PEMBUATAN HEWAN MODEL TIKUS PUTIH (RATTUS NOVERGICUS) UNTUK EPILEPSI
HASIL DAN PEMBAHASAN Karekteristik sampel penelitian
Pemberian lidocaine dan bicuculine pada tikus dari pengamatan selama perlakuan baik secara klinis, tingkah laku, nafsu makan maupun minum tikus tidak mengalami perubahan. Zat kimiawi ini tidak mempengaruhi metabolisme tubuh dibuktikan dengan tidak ada perubahan dari berat badan tikus sebelum dan sesudah injeksi zat kimiawi. Pemberian sistemik kedua zat ini hanya mempengaruhi kerusakan di organ otak. Klinis kejang yang timbul dari kedua zat hampir sama rata-rata pada stadium 3 sampai stadium 4. Beratnya klinis kejang pada pemberian lidocaine tidak sebanding dengan gambaran histopatologi yang ditemukan seperti terlihat pada Gambar 6 dan 7.
Pemeriksaan histopatologi dengan HE Gambar 6 memperlihatkan pemberian lidocaine maupun bicuculine menimbulkan lesi patologi di hipokampus. Kerusakan
33
neuron otak terjadi setelah satu hari pasca induksi kejang. Gambaran hipokampus dari tikus yang disuntik lidocaine berupa kongesti dan nekrosis sedangkan pada
pemberian bicuculine ditemukan edema sitotoksik, kongesti, gliosis dan nekrosis neuron.
Gambar 6 Fotografi mikro daerah kortek hipokampus dan meningen
7 hari setelah injeksi lidocaine (A) dan bicuculine (B) pembesaran 20x. Nekrosis tanda panah angka 1), gliosis tanda panah angka 2) pada daerah kortek dan kongesti tanda panah angka 3) di meningen pada gambar (A) dan (B). Gambar kortek (C ) injeksi lidocaine neuron normal tanda panah angka 4) nekrosis tanda panah angka 1) dan gambar (D) injeksi bicuculine jumlah neuron yang mengalami nekrosis lebih banyak, pembesaran 40x dengan pewarnaan HE
Pasca pemberian lidocaine menunjukan perbaikan di hipokampus bersifat reversibel diperlihatkan pada Gambar 7. Kerusakan pada hari ke dua berupa nekrosis neuron lebih berat dibandingkan dengan hari ke tujuh setelah injeksi lidocaine. Dari pemeriksaan histopatologi pada organ jantung, paru-paru, hati, limpa, ginjal tidak
50μm
A
1 3 50μm1
3B
2
50 μmC
1
4
1
50 μmD
2
34
ditemukan adanya perubahan. Dari penelitian ini disimpulkan mekanisme kerusakan akibat induksi kejang lidocaine berupa apoptosis akibat proses injuri dari kejang dan kondisi ini membaik mendekati normal dengan bertambahnya waktu seperti terlihat dari pemeriksaan histopatologi pada hari ketujuh pasca perlakuan.
Lidocaine merupakan anestesi lokal dan obat antiaritmia dapat menginhibisi kejang apabila diberikan dosis rendah dengan menekan konduksi saraf melalui penutupan Voltage-gated Na channels di sistim saraf perifer, namun jika diberikan secara sistemik dalam dosis besar akan masuk ke otak menjadi bersifat neurotoksik dan memicu terjadinya tremor, pusing dan kejang umum bahkan kematian dalam waktu 20 menit (Colvino 1987). Konsentrasi lidocaine 5-10 μg/ml sudah
menimbulkan toksik di sistem saraf pusat ( Fallah 2007). Induksi kejang pada pemberian lidocaine sama dengan kejang pada penderita epilepsi yang terlihat dengan pemeriksaan EEG (Fujita at al. 2000). Lidocaine diduga menghambat pelepasan GABA ( gamma aminobutyric acid ) dari neuron dan menimbulkan stimulasi dari katekolamine dan seretonin yang akan memicu terjadinya kejang (Endo et al. 1993). Penelitian yang dilakukan Chae et al.1999 dengan injeksi lidocain dosis 120 mg/kgbb intra peritoneal pada tikus Spraque Dawlay dan diamati setiap 20 menit, 2, 4, 8, 12, dan 72 jam terjadi peningkatan ekspresi transkripsi faktor c-fos mRNA di hipokampus daerah Ca3-Ca4 dan girus dentatus, korteks pirifom, putamen, kaudatus, neostriatum dan amygdala dalam 2 sampai 12 jam dan tidak menimbulkan kematian neuron dalam waktu 3 hari. Berbeda dengan pemberian Kainic acid untuk induksi kejang dimana terjadi peningkatan ekspresi c-fos mRNA berhubungan dengan beratnya gejala klinis kejang dan kematian neuron.
