• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PEMBAHASAN

implementation of an institutional Operations and maintenance for irrigation network in local communities

HASIL PEMBAHASAN

Kecamatan Modoinding berada di ketinggian lebih dari 1000 m di atas permukaan laut dan lebih dari 90% wilayah kecamatan merupakan lahan pertanian bukan sawah. Dari pengamatan di lapangan, hampir seluruh hamparan ditanami tanaman hortikultura seperti kentang, bawang daun, kubis, wortel, cabe, dan labu. Sedangkan lahan non-pertanian merupakan permukiman atau lahan yang tidak dapat diusahakan untuk pertanian seperti perbukitan. Dikarenakan kondisi geografis dan sifat tanah yang porous,irigasi alur tidak dapat dimanfaatkan. Petani menggunakan pompa kecil untuk mengambil sumber air terdekat yaitu Danau Moat dan Sungai Boigar,namun hanya efektif untuk mengairi hamparan yang jauhnya 200m dari sumber air dan harus menggunakan dua pompa. Bagi masyarakat yang lebih jauh dari sumber air, menggunakan truk untuk mengangkut air ke lokasi hamparan dan kemudian menggunakan pompa untuk menyiram. Mayoritas penduduk adalah menggantungkan hidupnya dari hasil pertanaian dan ada budaya bertani yang masih menganut nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tatanan kehidupan masyarakat setempat yang masih dilakukan yaitu

Mapalus. Tradisi budaya kelompok pekerja ini lahir

dari akar budaya nilai-nilai kebersamaan dan tolong menolong diantara sesama warga etnik Minahasa. Kelembagaan yang kental diantaranya kelompok PKK, kelompok tani, dan kelompok keagamaan. Berdasar keterangan petugas penyuluh lapangan di Modoinding, di Desa Linelean terdapat 5 kelompok tani yang masih aktif. Fungsi kelompok tani adalah sebagai sarana Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) setempat dalam memberikan penyuluhan pertanian serta untuk membahas masalah pertanian. Kekurangan kelompok tersebut hanya disahkan

oleh hukum tua setempat dan tidak mempunyai anggaran dasar/anggaran rumah tangga. Ketiadaan legalisasi ini berdampak pada kelangsungan hidup kelompok tani yaitu kesulitan akses kepada

stakeholders lainnya. Berbeda dengan Kecamatan

Modoinding , di Provinsi Sulawesi Utara dan pada Kecamatan Kupang Timur di Provinsi Nusa Tenggara Timur, kekeringan merupakan masalah utama yang melanda seluruh wilayah. Jaringan irigasi air tanah terdiri atas saluran terbuka dan saluran tertutup. Berdasarkan tipologi, status petani adalah petani pemilik,petani penggarap,buruh tani, dan petani yang merangkap petani pemilik dan penggarap serta petani pemilik dan buru tani. Kelembagaan masyarakat di lingkungan petani diantaranya PKK, Karang Taruna, Kelompok Tani, Perkumpulan Petani Pemakai Air, dan organisasi keagamaan. Eksistensi kelembagaan tersebut memiliki variasi yang berbeda-beda,ada yang kuat eksistensinya dan ada juga yang relatif sudah berkurang. (Lihat Tabel 1).

