• Tidak ada hasil yang ditemukan

Epilepsi adalah kelainan yang ditdanai dengan kejang berulang yang disebabkan aktivitas listrik otak abnormal. Ketidakseimbangan antara aktivitas eksitasi dan inhibisi merupakan konsep dasar aktivitas listrik abnormal pada kejang. Aktivitas listrik tersebut merupakan hasil proses biokimiawi pada tingkat sel dalam jaringan neuron yang luas dan melibatkan struktur kortikal dan subkortikal. Keluaran proses tersebut dapat direkam pada elektroensefalografi. Komponen yang penting dalam proses tersebut adalah hipereksibilitas dan hipersinkronisitas (Rho dan Stafstrom 2006).

Elektrofisiologi Selular Hipokampus

Hipokampus merupakan area otak yang paling banyak diteliti dalam studi elektrofisiologi terkait epilepsi. Hipokampus terdiri dari girus dentatus, hipokampus

proper (Ammon’s horn dengan subarea Ca1, Ca2, dan Ca3), subikulum, dan korteks entorinal. Keempat area ini saling berhubungan melalui koneksi eksitatorik anterograde unidireksional yang besar. Namun demikian, terdapat beberapa proyeksi

retrograde, yaitu dari korteks entorinal ke ammon’s horn dan dari Ca3 ke girus dentatus. Sirkuit trisinaptik yang dominan adalah sirkuit yang bermula dari neuron lapis kedua pada kortek entorinal dan aksonnya bersinaps dengan girus dentatus melalui jalur perforantes yang bersinaps dengan sel granul dan interneuron (Jones 2006).

Sel granul, yang merupakan neuron utama girus dentatus, mengirimkan

aksonnya untuk bersinaps di hilus dan ammon’s horn area Ca3. Sel pyramidal Ca3 mengirimkan aksonnya ke sel pyramidal Ca3 lainnya (melalui kolateral lokal), ke

ammon’s horn area Ca1 (melalui kolateral Schaffer), dan ke hipokampus kontralateral. Sel pyramidal Ca1 mengirimkan aksonnya ke kompleks subikular dan diteruskan ke korteks entorinal, struktur kortikal serta subkortikal lainnya (Najm et al. 2006; Rho dan Stafstrom 2006).

9

Kanal Ion

Ada dua tipe kanal ion yang berkaitan dengan proses eksitasi dan inhibisi, yaitu voltage-gated ion channels dan ligdan-gated ion channels. Kanal ion tipe pertama adalah (1) kanal Na dan Ca aktivasi voltasenya akan mendepolarisasi membran sel ke arah ambang batas potensial; dan (2) kanal K yang berfungsi untuk mengimbangi eksitasi neuron. Kanal ion tersebut diaktivasi melalui perubahan potensial membran dan kemudian merubah konformasi kanal ion sehingga dapat dilewati oleh substratnya. Ligdan-gated receptors, seperti reseptor glutamate dan GABA, merupakan tipe kanal ion kedua, yang aktivasinya dimediasi melalui pengikatan ligan sehingga terjadi perubahan konformasi. Perubahan konformasi ion tersebut mengubah permeabilitas kanal terhadap substratnya. Aliran ion tersebut dapat menghasilkan depolarisasi atau hiperpolarisasi (Rho danStafstrom 2006).

Konduktansi Voltage-Dependent Membrane

Kanal ion Na terdiri dari tiga subunit polipeptida, yaitu subunit alfa dan dua subunit beta yang mempengaruhi kemampuan kinetik subunit alfa. Influx Na menyebabkan depolarisasi awal dan influx Na selanjutnya yang persisten menambah depolarisasi. Selain itu, neuron juga memiliki kanal ion Ca. Daerah hipokampus, sel pyramidal di Ca3 merupakan neuron dengan aliran Ca yang paling signifikan. Aktivasi kanal ion Ca menyebabkan depolarisasi yang pada akhirnya mempengaruhi pelepasan neurotransmiter, ekspresi gen, dan pola aktivitas listrik neuron. Struktur molekul kanal ion Ca serupa dengan kanal ion Na. Kanal ion Ca merupakan kompleks hetero-oligomerik yang terdiri dari subunit alfa sebagai penyusun pori, dan

subunit yang lebih kecil (α2, β, ɣ, ) yang memodulasi kemampuan kinetik kanal (Jones 2006).

