• Tidak ada hasil yang ditemukan

Melakukan evaluasi ( evaluating )

SOSIAL, EKONOMI, DAN BUDAYA (B5)

INOVASI KOBEM UNTUK PELESTARIAN LINGKUNGAN DAN PENGEMBANGAN UNIT USAHA MASYARAKAT

4) Melakukan evaluasi ( evaluating )

Setelah masa implementasi (action taking) dianggap cukup kemudian peneliti bersama partisipan melaksanakan evaluasi hasil dari implementasi tadi, dalam tahap ini dilihat bagaimana tanggapan konsumen terhadap produk tersebut, baik rasa atau kemasan.

5) Pembelajaran (learning)

Tahap ini merupakan bagian akhir siklus yang telah dilalui dengan melaksanakan review tahap-pertahap yang telah berakhir kemudian penelitian ini dapat berakhir. Seluruh kriteria dalam prinsip pembelajaran harus dipelajari, perubahan dalam situasi organisasi dievaluasi oleh peneliti dan dikomunikasikan kepada klien, peneliti dan klien merefleksikan terhadap hasil proyek, yang nampak akan dilaporkan secara lengkap dan hasilnya secara eksplisit dipertim- bangkan dalam hal implikasinya terhadap penerapan Canonical Action Research

(CAR).

Jika kelima hal tersebut digambarkan dalam bentuk bagan, maka akan terlihat seperti pada Gambar 2.

Gambar 2 Siklus penelitian action research.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Setelah melakukan penelitian Action Research bersama kelompok masya- rakat di Desa Pancawati, selama dua tahun lebih, menghasilkan model konservasi

seperti yang digambarkan pada Gambar 3. Konsep ini mencakup tiga siklus kegiatan pembelajar yang harus terintegrasi:

1) Siklus unit usaha produksi keripik, mulai dari penyediaan mesin pengolah keripik, pelatihan pengolahan keripik, penyediaan bahan baku-buah berupa buah-buahan, pengolahan buah-buahan menjadi keripik, pengemasan hasil olahan, promosi, dan pemasaran. Kegiatan pembelajaran tersebut terus ber- ulang, sehingga didapatkan produk keripik yang enak dan kemasan yang pantas dan menarik.

2) Siklus unit usaha ternak dan pengelolan pupuk padat dan cair organik.

3) Siklus kegiatan konservasi mulai dari pemilihan biji, persemaian, okulasi, perjanjian kerja sama konservasi, dan penanaman pohon.

Gambar 3 Siklus kerja KoBem, yang mencakup siklus unit pascapanen buah-buahan, unit usaha ternak, dan unit kegitan konservasi.

Hasil identifikasi di lapangan bersama masyarakat menunjukkan bahwa se- lain adanya masalah kebutuhan pangan yang mendesak untuk kehidupan sehari- hari, dijumpai juga masalah akses tanah. Para petani harus menyewa lahan yang cukup mahal Rp1.000–2.000/m2 atau Rp1020 Juta/tahun kepada pemilik tanah atau orang yang dikuasakan. Sementara pemilik tanah adanya di Jakarta atau kota lain. Kondisi ini menyulitkan petani untuk menanam tanaman jangka panjang atau tanaman tahunan. Petani lebih cenderung menanam tanaman yang semusim, yang

langsung dijual atau dirasakan hasilnya setelah panen. Umumnya petani menanam sayuran atau palawija.

Selain itu untuk menanam buah-buahan yang berkualitas baik, diperlukan bibit yang juga berkualitas baik dan bersertifikat, yang biasanya di lapangan harganya cukup mahal sekitar Rp50.000–75.000/pohon, tergantung jenis buah dan umur bibit tersebut. Jadi untuk menanam 100 pohon saja diperlukan modal Rp5– 7,5 juta rupiah. Tentu ini akan menyulitkan petani untuk mengembangkan buah- buahan di areal tersebut.