Untuk potensi permasalahan, baik pada alam, sosial kelembagaan, dan irigasi adalah sudah jelas terlihat pada Tabel 2 di bawah. Pada sosialisasi, pendekatan secara informal dilakukan agar timbul keakraban antara fasilitator dengan masyarakat. Pada kelembagaan, pembentukan kelembagaan dilakukan apabila di lokasi pembangunan belum ada kelembagaan atau kelompok petani terkait pengair-an atau pertpengair-anipengair-an. Terdapat dua jenis pertemupengair-an ypengair-ang dilakukan dalam proses pembentukan kelembagaan yaitu pertemuan formal dan pertemuan informal. Terdapat tiga aktivitas dalam pembentukan kelembagaan yaitu: Pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) tingkat Desa, Penyusunan Aturan Pokja, Penyusunan Rencana Iuran dan OP. Diskusi pembentukan pokja dilakukan 2 (dua) kali dengan agenda sebagai berikut: pertemuan pertama, petani mendapat penjelasan pentingnya pembentukan pokja dan model pokja (berdasarkan penelitian terdahulu). Pertemuan kedua, petani membuat struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan mereka termasuk memilih para pengurusnya. Struktur organisasi kelompok yang disepakati oleh petani terdiri dari penasihat, ketua, sekretaris, bendahara, dan operator. Terdapat perbedaan model struktur organisasi di lapangan. Dalam penerapannya, juru pungut diperlukan bila dalam satu desa terdapat lebih dari satu pokja. Demikian pula, operator tingkat dusun tidak diperlukan bila hanya ada satu sumur pompa di lokasi. Menurut petani, iuran anggota langsung diberikan kepada bendahara, sehingga tidak perlu ada juru pungut. Untuk petugas operator mesin dan jaringan, masyarakat memilih orang yang mampunyai kemampuan di bidang teknis. Di Desa Oesao dan

Kondisi Kembang Triwindu Nusukan Gading

Fisik lingkungan

•Dibangun th 2007, kondisi baik •Parkir mobil tidak ada, parkir

motor luas 205 m. •Ada 12 KM/WC, 2 rusak •Ada kipas angin 20 bh •Penampungan sampah rusak

•Status milik pemkot, berasal dari hibah Mangkunegaran

•LT/LB 1530 m2/1105 m2 dua lantai •Kondisi bangunan baik

•Ada akses jalan dua arah dan dilewati angkutan perkotaan •Ada akses bongkar muat •Parkir menggunakan badan jalan

•LT/LB 6531 m2 / 4850 m2 (dua lantai), renovasi tahun 2006 •Kondisi bangunan baik, ada tempat parkir kondisi baik, sampah kategori sedang •Lokasi strategis di pinggir jalan,

ada jalur pejalan kaki, dilewati angkutan perkotaan

•Pasar kelas II LT/LB 2283 m2/2283 m2 dua lantai •Kondisi bangunan baik,

berada di pinggir jalan dua arah lebar, dilewati angkutan umum •Punya tempat parkir •Direnovasi tahun 2008,

fasilitas sanitasi dan persampahan baik Sosial

Budaya

•Paguyuban “Sekar Manunggal” beranggota 100 orang, yg aktif 25 orang

•Tujuan menampung aspirasi pedagang, dan memecahkan masalah

•Kegiatan bersama dengan pemkot dan Papasuta

•Paguyuban pasar Triwindu beranggota 70% pedagang, hanya sedikit anggota yg aktif (30%) •Tujuannya untuk mengatasi masalah

di pasar

•Melakukan kemitraan dengan bank mandiri

•Ada koperasi pasar PERTADAN yang bermitra dengan mandiri, BTN, Bukopin

•Ada kegiatan arisan

•Ada paguyuban dengan anggota aktif 60%

•Kegiatan mengorganisir pekan seni, promo/social, membuat event seperti pasar murah •Bermitra dengan dinas koperasi,

kegiatan utama simpan pinjam •Ada kegiatan arisan •Ada kegiatan pengajian

•Paguyuban pasar beranggota 300 orang, berfungsi meningkatkan kesejahteraan pedagang dan menambah modal •Ada arisan bulanan dan

pengajian

Ekonomi •Jml pedagang: los 80, kios 30klemprakan 20, plataran luar 66

•Asal pedagang : mayoritas berasal dari Boyolali dan sukoharjo

•Pembeli eceran dari wonogiri, sragen, Surakarta, sukoharjo •Pendapatan retribusi, los 20

jt/th, kios 33jt, plataran 29 jt/th

•Pasar khusus seni dan barang antiq dengan pasar lokal, nasional, dan internasional

