• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.5 Hasil Evaluasi Pelatihan

Hasil evaluasi terhadap pelaksanaan penelitian dilakukan pada akhir penelitian secara lisan pada sesi pesan dan kesan serta wawancara dengan rekan kerja ketika postest berdasarkan pengamatan rekan kerja tersebut kepada peserta yang mengikuti pelatihan. Berikut hasil evaluasi selengkapnya berdasarkan teori dari Anthony (2006: 339):

e. Reaction (Reaksi)

Reaksi dari peserta pelatihan merupakan tahap pertama dalam evaluasi. Informasi mengenai reaksi peserta tersebut dapat berupa apa yang mereka rasakan mengenai pelatihan secara umum, fasilitas-fasilitas yang terdapat pada pelatihan, dan content atau isi dari pelatihan tersebut.

Materi pelatihan yang diberikan selama seminggu dirasakan jelas, menarik dan dapat bermanfaat untuk diterapkan oleh peserta khususnya dalam bekerja maupun dalam kehidupan sehari-hari secara umum. Namun menurut peserta, materi yang diberikan pada sesi sebelum bekerja belum tersampaikan secara maksimal dan belum melibatkan peserta secara keseluruhan karena waktu yang pendek.

Penyampaian materi pelatihan yang diberikan oleh trainer dirasakan peserta sudah cukup baik, dapat diterima oleh peserta secara jelas. Selain itu, ketika peserta bosan dalam penyampaian materi, trainer dapat memberikan ice breaking untuk menyegarkan suasana. Penguasaan materi dari trainer juga dirasakan cukup baik karena dapat meyakinkan semua peserta yang mengikuti pelatihan ini.

Minat dari peserta baik, karena peserta antusias untuk mengikuti pelatihan ini, meski peserta harus berangkat lebih pagi dari biasanya, namun mereka tetap bersemangat. Pada proses pelatihanpun ketika berlangsung, subjek merasa senang dengan materi-materi yang disampaikan dengan metode-metode yang tidak membosankan dan menyenangkan.

Fasilitas yang ada selama proses pelatihan dirasa peserta sudah cukup memuaskan. Tempat yang digunakan dirasa nyaman, karena selain bersih, peserta juga dapat melihat pemandangan yang berhadapan langsung dengan ruangan dan dapat merasakan udara segar. Namun, peserta mengeluhkan dengan suhu udara yang panas disiang hari. Makan siang dan makan ringan juga sudah dirasa cukup memuaskan selama pelatihan berlangsung.

f. Learning (Pengetahuan)

Tahap kedua dari evaluasi pelatihan adalah tingkat pengetahuan yang di dapat oleh peserta. Secara khusus, hasilnya ialah menentukan apakah peserta dapat menguasai keadaan dirinya, teknik-teknik, kemampuan, dan proses yang diajarkan selama pelatihan.

Bagi subjek, pelatihan bekerja dengan hati ini sangat bermanfaat karena memang sebelumnya subjek belum pernah mengikuti pelatihan semacam ini. Menurutnya setelah mendapatkan pelatihan ini, subjek jadi lebih banyak tahu mengenai gejala-gejala burnout dan bagaimana cara menanganinya. Selain itu subjek juga menjadi lebih sadar bahwa selama ini mereka mengalami gejala-gejala burnout, hanya saja banyak dari mereka yang belum tahu istilah burnout.

Setelah mendapatkan pelatihan ini, subjek merasa lebih tenang, relaks, ringan, hubungan dengan rekan kerja semakin baik, lebih berusaha berdamai dengan keadaan, lebih menghargai diri sendiri dan pekerjaannya serta subjek dapat lebih mengelola emosinya dengan baik. Sehingga ketika ada masalah pekerjaan timbul, subjek dapat menghadapinya dengan tenang.

g. Behavior (Perilaku)

Evaluasi perilaku dari program pelatihan bertujuan untuk menguji apakah kebiasaan perilaku peserta mengalami perubahan dalam pekerjaannya. Data yang digunakan untuk mengevaluasi perilaku peserta biasanya dikumpulkan dari individu-individu, seperti atasan dan rekan kerja yang cukup dekat dengan peserta untuk mengevaluasi kinerjanya.

