• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rencana Pembangunan canal blocking dan Kesiapan Masyarakat

community Readiness Barriers at Sei Ahas Village in canal Blocking Development on peat Swamp

KAJIAN PUSTAKA

2. Rencana Pembangunan canal blocking dan Kesiapan Masyarakat

Kebakaran lahan gambut dan emisi karbon telah menjadi masalah besar yang berulang-ulang terjadi di Kalimantan Tengah. Kanal-kanal yang dibuka menjadi saluran sangat mempengaruhi cepatnya lahan gambut menjadi kering dan mudah terbakar. Disamping itu juga, kanal-kanal dimanfaatkan warga untuk jalur transportasi (navigasi) kegiatan pertanian ladang dan juga kadang dimanfaatkan untuk mengangkut kayu hasil tebangan (Gambar 9). Sedangkan gambar 10 adalah usulan lokasi awal dan relokasi.

Gambar 7. Kondisi Jalan dan Permukiman Desa Sei Ahas Sumber: Dokumentasi, 2013

Gambar 8. Pola MCK Warga Desa Sei Ahas Sumber: Dokumentasi, 2013

Sumber: Dokumentasi, 2013

Salah satu intervensi yang dapat dilakukan adalah memperbaiki kualitas hidrologi rawa gambut dengan membendung aliran air di saluran (kanal): “canal blocking”. Tujuannya adalah muka air tanah akan naik, lahan akan tetap basah. Dengan mempertahankan ketinggian muka air tanah pada ketinggian tertentu potensi gambut kering dan terbakar akan dapat diminimalisir. Tujuan jangka panjang adalah lahan menjadi kembali subur dan hijau. Pada dasarnya kanal sebaiknya dibendung

secara permanen sehingga proses perbaikan rawa gambut akan cepat terjadi. Namun karena kanal-kanal sudah dimanfaatkan warga untuk jalur navigasi mereka, konsep canal blocking permanen sangat tidak mungkin dilakukan saat ini.

Kronologis proses perencanaan, sosialisasi dan konsultasi publik sampai pada pelaksanaan konstruksi pembangunan canal blocking dapat diringkas dalam Tabel 4 berikut.

Tabel 4. Dinamika Sosial Pembangunan Canal blocking

No Kegiatan Keterangan Pihak yang terlibat

April

2012 Sosialisasi dan KonsultasiPublik rencana pembangunan canal blocking di Sei Ahas

Pada dasarnya masyarakat setuju dibangun asal tidak mengganggu jalur navigasi dan masyarakat dilibatkan dalam pembangunan konstruksi

Desain awal letak titik (Gambar 12) ditolak warga karena mengganggu navigasi, sehingga dipindahkan dan ditambah menjadi tiga titik

Desain canal blocking ditambah dengan shiplock untuk mengakomodasi kebutuhan transportasi perahu warga

Masyarakat sebanyak 32 orang setuju dan menandatangani surat pernyataan setuju

Balai Rawa, BWS Kalimantan II Aparat Desa dan tokoh

masyarakat Masyarakat

2012 Pengukuran dan pemasangan instrumen penelitian

Peneliti Balai Rawa mulai memasang alat-alat untuk mengukur subsidence, muka air tanah

Ada beberapa instrumen yang dipasang di lapangan hilang dicuri Terjadi kebakaran lahan gambut yang merusak beberapa alat

Balai Rawa Oknum

Mei

2013 Sosialisasi MenyepakatiTitik Pembangunan

Titik lokasi dipindahkan ke arah hulu sungai karena keterbatasan akses transportasi material

Balai Rawa dan BWS Kalimantan II mengundang Kepala Desa, tokoh masyarakat dan masyarakat yang memiliki lahan di titik rencana

Disepakati lokasi baru dan desain baru mengakomodasi jalur perahu

Disepakati bahwa tidak ada ganti rugi lahan, karena secara hukum lahan sudah dibebaskan pada saat pembebasan lahan waktu PLG

