• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deiksis Dalam Wacana Di Halaman Pendidikan Harian Solopos Edisi Agustus Oktober 2011 Sebuah Kajian Pragmatik abstrak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Deiksis Dalam Wacana Di Halaman Pendidikan Harian Solopos Edisi Agustus Oktober 2011 Sebuah Kajian Pragmatik abstrak"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

DEIKSIS DALAM WACANA DI HALAMAN PENDIDIKAN

HARIAN SOLOPOS EDISI AGUSTUS – OKTOBER 2011:

SEBUAH KAJIAN PRAGMATIK

SKRIPSI

Oleh :

TAUFIQIYYAH NUR ‘AINI K1208049

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

(3)

commit to user

iii

DEIKSIS DALAM WACANA DI HALAMAN PENDIDIKAN

HARIAN SOLOPOS EDISI AGUSTUS – OKTOBER 2011:

SEBUAH KAJIAN PRAGMATIK

Oleh :

TAUFIQIYYAH NUR ‘AINI K1208049

Skripsi

diajukan sebagai salah satu persyaratan mendapatkan gelar

Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(4)

commit to user

(5)

commit to user

(6)

commit to user

vi MOTTO

 Niatkan segala sesuatu karena Allah SWT.

(Penulis)

 Awali segala sesuatu dengan bismillah dan akhiri dengan alhamdulillah.

(Penulis)

 Allah SWT tidak akan mengubah nasib seseorang, jika orang itu tidak mau

berusaha untuk mengubahnya.

(QS. Ar-Ra’du: 11)

 Diwajibkan atas setiap muslim laki-laki dan muslim perempuan untuk

(7)

commit to user

vii

PERSEMBAHAN

Dengan ucapan syukur alhamdulillahirabbil’alamin kupersembahkan karya ini untuk:

Bapak Muhjiddin (ayahku tercinta)

Terima kasih atas doa, kerja keras, pengorbanan, dan kasih sayang yang telah kau berikan padaku. Tiada sesuatupun yang lebih indah dibandingkan dengan semua

hal yang telah kau berikan untuk membesarkan dan mendewasakanku.

Mas Heru, Mbak Novi, Mas Koko, Mbak Yayan, Mas Teguh, Mbak Putri, Mas

Lihin, Dhek Yusuf (kakak-kakak dan adikku)

Terima kasih karena selalu mendorong langkahku dengan perhatian, semangat, dan bimbingan yang kalian berikan.

Ridho, Fahri, Asya, Najwa (keponakan-keponakanku tersayang)

(8)

commit to user

viii ABSTRAK

Taufiqiyyah Nur ‘Aini. DEIKSIS DALAM WACANA DI HALAMAN PENDIDIKAN HARIAN SOLOPOS EDISI AGUSTUS – OKTOBER 2011: SEBUAH KAJIAN PRAGMATIK. Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Mei 2012.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menjelaskan (1) bentuk-bentuk deiksis; dan (2) fungsi-fungsi deiksis yang terdapat dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Data dalam penelitian ini adalah kalimat yang mengandung deiksis dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini digunakan teknik purposive sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan analisis dokumen. Uji validitas data menggunakan trianggulasi teori.

Berdasarkan analisis data dapat diambil dua simpulan. Pertama, bentuk-bentuk deiksis yang terdapat dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos adalah a) deiksis persona, bentuk-bentuk deiksis persona yang ditemukan misalnya saya, kita, kami, dia, mereka, dekan, ayah; b) deiksis tempat (ruang), bentuk-bentuk deiksis tempat (ruang) yang ditemukan, misalnya setempat, sini, sana; c) deiksis waktu, bentuk-bentuk deiksis waktu yang ditemukan, misalnya sekarang, dulu, nanti, belum lama ini, depan; d) deiksis wacana, bentuk-bentuk deiksis wacana yang ditemukan, misalnya itu, ini, tersebut, demikian, adalah, yaitu, ia, mereka; dan e) deiksis sosial, bentuk-bentuk deiksis sosial yang ditemukan, misalnya bu, ustad, kaum duafa, difabel, tidak mampu. Kedua, fungsi-fungsi deiksis yang terdapat dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos adalah a) fungsi-fungsi deiksis persona, yaitu (1) merujuk pada orang yang berbicara, misalnya saya; (2) merujuk pada orang yang dibicarakan, misalnya dia, ia, dirinya, -nya; (3) menunjukkan perbedaan tingkat sosial antara penutur dan mitra tutur, misalnya suami, ayah; (4) menunjukkan bentuk eksklusif, misalnya kami; (5) menunjukkan bentuk inklusif, misalnya kita; (6) menunjukkan bentuk jamak, misalnya mereka; dan (7) menunjukkan jabatan yang dimiliki seseorang, misalnya rektor; b) fungsi-fungsi deiksis tempat (ruang), yaitu (1) menunjuk pada tempat yang dekat dengan pembicara, misalnya sini; dan (2) menunjuk pada tempat yang jauh dari pembicara, misalnya setempat, sana; c) fungsi-fungsi deiksis waktu, yaitu (1) merujuk pada saat tuturan, misalnya kini; (2) merujuk pada waktu lampau, misalnya dulu; (3) merujuk pada waktu sesudah saat tuturan, misalnya nanti; dan (4) menggambarkan kejadian yang faktual atau pungtual, misalnya belum lama ini; d) fungsi-fungsi deiksis wacana, yaitu (1) merujuk pada hal yang telah disebut, misalnya tersebut; (2) merujuk pada hal yang akan disebut, misalnya merupakan; (3) merujuk pada jumlah yang banyak, misalnya mereka; dan (4) menyimpulkan sesuatu, misalnya demikian; e) fungsi-fungsi deiksis sosial, yaitu (1) sebagai pembeda tingkat sosial penutur dan mitra tutur, misalnya ustad; (2) untuk menjaga sopan-santun berbahasa, misalnya difabel; dan (3) sebagai bentuk sikap sosial kemasyarakatan, misalnya almarhum.

(9)

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT karena dengan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “DEIKSIS DALAM WACANA DI HALAMAN PENDIDIKAN HARIAN SOLOPOS EDISI AGUSTUS – OKTOBER 2011: SEBUAH KAJIAN PRAGMATIK”. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar

Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak berikut. 1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin penyusunan skripsi ini;

2. Dr. Muhammad Rohmadi, M.Hum. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni yang telah memberikan motivasi dan izin penyusunan skripsi ini; 3. Dr. Kundharu Saddhono, S.S., M.Hum. selaku Ketua Program Studi

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan izin penyusunan skripsi ini;

4. Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd. selaku Pembimbing I yang selalu memberikan motivasi dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini;

5. Drs. Slamet Mulyono, M.Pd. selaku Pembimbing II yang selalu memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini;

6. Prof. Dr. Sumarlam, M.S., Ivan Indrakesuma, Yuli Kusumawati, S.S., dan

Rininta Citra, S.Pd. yang telah bersedia menjadi narasumber dalam penyusunan skripsi ini; dan

(10)

commit to user

x

Semoga pihak-pihak tersebut selalu mendapatkan limpahan rahmat dari Allah SWT.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan penulis. Meskipun demikian, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya.

(11)

commit to user

xi DAFTAR ISI

Halaman

Halaman judul ... i

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... ii

PENGAJUAN ... iii

PERSETUJUAN ... iv

PENGESAHAN ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

ABSTRAK ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

DAFTAR SINGKATAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 9

A. Kajian Teori ... 9

1. Hakikat Pragmatik ... 9

a. Definisi Pragmatik ... 9

b. Sumber Kajian Pragmatik ... 11

2. Hakikat Konteks ... 12

3. Hakikat Deiksis ... 14

(12)

commit to user

xii

b. Macam-macam Deiksis ... 15

c. Bentuk-bentuk Deiksis ... 20

4. Hakikat Wacana ... 30

a. Definisi Wacana ... 30

b. Jenis Wacana ... 31

5. Hakikat Surat Kabar ... 33

a. Definisi Surat Kabar ... 33

b. Ciri-ciri Surat Kabar ... 34

c. Fungsi Surat Kabar ... 35

d. Sifat Surat Kabar ... 36

e. Kategorisasi Isi Surat Kabar ... 38

f. Bahasa Surat Kabar ... 39

B. Penelitian yang Relevan ... 40

C. Kerangka Berpikir ... 44

BAB III METODE PENELITIAN ... 46

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 46

B. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 46

C. Data dan Sumber Data ... 47

D. Teknik Sampling (Cuplikan) ... 47

E. Pengumpulan Data ... 48

F. Uji Validitas Data ... 48

G. Analisis Data ... 49

H. Prosedur Penelitian ... 50

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 51

A. Deskripsi Data Halaman Pendidikan Harian Solopos ... 51

B. Hasil Penelitian ... 52

1. Bentuk-bentuk Deiksis yang Terdapat dalam Wacana di Halaman Pendidikan Harian Solopos ... 53

2. Fungsi-fungsi Deiksis yang Terdapat dalam Wacana di Halaman Pendidikan Harian Solopos ... 67

(13)

commit to user

xiii

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ... 89

A. Simpulan ... 89

B. Implikasi ... 90

C. Saran ... 92

DAFTAR PUSTAKA ... 94

(14)

commit to user

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Rincian Waktu Pelaksanaan Penelitian Kualitatif ... 46