•Jml pedagang kios 255 SHP (30% kios tdk terisi)

•Mayoritas pedagang menengah/besar •Pasokan barang dari batur,

mojokerto, wonogiri, bandung, sukoharjo, bali, dll

•Retribusi 25 jt/

•Jumlah pedagang 563 los, 108 kios, 160 klemprakan, dan 70 plataran luar

•Asal pedagang dari Surakarta dan boyolali

•Komoditi utama: sayur, grabadan, buah, jajan pasar/snack dll

•Pasokan dari boyolali, pacitan, kebumen,

•Retribusi los 126jt/ ?, kios 98 jt/? Plataran 29jt/

•Jumlah pedagang mengisi penuh 204 los, 72 kios, 110 plataran dalam

•Komoditi utama : sembako •Retribusi los 1,9 jt/bl, kios

2,9 jt/bl, 1,8 jt/bl •Biaya listrik 5 jt/bln Tabel 1. Gambaran Umum Kecamatan Modoinding dan Kecamatan Kupang Timur

Sumber: Diolah dari Laporan Akhir Penelitian Puslitbang Sosekling 2011

Kol Ket ModoindingA Kupang TimurB

1 Potensi dan Permasalahan

1.1 Alam Luas wilayah 6639ha, iklim kering, jenis tanah porous, komoditas: holtikultura, ketinggian > 1.000 m di atas permukaan laut, wilayahnya berbukit-bukit, merupakan lahan pertanian bukan sawah (basah)

Luas wilayah 17763, iklim tropis/ kering (kemarau 9bln, hujan 3bln) jenis tanah lempung pasir, komoditas padi-palawija, tanah pertanian umumnya bukan sawah (basah)

1.2 Sosial Kelembagaan Sebagian besar (90%) masyakarat bermatapencaharian sebagai petani kentang. Penghasilan petani lebih besar dari UMR Provinsi Sulawesi Utara (>Rp 1.000.000 per bulan.) Ada budaya bertani MAPALUS.

Penghasilan petani diperoleh dari komoditas jagung yang jumlahnya dibawah 500.000/bulan.

Tidak ada budaya bertani MAPALUS

1.3 Irigasi Pernah dibangun irigasi alur, namun kondisi berbukit menyebabkan tidak mengalir jauh, maka irigasi ini tidak digunakan. Masyarakat terpaksa menggunakan pompa alkon untuk mengambil air dari sumur irigasi boks.

telah dibangun irigasi boks. Jaringan irigasi air tanah (JIAT) terdiri dari atas saluran terbuka dan saluran tertutup.

2 Sosialisasi - Sosialisasi Aparat Kecamatan dan Desa

Desa Linelean, Kecamatan Modoinding direkomendasikan untuk mendapat layanan irigasi springkler dengan pertimbangan :

Terdapat 6 kelompok tani yang masih aktif , empat diantaranya akan terlayani irigasi springkler yaitu Betania, Maesaan, Melati dan Permata. Sedangkan dua kelompok lainnya telah menggunakan irigasi springkler standard (mini springkler) yaitu Kemala dan Barito. Seluruh lahan pertanian di Desa Linelean dimiliki oleh petani setempat dengan total luas lahan sekitar 10 hektar. Sumber air permukaan yang melintas Kecamatan Modoinding adalah Sungai Boigar. Desa Linelean adalah desa terjauh dari sungai tersebut, sehingga petani harus mengambil air dari sungai menggunakan sepeda motor dan truk.