Konduktansi yang Menyebabkan Hiperpolarisasi

Kanal ion K mampu mengimbangi aktivitas depolarisasi dengan menyebabkan hiperpolarisasi. Kanal ion K terdiri dari empat subunit α di membran sel dan empat subunit β sebagai regulator. Pada neuron hipokampus, konduktansi K

10

merupakan determinan mayor potensial istirahat membran (Rho dan Stafstrom, 2006).

Transmisi Sinaptik Inhibitorik

Inhibisi sinaptik di hipokampus dimediasi melalui dua sirkuit. Sirkuit pertama adalah umpan balik atau inhibisi berulang ketika neuron eksitatorik bersinaps dengan neuron interneuron inhibitorik yang kemudian memproyeksikan kembali sinyal inhibitorik ke neuron eksitatorik. Sirkuit kedua adalah inhibisi anterograde

yang terjadi ketika akson diproyeksikan pada area sinaps dan secara langsung mengaktifkan interneuron inhibitorik yang kemudian menginhibisi neuron eksitatorik. Neurotransmiter yang memediasi proses ini adalah GABA.

GABA adalah asam amino netral yang disintesis dari asam glutamate oleh enzim asam glutamate dekarboksilase. GABA berikatan dengan dua tipe reseptor, yaitu reseptor GABAa dan GABAb yang ditemukan pada hamper neuron kortikal. Reseptor GABAa merupakan makromolekul yang terdiri dari pori ion dan situs ikatan untuk agonisnya dan berbagai substrat alosterik, misalnya benzodiazepine dan barbiturate yang secara berbeda mempengaruhi kinetik reseptor. Reseptor ini

merupakan kompleks heteropentamerik yang terdiri dari polipeptida (subunit α, β, ɣ,

, , π, ρ) yang menyusun kanal ion. Kanal tersebut permeable terhadap ion klorida dan bikarbonat. Aktivasi reseptor GABAa menyebabkan influx Cl- sehingga terjadi hiperpolarisasi ( Rho dan Stafstrom 2006 ).

.Selain itu, terdapat pula reseptor GABAb yang merupakan reseptor metabotropik yang terletak di membrane pascasinaps dan terminal presinaps. Mekanisme kerja reseptor GABAb dimediasi melalui GTP-binding protein yang mengontrol konduktansi Ca dan K. Reseptor GABAa menggenerasi potensial pascasinaps inhibitorik yang cepat dan berkonduktansi tinggi, sedangkan reseptor GABAb memediasi potensial pascasinaps inhibitorik yang lambat, berdurasi lebih lama, dan dengan konduktansi rendah. Aktivasi reseptor GABAb memblok pelepasan vesikel neurotransmiter GABA di akson terminal yang seharusnya berikatan dengan

11

reseptor GABAa di membrane pascasinaps sehingga menyebabkan disinhibisi ( Sharma et al. 2007)

Transmisi Sinaptik Eksitatorik

Glutamat merupakan neurotransmiter eksitatorik utama. Jalur yang dimediasi glutamate tersebar di berbagai area otak dan berperan dalam perkembangan otak yang normal dan plastisitas sinaps. Reseptor glutamate ionotropik terdiri dari reseptor NMDA(N-methyl-D-aspartate) dan non-NMDA. Reseptor NMDA terdiri dari situs ikatan glutamate dan modulator lainnya (glisin, poliamin, MK-801, dan lain-lain). Reseptor NMDA juga mendemonstrasikan blokade yang difasilitasi voltase oleh ion Mg. Ketika membrane terdepolarisasi dan blokade Mg terhadap reseptor NMDA tersupresi, aktivasi reseptor NMDA menyebabkan influx Ca dan Na. Influx

Ca esensial dalam kaskade aktivasi berbagai enzim kinase yang pada akhirnya mengamplifikasi transduksi sinyal dan regulasi transkripsi. Aktivasi reseptor NMDA menggenerasi potensial pascasinaps yang lambat dan berdurasi lama. Fenomena sinaptik tersebut berkontribusi pada cetusan epileptiform, dan blokade reseptor NMDA berperan dalam atenuasi aktivitas epileptiform pada berbagai model (Sharma et al. 2007).

