• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa pada mata pelajaran IPA dari 39 siswa masih banyak siswa yang mendapatkan nilai dibawah KKM (KKM yang ditetapkan 70,00 dengan prosentase sebagai berikut 0-69 sebanyak 32siswadan yang tuntas hanya 7 siswa (17,95%). Rendahnya prestasi belajar siswa pada pra siklus dikarenakan guru belum menggunakan metode pembelajaran yang tepat.

Aktivitas belajar siswa masih tergolong rendah karena siswa masih belum aktif belum berani bertanya dan menjawab serta belum dapat berinteraksi dengan teman mereka. Rendahnya aktifitas siswa ini disebabkan karena guru belum menggunakan media pembelajaran yang tepat. Dan pembelajaran masih berpusat pada guru bukan siswa.

Pada siklus 1 diperoleh hasil penelitian bahwa pada mata pelajaran IPA dari 39 siswa masih banyak juga siswa yang mendapatkan nilai dibawah KKM dengan prosentase sebagai berikut : 0-69 sebanyak 30 siswa dan yang memperoleh nilai70-100 sebanyak 9siswa (23,09% ). Masih banyak siswa yang mendapatkan nilai dibawah KKM disebabkan karena guru kurang siap dalam menyampaikan pembelajaran walaupun sudah menggunakan metode yang tepat yaitu metode TGT.

Dalam hal aktivitas belajar pada siklus 1, siswa mulai mengalami kemajuan hal ini dikarenakan guru sudah menggunakan media pembelajaran yang sudah tepat yaitu mengunakan media kartu bilangan. Namun penguasaan guru terhadap metode pembelajaran masih kurang dan siswa masih belum paham akan type pembelajaran yang digunakan.

Pada siklus 2 diperoleh hasil penelitian bahwa pada mata pelajaran IPA dari 39 siswa telah banyak siswa yang mendapatkan nilai diatas KKM dengan prosentase sebagai berikut : 0-69 berkisar 23,08%

(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 130

atau sebanyak 9 anak dan yang memperoleh nilai 70-100 sebanyak 30 anak (76,92), dalam hal ini pembelajaran masih belum dikatakan tuntas. Ketuntasan dalam pembelajaran IPA ini dsebabkan karena guru sudah siap dalam menggunakan metode kooperatif tipe TGT namun belum sempurna.

Dalam hal aktifitas belajar pada siklus 2, siswa nampak mengalami peningkatan. Peningkatan aktifitas belajar ini dikarenakan guru siap dalam menggunakan metode pembelajaran walaupun belum sempurna dan beberapa siswa masih tampak ragu dalam kerja kelompok. Sedangkan hasil penelitian pada siklus 3 diperoleh bahwa pada mata pelajaran IPA dari 39 siswa semakin banyak siswa yang

mendapatkan nilai diatas KKM dengan prosentase sebagai berikut : 0-69 % sebanyak 1 anak dan 70-100 sebanyak38 anak (97,44%), dalam hal ini pembelajaran dikatakan tuntas. Ketuntasan dalam pembelajaran IPA ini disebabkan karena guru sudah siap dalam menggunakan metode kooperatif tipe TGT dan siswa tampak terbiasa dengan metode tersebut. Begitu pula aktifitas belajar siswa pada siklus 3 mengalami peningkatan yang signifikan. Peningkatan aktifitas belajar ini dikarenakan guru merencanakan dengan matang metode pembelajaran TGT serta siap dalam menggunakan metode pembelajaran tersebut.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian pada mata pelajaran IPA dengan menerapkan metode kooperatif tipe TGT pada pembelajaran kompetensi dasar “mengenal benda langit” dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa mengalami peningkatan yang signifikan. Selain hasil belajar, aktifitas siswa dalam pembelajaran juga terlihat sangat baik. Siswa terlihat aktif dalam setiap pembelajaran.

Berdasarkan kesimpulan tersebut di atas, penulis memberi saran-saran yang dapat memajukan dan meningkatkan mutu pendidikan : 1. Kepada Pengawas Sekolah agar memberikan motivasi kepada

guru-guru untuk melakukan refleksi sehingga bila mengalami kegagalan dalam pembelajaran tidak selalu menyalahkan siswa.

2. Kepada Kepala Sekolah agar memberikan dukungan kepada guru-guru untuk melakukan refleksi sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik.

(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)131 3. Pemahaman perbaikan pembelajaran ini perlu disampaikan dalam

kegiatan Kelompok Kerja Guru ( KKG ).