2. Frekuensi Pemakaian Bentuk Deiksis Persona ... 57

3. Frekuensi Pemakaian Bentuk Deiksis Tempat (Ruang) ... 59

4. Frekuensi Pemakaian Bentuk Deiksis Waktu ... 61

5. Frekuensi Pemakaian Bentuk Anafora ... 63

6. Frekuensi Pemakaian Bentuk Katafora ... 65

(15)

commit to user

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Bagan Alur Kerangka Berpikir ... 45 2. Wawancara dengan Narasumber Prof. Dr. Sumarlam, M.S. (Pakar)

Berkaitan dengan Pemakaian Deiksis dalam Wacana

di Halaman Pendidikan Harian Solopos ... 177 3. Wawancara dengan Narasumber Ivan Indrakesuma (Redaktur)

Berkaitan dengan Pemakaian Deiksis dalam Wacana

di Halaman Pendidikan Harian Solopos ... 177 4. Wawancara dengan Narasumber Yuli Kusumastuti, S.S. (Pembaca)

Berkaitan dengan Pemakaian Deiksis dalam Wacana

(16)

commit to user

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Data Kasar ... 98

2. Data Penelitian ... 129

3. Catatan Lapangan Hasil Wawancara Pakar ... 162

4. Catatan Lapangan Hasil Wawancara Redaktur ... 167

5. Catatan Lapangan Hasil Wawancara Pembaca (I) ... 173

6. Catatan Lapangan Hasil Wawancara Pembaca (II) ... 175

7. Dokumentasi Kegiatan Wawancara ... 177

8. Surat Keterangan ... 178

9. Surat Permohonan Izin Penyusunan Skripsi ... 183

10.Surat Keputusan Dekan FKIP tentang Izin Penyusunan Skripsi ... 185

(17)

commit to user

xvii

DAFTAR SINGKATAN

Agt : Agustus Apr : April Ar : Artikel BK : Bahasa Kita D : Data

Des : Desember

(18)

commit to user BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia setiap saat selalu berkomunikasi karena manusia merupakan makhluk sosial. Bahasa digunakan sebagai alat komunikasi oleh manusia. Bahasa adalah alat komunikasi utama yang digunakan antar anggota masyarakat bahasa, terutama bahasa verbal. Tanpa bahasa, manusia tidak akan dapat berkomunikasi.

Oleh karena itu, bahasa merupakan alat komunikasi utama dalam hidup bermasyarakat.

Sebagai alat komunikasi bahasa memiliki fungsi: 1) informasi, 2) ekspresi diri, 3) adaptasi dan integrasi, 4) kontrol diri (direktif), dan 5) fatik. Halliday (dalam Sumarlam, dkk.; 2008: 1 – 3) mengemukakan tujuh fungsi bahasa, yaitu 1) instrumental, 2) regulasi, 3) pemerian atau representasi, 4) interaksi, 5) perorangan, 6) heuristik, dan 7) imajinatif. Dari beberapa fungsi bahasa tersebut, fungsi informasi dan fungsi pemerian atau representasi adalah fungsi bahasa yang sering digunakan masyarakat pengguna bahasa terutama untuk mengetahui berita-berita aktual. Berita-berita aktual tersebut dapat diperoleh masyarakat pengguna bahasa dari media massa, baik media massa cetak maupun media massa elektronik.

Media massa yang paling sering digunakan masyarakat untuk memperoleh informasi adalah media massa cetak atau lebih sering disebut dengan media cetak. Media cetak yang dikenal masyarakat di antaranya surat kabar, majalah, tabloid, buletin, dan buku. Akan tetapi, masyarakat lebih sering menggunakan surat kabar untuk memperoleh informasi terutama untuk mengakses berita. Hal ini disebabkan surat kabar memiliki kelebihan dapat dibaca

sewaktu-waktu dan relatif mudah didapatkan.

(19)

commit to user

dimuat berita-berita dalam berbagai bidang kehidupan. Surat kabar juga terbit setiap hari sehingga masyarakat dapat memperoleh berita yang aktual setiap hari.

Surat kabar yang terbit setiap hari terutama surat kabar lokal salah satunya adalah Solopos. Dalam surat kabar ini dimuat tema yang berbeda di setiap halamannya sesuai dengan jenis dan isi beritanya. Nama halaman-halaman yang terdapat dalam surat kabar Solopos adalah 1) halaman berita utama. 2) halaman Umum, 3) halaman Jateng dan DIY, 4) halaman Gagasan, 5) halaman laporan khusus, 6) halaman Kesehatan, 7) halaman Belanja, 8) halaman Inspirasi, 9)

halaman Internasional, 10) halaman Olahraga, 11) halaman Soloraya, 12) halaman Kota Solo, 13) halaman Wonogiri, 14) halaman Sukoharjo, 15) halaman Klaten, 16) halaman Boyolali, 17) halaman Sragen, 18) halaman Karanganyar, 19) halaman Ekonomi Bisnis, 20) halaman Pendidikan, 21) halaman Pergelaran, 22) halaman Hukum dan Kriminalitas, 23) halaman Cesspleng, 24) halaman Fokus, dan beberapa halaman khusus yang dimuat dalam edisi Solopos Minggu. Halaman Pendidikan, misalnya, berisi berita seputar bidang pendidikan yang terjadi di wilayah Soloraya dan nasional. Halaman ini dimuat setiap hari Senin sampai Sabtu.

Bahasa dalam surat kabar dapat dikaji menggunakan ilmu-ilmu bahasa, seperti ilmu pragmatik. Akan tetapi, sebagian orang menganggap bahwa bahasa surat kabar, yang termasuk dalam bahasa jurnalistik, sulit untuk dikaji menggunakan ilmu-ilmu bahasa. Hal ini disebabkan bahasa surat kabar memiliki kekhasan dibandingkan bahasa yang digunakan dalam media cetak lain (Sarwoko; 2007: 1 – 2).

Ditambahkan oleh Sarwoko (2007: 2 – 3) bahwa bahasa jurnalistik adalah bahasa yang digunakan oleh pewarta atau media massa untuk menyampaikan informasi. Pernyataan tersebut memberikan informasi bahwa

(20)

commit to user

secara umum, harus singkat, tapi jelas dan tidak bertele-tele. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa bahasa jurnalistik bersifat informatif, persuasif, mudah dimengerti, dan singkat, tetapi jelas dan tidak bertele-tele. Hal ini disebabkan keragaman pembaca surat kabar, termasuk pembaca harian Solopos. Oleh karena itu, pemakaian bahasa baku dalam surat kabar tetap dipertahankan agar pembaca surat kabar dimanapun dapat memahami isi berita surat kabar tersebut.

Sebagaimana diungkapkan sebelumnya, bahasa surat kabar dapat dianalisis menggunakan ilmu-ilmu bahasa. Dalam penelitian ini, pemakaian

bahasa surat kabar dikaji dari sudut pandang deiksis yang merupakan salah satu subkajian ilmu pragmatik. Pragmatik merupakan penggunaan bahasa untuk mengomunikasikan (berkomunikasi) sesuai dan sehubungan dengan konteks dan situasi pemakainya (Sarwiji, Setiawan, dan Suhita; 1996: 1).

Diungkapkan oleh Levinson (1983: 24) bahwa pragmatics is the study of the ability of language users to pair sentences with the contexts in which they would be appropriate. Pada halaman yang berbeda juga diungkapkan bahwa pragmatics is the study of deixis (at least in part), implicature, presupposition, speech acts, and aspects of discourse structure (Levinson; 1983: 27).

Pemakaian bahasa dalam komunikasi di masyarakat bahasa memberikan kemudahan yang sangat banyak bagi pemakainya. Salah satu kemudahan tersebut adalah adanya sistem pengacuan atau referensi. Akan tetapi, adanya sistem pengacuan ini juga menyebabkan terjadinya kebingungan, ketidakjelasan, dan kesalahpahaman makna antar pengguna bahasa berkaitan dengan pemahaman makna ujaran dan acuan atau referen. Agar dapat memahami referen dari sebuah tuturan, seseorang harus mampu mengidentifikasi konteks dan situasi pertuturan.

Pemahaman terhadap referen berhubungan erat dengan pemahaman terhadap deiksis. Untuk memahami dan menentukan apakah sebuah ujaran atau tuturan bersifat deiksis atau tidak dibutuhkan pemahaman yang menyeluruh

(21)

commit to user

bahwa deiksis adalah suatu kata yang memiliki referen yang hanya dapat diidentifikasi dengan memperhatikan identitas si pembicara serta saat dan tempat diutarakannya tuturan yang mengandung unsur yang bersangkutan.