- Sosialisasi Tokoh/Wakil Masyarakat Sosialisasi dilakukan secara informal

- Sosialisasi Aparat Kecamatan dan Desa

Desa Oesao dan Desa Manusak, Kecamatan Kupang Timur direkomendasikan untuk mendapatkan layanan irigasi springkler dengan pertimbangan:

Di Desa Manusak, terdapat kelompok tani yang aktif dengan jumlah anggota 10 petani. Kelompok tani tersebut dinamai “GACINDA”. Sedangkan di Desa Oesao terdapat kelompok tani dengan nama “MANDIRI”. Jumlah anggota kelompok MANDIRI sekitar 15 orang. Lahan pertanian di kedua lokasi tersebut dimiliki oleh petani setempat. Rata-rata setiap petani memiliki lahan 0,5 hektar.Petani di Desa Oesao mengandalkan sumur pantek untuk mengairi lahannya. Meskipun demikian, jumlah air yang keluar tidak cukup untuk mengairi seluruh lahan. Sedangkan petani di Desa Manusak lebih mengandalkan air hujan.

- Sosialisasi Tokoh/Wakil Masyarakat Sosialisasi dilakukan secara informal

3 Kelembagaan Sudah ada kelembagaan yang kental di masyarakat antara lain kelompok PKK, kelompok tani, dan kelompok keagamaan. (sebagai dasar)

Kelembagaan masyarakat di lingkungan petani yakni PKK, Karang Taruna, Kelompok Tani, organisasi keagamaan, dan lain-lainnya. Penyusunan aturan pokja di Desa Oesao dan Desa Manusak, kecamatan Kupang Timur dilakukan melalui forum FGD yang dihadiri oleh seluruh anggota pokja

4 Perkuatan Kelembagaan Program BWS Pembangunan dan Peningkatan JIAT (Terkendala teknologi yang belum didukung kesiapan OP) Demplot Sosek dan Ujicoba Tanam tidak dilakukan

Program BWS membangun sumur bor untuk air baku dan air pertanian. Teknologi sprinkler sudah ada, namun terkendala teknis, kurang siapnya masyarakat

Demplot Sosek dan Ujicoba tanam tidak dilakukan

Tabel 2. Potensi dan Permasalahan, Sosialisasi, Kelembagaan, Perkuatan Kelembagaan di Kecamatan Modoinding dan Kecamatan Kupang Timur

melalui forum FGD yang dihadiri oleh seluruh anggota pokja. Demikian pula hasil penerapan untuk penentuan besaran iuran, masyarakat desa setuju dengan adanya 2 jenis iuran, yaitu iuran pokok dan iuran bulanan. Untuk menetapkan besaran iuran, para petani mengadakan rapat yang dihadiri oleh seluruh petani. Rapat tersebut telah menghasilkan kesepakatan sementara yaitu besaran iuran bulanan. Petani di Desa Oesao sanggup membayar iuran bulanan sebesar Rp 10.000,00/ bulan dan petani di Desa Manusak sepakat iuran bulanan sebesar Rp 5.000,00/bulan dan iuran pokok sebesar Rp 25.000,00. Untuk memenuhi asas adil dan merata, besaran iuran tidak disamaratakan antara petani yang lahan garapannya sempit dan petani yang lahan garapannya luas. Oleh karena itu, disepakati bahwa iuran pokok tetap disamaratakan jumlahnya, namun untuk iuran rutin disesuaikan dengan luas lahan garapan yaitu Rp 5.000/ha/ bulan. Jumlah iuran ini dapat berubah sesuai kebutuhan.Selain iuran pokok dan bulanan, petani setuju untuk dimintai dana perbaikan luar biasa jika iuran rutin tidak mencukupi namun harus dirapatkan sebelumnya dan berdasarkan kerusakan yang terjadi. Untuk perkuatan kelembagaan adalah mengikuti enam tahap yang ada, yaitu: pelatihan, pembuatan demoplot, penyusunan rencana aksi, uji coba tanam, dan legalisasi lembaga. Yang berbeda adalah dalam proses legalisasi, pemilihan pengurus tidak dilakukan karena dipilih pada saat pembentukan struktur organisasi pokja.