Reseptor non-NMDA terdiri dari reseptor AMPA (α -amino-3-hydroxy-5-methyl-4-isoxazole propionic acid) dan kainat. Reseptor AMPA berperan dalam generasi potensial pascasinaps yang cepat dan berdurasi pendek. Depolarisasi yang disebabkan aktivasi AMPA mempengaruhi aktivasi reseptor NMDA secara efektif. Reseptor metabotropik glutamate merepresentasikan family reseptor yang dimediasi protein G yang mengaktivasi berbagai jalur transduksi, yaitu hidrolisis fosfoinositol dan aktivasi adenilat siklase serta fosfolipase C-D. Reseptor tersebut merupakan modulator penting kanal ion K dan Ca, aliran kation nonselektif, reseptor yang dimediasi ligan (reseptor GABA dan glutamate), dan regulasi pelepasan glutamat (Najm et al. 2006, Sharma et al. 2007).

12

Cetusan Listrik Neuron yang Abnormal

Pada situasi normal, potensial aksi yang digenerasi oleh suatu neuron akan menyebar ke neuron di dekatnya melalui mekanisme sinaptik atau efatik (potensial elektrik) termasuk ke neuron yang bersifat eksitatorik dan inhibitorik. Keseimbangan antara proses eksitasi dan inhibisi merupakan kunci aktivitas listrik otak yang normal. Aktivitas inhibisi tersebut dapat diperantarai oleh neuron tunggal di hipokampus yang memiliki koneksi luas dengan berbagai neuron kortikal. Oleh karena itu, untuk menimbulkan cetusan listrik abnormal di otak diperlukan suatu sinkronisitas berbagai neuron untuk melawan mekanisme penyeimbang inhibitorik di hipokampus tersebut seperti yang tercantum pada tabel 1 ( Rho dan Stafstrom 2006 ).

Tabel 1. Peran Kanal dan Reseptor dalam Cetusan Listrik Normal dan Epileptik

Kanal atau Reseptor Peran dalam Fungsi

Neuronal Normal

Peran dalam Epilepsi Voltage-gated Na channel Subthreshold EPSP, action

potential up-stroke

Cetusan potensial aksi repetitive

Voltage-gated K channel Action potential down-stroke Repolarisasi potensial aksi abnormal

Ca2+-dependent K+ channel Hiperpolarisasi pasca potensial aksi; generasi periode refrakter

Membatasi cetusan repetitive

Voltage-gated Ca channel Pelepasan transmitter, membawa depolarisasi dari dendrite ke soma

Pelepasan transmitter berlebihan, aktivasi proses intraselular patologis

Reseptor non-NMDA EPSP yang cepat Inisiasi paroxysmal depolarization shift

Reseptor NMDA EPSP yang lambat dan berkepanjangan

Mempertahankan PDS, Ca mengaktivasi proses intraselular patologis

Reseptor GABAa IPSP Membatasi eksitasi Reseptor GABAb IPSP berkepanjangan Membatasi eksitasi Sianaps elektrikal Transmisi eksitatorik yang

sangat cepat

Sinkronisasi cetusan neuronal

Pompa Na-K Restorasi keseimbangan ion Mencegah depolarisasi yang diinduksi K

Keterangan : EPSP; eksitatori potensial pos sinaptik, IPSP, inhibitori pos sinap potensial, NMDA; N-methyl-d-aspartase, PDS; paroksismal depolarisasi shift ( Rho dan Stafstrom 2006 ).

13

Paroxysmal Depolarization Shift

Fenomena di tingkat selular yang berkorelasi dengan cetusan epileptiform interiktal adalah paroxysmal depolarization shift yang terlihat melalui perekaman menggunakan mikroelektrode. Pada awalnya, terjadi pergeseran potensial membran secara cepat yang mengarah ke depolarisasi, yang kemudian diikuti cetusan potensial aksi repetitif yang berlangsung selama beberapa ratus milidetik. Depolarisasi inisial dimediasi oleh reseptor non-NMDA, sedangkan depolarisasi yang lebih persisten dimediasi oleh reseptor NMDA. Kemudian, paroxysmal depolarization shift

mengalami terminasi melalui fase repolarisasi sebagai konsekuensi peningkatan konduktansi K dan Cl yang dimediasi reseptor GABA. Periode hiperpolarisasi yang berkepanjangan setelah paroxysmal depolarization shift dimediasi oleh konduktansi ion inhibitorik sehingga menghasilkan periode refrakter ( Rho dan Stafstrom 2006 ).