Deiksis merupakan salah satu ilmu yang kajiannya lebih mendalam yang terdapat pada ilmu pragmatik. Deiksis terbagi menjadi lima macam, yaitu deiksis persona (orang), deiksis tempat, deiksis waktu, deiksis wacana, dan deiksis sosial. Semua jenis deiksis tersebut saling mempengaruhi dan melengkapi satu sama lain. Jenis-jenis deiksis tersebut menjadi alat penghubung ilmu pragmatik dengan

ilmu-ilmu bahasa yang lain seperti ilmu-ilmu sosiolinguistik dan ilmu-ilmu analisis wacana. Penafsiran deiksis juga melibatkan konteks seperti ilmu pragmatik sebagai induk kajiannya. Pemaknaan suatu bahasa (seperti wacana berita) juga harus disesuaikan dengan konteksnya. Pemakaian bahasa yang tidak teratur dan tidak efektif akan menyebabkan kerancuan dan menimbulkan persepsi yang berbeda pada mitra tutur atau partisipan atau penerima bahasa. Sebuah kalimat tidak dapat dimengerti jika tidak diketahui siapa yang sedang mengatakan, tentang apa, di mana, dan kapan, misalnya kalimat berikut.

(1)Mereka harus melaporkan hal itu besok, tetapi mereka tidak berada di

sini sekarang.

Apabila tidak diketahui konteks dan referennya, kalimat tersebut akan kabur maknanya. Kalimat tersebut mengandung banyak deiksis, yaitu mereka, itu, besok, di sini, dan sekarang. Makna deiksis tersebut tergantung konteks dan referen pada saat pengucapan kalimat itu.

Referen setiap kata tersebut dapat berganti-ganti tergantung konteksnya. Pergantian referen dapat menyebabkan kebingungan terutama bagi anak-anak sebagaimana diungkapkan oleh Purwo (1984: 4 – 5) berikut.

(22)

commit to user

Pergantian referen kata-kata deiktis juga terdapat dalam wacana harian Solopos. Dengan demikian, pemahaman terhadap referen kata-kata yang bersifat deiksis harus dimiliki oleh setiap pembaca harian Solopos meskipun mereka belum tentu mengetahui jika kata-kata tersebut adalah kata-kata yang bersifat deiksis.

Hal lain yang menarik tentang deiksis adalah kenyataan bahwa tidak semua kata-kata deiksis selalu berfungsi atau bermakna deiksis sebagaimana terdapat dalam kalimat-kalimat berikut.

(2)Kelelawar adalah binatang malam.

(3)Pada malam hari bintang-bintang bersinar terang.

(4)Malam nanti saya akan ke rumahmu.

(5)Tadi malam ibu pergi menengok paman di rumah sakit.

Kata malam pada kalimat (2) dan (3) tidak termasuk deiksis. Namun, dalam kalimat (4) dan (5) kata malam bersifat deiksis meskipun keempat kalimat tersebut sama-sama menggunakan kata malam.

Pemahaman terhadap referen kata atau frase yang bersifat deiksis dan tidak semua kata atau frase deiksis selalu berfungsi atau bermakna deiksis menjadi alasan ketertarikan peneliti untuk meneliti deiksis. Selain itu, kedua hal tersebut juga terdapat dalam wacana di harian Solopos. Hal inilah yang mendorong peneliti untuk mengetahui lebih dalam pemakaian deiksis pada wacana di halaman Pendidikan harian Solopos.

Wacana di halaman Pendidikan harian Solopos mengandung bentuk-bentuk deiksis yang beragam. Peneliti memilih objek pada wacana di halaman Pendidikan harian Solopos karena wacana-wacana di halaman tersebut berisi berita-berita seputar bidang pendidikan yang akurat dan aktual. Wacana-wacana di halaman Pendidikan harian Solopos juga berisi informasi kegiatan yang telah dilaksanakan oleh lembaga-lembaga pendidikan di wilayah Soloraya, profil guru,

(23)

commit to user

dalam penelitian ini disebabkan deiksis menjadi salah satu materi perkuliahan dan dapat digunakan sebagai alternatif materi pembelajaran di sekolah, terutama pada pembelajaran berita dan mengarang.

Pemilihan wacana di halaman Pendidikan harian Solopos sebagai objek kajian didasarkan atas isi wacana di halaman tersebut. Di halaman Pendidikan harian Solopos tidak hanya berisi artikel berita dan varia pendidikan, tetapi juga terdapat rubrik-rubrik sebagaimana dikemukakan di atas yang isinya berbeda-beda. Dalam rubrik Pawiyatan yang dimuat pada edisi hari Selasa berisi wacana

tentang profil sekolah atau lembaga pendidikan. Dalam rubrik Figur yang dimuat pada edisi hari Rabu berisi tentang profil siswa, guru, atau dosen yang berprestasi atau guru yang berada dibalik keberhasilan siswa yang berprestasi. Dalam rubrik Bahasa Kita yang dimuat pada edisi hari Kamis berisi tentang penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, baik secara lisan maupun tertulis. Dalam rubrik Ekskul yang dimuat pada edisi hari Jumat berisi tentang kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler yang terdapat di suatu sekolah, baik sekolah favorit maupun bukan sekolah favorit.

Deiksis dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos cukup bervariasi. Deiksis yang dapat diketahui secara langsung adalah deiksis persona. Deiksis persona dalam wacana di halaman Pendidikan dapat diketahui secara langsung ketika seseorang membaca wacana di halaman tersebut. Deiksis ini biasanya menjadi subjek dari suatu kalimat. Oleh karena itu, pembaca dapat langsung mengetahui acuan dari kata atau frase yang mengungkapkan deiksis tersebut. Akan tetapi, dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos tidak hanya terdapat satu macam deiksis saja. Jika diperhatikan dengan seksama ditemukan jenis deiksis yang lain dalam wacana di halaman Pendidikan.

Dalam wacana-wacana tersebut terdapat berbagai bentuk deiksis.

(24)

commit to user

Dalam wacana di halaman pendidikan harian Solopos ditemukan kajian deiksis yang sangat banyak. Penggunaan deiksis dalam wacana di halaman Pendidikan dapat membantu masyarakat untuk memahami isi berita di halaman tersebut. Akan tetapi, penggunaan deiksis juga dapat menyebabkan kebingungan pembaca karena adanya kesalahan pemilihan bentuk deiksis. Inilah yang menjadi alasan utama peneliti untuk meneliti penggunaan deiksis dalam wacana di halaman Pendidikan harian umum Solopos. Berdasarkan paparan di atas, judul penelitian ini adalah “Deiksis dalam Wacana di Halaman Pendidikan Harian

Solopos Edisi Agustus – Oktober 2011: Sebuah Kajian Pragmatik”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis dapat merumuskan permasalahan sebagai berikut.

1. Bagaimanakah bentuk-bentuk deiksis yang terdapat dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos?

2. Apakah fungsi-fungsi deiksis yang terdapat dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan dan menjelaskan bentuk-bentuk deiksis yang terdapat dalam wacana di halaman Pendidikan harian Solopos.

(25)

commit to user D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dua manfaat, yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis.

1. Manfaat teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan di bidang pragmatik pada umumnya dan kajian deiksis pada khususnya.

2. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengajaran Bahasa

Indonesia dan peneliti yang lain. a. Bagi pengajaran Bahasa Indonesia

Penelitian ini dapat digunakan sebagai alternatif bacaan untuk lebih memperdalam ilmu pragmatik terutama deiksis dan untuk mengenal bentuk dan fungsi pemakaian deiksis. Dalam pengajaran Bahasa Indonesia di sekolah terdapat materi yang bersumber dari wacana berita. Dalam pelaksanaannya siswa diharuskan mengetahui unsur-unsur berita (5W + 1H). Dengan demikian, guru harus memahami unsur-unsur berita salah satunya dengan mengetahui bentuk-bentuk deiksis karena deiksis dengan unsur-unsur berita secara tidak langsung saling berhubungan.

b. Bagi peneliti yang lain

(26)

commit to user BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Hakikat Pragmatik

a. Definisi Pragmatik

Pragmatik merupakan ilmu yang mempelajari maksud tuturan seseorang dibalik ujaran sesuai konteks. Pragmatik berusaha menyamakan makna tuturan

yang dimaksud penutur dengan makna tuturan yang ditangkap lawan tutur. Hal ini dikarenakan konteks tuturan tersebut dipengaruhi oleh hal-hal yang terdapat di luar ujaran, seperti situasi, objek pembicaraan, partisipan, dan sebagainya. Verhaar (2008: 14) mengemukakan bahwa pragmatik merupakan cabang ilmu linguistik yang membahas tentang apa yang termasuk struktur bahasa sebagai alat komunikasi antara penutur dan pendengar, dan sebagai pengacuan tanda-tanda bahasa pada hal-hal ekstralingual yang dibicarakan.

Sesuai dengan pendapat Verhaar tersebut, Parera (1993: 126) mengungkapkan bahwa pragmatik adalah telaah tentang penggunaan bahasa dalam komunikasi, khususnya hubungan antara kalimat-kalimat dan konteks serta situasi, tempat, dan waktu kalimat-kalimat itu digunakan. Definisi yang dikemukakan Parera tersebut secara lengkap terdapat pada kutipan berikut.

“Pragmatik meliputi telaah tentang:

(1)bagaimana interpretasi dan penggunaan tutur-tutur bergantung pada pengetahuan tentang dunia nyata;

(2)bagaimana pembicara/penutur menggunakan dan memahami tindak pertuturan;

(3)bagaimana struktur kalimat-kalimat dipengaruhi oleh hubungan antara pembicara/petutur dan pendengar/pesimak.”