Analisis terhadap hasil ujicoba penerapan ini adalah, secara garis besar, tahapan-tahapan sebagaimana yang telah dijabarkan pada bab metode adalah dapat diterapkan, tetapi perlu dicatat bahwa ada beberapa tahapan yang masih memerlukan penyesuaian dengan kondisi setempat saat penerapan di lapangan. Terdapat perbedaan istilah yang digunakan oleh masyarakat pada daerah yang berbeda. Pada metoda wawancara melibatkan masyarakat desa selain pemerintah untuk memperoleh masukan dari dasar yang maksudnya para petani sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan JIAT dan implementasi pedoman kelak. Namun, dari sisi hasil, ada perbedaan diantara kedua kecamatan, dikarenakan adanya perbedaan kondisi, baik kondisi alam, sosial kelembagaan maupun kebutuhan irigasi. Untuk daerah Sulawesi Utara adalah lebih berbukit daripada Nusa Tenggara Timur, yang berpengaruh pada tingkat kesulitan pencapaian sumber mata air. Demikian juga jenis holtikultura yang berbeda. Penghasilan petani di Kecamatan Modoinding lebih besar daripada di Kecamatan Kupang Timur, sehingga untuk aspek sosial, kelembagaan dan perkuatan kelembagaan juga diperlukan penyesuaian sesuai kondisi setempat.

kelembagaan juga berbeda, Modoinding merespons dengan lebih antusias dibanding Kupang Timur. Masyarakat Modoinding yang mengenal budaya

Mapalus lebih terbiasa dengan kelembagaan

masyarakat dibanding masyarakat di Kupang Timur. Dari pembentukan kelembagaan, banyak sedikitnya pokja pada suatu kecamatan menentukan bentuk birokrasi kepengurusan, pada pokja yang kecil (hanya ada 1) jabatan petugas pemungut iuran dipangkas. Pada perkuatan, ujicoba tidak mencakup demplot sosek dan ujicoba tanam, dikarenakan kondisi tidak memungkinkan. Tidak dilakukannya demplot sosek dan uji coba tanam dikarenakan ketidaksiapan kondisi lapangan. Prinsip penerapan adalah bahwa pelaksanaan operasi pemeliharaan partisipatif dilakukan dengan berbasis pada sumber daya yang tersedia disekitar lokasi, diantaranya sumber daya alam, sumber daya manusia termasuk potensi kelembagaan berupa kelompok-kelompok kerja yang telah ada. Pembentukan kelembagaan dilakukan bila belum ada lembaga yang terkait dengan pertanian atau irigasi, namun bila sudah ada lembaga tersebut,hanya perlu memperkuat dan menambah tugas fungsinya. Dalam pemberdayaan perkumpulan petani pemakai air ini seluruh stakeholder, baik pemerintah, swasta maupun masyarakat, terlibat sesuai dengan peran masing-masing. Pemerintah melakukan pembinaan,menyediakan perlindungan terhadap kegiatan masyarakat, menjembatani persoalan yang timbul antar pihak yang berhubungan dan melakukan pemberdayaan perkumpulan petani pemakai air. Peran masyarakat adalah berpartisipasi sesuai kapasitas dan kemampuan atau sumberdaya yang dimiliki. Peran swasta adalah mitra dalam pembentukan kelembagaan dan penguatannya. Pembentukan pokja dimulai dari melakukan identifikasi potensi dan permasalahan (kondisi wilayah dan sosial ekonomi) yang merupakan bentuk pemetaan sosial ekonomi, yang menjadi pertimbangan dalam perencanaan pengembangan irigasi lahan kering. Pada tahap selanjutnya, sosialisasi program adalah menjadi sarana penyampaian rencana pengembangan irigasi tersebut dan rencana pembentukan kelompok kerja kepada pemerintah daerah setempat dan masyarakat. Sosialisasi dapat dilakukan secara formal dan informal, namun kekurangannya adalah belum adanya penjelasan akan penggunaannya. Diketahui kemudian bahwa pertemuan formal umumnya dihadiri oleh para stakeholder sesuai lingkup sosialisasi. Keuntungan dari pertemuan yang dilakukan secara formal adalah dihadiri oleh para pengambil keputusan. Kelemahannya adalah jalan diskusi yang didominasi oleh orang-orang yang mempunyai jabatan lebih tinggi sehingga akan membatasi kesempatan menyampaikan pendapat.