Mekanisme Sinkronisasi

Formasi hipokampus secara normal menunjukkan sinkronisitas neuron. Gelombang tajam, paku, aktivitas teta, dan osilasi berfrekuensi 40Hz dan 200 Hz merupakan berbagai bentuk sinkronisasi neuron yang dapat direkam pada berbagai area hipokampus. Aktivitas neuron yang sinkron merupakan kerja intrinsik hipokampus yang normal. Sinkronisasi neuron juga merupakan konsep dasar epilepsi. Sinkronisitas yang digenerasi oleh hipokampus dapat menyebabkan kejang. Aktivitas sinkron yang normal yang tidak menggenerasi cetusan epileptiform dapat mencetuskan kejang pada hipokampus yang kehilangan neuronnya secara selektif, reorganisasi sinaptik, dan perubahan ekspresi reseptor.

Mekanisme sikronisasi pada hipokampus melibatkan input dari nukleus subkortikal dan sinkronisasi yang dimediasi interneuron intrinsik. Aktivitas teta merupakan representasi sinkronisasi kerja berbagai sel di hipokampus yang sebagian besar tergantung pada input dari septum (nukleus subkortikal). Septum tersebut menerima proyeksi akson yang divergen yang mentarget interneuron di hipokampus. Proyeksi akson divergen dari interneuron dan efek kuat konduktansi yang dimediase reseptor GABAa menyebabkan interneuron berperan dalam aktivitas sejumlah besar

14

neuron utama. Karakteristik tersebut mencerminkan bahwa interneuron sebagai target efektif dalam modulasi subkortikal aktivitas sel utama hipokampus. Interaksi inhibitorik mutual di antara interneuron hipokampus menghasilkan sinkronisasi.

Sirkuit eksitatorik berulang merupakan dasar lain dalam sinkronisasi neuronal di hipokampus. Kolateral eksitatorik berulang merupakan karakter utama area Ca3 (sel pyramidal di Ca3 membentuk koneksi monosinaptik langsung dengan sel pyramidal Ca3 lainnya). Interaksi eksitatorik tersebut berkontribusi pada cetusan

sinkron yang merupakan karakteristik area Ammon’s horn. Pada epilepsi lobus temporal terjadi reorganisasi sinaptik, dan sprouting aksonal menyebabkan eksitasi berulang yang pada akhirnya merupakan suatu mekanisme sinkronisasi di area lain formasi hipokampus (termasuk di Ca1, kompleks subikular, korteks entorinal, dan girus dentatus). Pada girus dentatus yang normal, sel granul tidak atau hanya sedikit membentuk monosinaps dengan sel granul lainnya, sedangkan pada girus dentatus yang abnormal terjadi sprouting akson sel granul yang bersinaps dengan sel granul lainnya. Fenomena tersebut berkontribusi pada interaksi eksitatorik langsung di antara sel-sel tersebut.

Mekanisme lainnya dalam sinkronisasi juga melibatkan gap junction, efek lapang elektrik dan perubahan konsentrasi ion ekstraselular. Adanya gap junction

menyebabkan penyebaran potensial aksi ke sel yang berdekatan walaupun tanpa hubungan sinaptik. Potensial aksi juga menyebar melalui substrat antar sel yang disebut sebagai efek lapang elektrik. Peningkatan konsentrasi K ekstraselular mempengaruhi eksitabilitas epileptogenik dan sinkronisasi (Najm et al. 2006; Sharma

et al. 2007)

Mekanisme Glial dalam Modulasi Epileptogenisitas

Sel glial merupakan sel yang berperan dalam homeostasis konsentrasi ion intra dan ekstraselular sehingga memungkinkan terjadinya siklus depolarisasi dan repolarisasi yang normal. Astrosit diperkirakan berperan dalam regulasi konsentrasi ion K ekstraselular karena sifat membrannya yang permeable terhadap K dan perannya dalam pembentukkan sawar darah otak. Selain itu, sel glial juga dapat

15

meregulasi glutamate keluar dari kompartemen ekstraselular. Kemampuan dalam meregulasi glutamate keluar dari kompartemen ekstraselular dimungkinkan karena adanya dua molekul transport glutamate pada membrane sel glial. Penyingkiran glutamate dari ekstraselular pascadepolarisasi mencegah depolarisasi terus-menerus pada neuron. Sel glia juga mampu meregulasi pH esktraselular melalui transport proton dan bikarbonat. Aktivitas neuron yang minimal mampu menyebabkan perubahan pH signifikan.Perubahan pH tersebut memodulasi fungsi reseptor NMDA yang berperan dalam eksitabilitas neuron.Sekresi sel glial, berupa glutamate dan sitokin (Il-1) berperan dalam eksitabilitas dan mekanisme antiepileptik (Najm et al.

2006).

EPILEPSI LOBUS TEMPORAL