Kedua pendapat tersebut memberikan penjelasan bahwa interpretasi sebuah tuturan dipengaruhi oleh hal-hal yang ada di luar tuturan tersebut.

(27)

commit to user

ini berarti pragmatik juga memanfaatkan asal usul, pemakaian, dan dampak lambang dan tanda dalam menginterpretasi konteks dan makna sebuah tuturan.

Nababan (1987: 2) memberikan definisi pragmatik secara lebih luas sebagai aturan-aturan pemakaian bahasa, yaitu pemilihan bentuk bahasa dan penentuan maknanya sehubungan dengan maksud pembicara sesuai dengan konteks dan keadaan. Pragmatik menjelaskan makna tuturan yang merupakan wujud pemakaian bahasa sesuai dengan konteks dan keadaan ketika pertuturan dilakukan. Untuk memahami suatu tuturan diperlukan pengetahuan di luar makna

kata dan tata bahasanya sesuai dengan definisi para ahli di atas.

Levinson dalam bukunya Pragmatics memberikan definisi yang lebih lengkap lagi tentang pragmatik sebagai berikut.

1). Pragmatics is the study of those relations between language and context that are grammaticalized, or encoded in the structure of a language (Levinson; 1983: 9).

2). Pragmatics is the study of all those aspects of meaning not captured in a semantic theory (Levinson; 1987: 12).

3). Pragmatics is the study of the relations between language and context that are basic to an account of language understanding (Levinson; 1987: 21).

4). Pragmatics is the study of the ability of language users to pair sentences with the contexts in which they would be appropriate (Levinson; 1987: 24).

5). Pragmatics is the study of deixis (at least in part), implicature, presupposition, speech acts, and aspects of discourse structure (Levinson; 1987: 27).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pragmatik adalah

(28)

commit to user b. Sumber Kajian Pragmatik

Pragmatik sebagai ilmu bersumber pada ilmu-ilmu lain yang mengkaji bahasa dan faktor-faktor yang berkaitan dengan penggunaan bahasa secara wajar (Nababan; 1987: 3). Sumber kajian pragmatik tersebut sebagai berikut.

1). Falsafah kebahasaan (language philosophy)

Dalam falsafah kebahasaan yang dipelajari adalah teori tindak bahasa (speech act theory) dan implikatur percakapan (conversation implicature). Dalam teori tindak bahasa dikenal tiga sudut pandang tindak bahasa, yaitu konsep lokusi,

konsep ilokusi, dan konsep perlokusi. Sementara itu, dalam bidang implikatur percakapan dikenal adanya prinsip kerja sama dan prinsip kesopanan.

2). Sosiolinguistik

Bidang kajian pragmatik yang berasal dari sosiolinguistik adalah ragam bahasa. Dalam ragam bahasa dibahas subragam bahasa, kemampuan komunikatif, dan fungsi bahasa.

3). Antropologi

Dalam bidang antropologi kajian pragmatik didasarkan pada asal usul berbahasa, konteks situasi sebagai faktor penentu bagi makna suatu ungkapan bahasa, dan faktor-faktor nonverbal dalam pemakaian bahasa.

4). Etnografi (ethnography of communication)

Dalam bidang etnografi kajian pragmatik didasarkan pada faktor-faktor sosiolinguistik dalam berkomunikasi.

5). Linguistik

Topik utama kajian pragmatik yang bersumber dari linguistik adalah analisis wacana dan teori deiksis.

Pendapat lain dikemukakan oleh Verschueren (1999: 6 – 7) yang mengungkapkan bahwa pragmatik mengkaji penggunaan bahasa oleh masyarakat

(29)

commit to user

maknanya secara umum. Dalam sosiolinguistik dikaji hubungan sosial, status, pola hubungan dalam masyarakat, dan interaksi antar anggota masyarakat dengan bahasa sebagai alatnya. Dalam linguistik antropologi dikaji hubungan antara bahasa dan budaya yang ada dalam masyarakat. Disiplin-disiplin ilmu tersebut saling berhubungan satu sama lain dengan adanya konteks. Pengkajian bahasa dalam berbagai disiplin ilmu tersebut melibatkan konteks yang ada dalam komunikasi, dan konteks merupakan sumber utama kajian pragmatik.

Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa kajian pragmatik

bersumber dari berbagai disiplin ilmu yang lain. Disiplin ilmu yang menjadi sumber kajian pragmatik tersebut adalah falsafah kebahasaan, sosiolinguistik, antropologi, etnografi, dan linguistik. Sementara itu, dalam kajian linguistik sendiri masih terdapat berbagai disiplin ilmu yang merupakan penggabungan dari dua disiplin ilmu, seperti neurolinguistik, psikolinguistik, sosiolinguistik, dan linguistik antropologi. Pengkajian ilmu pragmatik dari berbagai disiplin ilmu tersebut didukung adanya konteks. Dengan demikian sumber kajian pragmatik dapat disederhanakan menjadi lima disiplin ilmu yang dikaji dengan adanya konteks, yaitu falsafah kebahasaan, sosiolinguistik, antropologi, etnografi, dan linguistik.

2. Hakikat Konteks

Konteks merupakan hal yang penting dalam disiplin ilmu pragmatik. Hal ini disebabkan dalam pragmatik suatu ujaran atau tuturan ditafsirkan berdasarkan konteks yang melingkupinya. Cummings (2007: 5) menyatakan bahwa kita tidak dapat mendapatkan definisi pragmatik yang lengkap bila konteksnya tidak disebutkan. Konteks digunakan untuk memahami suatu ujaran bahkan wacana dari berbagai sisi, baik internal maupun eksternal. Malinowski (dalam Halliday

dan Hasan; 1992: 8) membedakan konteks menjadi dua, yaitu konteks situasi dan konteks budaya. Menurutnya, kedua konteks tersebut diperlukan untuk memahami teks dengan sebaik-baiknya.

(30)

commit to user

sedangkan segala sesuatu yang melingkupi wacana, baik konteks situasi maupun konteks budaya disebut dengan konteks eksternal wacana atau konteks eksternal. Pendapat lain diungkapkan oleh Kridalaksana (2008: 134) yang menyatakan bahwa konteks (context) adalah (1) aspek-aspek lingkungan fisik atau sosial yang kait-mengait dengan ujaran tertentu dan (2) pengetahuan yang sama-sama dimiliki pembicara dan pendengar sehingga pendengar paham akan apa yang dimaksud pembicara. Dengan demikian, konteks tidak hanya mencakup unsur fisik, tetapi juga unsur-unsur yang lain seperti situasi, jarak, tempat, dan hal-hal lain yang

berkaitan dengan ujaran yang dituturkan oleh penutur. Hal ini sesuai dengan pendapat Preston (dalam Supardo; 1988: 46) bahwa konteks adalah segenap informasi yang berada di sekitar pemakaian bahasa, bahkan termasuk juga pemakaian bahasa yang ada di sekitarnya.

Selanjutnya, Cummings (2010: 37) menyatakan bahwa konteks merupakan konsep yang luas yang melibatkan unsur fisik, linguistik, epistemis, dan sosial. Konteks fisik seperti hari dan waktu bertutur, keberadaan orang lain, dan latar fisik tempat dilakukannya suatu percakapan. Konteks linguistik merupakan tuturan yang dituturkan oleh penutur dan lawan tutur ketika melakukan percakapan. Konteks epistemik merupakan pengetahuan latar belakang bersama dan keyakinan antara penutur dan pendengar dalam suatu percakapan. Konteks sosial merupakan derajat atau tingkat sosial antara penutur dan pendengar. Pendapat lain mengenai unsur-unsur konteks dikemukakan oleh Firth (dalam Halliday dan Hasan; 1992: 11) bahwa unsur-unsur konteks terdiri atas pelibat (partisipan) dalam peristiwa berbahasa, tindakan pelibat, baik verbal maupun nonverbal, ciri-ciri situasi lainnya seperti benda-benda dan kejadian-kejadian di sekitar ketika peristiwa berbahasa berlangsung, dan dampak tutur. Pendapat Firth ini kemudian berkembang menjadi teori-teori yang lain dan salah

(31)

commit to user

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konteks merupakan seluruh aspek yang melingkupi suatu ujaran atau wacana. Konteks dibedakan menjadi konteks internal yaitu konteks bahasa dan konteks eksternal yaitu konteks situasi dan konteks budaya. Konteks mencakup unsur fisik, linguistik, epistemik, dan sosial.

3. Hakikat Deiksis

a. Definisi Deiksis

Kata deiksis berasal dari kata Yunani deiktikos, yang berarti hal penunjukan secara langsung. Istilah deiktikos sebelumnya digunakan oleh tatabahasawan Yunani dalam pengertian yang sekarang disebut kata ganti demonstratif. Selain itu, tatabahasawan Roman menggunakan kata Latin demonstrativus untuk menerjemahkan kata deiktikos (Purwo; 1984: 2).

