• Tidak ada hasil yang ditemukan

POTENSI TANAM PADI GUNUNG DI PESISIR SUNGAI MAHAKAM KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

(Planting Potential of Upland Rice on Mahakam River Coast in Kutai Kartanegara Regency)

Tarbiyatul Munawwarah1), Muryani Purnamasari1),

Ni Wayan Hari Sulastiningsih2)

1)Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur

2)Balitsa Lembang Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur

ABSTRAK

Padi (Oryza sativa) adalah bahan baku pangan pokok vital bagi rakyat Indonesia. Kegiatan menanam padi ini dipengaruhi dari segi kebiasaan penduduknya dan letak geografis yang berbeda khususnya di Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi hasil produksi padi gunung yang ditanam di pesisiran Sungai Mahakam. Panjang Sungai Mahakam yang melewati Kabupaten Kutai Kartanegara, yaitu ± 161 km. Kegiatan ini dilakukan pada bulan Januari– Desember 2014 di Kabupaten Kutai Kartanegara. Alasan pemilihan lokasi penelitian adalah lokasi tersebut telah menerapkan kegiatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) sejak tahun 2010 dan termasuk sentra produksi padi di Kalimantan Timur. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive). Varietas padi gunung di tanam pada habitat asli dengan ketinggian berkisar 400–1.000 m dpl. Hasil produksi rata-rata padi gunung yang di tanam di pengunungan, yaitu rata-rata 3,2 ton GKP-1, sedangkan hasil

produksi padi gunung yang di tanam di pinggiran Sungai Mahakam pada ketinggian 0–10 m dpl diperoleh produksi rata-rata 2,5–2,9 ton GKP-1 musim-1 tanam. Penanaman padi

gunung lokal di pinggiran Sungai Mahakam dapat memberikan keuntungan 89–105% dibanding padi lokal yang ditanam di ladang gunung-1.

Kata kunci: padi gunung, pesisiran Sungai Mahakam, potensi, produksi. ABSTRACT

Rice (Oryza sativa) is a raw material vital staple food for the people of Indonesia. The planting of rice is influenced in terms of its population habits and geographic location which is different, especially in Kutai Kartanegara regency in East Kalimantan Province. The purpose of this study was to determine the yield potential of upland rice production grown on the coastal of Mahakam River. The length of the Mahakam River that passes through the district Kutai Kartanegara is approximately 161 km. This activity was carried out from January to December 2014 at the Kutai Kartanegara Regency. Reasons for the selection of research locations are those locations have implemented activities of the Integrated Crop Management (ICM) in 2010 and included in rice production centers in East Kalimantan. Determining the location research done intentionally (purposive). Upland rice varieties planted in native habitat with a height ranging from 400–1000 m above sea level (asl). The average production of upland rice which is grown on the mountains gets average data of 3.2 tons GKP-1, while production of upland rice planting on the Mahakam River

banks at a height of 0–10 meters above sea level get the average production potential data of 2.5–2.9 ton GKP-1 cropping-1 season. Planting rice of local mountain on the riverside of

Mahakam River can provide 89–105%. Profit compared if planting local rice at the field mountain-1.

PENDAHULUAN

Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, maka permintaan terhadap bahan pangan juga mengalami peningkatan. Menurut hasil sementara Proyeksi Penduduk Indonesia 2000–2025, maka penduduk Indonesia pada tahun 2025 akan mencapai 273,7 juta jiwa, berarti akan mengalami kenaikan 43,6 juta jiwa dari penduduk tahun 2005 (BPS 2008). Dengan laju pertumbuhan penduduk sekitar 1,3%, (2,7 juta jiwa tahun-1) diperlukan tambahan penyediaan bahan pangan yang tidak sedikit setiap tahunnya. Disisi lain, pada periode tahun 2002–2003, perkem- bangan produksi bahan pangan strategis di Indonesia menunjukkan gejala yang cenderung mendatar (leveling-off), sehingga pada kenyataannya peningkatan produksi tidak mampu mengimbangi laju pertumbuhan penduduk sehingga keter- gantungan Indonesia terhadap bahan pangan impor cenderung meningkat (Ditjen PLA 2008).

Semakin maraknya alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian juga menyebabkan semakin menurunnya produksi bahan pangan. Salah satu alternatif pemecahan untuk masalah produksi bahan pangan ini adalah dengan mengem- bangkan pertanian di lahan kering. Menurut Rahayu et al. (2006), padi gogo merupakan salah satu tanaman yang potensial untuk dikembangkan di lahan kering.

