –mu. Selain kata engkau dan kamu, bentuk kata ganti persona kedua tunggal adalah sebutan ketakziman. Sebutan ketakziman tersebut diantaranya anda, saudara; leksem kekerabatan seperti bapak, kakak; dan leksem jabatan seperti dokter, mantri. Bentuk kata ganti persona kedua jamak adalah kamu sekalian atau kalian.

Bentuk persona kedua merupakan penunjukan yang dituju dalam hal penyapaan. Namun, bentuk persona kedua seperti engkau, kamu, dikau, dan anda tidak dapat dipakai sebagai kata sapa. Kata-kata seperti bapak, ibu, saudara, dan nama diri (yang dapat digunakan sebagai penunjuk persona kedua) yang dapat digunakan sebagai kata sapa. Akan tetapi bentuk singkat dari kata bapak, ibu tidak dapat digunakan sebagai penunjuk persona kedua kecuali jika diikuti nama diri (Purwo; 1984: 26 – 27).

Bentuk kata ganti persona ketiga tunggal adalah ia, dia, dan beliau. Kata beliau dipakai sebagai bentuk ketakziman, sedangkan ia dan dia dapat digunakan di antara peserta ujaran yang sudah akrab hubungannya. Akan tetapi, bentuk ia dan dia memiliki perbedaan. Bentuk dia dapat dirangkaikan dengan partikel –lah dan kata yang atau dapat dipergunakan dalam bentuk kontras. Selain itu, secara endoforis bentuk ia dan dia juga dapat mengacu pada bentuk atau kata yang referennya bukan insan (Purwo; 1984: 26). Bentuk ia dan dia memiliki bentuk terikat –nya. Sementara itu, bentuk kata ganti persona ketiga jamak adalah mereka.

Terdapat beberapa sifat khas leksem persona dalam bahasa Indonesia (Sarwiji, dkk.; 1996: 29 – 31). Sifat-sifat khas tersebut sebagai berikut.

a). Leksem persona dapat dirangkai dengan kata ganti demonstratif ini dan itu. (1) Lelaki macam apa kamu itu sampai tega menelantarkan anak istri.

commit to user

(2) Generasi muda macam apa aku ini sampai tidak tahu harus berbuat apa untuk mengisi kemerdekaan negaraku.

b). Bentuk terikat persona yang berada dalam konstruksi posesif dapat pula dirangkaikan dengan kata ini atau itu.

(1) Bukuku ini baru.

(2) Rumahnya itu dibeli dengan harga murah.

c). Kata ganti persona dapat direduplikasikan dengan tujuan memberi warna emosi.

(1) Mengapa hanya saya-saya saja yang dimarahi, sedangkan dia tidak. (2) Kami-kami ini yang selalu kena tegur, yang lain tidak.

d). Kata ganti persona ketiga tidak dapat direduplikasikan, tetapi dapat dirangkai dengan –nya.

Dianya yang telepon bukan aku.

e). Apabila menjadi topik wacana, bentuk mereka dapat direduplikasikan. Mereka-mereka yang belum terdaftar diharap mendaftarkan diri.

f). Di antara kata ganti persona hanya bentuk dia yang dapat dirangkaikan dengan kata sandang si yang biasanya dirangkaikan dengan nama diri atau kata sifat. (1) Si Manis melahirkan tiga ekor anak yang lucu-lucu.

(2) Si Ali terkenal sebagai mahasiswa yang cerdas.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bentuk deiksis persona terdiri atas kata ganti persona pertama, kata ganti persona kedua, dan kata ganti persona ketiga. Kata ganti persona pertama yang digunakan untuk mengungkapkan deiksis persona adalah bentuk aku, saya, kami, kita, dan bentuk terikat –ku. Kata ganti persona kedua yang digunakan untuk mengungkapkan deiksis adalah bentuk engkau; kamu; sebutan ketakziman seperti anda, saudara; leksem kekerabatan seperti bapak, kakak; leksem jabatan seperti dokter, mantri; dan kamu sekalian atau kalian. Kata ganti persona ketiga yang digunakan untuk mengungkapkan deiksis adalah bentuk ia, dia, beliau, mereka, dan bentuk terikat –nya.

Berdasarkan paparan di atas juga dapat disimpulkan fungsi-fungsi deiksis persona. Pertama, merujuk pada orang yang berbicara digunakan bentuk aku,

commit to user

saya, bentuk terikat -ku. Kedua, merujuk pada orang yang dibicarakan digunakan bentuk ia, dia, bentuk terikat –nya. Ketiga, menunjukkan perbedaan tingkat sosial antara penutur dan mitra tutur digunakan bentuk engkau, kamu, bentuk terikat – mu, bentuk ketakziman seperti anda, saudara, leksem kekerabatan seperti bapak, kakak, ibu. Keempat, menunjukkan bentuk eksklusif digunakan bentuk kami. Kelima, menunjukkan bentuk inklusif digunakan bentuk kita. Keenam, menunjukkan bentuk jamak digunakan bentuk kamu sekalian atau kalian, mereka. Ketujuh, menunjukkan jabatan yang dimiliki seseorang digunakan bentuk leksem jabatan seperti dokter, mantri.