Sebagian besar dari subjek merasakan adanya perubahan yang positif baik secara afektif maupun kognitif setelah mengikuti pelatihan ini. Perubahan itu dirasakan amat bermanfaat bagi mereka. Menurut rekan kerja yang biasanya berhubungan setiap hari dengan subjek, setelah mendapatkan pelatihan, rekan kerja menilai subjek mengalami perubahan yang postitif, diantaranya subjek sudah tidak mudah marah-marah, dapat mengelola emosinya, lebih ramah dengan orang lain, lebih bersemangat, dan lebih menghargai dirinya sendiri, orang lain, dan pekerjaannya.

h. Results (Hasil)

Tahap terakhir dari evaluasi pelatihan adalah tahap hasil. Tahap ini meneliti bagaimana program pelatihan berpengaruh terhadap organisasi. Data yang dikumpulkan untuk mengevaluasi program pelatihan pada tahap ini mungkin

dapat termasuk harga jual, proyek dan keuntungan, kenaikan penjualan, penuruan kecelakaan kerja, peningkatan sikap kerja yang baik, turnover dan ketidakhadiran karyawan semakin rendah, atau kenaikan produksi.

Pada tahap ini, penulis hanya mengamati pada aspek peningkatan sikap kerja dan kenaikan produktivitas. Perubahan yang terjadi setelah subjek mendapatkan pelatihan adalah sikap kerja yang semakin baik yang dilakukan oleh subjek ketika melakukan pekerjaan sehari-harinya. Ketika burnout subjek menurun, maka hambatan yang dialami subjek juga berkurang, sehingga produktivitas subjek juga meningkat. Hal ini akan berpengaruh terhadap profit yang didapatkan oleh perusahaan.

Kelemahan dalam penelitian ini adalah peneliti kurang dapat mengobservasi sikap kerja setiap karyawan sebagai efek dari pelatihan dalam jangka waktu tertentu. Peneliti hanya mengukur burnout karyawan setelah mendapatkan pelatihan dengan skala dan mengetahui efeknya hanya dari Focus Group Discussion (FGD) setelah pelatihan selesai. Peneliti kurang mengamati perubahan yang terjadi pada karyawan yang mendapatkan pelatihan ketika karyawan melakukan pekerjaannya disaat jam kerja berlangsung secara penuh.

4.6 Pembahasan

Hasil analisis data menunjukkan bahwa ada perbedaan tingkat burnout kelompok eksperimen sebelum dan sesudah pelatihan bekerja dengan hati (p: 0,008) dan ada perbedaan tingkat burnout antara kelompok eksperimen dan kontrol sesudah pelatihan bekerja dengan hati (p: 0,010). Artinya, setelah mengikuti pelatihan bekerja dengan hati, kelompok eksperimen menunjukkan

penurunan tingkat burnout, sedangkan kelompok kontrol tidak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pelatihan bekerja dengan hati efektif untuk menurunkan tingkat burnout.

Hasil penelitian ini dapat mendukung beberapa penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa pelatihan dapat mengubah aspek afektif, kognitif, maupun psikomotorik dari seseorang. Topik pelatihan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pelatihan bekerja dengan hati. Pelatihan ini merupakan pelatihan yang materinya didasarkan berdasarkan aspek kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual, dilengkapi dengan relaksasi. Tujuannya adalah untuk merubah aspek afektif dan kognitif dari karyawan yang mengalami burnout tingkat rendah agar tidak berlanjut ke tingkat burnout lebih tinggi sehingga tingkat burnoutnya menurun.

Burnout dapat terjadi akibat stres yang berkepanjangan yang dirasakan oleh seseorang yang bekerja dalam suatu perusahaan tertentu. Sumber-sumber yang dapat memicu karyawan mengalami burnout diantaranya berasal dari faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal seperti tekanan pekerjaan, dukungan sosial yang rendah, karakteristik pekerjaan yang membuat karyawan merasa mempunyai beban kerja yang berat, serta imbalan yang dirasa tidak mencukupi.

Sedangkan faktor internal diantaranya usia dimana umumnya karyawan yang berusia kurang dari 40 tahun mempunyai harapan yang lebih tinggi dan kenyataannya tidak sesusai. Status pernikahan juga berpengaruh, karyawan yang lajang rentan mengalami burnout. Selain itu, tingkat pendidikan dan masa kerja dapat menjadi sumber burnout, dimana semakin tinggi tingkat pendidikan dan

semakin lama masa kerja karyawan akan menimbulkan kecenderungan burnout pada individu.

