• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan dan Hasil VUB Kedela

Hasil pengkajian tinggi tanaman umur 55 hari setelah tanam (HST) menun- jukkan varietas Grobogan, Anjasmoro, dan Burangrang dengan perlakuan dosis pemupukan tidak terdapat beda nyata, pada parameter tinggi tanaman saat panen terdapat beda nyata terlihat pada varietas Grobogan rata-rata tanaman lebih tinggi dibandingkan Burangrang dan Anjasmoro (Tabel 2).

Tabel 2 Tinggi tanaman umur 55 hari dan tinggi tanaman saat panen

Perlakuan Tinggi tanaman umur 55 hari Tinggi tanaman saat panen Grobogan Anjasmoro Burangrang Grobogan Anjasmoro Burangrang

P-1 64,30 57,33 65,37 67,40 58,30 68,50

P-2 55,00 61,77 55,87 58,50 62,50 58,50

P-3 59,50 55,87 56,17 65,00 58,40 57,30

Rata - rata 59,60 a 59,29 a 59,26 a 63,62 a 59,73 a 61,43 a

*)Angka yang diikuti olehhuruf yang sama tidak terdapat beda nyata pada Uji BNT 0.05

Hal ini diduga tanaman kedelai yang mempunyai bintil akar mampu mengfiksasi nitrogen dari udara. Tanaman kedelai melalui simbiosis dengan rhizobium, apabila tanaman tersebut mampu membentuk bintil akar secara optimal maka kebutuhan pupuk terutama N dapat dikurangi. Kemampuan penyerapan unsur hara oleh tanaman kedelai terhadap perlakuan pemupukan bergantung pada

jenis/varietas yang ditanam. Perlakuan pemupukan Urea 75 kg/ha, SP-36 100 kg/ha, dan KCl 50 kg/ha (P3) menunjukkan varietas Grobogan rata-rata tinggi tanaman saat panen mempunyai nilai rata-rata tertinggi, yaitu 64,13 cm (Tabel 2). Disamping itu keadaan lahan saat melakukan penelitian pH tanah 5,7 tidak terlalu masam. Pada saat tanah dalam keadaan masam, unsur N, P, dan K tidak tersedia bagi tanaman dikarenakan terikat oleh Al dan Fe.

Pada pengamatan jumlah polong, perlakuan pemberian dosis pemupukan tidak terdapat beda nyata pada varietas Anjasmoro dan Burangrang. Perlakuan (P1) Urea 150kg/ha, SP-36 150 kg/ha, dan KCl 100 kg/ha, Urea 100kg/ha, SP-36 125 kg/ha, dan KCl 75 kg/ha (P2), dan Urea 75kg/ha, SP-36 100 kg/ha, dan KCl 50 kg/ha (P3) terdapat beda nyata pada varietas Grobogan. Pemupukan (P2) menun- jukkan jumlah polong tertinggi untuk varietas Grobogan dan Anjasmoro, sedang- kan varietas Burangrang perlakuan pemupukan (P1) memiliki rata-rata tertinggi, yaitu 40,33 polong/tanaman (Tabel 3).

Tabel 3 Jumlah polong terhadap perlakuan dosis pupuk

Perlakuan Grobogan Anjasmoro Burangrang

P-1 53,20 b 45,80 a 40,33 a

P-2 60,73 a 47,73 a 32,92 a

P-3 56,33 b 46,00 a 39,00 a

Rata-rata 56,75 a 46,51 a 37,42 a

*)Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak terdapat beda nyata pada Uji BNT 0.05

Hal ini disebabkan kandungan fosfat (P) yang diberikan dengan dosis pemupukan SP-36 125 kg/ha ke tanah telah mampu menyediakan unsur fosfat dan diserap oleh tanaman. Kemudian unsur P yang diserap oleh tanaman, terutama untuk pembentukan buah/polong bergantung respons varietas yang ditanam. Terbukti bahwa varietas Anjasmoro dan Burangrang perlakuan pemberian dosis pupuk tidak terdapat beda nyata. Varietas Grobogan, Anjasmoro, dan Burangrang tidak terdapat interaksi terhadap pemberian dosis pupuk disebabkan masing-masing varietas tersebut mempunyai karakteristik sendiri. Tanaman kedelai melalui simbiosis dengan rhizobium, apabila tanaman tersebut mampu membentuk bintil akar secara optimal maka kebutuhan pupuk terutama N dapat dikurangi. Kedelai mampu membentuk bintil akar efektif yang berfungsi sebagai penambat N dari

udara melalui proses fiksasi N2, sehingga tanaman ini hanya memerlukan sedikit tambahan pupuk N. Menurut Balitkabi (2009), fiksasi N2 dapat menghemat kebutuhan pupuk N sampai dengan 60% melalui simbiosis dengan rhizobium apabila tanaman mampu membentuk bintil akar secara optimal.

Jumlah biji basah dan biji kering terlihat pada varietas Grobogan memiliki nilai rata-rata tertinggi, terdapat berbeda nyata dengan varietas Anjasmoro dan Burangrang, sedangkan untuk varietas Anjasmoro tidak berbeda nyata dengan Burangrang (Tabel 4). Hal ini disebabkan masing-masing varietas mempunyai profil/bentuk biji sendiri-sendiri. Butiran biji Grobogan lebih besar dibandingkan dengan varietas Anjasmoro dan Burangrang. Perlakuan pemupukan (P2) lebih membentuk biji kedelai lebih berisi/bernas atau tidak. Semakin bernas, biji kedelai semakin berat.