Hasil penelitian pada Tabel 4 dari kedua zat kimiawi yang dipakai untuk menginduksi kejang pada hari ketujuh pasca perlakuan terlihat kematian neuron yang tinggi secara bermakna (p<0,05) pada pemberian bicuculine ditemukan di daerah Ca1, GD dan Ca3 dan yang paling tinggi tingkat kematian dibandingkan pemberian lidocaine di daerah Ca3 seperti yang terlihat pada Gambar 8.
35
Gambar 2 Fotomikrograf sediaan
Gambar 7 Perubahan Hipokampus setelah injeksi lidocaine bersifat reversibel.
Gambar Ca1 (A), GD (B), Ca3 (C) 2 hari setelah injeksi menunjukan nekrosis di daerah GD dan Ca3 ditunjukan tanda panah ( ). Gambar Ca1 (D), GD(E)), dan Ca3 (F) 7 hari setelah injeksi menunjukan perbaikan dan masih terlihat sedikit neuron yang nekrosis ditunjukan tanda panah ( )pembesaran 40x dengan pewarnaan HE.
D
50μmD E
50μmE F
50μmF
B
B
B
50μm 50μmC
C
A
A
50μm36
Tabel 4 Rata-rata jumlah kematian neuron pada hipokampus setelah injeksi lidocaine, bicuculine dan dibandingkan kontrol negatif.
Lokasi Waktu Perlakuan
hari K1 K2 K3 1 0,82±0,12b 1,53±0,11a 0,82±0,25b Ca l 3 1,0 ±0,27 b 1,75±0,09a 1,70±0,11 a 7 0,67±0,58 b 1,52±0,11 a 1,65±0,18 a 1 1,03±0,19 b 1,87±0,17 a 1,19±0,18 b GD 3 1,22±0,20c 1,59±0,07 b 1,82±0,16 a 7 0,95±0,19 c 1,74±0,11 b 1,87±0,07 a 1 9,3 ± 2,40 c 54,2±8,34 a 15,5 ±4,0 b Ca 3 3 17,9 ±7,58 c 78 ±12,3 a 30,30±5,01b 7 10,20±3,05 c 31,9±7,43 b 52,70±12,83 a
Keterangan: Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata p<0.05. K1= Kontrol negatif, K2= lidocaine, K3= bicuculine
Hasil penelitian ini sama dengan penemuan Ma et al. 2005 menggunakan injeksi pilocarpine untuk induksi epilepsi lobus temporal pada tikus menunjukan neuron pyramid Ca3 di daerah 80% kaudal dorsal hipokampus menghilang. Penelitian ini menyimpulkan reorganisasi dari Ca3 berperan dalam timbulnya kejadian epilepsi.
Keterangan: K1= Kontrol negatif, K2= Lidocaine, K3= Bicuculine,
Gambar 8 Rata-rata jumlah kematian neuron hari ketujuh di hipokampus 0 10 20 30 40 50 60 K1 K2 K3 Juml ah n eu ron d ege n er asi perlakuan
Kematian neuron hari ke 7
Ca1 GD Ca3
37
50 μm 50 μm 50 μm
A
50 μm 50 μmGambar 9 Hipokampus hari ketujuh pasca injeksi bicuculine menunjukan nekrosis semua neuron di daerah Ca1 (A), GD (B), Ca3 (C) ditunjukan tanda panah ( ). Pasca injeksi lidocaine terjadi perbaikan (kerusakan bersifat reversibel) hanya terlihat sedikit neuron yang nekrosis seperti ditunjukan tanda panah ( ) pada daerah Ca1 (D), GD (E), Ca3 (F) pembesaran 40x dengan pewarnaan HE.
B
E
D
C
F
50 μm38
Bicuculine adalah zat alkaloid dan merupakan kompetitif GABAA reseptor antagonis bekerja sebagai penghambat kerja neurotransmiter GABA yang bersifat inhibisi di otak dan mengaktifkan kejang ( Fujita at al. 2000, Endo at al. 1993, Velisek 2006). Penelitian pada tikus menggunakan bicuculine untuk induksi status epileptikus, terlihat dalam 1 atau 2 jam terjadi perubahan di korteks fronto-parietal dan hipokampus tikus. Setelah 5 menit berhenti kejang, edema astrosit menghilang. Setelah 2 jam ditemukan beberapa kerusakan neuron yang berat dengan fragmentasi badan sel (Soderfeldt et al.1983).