Menurut Maslach dkk. (2001) dalam Schultz & Schultz (1994: 371) memandang burnout sebagai suatu sindrom psikologis yang terdiri dari tiga gejala, yaitu: kelelahan emosional ditandai dengan perasaan lelah, mudah marah, mudah tersinggung, sikap bermusuhan terhadap orang lain, dan kurang kendali diri. Kelelahan mental (depersonalisasi), perilaku yang muncul adalah memperlakukan orang lain secara kasar, sikap sinis terhadap orang lain, tidak berperasaan, kurang perhatian dan juga kurang sensitif terhadap kebutuhan orang lain. Reduced Sense of Personal Accomplishment (Penghargaan terhadap diri sendiri yang rendah), merupakan penilaian diri yang negatif dalam kaitannya dengan pekerjaan, antara lain muncul perasaan tidak efektif atau tidak kompeten dalam pekerjaan, menarik diri dari kontak sosial, merasa tidak berdaya dalam pekerjaan.

Setelah mengikuti pelatihan bekerja dengan hati, karyawan yang mengalami burnout tingkat rendah mengalami penurunan keluhan dari gejala-gejala pada aspek burnout itu sendiri sehingga burnout yang dialami karyawan tersebut menurun. Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan bekerja dengan hati memiliki pengaruh yang positif pada gejala-gejala burnout. Artinya, setelah subjek mengikuti pelatihan bekerja dengan hati, gejala-gejala yang dialami pada subjek yaitu kelelahan emosional, kelelahan mental (depersonalisasi), dan penghargaan terhadap diri sendiri yang rendah yang subjek alami menjadi berkurang atau tidak sama sekali merasakan hal tersebut. Hal ini sesuai dengan

manfaat dari pelatihan bekerja dengan hati yang telah dirancang sendiri oleh peneliti sebelumnya yaitu meningkatkan kecerdasan spiritual yang fungsinya dalam konteks ini adalah mengubah cara pandang konsep bekerja dan rezeki sebagai bagian dari ibadah kepada Tuhan. Meningkatkan kecerdasan emosional sehingga karyawan dapat mengelola emosinya ketika ada masalah-masalah pekerjaan. Dan melalui relaksasi, dapat mengurangi ketegangan otot dan keluhan fisik, meningkatkan performa kerja dan sosial serta keterampilan fisik, mengatasi kelelahan emosi dan mental, meningkatkan harga diri dan percaya diri, serta meningkatkan hubungan interpersonal.

Berikut bagan yang menggambarkan kefektifan pelatihan bekerja dengan hati untuk menurunkan burnout karyawan:

Penyebab Burnout: 3. Faktor eksternal

e. Tekanan pekerjaan f. Dukungan sosial g. Karakteristik pekerjaan h. Imbalan yang diberikan

tidak mencukupi 4. Faktor internal g. Karakteristik/kepribadian h. Harga diri i. Usia j. Jenis kelamin k. Status pernikahan l. Tingkat pendidikan dan

masa kerja BURNOUT Gejala-gejala Burnout: 4. Kelelahan fisik: e. Sakit kepala f. Mual g. Sulit tidur h. Nafsu makan berkurang 5. Kelelahan emosional: f. Depresi g. Merasa terperangkap dalam tugasnya h. Mudah marah i. Mudah tersinggung j. Perasaan tidak berdaya

6. Depersonalisasi:

g. Memperlakukan orang lain secara kasar h. Sikap sinis terhadap

orang lain

i. Tidak berperasaan j. Kurang perhatian k. Sikap curiga terhadap

orang lain l. Kurang sensitif

terhadap kebutuhan orang lain

5. Penghargaan terhadap diri sendiri yang rendah: d. Perasaan tidak efektif

dalam bekerja

e. Menarik diri dari kontak sosial

f. Merasa tidak berdaya dalam pekerjaan PELATIHAN

BEKERJA DENGAN HATI

Manfaat Pelatihan Bekerja dengan Hati

Aspek kecerdasan spiritual: Mengubah cara pandang konsep bekerja dan rezeki sebagai bagian dari ibadah kepada Tuhan.

Aspek kecerdasan emosional: f. Mengenali emosi diri g. Mengelola emosi diri h. Memotivasi diri

i. Mengenali emosi orang lain j. Menjalin hubungan

Relaksasi: Mengurangi ketegangan otot dan keluhan fisik, meningkatkan performa kerja dan sosial serta

keterampilan fisik, mengatasi kelelahan emosi dan mental, meningkatkan harga diri dan percaya diri, meningkatkan hubungan interpersonal. BURNOUT KARYAWAN MENURUN Aplikasi: Materi, simulasi, permainan, perenungan, sharing, latihan relaksasi.