Desain canal blocking dengan konsep mempertahankan muka air pada ketinggian tertentu dan mengakomodasi kemudahan memindahkan perahu dengan lintasan melengkung dan dibantu pijakan tangga (Gambar 13)

Sehingga pada saat hujan lahan tidak akan tergenang dan masyarakat masih bisa melewati canal blocking membawa perahu

Balai Rawa, BWS Kalimantan II Kepolisian

Aparat Desa dan tokoh masyarakat

Masyarakat Kontraktor

Juni

2013 Penghadangan distribusimaterial

Beberapa anggota masyarakat mengatasnamakan “Komando Pengawal Pusaka Adat Dayak” (KUPAD) menghadang distribusi material di sungai Kapuas dengan alasan mereka tidak dilibatkan dalam distribusi dan penyediaan material

KUPAD Kontraktor Juni

2013 Dialog dengan tokohKUPAD

BWS Kalimantan II mengajak tokoh KUPAD untuk mencari jalan keluar Disepakati beberapa anggota KUPAD dilibatkan dalam menjaga keamanan dan

distribusi material serta akan dilibatkan dalam konstruksi

BWS Kalimantan II KUPAD Juli 2013 Proses Konstruksi Proses konstruksi mulai dilakukan dengan melibatkan masyarakat setempat

Sampai sekarang masih ada penolakan dari sebagian warga yang khawatir kanal tidak bisa dilalui lagi, dampaknya akan menggenangi lahan dan meminta ganti rugi atas kerusakan lahan

BWS Kalimantan II Kontraktor Anggota Masyarakat

Sumber: Data diolah dari wawancara mendalam, 2013

Seperti sudah diuraikan dalam konsep kesiapan masyarakat sebelumnya di pembahasan kajian pustaka, perlu disusun indikator-indikator kesiapan yang mampu mendefinisikan variabel-variabel kesiapan masyarakat. Indikator-indikator kesiapan inilah yang akan dijawab oleh responden. Berikut

ini diuraikan indikator kesiapan masyarakat yang mendeskripsikan variabel kesiapan masyarakat (lihat Tabel 5, 6, 7). Setiap indikator diukur dalam 4 (empat) skala dari 1-4, dimana skala 1 adalah paling rendah atau paling buruk sementara skala 4 adalah paling tinggi atau paling baik.

VARIABEL

INDIKATOR

Jaringan Ketersediaan Informasi Simpul Komunikasi dukungan kebijakanProgram dan Manfaat Teknologi

1. Apakah bantuan dari pemerintah mudah diperoleh? 2. Apakah kerjasama

dengan pihak swasta mudah dicapai?

1. Apakah masyarakat memperoleh buku panduan pemeliharaan tanggul?

2. Apabila tersedia informasi untuk perbaikan suku cadang tanggul apabila rusak? 1. Apakah komunikasi dengan Kementerian PU (pemilik proyek tanggul) mudah dilakukan? 2. Apakah komunikasi dengan pemerintah daerah mudah dilakukan? 3. Apakah komunikasi

antar sesama warga mudah dilakukan?

1. Apakah sudah ada program atau bantuan pemerintah mendukung konservasi lahan gambut? 2. Apakah sudah ada

program atau bantuan pemerintah kepada masyarakat dalam pemeliharaan tanggul?

1. Apakah sudah ada manfaat dari program pembangunan tanggul tersebut bagi anda?

Tabel 5. Indikator Kesiapan Masyarakat Dimensi Individu

VARIABEL

INDIKATOR

Pengetahuan Persepsi Motivasi

1. Apakah anda tahu apa yang menyebabkan lahan gambut menjadi kering di musim kemarau di Desa Sei Ahas? 2. Apakah anda tahu apa yang menyebabkan sering terjadi

kebakaran di lahan gambut di Desa Sei Ahas? 3. Apakah anda tahu dampak gambut yang kering? 4. Apakah anda tahu yang dimaksud dengan emisi karbon? 5. Apakah anda tahu program untuk mengatasi kekeringan

gambut dan kebakaran gambut?