Pada penelitian ini dengan induksi kejang menggunakan bicuculine, kerusakan yang timbul bersifat ireversibel terbukti pada pemberian in vitro terjadi kematian neuron terlihat pada hari ketiga dan kematian sel > 50% terlihat hari ke tujuh. Hasil ini tidak berbeda dengan yang ditemukan pada percobaan in vivo seperti yang terlihat pada Tabel 5 kerusakan masih ditemukan setelah 6 minggu.
Tabel 5. Rata-rata jumlah kematian neuron pada hipokampus setelah injeksi bicuculine pada pengamatan minggu ketiga dan minggu keenam dibandingkan tikus normal
Perlakuan Waktu Perlakuan
minggu K1 K3 Ca l 3 9.4 + 8.4 c 29.8 + 11.8 b 6 8.5 + 5.4 c 28.2 + 9.6 a GD 3 13.4 + 7.6 c 37.5 + 17.8 b 6 18.3 + 14.8 c 43.2 + 20.0 b Ca 3 3 12.5 + 6.3 c 35.9 + 12.2 a 6 8.3 + 7.3 c 32.5 + 13.2 a Keterangan: Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata
p<0.05. K1= Kontrol negatif, K3= bicuculine,
Penyebab terjadinya epilepsi pada manusia dapat dibagi atas 3 kategori yaitu: idiopatik, simtomatik, dan kriptogenik ( diduga suatu simtomatik). Idiopatik epilepsi biasanya disebabkan faktor genetik seperti kelainan canelopati. Epilepsi simtomatik terjadi akibat lesi di otak yang dipicu oleh kejang seperti akibat stroke, cedera kepala,
39
infeksi otak atau kejang status epilepsi. Induksi kejang untuk pembuatan hewan model dapat dilakukan dengan pemberian rangsangan listrik atau penyuntikan zat kimia yang diberikan pada hewan normal. Proses epileptogenesis yang terjadi akibat induksi menunjukan sejumlah perubahan besar ditingkat seluler termasuk kematian sel, gliosis, neurogensis, plastisitas dari axon dan dendrit, dan penyusunan kembali matriks ekstra seluler dan angiogenesis (Engel 2001 dan Pitkanen et al. 2007). Dari beberapa penelitian yang dilakukan para peneliti pada hewan model dengan perlakuan cedera kepala, stroke dan status epileptikus, Pitkanen et al. 2007 menujukkan ternyata model status epileptikus lebih berat menimbulkan neurodegenerasi, astrogliosis, pertumbuhan axon yang cepat dan perubahan pada dendrit.
Sklerosis hipokampus yang menyebabkan epilepsi lobus temporal dan sering
intractable ditemukan neuron menghilang di Ca1, Ca3 dan hilus dentatus sedangkan daerah Ca2 dan lapisan granul dentatus relatif tidak terkena (Locher dan Brandt 2010). Dari penelitian ini kerusakan neuron pada hipokampus tikus lebih berat terjadi pada daerah Ca3 dibandingkan Ca1, girus dentatus. Kerusakan ini berlangsung terus sampai minggu ke enam. Hampir sama dengan penelitian (Sharma 2008) degenerasi neuron mulai terlihat hari 3 setelah induksi zat kimiawi, mencapai puncak hari ke-6 , disertai kejang spontan timbul hari ke-7 dan berkurang setelah hari ke-28. Sedangkan peneliti lain menemukan kerusakan yang bermakna pada Ca1 dan Ca3 (Engel 1989; Lothman dan Bertram 1993; Ben-Ari dan Cossart 2000) dan kerusakan pada girus dentatus (Gray dan Sundstrom 1998). Neurodegenerasi pada Ca1 dan Ca3 memperlihatkan kerusakan yang lebih berat sama seperti pada penderita epilepsi lobus temporal.
KESIMPULAN
1. Gejala klinis kejang dan kerusakan histopatologis neuron di hipokampus berupa kongesti, gliosis dan nekrosis akibat pemberian bicuculine lebih berat dibandingkan pemberian lidocaine yang bersifat reversibel .
40
2. Pemberian bicuculine dapat menimbulkan kejang pada tikus dan merusak hipokampus daerah Ca1, GD, dan Ca3 lebih berat dibandingkan pemberian lidocaine terutama pada hari ketujuh setelah diinjeksi.
3. Pemberian bicuculine pada penelitian in vitro dan in vivo menunjukaan kerusakan yang terjadi bersifat ireversibel.
4. Pemberian bicuculine maupun lidocaine sistemik tidak ditemukan kelainan pada organ tubuh yang lain ginjal, hati, limpa, jantung dan paru-paru.
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BONE MARROW MESENCHYMAL