Menurut Cahyono (1995: 217) deiksis adalah suatu cara untuk mengacu ke hakikat tertentu dengan menggunakan bahasa yang hanya dapat ditafsirkan menurut makna yang diacu oleh penutur dan dipengaruhi sistem pembicaraan. Pendapat tersebut dikuatkan dengan pernyataan Parera (1993: 30) yang mengemukakan bahwa deiksis adalah kata/frase yang menghubungkan langsung sebuah ujaran kepada sebuah tempat, waktu, atau orang/persona. Dengan demikian, kata yang bersifat deiksis referennya berbeda-beda dan berganti-ganti sesuai dengan penutur, waktu, tempat, dan sistem pembicaraan ketika sebuah ujaran berlangsung.

Selain pendapat tersebut, Purwo (1984: 1) juga mengemukakan bahwa sebuah kata dikatakan bersifat deiktis apabila referennya berpindah-pindah atau berganti-ganti, tergantung pada siapa yang menjadi si pembicara dan tergantung pada saat dan tempat dituturkannya kata itu. Sesuai dengan pendapat tersebut, jika

(32)

commit to user

Alwi, H.; dkk (2003: 42) mengungkapkan bahwa deiksis adalah gejala semantis yang terdapat pada kata atau konstruksi yang hanya dapat ditafsirkan acuannya dengan memperhitungkan situasi pembicaraan. Acuan yang terdapat dalam suatu kalimat dapat menjadi penanda bahwa suatu kata bersifat deiksis. Senada dengan pendapat tersebut, Sarwiji, dkk. (1996: 25) menyatakan bahwa deiksis adalah suatu kata yang memiliki referen yang hanya dapat diidentifikasi dengan memperhatikan identitas si pembicara serta saat dan tempat diutarakannya tuturan yang mengandung unsur yang bersangkutan. Jadi, suatu kata atau kalimat

mempunyai makna deiksis jika salah satu kata atau segi makna kata atau kalimat berganti karena adanya perubahan konteks atau sistem pembicaraan.

Deiksis berhubungan dengan hal-hal di luar bahasa. Hal ini sesuai dengan definisi deiksis yang diungkapkan oleh Kridalaksana (2008: 45). Menurutnya deiksis (deixis) adalah hal atau fungsi yang menunjuk sesuatu di luar bahasa; kata tunjuk pronomina, ketakziman, dan sebagainya mempunyai fungsi deiktis. Dengan demikian, deiksis acuannya merupakan hal-hal di luar bahasa, seperti persona, waktu, dan tempat berlangsungnya suatu tuturan.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa deiksis adalah kata yang memiliki referen atau acuan yang berubah-ubah atau berganti-ganti sesuai dengan penuturnya ketika mengutarakan suatu ujaran dan dipengaruhi oleh hal-hal di luar bahasa. Hal-hal di luar bahasa yang mempengaruhi penafsiran deiksis seperti tempat, waktu, dan situasi ketika suatu tuturan berlangsung.

b. Macam-macam Deiksis

Bambang Kaswanti Purwo dalam penelitian yang dilakukannya membagi deiksis menjadi deiksis luar-tuturan (eksofora) dan deiksis dalam-tuturan (endofora). Deiksis luar-tuturan meliputi deiksis persona, deiksis waktu, dan

(33)

commit to user 1). Deiksis Persona (Orang)

Deiksis persona atau person deixis mengungkapkan acuan atau referen dalam kategori orang atau persona. Pengungkapan tersebut menggunakan kata yang difungsikan sebagai kata ganti orang. Kata ganti orang tersebut digunakan untuk mengungkapkan peran persona atau seseorang dalam suatu sistem pembicaraan. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Levinson (1983: 68) berikut.

“Although person deixis is reflected directly in the grammatical categories of person, it may be argued that we need to develop an independent pragmatic framework of possible participant roles, so that we can then see how, and to what extent, these roles are grammaticalized in different languages”.

Lyons (dalam Sarwiji, dkk.; 1996: 27) mengungkapkan bahwa referen yang ditunjuk oleh kata ganti persona berganti-ganti tergantung pada peran yang dibawakan oleh peserta tindak ujaran. Artinya jika seseorang sedang berbicara, ia berperan sebagai persona pertama. Jika orang tersebut sebagai pendengar, ia berganti peran sebagai persona kedua. Terakhir, orang yang tidak hadir pada tempat terjadinya pembicaraan, tetapi menjadi bahan pembicaraan atau hadir dekat dengan tempat pembicaraan tetapi tidak terlibat pembicaraan disebut persona ketiga.

Dalam bahasa Indonesia dikenal pembagian kata persona menjadi tiga, yaitu kata ganti persona pertama, kata ganti persona kedua, dan kata ganti persona

ketiga. Akan tetapi, di antara ketiga kata ganti persona itu hanya kata ganti persona pertama dan kedua yang menyatakan orang. Kata ganti persona ketiga

dapat menyatakan orang maupun benda (termasuk binatang) (Purwo; 1984: 21 – 22).

(34)

commit to user 2). Deiksis Tempat (Ruang)

Deiksis tempat (place deixis) terkonsentrasi pada lokasi terjadinya suatu tindak ujaran. Nababan (1987: 41) menyatakan bahwa deiksis tempat adalah pemberian bentuk kepada lokasi ruang (tempat) dipandang dari lokasi orang atau pemeran dalam peristiwa berbahasa itu. Pendapat lain dikemukakan oleh Cummings (2007: 37) yang mengungkapkan bahwa acuan deiksis tempat dapat bersifat absolut atau relatif. Acuan absolut menempatkan objek atau orang pada tempat yang panjang atau luas khusus, sedangkan acuan relatif menempatkan

orang dan tempat dalam kaitannya satu sama lain dan dalam kaitannya dengan penutur.

Akan tetapi, tidak semua leksem ruang bersifat deiktis. Selain itu, leksem ruang tidak ada yang berupa nomina. Purwo (1984: 37) mengungkapkan bahwa tidak semua leksem ruang dapat bersifat deiktis dan tidak ada leksem ruang yang berupa nomina. Nomina baru dapat menjadi lokatif apabila dirangkaikan dengan preposisi hal ruang. Leksem ruang dapat berupa adjektiva, adverbia, atau verba.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa deiksis tempat adalah pengungkapan lokasi terjadinya suatu tindak ujaran dengan menggunakan leksem ruang. Akan tetapi, tidak semua leksem ruang bersifat deiktis. Untuk menentukan leksem ruang termasuk deiktis atau tidak harus dilihat lokasi pemeran dalam suatu tindak ujaran. Leksem ruang dapat berupa adjektiva, adverbia, atau verba.

3). Deiksis Waktu

Deiksis waktu (time deixis) berkonsentrasi pada leksem waktu ketika suatu ungkapan dibuat. Nababan (1987: 41) mengemukakan bahwa deiksis waktu adalah pengungkapan atau pemberian bentuk kepada titik atau jarak waktu dipandang dari waktu sesuatu ungkapan dibuat (peristiwa berbahasa), seperti

(35)

commit to user

Pengungkapan hal waktu diambil dari leksem ruang pada beberapa bahasa. Lyons (dalam Purwo; 1984: 58) memberikan contoh bahwa dalam bahasa Inggris hampir setiap preposisi atau partikel yang bersifat lokatif juga bersifat temporal. Preposisi for, since, dan till dalam bahasa Inggris lebih bersifat temporal daripada lokatif.

Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa deiksis waktu adalah pengungkapan waktu ketika suatu tuturan atau ujaran berlangsung. Pengungkapan deiksis waktu dapat dilakukan dengan kata sekarang, pada waktu itu, kemarin,

bulan ini, dan sebagainya. 4). Deiksis Wacana

Deiksis wacana atau discourse deixis merupakan rujukan pada bagian-bagian tertentu dalam wacana yang telah diberikan dan/atau yang sedang dikembangkan (Nababan; 1984: 42). Deiksis wacana merupakan pengungkapan kembali bagian suatu wacana dengan ungkapan tertentu. Pengungkapan tersebut tidak hanya bagian suatu wacana saja, tetapi juga ungkapan tersebut. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Abdurrahman (2006) bahwa deiksis wacana berkaitan dengan penggunaan ungkapan dalam suatu ujaran untuk mengacu pada bagian dari ujaran yang mengandung ungkapan itu (termasuk ungkapan itu sendiri).

Deiksis wacana terbagi menjadi dua, yaitu anafora dan katafora. Anafora adalah penunjukan kembali kepada sesuatu yang telah disebutkan sebelumnya dalam wacana dengan pengulangan atau substitusi. Katafora adalah penunjukan ke sesuatu yang disebut kemudian (Cahyono; 1995: 218). Pendapat lain tentang anafora dan katafora dikemukakan oleh Bambang Kaswanti Purwo. Menurutnya, anafora adalah penunjukan yang mengacu pada konstituen di sebelah kirinya. Katafora adalah penunjukan yang mengacu pada konstituen di sebelah kanannya

(Purwo; 1984: 104).