6. Apakah anda tahu tujuan penanaman bibit karet? 7. Apakah anda tahu atau sudah pernah melihat tanggul

saluran?

8. Apakah anda sudah mengetahui ada rencana pembangunan tanggul saluran di Desa Sei Ahas? 9. Apakah anda tahu fungsi dari tanggul yang akan dibangun

tersebut?

10.Apakah anda tahu cara membawa perahu melewati tanggul tersebut?

11.Apakah anda sudah tahu cara pemeliharaan tanggul tersebut?

1. Apakah menurut anda, kekeringan dan kebakaran gambut merupakan masalah yang harus diatasi?

2. Apakah menurut anda, membuat tanggul saluran adalah solusi mengatasi kekeringan dan kebakaran? 3. Apakah menurut anda, setelah tanggul

terbangun akan mengganggu akses perahu yang keluar masuk? 4. Apakah menurut anda, tanggul saluran

akan menimbulkan timbunan sampah? 5. Apakah menurut anda, pembangunan

tanggul saluran akan menimbulkan permasalahan sosial?

6. Apakah menurut anda, tanggul saluran akan meningkatkan kesuburan tanah?

1. Apakah dengan pembangunan tanggul saluran ini anda berharap terlibat sebagai tukang?

2. Pada saat sudah selesai dibangun, apakah anda bersedia merawat tanggul tersebut?

3. Apakah anda bersedia mengumpulkan iuran untuk perawatan tanggul tersebut? 4. Apabila lahan sudah subur

kembali, apakah anda akan memanfaatkan lahan di lokasi tanggul untuk pertanian atau kebun?

Sumber: Kuesioner Kesiapan Masyarakat, 2013

VARIABEL

INDIKATOR

Kearifan Lokal Sumber Daya Rencana Aksi Bersama Kepemimpinan Forum Komunitas

1. Apakah tingkat kepercayaan antar sesama warga cukup tinggi?

2. Apakah ada aturan desa yang mengatur warga dalam menjaga kelestarian hutan atau mengembangkan gambut untuk pertanian? 3. Apakah anda mentaati aturan

tersebut?

1. Apakah lahan gambut di daerah anda cukup subur? 2. Apakah selama ini komoditas

yang ditanam di daerah ini menguntungkan? 3. Apakah anda sudah

berpengalaman dalam bidang pertanian?

1. Apakah sudah pernah ada pertemuan warga membahas pembangunan dan perawatan tanggul? 2. Apakah anda terlibat aktif

dalam pertemuan-pertemuan yang dilakukan membahas tanggul tersebut? 3. Apakah sudah ada

kesepakatan yang dibuat terkait pemeliharaan dan pemanfaatan tanggul (misalnya rencana iuran

warga atau petugas yang menjaga tanggul)?

1. Apakah ada tokoh masyarakat yang berpengaruh di Desa ini? 2. Apakah warga

mendengarkan atau patuh kepada tokoh masyarakat?

1. Apakah ada kelompok tani yang aktif di Desa ini? 2. Apakah anda aktif dalam

pertemuan dan membayar kewajiban anggota? 3. Apakah konsultasi atau

kerjasama dengan pemerintah atau swasta sering melibatkan kelompok tani? Tabel 6. Indikator Kesiapan Masyarakat Dimensi Komunitas

Sumber: Kuesioner Kesiapan Masyarakat, 2013

Level Range Skor 1 No awareness 1,0 - 1,9 2 Denial 2,0 - 2,9 3 Vague Awareness 3,0 - 3,9 4 Preplanning 4,0 - 4,9 5 Preparation 5,0 - 5,9 6 Initiation 6,0 - 6,9 7 Stabilization 7,0 - 7,9 8 Confirmation/ Expansion 8,0 - 8,9 9 High level of community ownership 9,0 – 10 Tabel 9. Range skor tingkat kesiapan masyarakat