Tabel 4 Berat biji basah dan jumlah biji kering

Perlakuan Biji basah pervarietas Jumlah biji kering pervarietas Grobogan Anjasmoro Burangrang Grobogan Anjasmoro Burangrang

P-1 15,43 7,13 10,17 11,89 5,77 7,63

P-2 13,55 9,03 12,03 11,46 5,49 9,67

P-3 15,57 10,99 10,43 12,30 9,11 8,21

Rata - rata 14,85 a 9,05 b 10,88 b 11,88 a 6,79 b 8,50 b

*)Angka yang diikuti olehhuruf yang sama tidak terdapat beda nyata pada Uji BNT 0.05

Tabel 5 Hasil kering perpetak dan estimasi produksi per hektar

Varietas Dosis pemupukan Rata - rata Produksi

ton/ha P 1 P 2 P 3 Burangrang 21,33 23,33 22,67 22,44 b 2,36 b Grobogan 25,50 25,67 26,00 25,72 a 2,70 a Anjasmoro 24,00 24,33 23,33 23,89 b 2,51 b Rata -rata 23,61 a 24,44 a 24,00 a

*)Angka yang diikuti olehhuruf yang sama tidak terdapat beda nyata pada Uji BNT 0.05

Produktivitas dan Analisa Usaha Tani VUB Kedelai

Berdasarkan sidik ragam hasil kering kedelai perpetak dan estimasi produksi kedelai per-varietas terdapat beda nyata, sedang antar pemupukan tidak berbeda nyata. Nilai estimasi tertinggi terdapat pada varietas Grobogan, yaitu 2,7 ton/ha (Tabel 5 dan Gambar 1). Meskipun demikian berdasarkan parameter pengamatan

yang dilakukan dosis pemupukan yang optimal, yaitu 100 kg urea/ha, 125 kg SP- 36/ha, dan 75 kg KCl/ha (P2).

Gambar 1 Produktivitas VUB kedelai.

Burangrang memberikan pendapatan sebesar Rp11.838.500 dengan R/C 3,02, varietas Grobogan memberikan pendapatan petani sebesar Rp14.838.500 dengan R/C 3.45, varietas Anjasmoro memberikan pendapatan petani sebesar Rp12.963.500 dengan R/C 3.21. Penggunaan pupuk dengan dosis Urea 100kg/ha, SP-36 125kg/ha, dan KCl 75kg/ha ditambah 2.000 kg dolomit dapat meningkatkan produksi kedelai serta menambah pendapatan petani (Tabel 6).

Tabel 6 Analisa keuntungan dan kerugian usah atani kedelai

Kerugian Rp Keuntungan Rp

Biaya tambahan Penerimaan

 Var. Burangrang 17.700.000  Var. Grobogan 20.250.000  Var. Anjasmoro 18.750.000 Benih 440.000 Pupuk 752.500 Kapur dolomit 600.000 Pestisida 519.000 Tanaga kerja 4.150.000 Jumlah 6.461.500 Tambahan keuntungan  Var. Burangrang (17.700.000-6.461.500) 11.237.500  Var. Grobogan (20.250.000-6.461.500) 13.788.500  Var. Anjasmoro (18.750.000-6.461.500) 12.288.500 Marginal B/C  Var. Burangrang (11.838.500:6.461.500) 1,74  Var. Grobogan (11.838.500:6.461.500) 2,13  Var. Anjasmoro (11.838.500:6.461.500) 1,90

KESIMPULAN

Pengaruh dosis pemupukan memberikan pengaruh yang nyata pada tiga varietas kedelai (Burangrang, Grobogan, dan Anjasmoro), dengan rekomendasi dosis pemupukan, yaitu 75 kg Urea/ha; 100 kg SP-36/ha; 50 kg KCl/ha ditambah 2.000 kg dolomit. Terdapat peningkatan produktivitas kedelai sebesar 50% dibanding rata-rata produktivitas di tingkat petani dengan rasio B/C 2,45.

DAFTAR PUSTAKA

Adie, Krisnawati. 2007. Peluang peningkatan Kualitas Biji Kedelai. Prosiding: Risalah Seminar, 23 November 2008. Badan Litbang Pertanian. Hal 216–230. Anonim. 2008b. Penguatan Strategi Ketahanan Pangan Nasional (1). http://

cidesonline.org/content/view/195/63/lang,id/. 27 Pebruari 2008.

Aswaidi A. 2005. Model dan Sistem Perbenihan, Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Akselerasi Pembangunan Pertanian melalui Penguatan Sistem Perbenihan 25-26 November 2005. Pusat Analisis Sosial Ekonomi Pertanian dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2006. Kalimantan Timur Dalam Angka. BPS. Samarinda.

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 2010. Pedoman Pelaksanaan. Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman terpadu (SL-PTT) Padi, Jagung, Kedelai, dan Kacang Tanah. 123 hal.

Disperta Kaltim. 2008. Produksi Padi dan Palawija Tahun 2008. Berita Resmi Statistik. No. 17/06/64/Th. XI, 1 Juli 2008

Hafsah MJ, Sudaryanto T. 2004. Sejarah Intensifikasi Padi dan Prosfek Pengembangannya. Ekonomi Padi dan Beras Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta (ID): Departemen Pertanian. Hal 17– 29.

Rachman A, Subiksa IGM, wahyunto. 2007. Perluasan Areal Tanaman Kedelai ke Lahan Suboptimal, dalam Kedelai, Teknik Produksi dan Pengembangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.

KERENTANAN DAN RISIKO PENURUNAN PRODUKSI TANAMAN