Padi, khususnya padi ladang lokal, merupakan salah satu komoditas unggulan di Kaltim yang penyebarannya cukup luas dan merata hampir di seluruh kabupaten kota-1. Di Kalimantan Timur padi ladang memegang peranan yang cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakatnya terutama penduduk lokal. Pada tahun 2009–2011, luas tanam dan produktivitas produksi padi ladang di Kalimantan Timur mengalami penurunan, kemudian tahun 2013–2014 luas tanam padi ladang meningkat. Padi ladang di Kalimantan Timur menyumbang rata-rata 20% dari total produksi padi di Kalimantan Timur setiap tahunnya (Distan Prov. Kalimantan Timur, 2014).

Berdasarkan angka tetap (ATAP) 2013, Kabupaten Kutai Kartanegara sebagai lumbung pangan Kalimantan Timur memberikan kontribusi sekitar 45,59% (194.502 ton GKG) untuk pemenuhan pangan masyarakat di Kalimantan Timur.

Padi ladang dengan sistem tanam tebang, bakar, tugal merupakan ciri khas masyarakat lokal (Suku Dayak) di Kalimantan Timur. Kebiasaan petani menanam padi ladang satu kali dalam satu tahun bersamaan dengan Musim Tanam (MT) Rendengan, yaitu periode Oktober–Maret di lahan miring dengan umur tanaman 5– 6 bulan.

Daerah pesisiran sungai umumnya didominasi oleh tanah alluvial (endapan) yang memiliki kesuburan lebih baik dibanding tanah-tanah berasal dari sedimen (batu liat dan batu pasir). Daerah endapan terjadi di sungai, danau yang berada di dataran rendah, ataupun cekungan yang memungkinkan terjadinya endapan. Pemanfaatan lahan di pesisiran sungai dapat optimal. Hal ini disebabkan karena lahan relatif datar, tanah mengandung unsur hara relatif lebih tinggi yang berasal dari bahan endapan baru, dan tidak terpengaruh langsung oleh pasang surut air.

Menurut Hardjowigeno (1995), tanah Alluvial memperlihatkan awal perkem- bangan biasanya lembap atau basa selama 90 hari berturut-turut. Umumnya mem- punyai lapisan kambik, karena tanah ini belum berkembang lanjut dan kebanyakan tanah ini cukup subur.

Tanah alluvial memiliki kemantapan agregat tanah yang di dalamnya terdapat banyak bahan organik sekitar setengah dari kapasitas tukar katio (KTK) berasal dari bahan sumber hara tanaman. Disamping itu, bahan organik adalah sumber energi dari sebagian besar organisme tanah dalam memainkan peranannya bahan organik sangat dibutuhkan oleh sumber dan susunanya (Hakim et al.1986).

METODE PENELITIAN

Penanaman padi gunung varietas lokal dilakukan di pinggiran anak sungai Mahakam, Kecamatan Anggana, Kabupaten Kutai Kartanegara. Pelaksanaan kegia- tan dilakukan pada dua musim tanam (MT), yaitu periode Oktober–Maret dan April–September (musim tanam rendengan dan gadu).

Bahan yang digunakan, yaitu benih padi gunung lokal varietas Mayas, Serai dan Gedagai, serta pupuk Urea. Alat yang digunakan adalah timbangan, meteran, alat tulis dan seperangkat komputer.

Pelaksanaan Kegiatan 1. Tahap awal

Koordinasi dengan petani lokal yang menanam padi gogo dilanjutkan dengan identifikasi wilayah dan penentuan lokasi tanam merupakan tahap awal dari kegiatan pengkajian peningkatan produktivitas padi ladang di pesisir sungai Mahakam.

2. Tahap Pelaksanaan display padi lokal

Tahap pelaksanaan dilakukan dengan persiapan lahan, perendaman benih padi. Penanaman dengan jarak tanam 25 x 25 cm dengan pemupukan urea 10 kg ha-1, pemeliharaan tanaman dan pemanenan.

Pengolahan Data

Data yang dikumpulkan terdiri atas data produktivitas padi per ha dengan menggunakan ubinan dengan ukuran 2,5 x 2,5 m (200 rumpun) yang kemudian dikonversi menjadi ton GKP ha-1.

HASIL DAN PEMBAHASAN