(36)

commit to user 5). Deiksis Sosial

Deiksis sosial atau social deixis merupakan bagian kalimat yang merefleksikan realita sosial dalam tindak bahasa. Fillmore (dalam Levinson; 1983: 89) mengungkapkan social deixis concerns that aspect of sentences which reflect or establish or are determined by certain realities of the social situation in

which the speech act occurs. Deiksis sosial menunjuk perbedaan-perbedaan

kemasyarakatan yang terdapat antara penutur dan lawan tutur serta partisipan terutama pada aspek-aspek sosial di antara mereka ketika suatu tuturan sedang

berlangsung. Hal ini sebagaimana diungkapkan Nababan (1987: 42) bahwa deiksis sosial menunjukkan atau mengungkapkan perbedaan-perbedaan kemasyarakatan yang terdapat antara peran peserta terutama aspek peran sosial antara pembicara dan pendengar/alamat dan antara pembicara dengan rujukan/topik yang lain.

Rahmawan (2010) mengungkapkan bahwa deiksis sosial adalah rujukan yang dinyatakan berdasarkan perbedaan kemasyarakatan yang mempengaruhi peran pembaca dan pendengar. Deiksis sosial digunakan menyesuaikan dengan tingkat sosial penutur karena deiksis sosial berfungsi sebagai bentuk kesopanan dalam berbahasa. Hal ini didukung dengan pendapat dari Abdurrahman (2006) yang menyatakan bahwa deiksis sosial berkenaan dengan aspek ujaran yang mencerminkan realitas sosial tertentu pada saat ujaran itu dihasilkan. Realitas sosial yang ada antara penutur dan mitra tutur serta partisipan tidak selalu setara. Hal ini disebabkan dalam masyarakat setiap anggotanya berkomunikasi satu sama lain, baik dengan yang memiliki tingkat sosial yang sejajar maupun dengan yang berbeda tingkat sosialnya, seperti mahasiswa dengan dosen.

Deiksis sosial diungkapkan menyesuaikan dengan dimensi yang ada ketika tuturan dihasilkan. Dimensi tersebut meliputi dimensi tempat dan waktu,

dimensi sosial dan politik, serta dimensi budaya antara penutur dan mitra tutur serta partisipan. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Ahmed (2011: 813) berikut.

(37)

commit to user

has specific spatio-temporal, socio-political, and cultural dimensions which are intuitively employed by the interlocutors of that particular language to show their presuppotitions and the dimensions of the discourse they have been involved in.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa deiksis sosial adalah pengungkapan realita sosial dalam tindak bahasa yang dilakukan oleh penutur kepada mitra tutur. Pengungkapan tersebut terjadi karena adanya perbedaan-perbedaan kemasyarakatan yang terdapat di antara peserta tindak ujaran. Selain itu, pengungkapan realita sosial dengan deiksis sosial dilakukan sebagai bentuk kesopanan dalam berbahasa.

c. Bentuk-bentuk Deiksis

1). Deiksis Persona (Orang)

Bentuk deiksis persona adalah kata ganti persona. Kata ganti persona terbagi menjadi kata ganti persona pertama, kata ganti persona kedua, dan kata ganti persona ketiga. Akan tetapi, hanya kata ganti persona pertama dan kedua

yang menyatakan orang. Sementara itu, kata ganti persona ketiga dapat menyatakan orang atau benda (termasuk binatang). Dalam setiap kata ganti persona tersebut terdapat kata ganti persona tunggal dan jamak.

Bentuk kata ganti persona pertama tunggal terdiri dari aku dan saya yang masing-masing memiliki perbedaan dalam pemakaiannya. Kata aku hanya dipakai dalam situasi informal (misalnya di antara dua peserta tindak ujaran yang saling mengenal atau sudah akrab hubungannya), bermarkah keintiman (marked for intimacy), dan mempunyai bentuk terikat –ku. Sementara untuk kata saya lebih

banyak dipergunakan dalam situasi formal (misalnya dalam suatu ceramah, kuliah, atau di antara dua peserta tindak ujaran yang belum saling mengenal), tidak bermarkah (unmarked), dan tidak memiliki bentuk terikat.

(38)

commit to user

mengacu dirinya secara langsung atau tidak mau menonjolkan dirinya (misalnya dalam pidato atau khotbah).

Bentuk kata ganti persona kedua tunggal terdiri atas engkau dan kamu. Kedua bentuk ini hanya dapat digunakan di antara peserta ujaran yang sudah akrab hubungannya atau dipakai oleh orang yang mempunyai status sosial lebih tinggi untuk menyapa lawan bicara yang mempunyai status sosial lebih rendah. Kata kamu juga mempunyai bentuk terikat –mu. Selain kata engkau dan kamu, bentuk kata ganti persona kedua tunggal adalah sebutan ketakziman. Sebutan ketakziman tersebut diantaranya anda, saudara; leksem kekerabatan seperti

bapak, kakak; dan leksem jabatan seperti dokter, mantri. Bentuk kata ganti

persona kedua jamak adalah kamu sekalian atau kalian.

Bentuk persona kedua merupakan penunjukan yang dituju dalam hal penyapaan. Namun, bentuk persona kedua seperti engkau, kamu, dikau, dan anda tidak dapat dipakai sebagai kata sapa. Kata-kata seperti bapak, ibu, saudara, dan nama diri (yang dapat digunakan sebagai penunjuk persona kedua) yang dapat digunakan sebagai kata sapa. Akan tetapi bentuk singkat dari kata bapak, ibu tidak dapat digunakan sebagai penunjuk persona kedua kecuali jika diikuti nama diri (Purwo; 1984: 26 – 27).

Bentuk kata ganti persona ketiga tunggal adalah ia, dia, dan beliau. Kata beliau dipakai sebagai bentuk ketakziman, sedangkan ia dan dia dapat digunakan di antara peserta ujaran yang sudah akrab hubungannya. Akan tetapi, bentuk ia dan dia memiliki perbedaan. Bentuk dia dapat dirangkaikan dengan partikel –lah dan kata yang atau dapat dipergunakan dalam bentuk kontras. Selain itu, secara endoforis bentuk ia dan dia juga dapat mengacu pada bentuk atau kata yang referennya bukan insan (Purwo; 1984: 26). Bentuk ia dan dia memiliki bentuk terikat –nya. Sementara itu, bentuk kata ganti persona ketiga jamak adalah mereka.

Terdapat beberapa sifat khas leksem persona dalam bahasa Indonesia (Sarwiji, dkk.; 1996: 29 – 31). Sifat-sifat khas tersebut sebagai berikut.

(39)

commit to user

(2) Generasi muda macam apa aku ini sampai tidak tahu harus berbuat apa

untuk mengisi kemerdekaan negaraku.

b). Bentuk terikat persona yang berada dalam konstruksi posesif dapat pula dirangkaikan dengan kata ini atau itu.

(1) Bukuku ini baru.

(2) Rumahnya itu dibeli dengan harga murah.

c). Kata ganti persona dapat direduplikasikan dengan tujuan memberi warna emosi.

(1) Mengapa hanya saya-saya saja yang dimarahi, sedangkan dia tidak.

(2) Kami-kami ini yang selalu kena tegur, yang lain tidak.

d). Kata ganti persona ketiga tidak dapat direduplikasikan, tetapi dapat dirangkai dengan –nya.

Dianya yang telepon bukan aku.

e). Apabila menjadi topik wacana, bentuk mereka dapat direduplikasikan. Mereka-mereka yang belum terdaftar diharap mendaftarkan diri.

f). Di antara kata ganti persona hanya bentuk dia yang dapat dirangkaikan dengan kata sandang si yang biasanya dirangkaikan dengan nama diri atau kata sifat. (1) Si Manis melahirkan tiga ekor anak yang lucu-lucu.

(2) Si Ali terkenal sebagai mahasiswa yang cerdas.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bentuk deiksis persona

terdiri atas kata ganti persona pertama, kata ganti persona kedua, dan kata ganti persona ketiga. Kata ganti persona pertama yang digunakan untuk mengungkapkan deiksis persona adalah bentuk aku, saya, kami, kita, dan bentuk terikat –ku. Kata ganti persona kedua yang digunakan untuk mengungkapkan deiksis adalah bentuk engkau; kamu; sebutan ketakziman seperti anda, saudara; leksem kekerabatan seperti bapak, kakak; leksem jabatan seperti

dokter, mantri; dan kamu sekalian atau kalian. Kata ganti persona ketiga yang

digunakan untuk mengungkapkan deiksis adalah bentuk ia, dia, beliau, mereka, dan bentuk terikat –nya.

(40)

commit to user

saya, bentuk terikat -ku. Kedua, merujuk pada orang yang dibicarakan digunakan bentuk ia, dia, bentuk terikat –nya. Ketiga, menunjukkan perbedaan tingkat sosial antara penutur dan mitra tutur digunakan bentuk engkau, kamu, bentuk terikat – mu, bentuk ketakziman seperti anda, saudara, leksem kekerabatan seperti bapak, kakak, ibu. Keempat, menunjukkan bentuk eksklusif digunakan bentuk kami. Kelima, menunjukkan bentuk inklusif digunakan bentuk kita. Keenam,

menunjukkan bentuk jamak digunakan bentuk kamu sekalian atau kalian, mereka. Ketujuh, menunjukkan jabatan yang dimiliki seseorang digunakan bentuk leksem

jabatan seperti dokter, mantri. 2). Deiksis Tempat (Ruang)

Purwo (1984: 37) mengungkapkan bahwa tidak semua leksem ruang dapat bersifat deiksis dan tidak ada leksem ruang yang berupa nomina. Nomina baru dapat menjadi lokatif apabila dirangkaikan dengan preposisi hal ruang. Bentuk deiksis ruang, baik yang deiktis maupun yang tidak deiktis sebagai berikut.

a). Leksem ruang dekat, jauh, tinggi, pendek tidak bersifat deiktis jika tidak dirangkai dengan bentuk persona.