I II III IV V VI VII VIII IX X XI

A INDIVIDU 5,82 1 PENGETAHUAN 2,14 2,17 1,94 1,80 2,29 2,77 2,06 2,14 2,06 2,03 1,89 2,12 5,29 2 PERSEPSI 3,09 2,51 1,97 1,89 1,63 2,54 2,27 5,68 3 MOTIVASI 3,00 2,40 2,09 2,89 2,59 6,48 B KOMUNITAS 4,84 1 KEARIFAN LOKAL 1,91 1,46 1,57 1,65 4,12 2 SUMBER DAYA 2,51 2,43 2,51 2,49 6,21

3 RENCANA AKSI BERSAMA 1,43 1,69 1,00 1,37 3,43

4 KEPEMIMPINAN 2,77 2,89 2,83 7,07 5 FORUM KOMUNITAS 1,54 1,40 1,11 1,35 3,38 C DELIVERY SYSTEM 3,94 1 AKSES JARINGAN 2,00 1,86 1,93 4,82 2 KETERSEDIAAN INFORMASI 1,00 1,00 1,00 2,50 3 SIMPUL KOMUNIKASI 1,89 1,66 2,54 2,03 5,07

4 DUKUNGAN PROGRAM DAN KEBIJAKAN 2,66 1,00 1,83 4,57

5 MANFAAT 1,09 1,09 2,71

4,87

SKOR RATA-RATA SETIAP INDIKATOR

SKOR AKHIR RATA-RATA

KONSEP/VARIABEL TOTAL SKOR

SKALA 1-4

KONVERSI SKOR SKALA 1-10

Tabel 8. Rekapitulasi Tingkat Kesiapan Masyarakat

Sumber: hasil analisis data, 2013

Untuk memudahkan perhitungan, level kesiapan masyarakat dapat dikategorisasikan dalam range seperti tabel 9.

Dari hasil rekapitulasi perhitungan kesiapan masyarakat pada Tabel 8, dapat dikategorikan bahwa masyarakat Desa Sei Ahas dalam konteks rencana pembangunan canal blocking mempunyai nilai kumulatif 4,87 yang berarti berada pada kategori Preplanning. Sesuai dengan konsepnya, preplanning adalah level sudah ada pemahaman bahwa terdapat masalah yang harus dipecahkan bersama-sama. Telah ada figur pemimpin komunitas namun belum ada perencanaan yang konkrit. Kalau dikaitkan dengan konteks kesiapan masyarakat Sei Ahas dalam pembangunan canal blocking, dapat disimpulkan bawah konsep preplanning sesuai dengan kondisi faktual di lapangan, yaitu kesadaran masyarakat terhadap masalah yang dihadapi bersama, yaitu kebakaran pada lahan gambut, namun belum ada usaha nyata secara tarpadu dalam mengatasi masalah tersebut. Selanjutnya dalam pembahasan berikut akan diuraikan lebih detail mengenai kesiapan masyarakat dan faktor sosial yang menghambat rencana pembangunan

canal blocking.

3. Pembahasan

Sebelum proyek canal blocking masuk, Desa Sei Ahas adalah salah satu daerah yang cukup sering menjadi sasaran program pembangunan/ pemberdayaan di bidang pertanian, perikanan dan perkebunan. Tercatat ada beberapa program yang sudah pernah masuk kesana, misalnya program PLG (1996-1998), kerjasama CARE Internasional dengan

Central Kalimantan Peatland Project (CKPP) (2007),

Yayasan Petak Danum (TPD) (2010) dan KFCP (2010-2013) di bidang penurunan emisi karbon dan livelihood berupa penanaman bibit karet, serta program peningkatan perekonomian masyarakat lainnya. Banyaknya program ternyata bukan semakin memperkuat kemandirian masyarakat, namun justru malah memperlemah dan membuat ketergantungan masyarakat terhadap program bantuan semakin besar. Orientasi masyarakat cenderung hanya kepada kompensasi atau penghasilan tambahan yang bisa didapat secara cepat dari adanya program yang masuk. Hal ini juga tidak terlepas dari kondisi perekonomian masyarakat dan mata pencaharian dan sumber daya alam yang kurang memadai.