Metode ini dianggap cocok untuk sosialisasi kepada aparat pemerintah. Sedangkan pertemuan informal mempunyai keuntungan bahwa peserta pertemuan merasa lebih bebas menyampaikan pendapat atau aspirasi tanpa memandang jabatan atau strata, namun kelemahannya adalah sosialisasi seperti ini dipandang tidak resmi. Metode ini dianggap cocok digunakan untuk sosialisasi kepada masyarakat. Selanjutnya pada tahap tiga, pembentukan kelembagaan dalam hal ini setingkat desa yang disebut kelompok kerja (pokja). Di dalam pedoman disebutkan bahwa terdapat tiga agenda utama dalam proses pembentukan kelembagaan yaitu pembentukan pokja, penyusunan aturan kelompok dan perencanaan iuran dan operasi pemeliharaan. Dalam hal ini, metode informal lebih efektif daripada formal dilihat dari sisi perolehan informasi dan kebebasan berpendapat. Disini pertemuan difasilitasi baik oleh tim peneliti dan juga oleh tokoh masyarakat. Dari ujicoba, struktur organisasi kelompok kerja yang dihasilkan ternyata lebih sederhana daripada pada pedoman, yaitu terdiri dari Ketua, Wakil Ketua, Bendahara, Sekertaris, Operator, dan Anggota.

Jika dilakukan perbandingan dengan Struktur Organisasi Pokja Sprinkler sesuai pedoman seperti yang telah dibahas pada kajian pustaka, maka berbeda dengan pedoman, pada struktur organisasi pokja sprinkler hasil ujicoba pedoman ini, disini Jurupungut hanya diperlukan bila dalam satu desa terdapat lebih dari satu kelompok kerja, demikan halnya dengan operator tingkat dusun adalah tidak diperlukan bila hanya ada satu sumur pompa di lokasi. Iuran anggota menurut para petani dapat langsung diberikan kepada bendahara sehingga tidak diperlukan adanya jurupungut. Pada penetapan besaran iuran, selain memperhatikan besar kebutuan operasi pemeliharaan juga dengan memperhatikan kemampuan ekonomi masyarakat di tempat kelembagaan OP, dengan

Gambar 2. Struktur Organisasi Pokja Sprinkler (Olah Hasil Penerapan) Sumber : Laporan Akhir Penelitian Puslitbang Sosekling. 2011

demikian pentingnya pemetaan ekonomi yang telah dilakukan sebelumnya. Iuran yang disepakati adalah adanya iuran pokok dan iuran rutin, yang besarnya disesuaikan dengan lahan dimiliki. Perbedaan besaran iuran adalah berdasarkan kemampuan masyarakat dan kesepakatan.Pada tahap empat yaitu perkuatan kelembagaan, aktifitas yang dilakukan antara lain pelatihan, demplot sosial ekonomi, penyusunan rencana aksi, ujicoba dan legalisasi. Dalam tahap ini, pelaksanaan pada dasarnya disesuaikan dengan tahapan yang tercantum dalam pedoman dan tidak ada perbedaan metode pelaksanaannya, namun dalam penelitian ini untuk ujicoba tanam tidak dilakukan juga pada proses legalisasi sudah tidak ada pemilihan pengurus lagi dikarenakan pengurus telah dipilih saat pembentukan struktur organisasi pada tahap sebelumnya.