4. Kepada teman-teman guru agar memilih metode dan media pembelajaran yang tepat sesuai dengan materi dan kemampuan siswa sehingga perhatian siswa dapat terfokus pada pembelajaran.

5. Kepada komite dan wali murid agar memberikan dorongan kepada anaknya untuk giat belajar sehingga materi yang telah diajarkan dapat diserap dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Haling, dkk. 2007. Belajar dan Pembelajaran. Makassar : Universitas Negeri Makassar.

Arikunto, Suharsimi, dkk. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Bumi Aksara.

Hamzah B. Uno. 2009. Model Pembelajaran Menciptakan Proses

Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta : Bumi Aksara.

Azis Wahab, H. Abdul. 2009. Metode dan Model-model Mengajar Ilmu

Pengetahuan Sosial. Bandung : Alfabeta.

_____ . 2005. Paket Pelatihan Awal untuk Sekolah dan Masyarakat (

Menciptakan Masyarakat Peduli Pendidikan Anak Program Manajemen Berbasis Sekolah). Jakarta : DEPDIKNAS.

_____ . 2005. Paket Pelatihan Lanjutan untuk Sekolah dan Masyarakat

(Menciptakan Masyarakat Peduli Pendidikan Anak Program Manajemen Berbasis Sekolah).Jakarta : DEPDIKNAS.

______. 2007. Peran Serta Masyarakat (Menciptakan Masyarakat

Peduli Pendidikan Anak Program Manajemen Berbasis Sekolah.

Jakarta : DEPDIKNAS.

Mulyasa. 1992. Menjadi Guru Professional. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Sahabuddin. 1999. Mengajar dan Belajar. Ujung Pandang : Badan Penerbit Universitas Negeri Makassar.

Sudjana, Nana. 1995. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung : PT. Sinar Baru Algesindo.

Syah, Muhibbin. 2003. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru.Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Abdul Halim Fathani, 2008. “matematika hakikat dan logika”, Jogjakarta: Ar-ruzz Media.

(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 132

Halijah, 2008. “Peningkatan mutu proses dan hasil belajar melalui

penerapan model pembelajaran berbasis masalah pada siswa kelas SMP Negeri 2 Makassar”, Skripsi: FMIPA UNM.

Hikmayanti Indra Purnama, 2008. “Penerapan model pembelajaran

model Aptitude treatment Interaction (ATI) untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas XI IPA 1 SMA Negeri 2 Bulukumba”. Skripsi: FKIP Unismuh.

Kunandar, 2008.“Langkah mudah Penelitian Tindakan Kelas sebagai

pengembangan profesi guru”.Jakarta : Rajawali Pers.

Kusuma Habi, 2003. “ eksperimen penggunaan lembar kerja siswa

dalam proses belajar mengajar pada pokok bahasan pecahan siswa kelas 1 SLTP Negeri 4 Takalar”. Skripsi : FKIP Unismuh.

Muhammad Arif Tiro, 1999 .“Dasar-dasar Statistika”, Makassar : BP UNM.

Saiful sagala, 2003.”Konsep dan makna pembelajaran”, Bandung : Alfabeta.

(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)133 MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL

STAD (STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION)

Suhartoyo

SDN 001 Balikpapan Selatan Abstrak

Guru hendaknya menciptakan suasana belajar kooperatif dalam kelas. Anak yang pandai harus membantu anak yang kurang pandai, anak yang kuat harus membantu yang lemah, dan tiap anak harus saling mendorong untuk menumbuhkan motivasi belajar yang kuat. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana peningkatan Hasil Belajar siswa dengan diterapkannya metode pembelajaran kooperatif model STAD, dan bagaimanakah pengaruh metode pembelajaran kooperatif model STAD terhadap motivasi belajar siswa. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan Hasil Belajar siswa setelah diterapkannya metode pembelajaran kooperatif model STAD dan untuk mengetahui pengaruh motivasi belajar siswa setelah diterapkan metode pembelajaran kooperatif model STAD. Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (action research) sebanyak tiga putaran. Setiap putaran terdiri dari empat tahap yaitu: rancangan, kegiatan dan pengamatan, refleksi, dan refisi. Sasaran penelitian ini adalah siswa kelas III SDN 001 Balikpapan Selatan. Data yang diperoleh berupa hasil tes formatif, lembar observasi kegiatan belajar mengajar. Dari hasil analis didapatkan bahwa Hasil Belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I sampai siklus III yaitu, siklus I (65,22%), siklus II (78,26%), siklus III (86,96%). Metode pembelajaran kooperatif model STAD dapat berpengaruh positif terhadap motivasi belajar kelas III SDN 001 Balikpapan Selatan. Model pembelajaran ini dapat digunakan sebagai alternatif pembelajaran.