Pelatihan bekerja dengan hati bertujuan untuk menurunkan burnout karyawan Cakra Semarang TV, dengan metode-metode pelatihan seperti sharing, permainan, renungan, pemberian materi, relaksasi. Materi-materi dalam pelatihan disesuaikan dengan aspek-aspek dari burnout yaitu kelelahan emosional, kelelahan mental (depersonalisasi), dan penghargaan terhadap diri sendiri yang rendah. Gejala-gejala yang dialami karyawan tersebut ditangani dengan materi-materi pelatihan yang didasarkan pada aspek kecerdasan spiritual, kecerdasan emosional, dan relaksasi. Khusus materi relaksasi diberikan dengan tujuan untuk mengatasi kelelahan fisik seperti pusing, gangguan tidur dan keluhan fisik lainnya.

Subjek yang mengalami burnout mengikuti pelatihan bekerja dengan hati selama enam hari dalam seminggu. Setiap hari subjek mengikuti pelatihan yang terbagi menjadi dua sesi yaitu sebelum bekerja dan sesudah bekerja. Tempat yang digunakan untuk pelatihan ini adalah studio dalam dan ruang serba guna Cakra Semarang TV. Sebagian besar subjek mengikuti materi pelatihan secara penuh, dan ketika subjek pada waktu tertentu tidak bisa mengikuti pelatihan, maka trainer bertanggung jawab kepada subjek tersebut untuk dapat memberikan materi pelatihan secara khusus.

Pada pertemuan pertama, sebelum materi pelatihan diberikan, selain para peserta berkenalan dengan trainer, trainer juga mengadakan focus group discussion (FGD). Pada saat ini, trainer bertanya kepada masing-masing peserta terkait dengan keluhan-keluhan yang dialami oleh peserta yang terkait dengan gejala-gejala burnout secara spesifik. Trainer dan peserta lain dapat menanggapi

atau menyebutkan keluhan-keluhan yang dialami oleh peserta tersebut. FGD ini bertujuan untuk mengetahui gejala-gejala yang sebenarnya yang dialami oleh masing-masing peserta yang mengalami burnout. Sehingga, trainer akan lebih mudah dalam upaya untuk menurunkan burnout peserta sesuai dengan keluhan masing-masing. Perubahan pelatihan yang dirasakan oleh peserta juga dapat diketahui pada FGD yang dilakukan pada pertemuan terakhir.

Hasil FGD yang dilakukan sebelum pelatihan berlangsung yaitu ternyata faktor penyebab yang dapat menyebabkan subjek mengalami burnout diantaranya adalah tekanan dari atasan, kurangnya dukungan dari atasan dan rekan kerja, deadline tugas, penghargaan dari atasan yang kurang, beban kerja yang dirasa berat, dan bentuk kerja yang monoton. Karyawan dalam melakukan pekerjaan pokok sehari-harinya sering mendapat tugas tambahan langsung dari atasan sesuai bidangnya masing-masing, namun atasan menginginkan tugas itu selesai dengan cepat dan sesuai harapan atasan, namun ketika hasil mempunyai kekurangan, atasan tidak memaklumi dan cenderung memberi tekanan. Ketika karyawan mengalami hambatan tertentu, baik rekan kerja dan atasan pun kurang dapat memberikan dukungan untuk membantu atau memotivasi karyawan tersebut. Selain itu, ketika karyawan berhasil dalam menyelesaikan pekerjaan tertentu, atasan kurang dapat memberikan penghargaan terhadap karyawan tersebut. Selain itu, karyawan juga merasa beban kerja tambahan yang diberikan dari atasan terlalu berat jika ditambahkan dengan tugas pokoknya, padahal imbalan yang diberikan tetap sama. Bentuk kerja yang monoton juga dirasakan sebagian

karyawan yang bekerja di dalam ruangan yang setiap hari harus bekerja di depan komputer dan bertemu dengan rekan kerja yang sama.

Faktor-faktor penyebab di atas yang dirasakan oleh sebagian besar subjek menyebabkan gejala-gejala burnout yang dialami oleh subjek. Gejala-gejala yang dirasakan oleh subjek diantaranya yaitu subjek merasa cepat bosan dan jenuh, mudah marah, cenderung sensitif, cenderung emosional, mengalami gangguan tidur, stres yang berlarut-larut, ketegangan pada otot, pusing, mudah capek, takut kepada atasan yang berlebihan, merasa tertekan, hubungan dengan orang lain terganggu, kurang dapat menghargai orang lain, diri sendiri dan pekerjaan, serta merasa disalahkan oleh atasan maupun rekan kerja.