2). Deiksis Tempat (Ruang)

Purwo (1984: 37) mengungkapkan bahwa tidak semua leksem ruang dapat bersifat deiksis dan tidak ada leksem ruang yang berupa nomina. Nomina baru dapat menjadi lokatif apabila dirangkaikan dengan preposisi hal ruang. Bentuk deiksis ruang, baik yang deiktis maupun yang tidak deiktis sebagai berikut.

a). Leksem ruang dekat, jauh, tinggi, pendek tidak bersifat deiktis jika tidak dirangkai dengan bentuk persona.

(1) Sala dekat dengan Yogya.

(2) Rumah Ani dekat dengan rumah Ita.

tidak deiktis deiktis

b). Leksem ruang kanan dan kiri tidak deiktis jika dirangkaikan dengan benda bernyawa (seperti manusia), tetapi menjadi deiktis jika dirangkaikan dengan benda tidak bernyawa (seperti pohon).

(1) Adik berdiri di sebelah kiri Bapak polisi itu. (2) Pemburu itu berdiri di sebelah kiri pohon jambu.

tidak deiktis deiktis

Untuk mengetahui yang dimaksud dengan kata kiri pada kalimat (2) pendengar harus mengetahui tempat si pembicara berdiri ketika mengucapkan kalimat tersebut.

c). Leksem ruang depan, belakang tidak deiktis jika dirangkaikan dengan nomina yang mempunyai bagian depan dan belakang yang pasti, tetapi menjadi deiktis jika dirangkaikan dengan nomina yang tidak mempunyai bagian depan dan belakang yang jelas.

commit to user (1) Aku berdiri di depan mobil.

(2) Ada seekor rusa di depan pohon cemara itu.

tidak deiktis deiktis

d). Hal ruang yang ditunjukkan oleh preposisi dapat bersifat statis (menggambarkan hal yang diam) dan dapat bersifat dinamis (menggambarkan hal yang bergerak). Menurut Purwo (1984: 39), untuk mengetahui hal yang bergerak itu perlu dibedakan antara pengertian tempat asal gerakan dan tempat tujuan gerakan. Preposisi di menggambarkan hal yang diam, preposisi ke dan dari menggambarkan hal yang bergerak. Preposisi ke merupakan “pengantar tempat yang dituju”, sedangkan dari merupakan “pengantar tempat yang ditinggalkan”.

Selain bentuk-bentuk di atas terdapat bentuk lain yang deiktis, yaitu bentuk pronomina demonstratif ini dan itu. Menurut Purwo (1984: 43) pronomina demonstratif ini yang sejajar dengan kata sini digunakan untuk menunjuk pada tempat yang dekat dengan persona pertama, sedangkan pronomina demonstratif itu yang sejajar dengan kata situ digunakan untuk menunjuk pada tempat yang jauh dari persona pertama atau yang dekat dari persona kedua. Pendapat lain dikemukakan oleh pakar deiksis, Prof. Dr. Sumarlam, M.S., yang menyatakan bahwa pronomina demonstratif lokatif dibagi menjadi empat, yaitu dekat dengan pembicara digunakan kata ini atau sini, agak dekat atau agak jauh digunakan kata itu atau situ, jauh dari pembicara digunakan kata sana, dan bentuk eksplisit misalnya Sala atau Yogya. Akan tetapi, dari keempat bentuk pronomina demonstratif lokatif tersebut bentuk eksplisit tidak termasuk dalam kategori deiksis.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa deiksis tempat diungkapkan dengan leksem ruang yang dapat berupa adjektiva, adverbia, dan verba. Leksem dekat, jauh, tinggi, pendek bersifat deiktis jika dirangkai dengan bentuk persona. Leksem ruang kanan dan kiri bersifat deiktis jika dirangkai dengan benda tidak bernyawa. Sementara itu, leksem depan dan belakang bersifat deiktis jika dirangkai dengan nomina yang tidak mempunyai bagian depan dan belakang yang jelas. Selain itu, juga kata yang telah pasti bersifat deiktis, yaitu sini, ini, situ, itu, dan sana.

commit to user

Berdasarkan paparan di atas juga dapat disimpulkan fungsi-fungsi deiksis ruang. Pertama, menunjuk pada tempat yang dekat dengan pembicara digunakan kata sini dan ini. Kedua, menunjuk pada tempat yang agak dekat atau agak jauh dari pembicara digunakan kata situ dan itu. Ketiga, menunjuk pada tempat yang