Sebagai contoh, program KFCP saat ini relatif bermasalah, sampai pada kondisi penolakan dan pembakaran bibit karet oleh beberapa warga karena kurangnya transparansi keuangan, insentif yang diterima dengan menanam bibit karet tidak memadai dan banyaknya janji-janji yang tidak ditepati oleh KFCP (Sumber: Bpk. Misradi).

Dan menurut beliau program yang masuk tidak melibatkan seluruh komponen masyarakat, hanya melibatkan aparat pemerintah desa saja.

Dari pengamatan di lapangan, saat ini terjadi ‘konflik’ sosial yang membelah masyarakat menjadi dua kelompok: kelompok Kepala Desa dan kelompok mantan Kepala Desa (Misradi), sehingga tingkat kepercayaan antar warga relatif rendah (Tabel 8, Variabel Kearifan Lokal: Indikator I). Hal inilah salah satu yang menghambat proses sosialisasi dan pembangunan canal blocking menjadi berlarut-larut dan bermasalah sampai sekarang. Sehingga pelibatan seluruh elemen masyarakat yang bertikai sudah harus dilakukan secara persuasif, transparan dan berkesinambungan.

Sebenarnya masyarakat sudah menyadari kebakaran adalah masalah yang harus diatasi bersama (lihat Tabel 8: Variabel Persepsi: Indikator I). Namun dampak dan pola kebakaran pada gambut, apalagi dikaitkan dengan emisi karbon sama sekali tidak mereka pahami (Tabel 8, Variabel Pengetahuan: Indikator III dan IV). Apalagi menurut mereka, membakar lahan adalah kebiasaan yang dilakukan sebelum musim tanam, biaya yang dikeluarkan juga tidak mahal.

Solusi yang ditawarkan pemerintah dengan membuat canal blocking masih ditanggapi secara skeptis oleh masyarakat. Beberapa orang menilai

canal blocking dapat mengatasi kebakaran

lahan, namun dampak bangunan terhadap lahan dan aktivitas sehari-hari mereka yang sangat mereka khawatirkan. Sebagian besar responden menghawatirkan lahan mereka akan tergenang dan rusak apabila canal blocking dibangun dan akses mereka keluar-masuk menggunakan perahu akan menjadi sulit dan terhambat (Tabel 8, Variabel Persepsi: Indikator III, IV dan V). Apalagi banyak juga perempuan yang keluar masuk melalui kanal tersebut (sumber, Bpk. Misradi). Padahal canal

blocking sudah didesain sedemikian rupa agar

kekhawatiran mereka tidak terjadi. Disinilah sebenarnya letak permasalahannya, bahwa ternyata masyarakat belum memahami peran dan dampak yang akan terjadi apabila canal blocking dibangun. Untuk itu harus dilakukan sosialisasi lanjutan untuk menjelaskan desain, dampak dan manfaat yang diperoleh masyarakat. Model sosialisasi yang mudah dipahami oleh masyarakat bisa dilakukan dengan cara menayangkan dalam gambar bergerak (motion picture) bagaimana tata cara melewati kanal dengan membawa perahu dan bagaiman efek kanal terhadap lahan dan tanaman. Model seperti ini bisa memperdalam pemahaman dan mempermudah penerimaan masyarakat terhadap teknologi baru.

Hal yang menarik berikutnya adalah motivasi masyarakat (Tabel 8, Variabel Motivasi: Indikator I). Tingginya motivasi masyarakat sangat didorong oleh keinginan ikut terlibat sebagai tukang atau buruh dalam konstruksi canal blocking. Seperti telah dibahas sebelumnya bahwa tingkat ketergantungan masyarakat terhadap program yang masuk sangat tinggi, juga berlaku dalam proyek ini. Namun masalahnya masyarakat belum termotivasi untuk merawat, kecuali ada upahnya (Sumber, beberapa orang responden).