Hasil FGD setelah subjek mengikuti pelatihan selama seminggu, terdapat perubahan positif yang dirasakan oleh subjek. Perubahan positif yang dirasakan subjek adalah dampak kelelahan emosional yang didalamnya juga terdapat gejala fisik seperti mudah capek, ketegangan pada organ tubuh tertentu, pusing, dan gangguan tidur seperti insomnia sudah berkurang. Subjek merasa lebih relaks dan lebih tenang dalam melakukan pekerjaan di kantor maupun beraktivitas di luar kantor. Subjek juga merasakan hubungan dengan rekan kerja semakin baik, hal itu ditandai dengan kerja sama antar karyawan yang lebih baik. Perasaan subjek yang sensitif dan mudah marah juga sudah berkurang setelah mengikuti pelatihan ini. Hal itu dikarenakan subjek telah dapat mengelola emosinya dalam menghadapi masalah-masalah pekerjaan di kantor. Setelah mengikuti pelatihan bekerja dengan hati, subjek lebih dapat menghargai dirinya sendiri, rekan kerja, dan pekerjaannya. Selain itu, subjek merasa lebih percaya diri dan setelah mengikuti pelatihan ini,

subjek merasa memiliki sikap ikhlas, sabar, dan syukur dalam menjalankan tugas sehari-hari.

Secara garis besar, metode yang digunakan dalam pelatihan ini adalah permainan, sharing, materi, dan relaksasi. Sebelum trainer memberikan materi dan sharing, peserta diajak untuk bermain games sebagai simulasi mengenai materi yang akan dibahas sesuai dengan aspek dari burnout yang akan ditangani. Setelah itu sharing, peserta menyampaikan masalah-masalah pekerjaan yang dilaminya. Kemudian, trainer memberikan materi sekaligus menanggapi dan memberikan saran kepada peserta sebagai bentuk upaya untuk mengatasi masalah dan keluhan-keluhan yang dapat menyebabkan burnout. Pada akhir hari, peserta diajak relaksasi untuk mengurangi ketegangan dan mengendurkan otot-otot yang tegang setelah bekerja.

Pada tiga hari pertama, yaitu hari Senin, Selasa, Rabu, trainer fokus pada materi untuk mengatasi keluhan-keluhan peserta yang terkait dengan aspek kelelahan emosional dan kelelahan fisik. Gejala dari kelelahan emosional yaitu perasaan lelah, mudah marah, mudah tersinggung, sikap bermusuhan terhadap orang lain, dan kurang kendali diri. Kemudian, gejala dari kelelahan fisik seperti sakit kepala, mual, sulit tidur, dan kurang nafsu makan. Sedangkan pada tiga hari berikutnya, yaitu hari Kamis, Jum

kebutuhan orang lain. Sedangkan aspek penghargaan terhadap diri sendiri, perilaku yang muncul adalah penilaian diri yang negatif dalam kaitannya dengan pekerjaan, antara lain muncul perasaan tidak efektif atau tidak kompeten dalam pekerjaan, menarik diri dari kontak sosial, merasa tidak berdaya dalam pekerjaan.

Perubahan yang terjadi pada aspek kelelahan fisik lebih dikarenakan oleh relaksasi yang mereka ikuti selama pelatihan yaitu sebanyak lima kali. Menurut Prawitasari,dkk (2003, 144), relaksasi dapat dipakai untuk mengurangi keluhan fisik seseorang. Kelelahan, aktivitas mental, dan atau latihan fisik yang tertunda dapat diatasi lebih cepat dengan menggunakan keterampilan relaksasi. Masalah-masalah yang berhubungan dengan stres seperti hipertensi, sakit kepala, insomnia, dan keluhan fisik lainnya dapat dikurangi atau diobati dengan relaksasi Prawitasari,dkk (2003: 142). Setiap kali relaksasi berlangsung selama kurang lebih 20 menit. Selain peserta mempraktekkan dalam pelatihan, peserta juga dapat berlatih sendiri di rumah atau di luar pelatihan dengan teknik-teknik yang telah diajarkan, sehingga manfaat dari relaksasi dapat dirasakan untuk mengurangi ketegangan otot.