Buah-buahan umumnya berproduksi musiman. Masalah yang muncul adalah pada saat musim buah tertentu, harga buah dipasaran rendah sekali sehingga juga tidak menguntungkan petani seperti buah nangka, salak, dan lain-lain. Berdasarkan permasalahan-permasalahan tersebut maka disusunlah rencana kegiatan bersama- sama anggota masyarakat. Rencana kegiatan tersebut mencakup:

1) Menyeleksi areal yang bisa ditanami pepohonan, artinya areal yang masih dimiliki oleh masyarakat setempat atau areal yang bisa di buatkan MoU untuk penanaman buah-buahan untuk jangka panjang.

2) Mengidentifikasi jenis buah-buahan yang cocok ditanam pada ketinggian 600– 1.000 m dpl.

3) Melakukan survei keberadaan sumber bahan baku buah-buahan beserta harga- nya, seperti buah salak, rambutan, nangka, dan lain-lain.

4) Menyediakan alat yang bisa mengolah buah-buahan menjadi keripik yang rasanya enak, dan bisa disimpan dalam waktu yang lama dan laku di pasaran. 5) Melakukan analisa unit usaha pengolahan buah-buahan sesuai dengan jenis

buahnya.

6) Melakukan survei ke lokasi yang sudah lama melakukan hal yang sama di Kabuapten Cianjur.

7) Melakukan training pengolahan buah-buahan dan pengemasan. 8) Melakukan uji pengolahan dan uji daya simpan.

9) Melakukan pengurusan perizinan PIRT (Pangan Industri Rumah Tangga). 10)Mengikuti berbagai pameran untuk evaluasi rasa, harga, dan kemasan, sekaligus

Dari serangkaian implementasi di lapangan yang dirasakan sulit sekali adalah mengurus perizinan untuk produk keripik tersebut berupa sertifikat PIRT (Pangan Industri Rumah Tangga). Selain persyaratannya sangat banyak dan mendetil, juga birokrasi pengurusannya sangat panjang. Lebih dari 1,5 tahun pengurusan izin tersebut belum bisa selesai sampai sekarang, sehingga produk belum bisa dijual dengan leluasa. Nampaknya butuh peran pihak luar (pemda atau akademisi) untuk membantu proses perizinan ini. Karena jika izin belum keluar, pemasaran produk hanya bisa dilakukan di pasar atau warung-warung lokal, yang harganya pasti tidak terlalu tinggi. Keuntungan untuk pengelola tidak begitu signifikan.

Pada tahap evaluasi bersama konsumen atau tamu yang kebetulan berkunjung ke lokasi pengolahan buah-buahan, diperoleh hasil bahwa rasa keripik cukup enak dan bisa tahan untuk 1–2 bulan. Kemasan juga cukup menarik, dengan meng- gunakan kertas alumanium dan label dari stiker.

Berdasarkan pada bahasan di atas untuk selanjutnya diperlukan beberapa hal berikut ini:

1) Diperlukan dukungan pemerintah (pemda atau pihak lain) untuk mempercepat keluarnya izin PIRT, sehingga produk bisa dijual di tempat yang bisa dikun- jungi konsumen menengah ke atas. Harga Produk bisa lebih tinggi dan mem- berikan hasil yang lebih baik pada petani pengelola.

2) Diperlukan advokasi untuk akses tanah yang umumnya adalah HGU bekas perkebunan. Pada saat ini lahan tersebut banyak dimiliki oleh orang kaya Jakarta atau keluarga Pak Harto. Diperlukan MoU pengelolaan tanah antara pemilik, penggarap, orang yang diberi kuasa, kepala desa, dan biong-biong tanah yang ada di sekitar hulu DAS tersebut.

3) Diperlukan dukungan akademisi untuk okulasi buah-buahan yang betul-betul menghasilkan bibit berkualitas yang bisa menjamin kualitas panennya.

4) Untuk meningkatkan tutupan lahan di areal tersebut sebaiknya dijajaki kerja sama dengan para exportir buah-buahan dan herbal, sehingga harganya bisa lebih tinggi dan bisa memberikan pendapatan lebih bagi para petani.