Dari aspek kesiapan komunitas lokal, dapat terpetakan bahwa konflik dan tingkat kepercayaan antar masyarakat yang relatif rendah sangat menghambat proyek canal blocking. Kelompok tani yang mewadahi kepentingan petani juga kurang eksis di Desa Sei Ahas. Pertemuan penggagas proyek dengan warga memang sudah beberapa kali dilakukan dan ada kesepakatan bersama (tanda tangan peserta pertemuan), namun setelah itu tetap terjadi penolakan, yang sebenarnya bermuara pada kompensasi ganti rugi atau diikutsertakan dalam pembangunan. Seperti diungkapkan pejabat Balai Wilayah Sungai (BWS), tiga hal yang harus dipenuhi agar proyek berjalan adalah 1) memberikan manfaat bagi masyarakat, 2) tidak mengganggu aktivitas masyarakat dan 3) melibatkan masyarakat dalam pembangunan. Salah satu aspek positif dari kesiapan komunitas adalah adalah tokoh-tokoh masyarakat yang dihormati dan didengarkan masyarakat. Namun sampai saat ini potensi ini belum terlihat mendukung kelancaran proyek canal blocking.

Sementara dari aspek kesiapan delivery system, terlihat bahwa secara umum belum ada dukungan dari pemerintah daerah setempat mendukung program ini. Ketersediaan informasi berupa buku panduan OP juga belum ada namun hal ini perlu dibuat sebagai pegangan bagi masyarakat dalam operasi dan pemeliharaan canal blocking ke depannya. Salah satu dukungan program yang sudah eksis bersinergis dengan proyek canal blocking adalah program KFCP (Tabel 8, Variabel Dukungan Program dan Kebijakan: Indikator I). Terlepas dari kontroversi yang berkembang dimasyarakat mengenai program KFCP, penting untuk tetap dilakukan koordinasi dan bersinergis dalam program konservasi lahan gambut dan penurunan emisi karbon. Disamping itu juga, koordinasi dan kerjasama dengan pemerintah daerah penting digalakkan, mengingat konservasi gambut berbasis peningkatan kesejahteraan masyarakat sangat erat kaitannya dengan pemilihan komoditas yang paling sesuai, pola tanam dan pengolahan paska panen harus dilakukan oleh instansi yang berwenang yaitu dinas pertanian. Mengingat status lahan gambut diperuntukkan untuk kawasan lindung, maka

KESIMPULAN

Canal blocking adalah salah satu upaya yang bisa

dilakukan untuk mengendalikan aliran muka air tanah dalam rangka mencegah kebakaran dan emisi karbon pada lahan gambut. Rencana pembangunan

canal blocking di Desa Sei Ahas mengalami banyak

hambatan karena faktor kesiapan masyarakat. Tingkat kesiapan masyarakat Sei Ahas dalam menerima rencana pembangunan canal blocking termasuk pada kategori preplanning dengan nilai skor: 4,87. Faktor-faktor yang menghambat kesiapan masyarakat Sei Ahas adalah kekhawatiran terganggunya mata pencaharian penduduk, rendahnya pemahaman masyarakat terhadap emisi karbon dan kebakaran gambut, persepsi yang salah terhadap fungsi dan mekanisme tanggul, dan kurang harmonisnya jaringan sosial di masyarakat.

Untuk itu beberapa hal yang dapat direkomendasikan untuk mengatasi hambatan tersebut, yaitu sosialisasi dan pendampingan mengenai kebakaran gambut, emisi karbon, dampak dan manfaat canal blocking, transparansi dan pelibatan seluruh elemen masyarakat dalam perencanaan, pembangunan dan pemeliharaan bangunan. Agar program konservasi lahan gambut ini juga dapat menyentuh peningkatan kesejahteraan masyarakat maka program-program lanjutan yang bersifat pemberdayaan dan livelihood (kesejahteraan) seperti rebosisasi dan intensifikasi ladang campuran dengan pohon hutan harus diintensifkan.