(1) Sala dekat dengan Yogya.

(2) Rumah Ani dekat dengan rumah Ita.

tidak deiktis deiktis

b). Leksem ruang kanan dan kiri tidak deiktis jika dirangkaikan dengan benda bernyawa (seperti manusia), tetapi menjadi deiktis jika dirangkaikan dengan benda tidak bernyawa (seperti pohon).

(1) Adik berdiri di sebelah kiri Bapak polisi itu.

(2) Pemburu itu berdiri di sebelah kiri pohon jambu.

tidak deiktis deiktis

Untuk mengetahui yang dimaksud dengan kata kiri pada kalimat (2) pendengar harus mengetahui tempat si pembicara berdiri ketika mengucapkan

kalimat tersebut.

(41)

commit to user (1) Aku berdiri di depan mobil.

(2) Ada seekor rusa di depan pohon cemara itu.

tidak deiktis deiktis

d). Hal ruang yang ditunjukkan oleh preposisi dapat bersifat statis (menggambarkan hal yang diam) dan dapat bersifat dinamis (menggambarkan hal yang bergerak). Menurut Purwo (1984: 39), untuk mengetahui hal yang bergerak itu perlu dibedakan antara pengertian tempat asal gerakan dan tempat tujuan gerakan. Preposisi di menggambarkan hal yang diam, preposisi ke dan dari menggambarkan hal yang bergerak. Preposisi ke merupakan “pengantar tempat yang dituju”, sedangkan dari merupakan “pengantar tempat yang ditinggalkan”.

Selain bentuk-bentuk di atas terdapat bentuk lain yang deiktis, yaitu bentuk pronomina demonstratif ini dan itu. Menurut Purwo (1984: 43) pronomina demonstratif ini yang sejajar dengan kata sini digunakan untuk menunjuk pada tempat yang dekat dengan persona pertama, sedangkan pronomina demonstratif itu yang sejajar dengan kata situ digunakan untuk menunjuk pada tempat yang

jauh dari persona pertama atau yang dekat dari persona kedua. Pendapat lain dikemukakan oleh pakar deiksis, Prof. Dr. Sumarlam, M.S., yang menyatakan bahwa pronomina demonstratif lokatif dibagi menjadi empat, yaitu dekat dengan pembicara digunakan kata ini atau sini, agak dekat atau agak jauh digunakan kata itu atau situ, jauh dari pembicara digunakan kata sana, dan bentuk eksplisit

misalnya Sala atau Yogya. Akan tetapi, dari keempat bentuk pronomina demonstratif lokatif tersebut bentuk eksplisit tidak termasuk dalam kategori deiksis.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa deiksis tempat diungkapkan dengan leksem ruang yang dapat berupa adjektiva, adverbia, dan verba. Leksem dekat, jauh, tinggi, pendek bersifat deiktis jika dirangkai dengan

(42)

commit to user

Berdasarkan paparan di atas juga dapat disimpulkan fungsi-fungsi deiksis ruang. Pertama, menunjuk pada tempat yang dekat dengan pembicara digunakan kata sini dan ini. Kedua, menunjuk pada tempat yang agak dekat atau agak jauh dari pembicara digunakan kata situ dan itu. Ketiga, menunjuk pada tempat yang jauh dari pembicara digunakan kata sana.

3). Deiksis Waktu

Leksem waktu baik yang deiktis maupun yang tidak deiktis sebagai berikut. a). Leksem waktu yang tidak deiktis

(1).Beberapa leksem waktu saat, waktu, masa, tempo, kala, dan kali berbeda dalam jangkauan waktunya.

(a) Bumi berputar sepanjang masa.

(b) Dalam tempo satu bulan rumah ini sudah harus

dibongkar.

tidak deiktis tidak deiktis

(2).Beberapa leksem waktu dibedakan sebagai akibat perputaran bumi mengelilingi matahari menyebabkan gelap atau terang. Batas waktu antara yang disebut pagi, siang, sore, dan malam dalam setiap bahasa tidak sama. Leksem waktu pagi, siang, sore, dan malam tidak deiktis karena leksem tersebut ditentukan berdasarkan posisi planet bumi terhadap matahari. b). Leksem waktu yang deiktis

(1).Kata sekarang bertitik labuh pada saat penutur mengucapkan kata itu (dalam kalimat), atau yang disebut saat tuturan. Kata kemarin bertitik labuh pada satu hari sebelum saat tuturan. Kata besok bertitik labuh pada satu hari sesudah saat tuturan.

(2).Untuk menyebutkan satu hari sebelum kemarin digunakan frasa kemarin dulu. Untuk menyebutkan satu hari sesudah besok digunakan kata lusa,

dua hari sesudah besok kata tulat atau langkat, dan tiga hari sesudah besok tubin atau tungging (Poerwadarminta (dalam Purwo; 1984:71)).

(43)

commit to user

Leksem waktu tersebut, baik yang deiktis maupun yang tidak deiktis dapat dirangkaikan dengan kata ini dan itu. Leksem waktu yang dirangkaikan dengan kata ini mengacu pada waktu sekarang, sedangkan leksem waktu yang dirangkaikan dengan kata itu mengacu pada waktu lampau. Akan tetapi, tidak semua leksem waktu dapat dirangkaikan dengan kata ini dan itu. Yang dapat dirangkaikan dengan kata ini dan itu adalah satuan kalender seperti hari, Kamis, bulan, April, tahun; kata-kata seperti saat, waktu, masa, kali, zaman; konjungsi

yang menyatakan waktu, sementara dan preposisi mengenai waktu, selama; kata dewasa. Yang dapat dirangkaikan dengan kata ini adalah leksem waktu sekarang

dan tadi. Selain itu, juga terdapat rangkaian kata-kata seperti baru-baru ini, belum lama ini, akhir-akhir ini, dan belakangan ini. Rangkaian kata-kata tersebut hanya

dapat dirangkaikan dengan kata ini. Yang dapat dirangkaikan dengan kata itu adalah kata kala dan ketika.

Rangkaian kata seperti baru-baru ini, belum lama ini, akhir-akhir ini, dan belakangan ini menunjuk pada waktu lampau, tetapi tidak terlalu jauh jaraknya dari saat tuturan. Baru-baru ini dan belum lama ini digunakan untuk menggambarkan kejadian yang faktual atau pungtual, sedangkan akhir-akhir ini dan belakangan ini dipakai untuk menggambarkan peristiwa yang terjadi lebih dari satu kali atau yang duratif (Purwo; 1984: 85).

Selain leksem waktu, terdapat leksem ruang yang mengungkapkan pengertian waktu sebagai berikut.

(1).Leksem ruang seperti depan, belakang, panjang, pendek yang dipakai dalam pengertian waktu memberikan kesan seolah-olah waktu merupakan hal yang diam. Namun, leksem ruang seperti datang, lalu, tiba, mendekat dalam pengertian waktu memberikan kesan bahwa waktulah yang bergerak melewati kita (Purwo; 1984: 59). Kata depan dan datang merujuk pada waktu yang akan datang atau futur. Kata belakang dan lalu merujuk pada waktu lampau.

Kata belakang untuk menyatakan waktu ditunjukkan dengan penggunaan kata belakangan ini, sedangkan kata datang untuk menyatakan waktu diberi

(44)

commit to user

(2).Patokan untuk mengukur ruang seperti panjang dan pendek juga dapat dipakai untuk mengukur waktu, yaitu dengan menggunakan kata jangka panjang dan jangka pendek. Kedua kata tersebut merupakan bekuan.

Dengan demikian, deiksis waktu diungkapkan dengan kata keterangan waktu dan leksem ruang yang menyatakan waktu. Leksem pagi, siang, sore, dan malam tidak deiktis jika leksem tersebut ditentukan berdasarkan posisi planet

bumi terhadap matahari. Leksem pagi, siang, sore, dan malam menjadi deiktis jika patokannya bukan posisi bumi terhadap matahari. Deiksis waktu diungkapkan

dengan kata sekarang, kemarin, besok, dulu, tadi, nanti, dan kelak. Leksem ruang yang dapat digunakan untuk mengungkapkan waktu adalah leksem ruang seperti depan, belakang, panjang, pendek, datang, lalu, tiba, mendekat, panjang, dan pendek.

Selain itu, dari paparan di atas juga dapat disimpulkan fungsi-fungsi deiksis waktu. Pertama, merujuk pada saat tuturan digunakan kata sekarang dan penambahan kata ini pada leksem waktu. Kedua, merujuk pada waktu lampau atau sebelum saat tuturan digunakan kata kemarin, kemarin dulu, dulu, tadi, lalu, baru-baru ini, belum lama ini, akhir-akhir ini, belakangan ini, dan penambahan kata itu pada leksem waktu. Ketiga, merujuk pada waktu sesudah saat tuturan digunakan kata besok, lusa, tulat atau langkat, tubin atau tungging, nanti, kelak, depan, yang akan datang. Keempat, untuk menggambarkan kejadian yang faktual atau pungtual digunakan kata baru-baru ini dan belum lama ini. Kelima, untuk menggambarkan peristiwa yang terjadi lebih dari satu kali atau yang duratif digunakan kata akhir-akhir ini dan belakangan ini.