5) Perlu pemetaan yang lebih detil untuk program pemaksimalan lahan dengan tanaman buah-buahan.

6) Lebih mengintensifkan kerja sama dengan anak sekolah untuk pengembangan Beasiswa Pohon.

7) Berkerja sama dengan karyawan perusahaan (Aqua) untuk pengembangan Pensiun Pohon.

8) Berkerja sama dengan kepala desa yang memiliki lahan kosong, untuk program Kebun Buah Desa.

Ada beberapa pembelajaran menarik dari model KoBem tersebut:

1) Untuk pengembangan konservasi bersama masyarakat akan lebih baik dimulai dari hilir. Proses pengembangan unit usaha berbasis buah-buahan, merupakan langkah yang tepat yang bisa berkembang, dengan syarat memperluas akses tanah atau MoU pengelolaan lahan.

2) Kegiatan Konservasi lingkungan akan lebih baik jika dipadukan dengan kegiatan pengolahan pascapanen dan kegiatan ternak. Hasil dari unit industri pengolahan buah-buahan bisa menunjang peternakan dan pengembangan kebun buah yang lebih murah. Limbah buah-buahan seperti kulit buah, bisa dijadikan makanan ternak atau kompos organik. Sementara biji buah, bisa diseleksi untuk pengembangan persemaian dan bibit yang lebih berkualitas. Kotoran ternak dan urin ternak bisa digunakan untuk pupuk di persemaian dan areal penanaman buah-buahan.

KESIMPULAN

Inovasi KoBem, yang sedang dikembangkan oleh masyarakat Desa Pancawati bisa menjadi alternatif model konservasi tanah/air yang juga bisa mendorong penguatan unit usaha kelompok masyarakat, tentu dengan adanya dukungan para pihak. Artinya bahwa kontradiksi antara kepentingan konservasi tanah/air dengan pemenuhan kebutuhan yang mendesak bagi petani, bisa dijem- batani dengan inovasi KoBem. Sangat diperlukan peran pemerintah, pihak akade- misi, forum DAS atau pihak lainnya untuk memperluas akses tanah dan fasilitasi MoU pengelolaan lahan, sehingga peluang pengembangan konservasi bisa dilaku- kan lebih luas.

Dukungan pemerintah dalam bentuk kebijakan sangat diperlukan untuk mempermudah pengurusan izin usaha bagi anggota dan kelompok masyarakat. Panjangnya proses pengurusan perizinan, akan menghambat perkembangan unit usaha kecil yang dikembangkan oleh masyarkat.

Secara umum pendeketan KoBem memiliki peluang besar untuk memperkuat minat masyarakat dalam mengembangkan buah-buahan sebagai media dari pe- ngembangan program konservasi tanah/air yang bisa berkontribusi pada Program Ketahanan Pangan.

DAFTAR PUSTAKA

Chandra. 2008. Action Research/Penelitian Tindakan. https://chandrax.wordpress. com/2008/07/05/action-research-penelitian-tindakan/. Diakses tanggal 14 November 2016.

Baskerville LR. 1999. Investigating Information System with Action Research.

Journal Communications of the AIS: Atlanta. 2(3): 19.

Sulaksana U. 2004. Managemen Perubahan. Cetakan I. Yogyakarta (ID): Pustaka Pelajar Offset.

Davison RM, Martinsons MG, Kock N. 2004. Principles of Canonical Action Research. Information Systems Journal. 14(1): 65–86.

Madya S. 2006. Teori dan Praktik Penelitian Tindakan (Action Research). Bandung (ID): Alfabeta.

Gunawan. 2004. Makalah untuk Pertemuan Dosen UKDW yang akan melaksanakan penelitian pada tahun 2005, URL: http://uny.ac.id, diakses tanggal 14 November 2016.

MODEL PENGEMBANGAN MASYARAKAT MELALUI KELOMPOK