DAFTAR PUSTAKA

Agus, F. Subiksa, IGM. 2008. Lahan Gambut: Potensi

Untuk Pertanian Dan Aspek Lingkungan.

Bogor : Balai Penelitian Tanah. Badan Litbang Pertanian.

Agus, F. Wahyunto, E. Runtunuwu, A. Dariah, E. Susanti, E. Surmaini. 2009. Identifikasi

Iptek Terhadap Dampak Perubahan Iklim di Sektor Pertanian (Mitigasi Perubahan Iklim pada Berbagai Sistem Pertanian di Lahan Gambut Kabupaten Kubu Raya dan Pontianak, Kalimantan Barat). Laporan Kerjasama

BBSDLP dengan Kementerian Riset dan Teknologi.

[Balai Rawa, Puslitbang SDA. Balai Wilayah Sungai Kalimantan II, Ditjen SDA]. 2013. Desain

Konstruksi Drainpile (Blok D). Paket Pekerjaan

di Sei Ahas.

[Balai Wilayah Sungai Kalimantan II, Ditjen SDA]. 2013. Rencana Lokasi Pintu Air Sei Ahas.

Kapuas

Balitbang Kementerian Pertanian.

Edward, Ruth, W et al. 2000. Community Readiness:

Research to Practice. Tri-Ethnic Center

for Prevention Research. Colorado State University

Hooijer, A. Silvius, M. Wosten, H. and Page, S. 2006. PEAT-CO2, Assessment of CO2 Emissions from Drained Peatlands in SE Asia. Delft Hydraulics

Report Q3943(2006).

Inpres No. 10 tahun 2011 tentang moratorium (penghentian sementara) pembukaan hutan dan lahan gambut

Law, John. Hassard, John. 1998. Actor Network

Theory and After. Oxford-England : Blackwell.

Nurhidayanti. 2010. Dampak Negatif Kerusakan

Ekosistem Rawa Terhadap Lingkungan Dan Upaya Penanggulangannya. Universitas PGRI

Palembang

Oetting, R, E et al. 2001. Community Readiness and

Health Services. Colorado State University

Perpres No. 61 tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK)

Plested, Barbara, et al. 2006. Community Readiness:

A Handbook for Succesfull Change. Tri-Ethnic

Center for Prevention Research. Colorado State University

Rancangan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM-Desa) Sei Ahas, 2011 Rogers, EM. 2003. Diffusion of Innovations 5th

edition. New York : Free Press.

Satgas Persiapan Kelembagaan REDD+. 2012.

Strategi Nasional REDD+. Jakarta

Sarwono, Jonathan. 2011. Mixed Methods. Cara

Menggabungkan Riset Kuantitatif dan Riset Kualitatif Secara Benar. Jakarta: PT. Elex

Media Komputindo. Kompas Gramedia. Soekartawi. 2005. Agribisnis Teori dan Aplikasinya.

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Wahyunto. Mulyani, Anny. 2011. Sebaran Lahan

Gambut Di Indonesia. Bogor: Balai Penelitian

Tanah, Balitbang Kementerian Pertanian. Wijaya, P. Elias. 2013. Kesiapan Masyarakat

Menerapkan Irigasi Tetes Di Desa Temiyang - Kabupaten Indramayu. Prosiding Kolokium

Puslitbang Sumber Daya Air 2013. Bandung. Widjaja-Adhi, I P.G., K. Nugroho, Didi Ardi S., A.S.

Karama. 1992. Sumber daya lahan rawa:

Potensi, keterbatasan, dan pemanfaatan.

hlm. 19-38. Risalah Pertemuan Nasional Pengembangan Pertanian Lahan Rawa Pasang Surut dan Lebak. Bogor.

Yuliar, Sonny. 2008. Tata Kelola Teknologi - Prespektif

Revitalization model of traditional market management