KESIMPULAN

Untuk menjawab masalah bentuk kelembagaan 1.

operasi dan pemeliharaan lahan kering yang sesuai dengan karakteristik dan kearifan lokal daerah setempat, maka dalam penerapan model kelembagaan ini adalah perlu untuk dimungkinkan ada penyesuaian-penyesuaian, yaitu disesuaikan dengan karakteristik dan kearifan lokal di daerah tempat kelembagaan akan diterapkan. Kesimpulan ini mempertimbangkan hasil ujicoba yaitu dari penerapan kelembagaan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi diketahui bahwa kelembagaan dibutuhkan dalam rangka keberlanjutan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi air tanah dengan bentuk kelembagaan yang paling sederhana adalah kelompok kerja (pokja) tingkat desa dengan struktur organisasi terdiri dari Penasehat, Ketua, Bendahara, Sekertaris, Operator, Anggota dan penyesuaian adalah pada keberadaan juru pungut untuk membantu bendahara yang

keberadaannya harus disesuaikan dengan kondisi kelompok masyarakat di daerah penerapan, yaitu diadakan bila dalam desa tersebut terdapat lebih dari satu pokja. Penyesuaian bila di lokasi tersebut hanya terdapat satu pokja, maka jurupungut dapat ditiadakan. Juga untuk penetapan besaran iuran, selain berdasarkan kebutuhan operasi pemeliharaan, juga dengan memperhatikan kemampuan ekonomi masyarakat desa di lokasi penerapan kelembagaan OP.

Dari sisi cara yang digunakan untuk pertemuan, 2.

juga terdapat perbedaan terutama dalam rangka sosialisasi dan pembentukan kelembagaan. Pertemuan informal dianggap lebih efektif untuk berdiskusi dengan masyarakat desa, sedangkan pertemuan formal dianggap lebih efektif untuk berdiskusi dengan aparat pemerintahan. Pembentukan kelembagaan juga hanya perlu dilakukan bila di lokasi belum ada kelompok masyarakat, tetapi jika sudah ada, dapat memberdayakan kelompok masyarakat yang sudah berjalan dengan melakukan perkuatan. Perkuatan kelembagaan yang dilakukan setelah ada kelembagaan, dalam pelaksanaannya secara garis besar tidak berbeda. Aktivitas pemahaman daerah secara partisipatif terdapat dalam sosialisasi program, namun sebenarnya merupakan bagian dari proses pemetaan sosial ekonomi. Dalam ujicoba ini, masyarakat Modoinding dikarenakan mengenal budaya mapalus lebih terbiasa dengan sistem kelembagaan masyarakat bila dibandingkan masyarakat Kupang Timur.

DAFTAR PUSTAKA

Ariyanto, Dwi Priyo. 2008. Organisasi Irigasi dalam Operasional dan Perawatan Irigasi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Kurnia, Undang. 2004. Prospek Pengairan Pertanian Tanaman Semusim Lahan Kering. Jurnal

Litbang Pertanian. Departemen Pertanian.

Laporan Akhir Penelitian. 2007. Peningkatan Peran Masyarakat dan Pemerintah daerah mendukung Penerapan Teknologi ke-PU-an di Desa Akar-Akar, Nusa Tenggara Barat. Puslitbang Sosial Ekonomi Budaya dan Peran Masyarakat. Jakarta.

Laporan Akhir Penelitian. 2011. Ujicoba Penerapan Kelembagaan Operasi Pemeliharaan Irigasi Lahan Kering. Jakarta: Puslitbang Sosial Ekonomi Budaya dan Peran Masyarakat.

Manan, Hilman. 2006. Teknologi Pengelolaan Lahan dan Air Mendukung Ketahanan Pangan. Direktorat Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air, Departemen Pertanian.

Notohadiprawiro, Tejoyuwono. 1989. Pertanian Lahan Kering di Indonesia: Potensi, Prospek, kendala dan Pengembangannya. Bogor: Lokakarya Evaluasi Pelaksanaan Proyek Pengembangan Palawija SFCDPUSAID. Pedoman Pemberdayaan Perkumpulan Petani

Pemakai Air dalam Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi Sprinkler. Puslitbang Sosial Ekonomi Budaya dan Peran Masyarakat. Jakarta.

Determinant Factors in community Readiness Related Adaptive