Gejala-gejala kelelahan emosional yang ada pada diri karyawan dapat berkurang setelah mereka mendapatkan materi “how to manage our emotion?” (memahami tentang hati) pada pertemuan kedua. Selain itu materi “how to manage spiritual quotient in work?” (menggunakan pikiran dan hati untuk mengelola spiritual quotient) pada pertemuan ketiga juga berpengaruh untuk mengubah aspek kelelahan emosional. Sebelum peserta mendapat materi ini, mereka dilibatkan untuk sharing terlebih dahulumengenai gejala-gejala kelelahan

emosional apa saja yang dialami dan apa saja penyebabnya. Sehingga trainer dapat membantu menangani gejala peserta sesuai dengan kondisi masing-masing peserta. Menurut Siswanto (2007: 178), sharing dalam hal ini bisa membantu individu untuk mencapai katarsis, yaitu membantu individu untuk melepaskan emosi yang selama ini terpendam sehingga tekanan-tekanan yang diakibatkan oleh emosi tersebut bisa dikurangi bahkan dihilangkan. Kadang, individu yang berhasil melepaskan emosi yang selama ini ditahannya, memungkinkan individu itu sendiri untuk mendapatkan jalan keluar dari persoalan yang selama ini dihadapi.

Perubahan pada aspek depersonalisasi atau kelelahan mental terjadi karena peserta diberikan materi

di masa lalu yang berkaitan dengan emosi maupun perasaan serupa. Ini akan membantu individu untuk mengerti sebab perilakunya dan kemudian memunculkan perilaku baru yang lebih baik.

Aspek penghargaan terhadap diri sendiri yang rendah dapat diubah dengan berbagai materi dalam pelatihan diantaranya materi

Bekerja dengan hati merupakan bekerja dengan bingkai nilai-nilai spiritual yang tentu akan berbeda dengan bekerja demi kepentingan materi duniawi semata. Nilai-nilai spiritual akan memotivasi seseorang untuk bekerja dengan ikhlas, sungguh-sungguh, dan melakukan yang terbaik karena bertanggung jawab atas keimanannya (Saleh, 2009: 1). Hati nurani atau kalbu digunakan sebagai alat pertimbangan yang utama dalam menentukan sikap dan perilaku di dunia kerja.

Setelah subjek mengikuti pelatihan bekerja dengan hati selama seminggu, subjek merasakan banyak perubahan positif yang dialaminya. Perubahan positif tersebut diantaranya yaitu keluhan fisik subjek seperti pusing, mudah capek, sulit tidur sudah mulai berkurang. Subjek sudah dapat merasa lebih tenang, relaks, dan ketegangan berkurang. Hubungan dengan orang lain pun juga semakin membaik. Sekarang, subjek lebih dapat menghargai orang lain dan pekerjaannya walaupun masih ada rekan kerja yang bermasalah dengannya. Subjek sudah dapat mengelola emosinya dengan baik. Ketika ada masalah, subjek cenderung tidak mudah marah, tidak sensitif dan berusaha memahami masalahnya. Yang terpenting adalah, subjek sudah dapat lebih menghargai diri sendiri dan pekerjaannya sekarang dan masa yang akan datang. Subjek lebih memaknai pekerjaannya sebagai ibadah dan merupakan pemberian atau rezeki dari Tuhan. Sehingga saat ini, subjek lebih merasa sabar, ikhlas, dan bersyukur dengan pekerjaannya.

Perubahan positif yang telah dirasakan oleh para subjek sudah sesuai dengan manfaat pelatihan bekerja dengan hati yang pada dasarnya yaitu setelah mengikuti pelatihan ini, diharapkan subjek dapat lebih menghargai dan memaknai pekerjaannya sebagai bentuk ibadah kepada Tuhan, dapat mengelola emosinya

ketika ada masalah-masalah pekerjaan, dan melalui relaksasi subjek dapat mengurangi ketegangan otot serta keluhan-keluhan fisik lainnya. Ketika perubahan positif tersebut dirasakan subjek, maka burnout yang dialami subjek dapat menurun sehingga subjek akan menikmati dan menjalankan pekerjaannya dengan baik.

Beberapa hal pokok yang mendukung pelatihan ini dapat menurunkan burnout karyawan Cakra Semarang TV yaitu pertama pelatihan bekerja dengan hati atau pelatihan sejenis ini belum pernah didapat atau diikuti oleh subjek sebelumnya. Sehingga menurut subjek meteri dalam pelatihan ini merupakan hal yang baru dan menarik untuk diterima oleh subjek. Kedua, pada dasarnya subjek menyadari bahwa subjek memang membutuhkan suatu upaya untuk menurunkan stres kerja mereka yang dapat menyebabkan burnout sehingga subjek berharap