4). Deiksis Wacana

Deiksis wacana terdiri atas anafora dan katafora. Keduanya termasuk deiksis dalam-tuturan. Menurut Nababan (1987: 42) anafora merujuk pada yang

sudah disebut, sedangkan katafora merujuk pada yang akan disebut. Bentuk yang dipakai untuk mengungkapkan deiksis wacana adalah kata atau frasa ini, itu, yang

terdahulu, sebagai berikut, yang pertama, yang berikut, begitulah, dan

(45)

commit to user

Pemarkah anafora dan katafora yang berupa bentuk persona adalah kata ganti persona ketiga. Pemarkah anafora dibedakan atas bentuk tunggal, dia dan bentuk jamak, mereka. Bentuk dia mempunyai bentuk terikat –nya yang lekat kanan pada verba meN-, verba di-, dan preposisi tertentu. Bentuk –nya juga dapat dipakai dalam konstruksi posesif, sebagai bentuk jamak, dan dirangkai dengan kata di antara. Bentuk pronominal dapat menjadi pemarkah katafora jika berada dalam konstruksi posesif dan dalam kedudukan sebagai objek verba transitif. Selain bentuk-bentuk pronominal tersebut, ada frasa yang dapat menjadi pemarkah anafora, yaitu frasa yang bersangkutan.

Pemarkahan anafora bentuk bukan persona dilakukan dengan penyebutan ulang konstituen induknya kemudian dirangkaikan dengan kata itu. Pemarkahan anafora terhadap dua hal yang disebutkan secara bertutut-turut digunakan istilah seperti yang pertama dan yang kedua, atau yang pertama dan yang satunya. Untuk pengacuan konstituen yang disebutkan kedua digunakan frasa seperti yang tersebut belakang, yang belakangan itu, atau (yang) terakhir ini. Pemarkah

anaforis yang lain adalah tersebut dan tadi. Yang dapat menjadi pemarkah katafora adalah kata ini, begini, yakni, yaitu, dan demikian. Kata begini sebagai katafora mirip dengan frasa sebagai berikut dan seperti di bawah ini. Namun, kata berikut dapat menjadi pemarkah katafora tanpa dirangkaikan dengan kata sebagai dan dapat dirangkai dengan kata ini menjadi berikut ini. Khusus untuk

kata demikian dapat kataforis dan anaforis karena dapat dirangkaikan dengan kata ini dan itu. Pemarkah anafora tempat ditunjukkan dengan penggunaan kata sana dan itu yang dirangkaikan dengan leksem ruang. Sementara itu, untuk pemarkah anafora waktu digunakan kata itu yang dirangkaikan dengan leksem waktu (yang tidak deiktis). Selain itu, kata bilangan selalu dijumpai dalam rangkaian dengan pemarkah anafora itu.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa deiksis wacana terdiri atas anafora dan katafora. Pengungkapan deiksis wacana dilakukan dengan kata atau frasa ini, itu, yang terdahulu, sebagai berikut, yang pertama, yang berikut, begitulah, dan sebagainya. Pengungkapan bentuk anafora digunakan kata dia, ia,

(46)

commit to user

kedua, yang satunya, yang tersebut belakang, yang belakangan itu, (yang)

terakhir ini, tersebut, tadi, demikian, sana, dan sebagainya. Pengungkapan

bentuk katafora digunakan kata ini, begini, yakni, yaitu, demikian, sebagai berikut, seperti di bawah ini, berikut ini, dan sebagainya.

Berdasarkan paparan di atas juga dapat disimpulkan fungsi-fungsi deiksis wacana. Pertama, merujuk pada hal yang telah disebut (anafora) digunakan kata dia, ia, -nya, mereka, yang bersangkutan, itu, yang pertama, yang kedua, yang satunya, yang tersebut belakang, yang belakangan itu, (yang) terakhir ini, tersebut,

tadi, demikian, sana, dan sebagainya. Kedua, merujuk pada hal yang akan disebut (katafora) digunakan kata ini, begini, yakni, yaitu, demikian, sebagai berikut, seperti di bawah ini, berikut ini, dan sebagainya. Ketiga, merujuk pada jumlah yang banyak (jamak) digunakan kata mereka dan bentuk terikat –nya. Keempat, menunjukkan konstruksi posesif digunakan bentuk terikat –nya. Kelima, untuk menyimpulkan sesuatu digunakan kata begitu dan demikian.

5). Deiksis Sosial

Pengungkapan deiksis sosial berhubungan dengan kesopanan berbahasa atau undha usuk atau honorifics (sopan-santun berbahasa). Bentuk yang digunakan untuk mengungkapkan deiksis sosial adalah kata sapaan seperti ibu, bapak, saudara, nyonya, dan sebagainya; kata ganti orang seperti engkau,

kamu; dan penggunaan gelar seperti Prof., Drs.. Bentuk-bentuk tersebut

merupakan bentuk honorifics atau sopan-santun berbahasa. Selain itu, deiksis sosial juga dapat diungkapkan dengan eufemisme atau penggunaan kata halus. Eufemisme merupakan gejala kebahasaan yang didasarkan pada sikap sosial kemasyarakatan atau kesopanan terhadap orang atau peristiwa (Nababan; 1987: 43). Bentuk-bentuk yang termasuk eufemisme adalah kata wafat atau meninggal sebagai pengganti kata mati, wanita tuna susila atau singkatan WTS sebagai

pengganti pelacur, dan singkatan WC sebagai pengganti jamban.

(47)

commit to user

dengan kata ibu, bapak, saudara, nyonya, engkau, kamu, Prof., Drs., tunanetra, WTS, dan sebagainya.

Berdasarkan paparan di atas juga dapat disimpulkan fungsi deiksis sosial secara umum, yaitu sebagai bentuk kesopanan dalam berbahasa. Sementara untuk fungsi khusus deiksis sosial ditentukan sesuai dengan konteksnya. Deiksis sosial dapat berfungsi (1) sebagai bentuk efektivitas kalimat, (2) sebagai pembeda tingkat sosial penutur dengan mitra tutur, (3) untuk menjaga sopan santun berbahasa, dan (4) untuk menjaga sikap sosial kemasyarakatan antar penutur.

4. Hakikat Wacana

a. Definisi Wacana

Wacana merupakan satuan lingual yang tertinggi. Wacana berada di atas kalimat. Sebuah wacana terdiri atas kalimat-kalimat. Wacana dalam bahasa Inggris disebut discourse. Kata discourse berasal dari bahasa Latin discursus yang berarti lari kian kemari (Sumarlam, Adhani, dan Indratmo (ed.); 2004: 3). Fatimah (1994: 3) mengungkapkan bahwa wacana adalah satuan bahasa terlengkap dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar.

Kridalaksana (2008: 259) menjelaskan bahwa wacana adalah seluruh peristiwa bahasa yang membawa ujaran dari pembicara sampai ke pendengar, termasuk ujaran dan konteksnya. Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa wacana merupakan salah satu bentuk peristiwa berbahasa. Ujaran termasuk wacana dan ujaran dapat diwujudkan dengan kalimat. Alwi, H., dkk. (2003: 41) mengungkapkan bahwa wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan sehingga terbentuklah makna yang serasi di antara kalimat-kalimat itu.

Wacana dapat dilihat dalam berbagai bahan bacaan, seperti novel, buku, artikel, pidato, atau khotbah. Dengan demikian, wacana dapat dibagi menjadi

Gambar

Tabel
Gambar Halaman
Gambar 1. Bagan Alur Kerangka Berpikir
Tabel 1. Rincian Waktu Pelaksanaan Penelitian Kualitatif
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian informasi rencana pembelian kembali saham ( buyback ) diterima oleh pasar dan dipandang sebagai good news ditandai dengan adanya perubahan harga saham yang

Proses belajar mengajar di lingkungan sekolah perlu didukung oleh sarana perpustakaan yang baik sebagai sumber belajar mengajarc. Pentingnya peran perpustakaan

Selama proses penerbitan Sertifikat,SKP dan Lisensi dari Kemnaker RI, peserta dapat menggunakan Sertifikat Internal dan Surat Keterangan dari PT Indohes Magna

We use Astin’s (1984) Student Involvement Theory and Kahn’s (1990) employee engagement research to propose four the- oretically grounded student engagement factors:

mata pelajaran IPA dengan menerapkan model pembelajaran CLIS (Children’s Learning in Science) agar kualitas serta kinerja guru dalam mengajar dapat meningkat. 3)

masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Bagaimana self efficacy siswa kelas V SD yang mendapatkan pembelajaran. dengan teknik scaffoldingdalam memecahkan

Penelitian ini dapat memberikan solusi kebutuhan energi yang lebih efisien dan biaya lebih terjangkau dibandingan silikon amorf dengan menggunakan sel surya berbasis thin