(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 134

PENDAHULUAN

Sesuai dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika dan pandangan hidup Pancasila, manusia pada hakekatnya adalah makhluk bineka yang mengemban misi tunggal sebagai khalifah Tuhan di muka bumi. Bertolak dari pemikiran tersebut anak-anak di dalam kelas pada hakikatnya juga makhluk bineka, yang satu sama lain berbeda. Perbedaan dapat berkenaan dengan latar belakang budaya, ras, suku, agama, adapt istiadat, dan sebagainya. Perbedaan juga berkenaan dengan potensi kemanusiaan yang dimiliki oleh anak-anak, mencakup kognitif, fisik, maupun emosi.

Berdasarkan pandangan hidup Pancasila dan semboyan Bhineka Tunggal Ika, pandangan hidupa dan semboyan tersebut mengajarkan kepada bangsa Indonesia bahwa Tuhan menciptakan manusia berbeda-beda secara vertikal maupun horizontal agar dapat saling memanfaatkan atau saling membantu, sehingga manusia dapat mengembangkan potensi kemanusiaan yang dimiliki hingga taraf yang optimal dan terintergrasi. Dengan mengaktualisasikan potensi kemamuan yang optimal dan terintergrasi itulah manusia melaksanakan fungsi kekhalifahannya. Bertolak dari pandangan hidup dan semboyan semacam itu, bineka vertikal seperti kaya-miskin, kuat-lemah, pandai-bodoh, dan bineka horizontal seperti latar belakang budaya, agama, suku, ras, adat instiadat, dan sebagainya disikapi sebagai kondisi alami yang memungkinkan manusia berinteraksi dalam rangka saling membutuhkan atau menjalin hubungan kerja sama. Interaksi saling membutuhkan atau hubungan kerja sama. Interaksi saling membutuhkan atau hubungan kerja sama antaranak di dalam kelas inilah yang mengahasilkan suasana belajar kooperatif.

Pembelajaran Matematika tidak lagi mengutamakan pada penyerapan melalui pencapaian informasi, tetapi lebih mengutamakan pada pengembangan kemampuan dan pemrosesan informasi. Untuk itu aktivitas peserta didik perlu ditingkatkan melalui latihan-latihan atau tugas matematika dengan bekerja kelompok kecil dan menjelaskan ide-ide kepada orang lain. (Hartoyo, 2000 : 24).

Pete Tschumi dari Universitas Arkansas Little Rock memperkenalkan suatu ilmu pengetahuan pengantar pelajaran komputer selama tiga kali, yang pertama siswa bekerja secara individu, dan dua kali secara kelompok. Dalam kelas pertama hanya 36% siswa yang

(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)135 mendapat nilai C atau lebih baik, dan dalam kelas yang bekerja secara kooperatif ada 58% dan 65% siswa yang mendapat nilai C atau lebih baik (Felder, 1994 :14).

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan suatu masalah sebagai berikut : Bagaimanakah peningkatan Hasil Belajar Matematika materi operasi hitung bilangan sampai tiga angka dengan diterapkannya metode pembelajaran kooperatif model STAD pada siswa kelas III SDN 001 Balikpapan Selatan tahun pelajaran 2012/2013? Bagaimanakah pengaruh metode pembelajaran kooperatif model STAD terhadap motivasi belajar Matematika materi operasi hitung bilangan sampai tiga angka siswa kelas III SDN 001 Balikpapan Selatan tahun pelajaran 2012/2013?

KAJIAN TEORI

Pembelajaran

Pembelajaran adalah proses, cara, menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Sedangkan belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berubah tingka laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman. (KBBI, 1996 : 14). Jadi pembelajaran adalah proses yang disengaja yang menyebabkan siswa belajar pada suatu lingkungan belajar untuk melakukan kegiatan pada situasi tertentu. Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah suatu pengajaran yang melibatkan siswa untuk bekerja dalam kelompok-kelompok untuk menetapkan tujuan bersama. (Felder, 1994 : 2). Pembelajaran kooperatif adalah suatu metode pembelajaran dengan cara mengelompokkan siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil untuk bekerja sama dalam memecahkan masalah. Kemampuan siswa dalam setiap kelompok adalah hiterogen.

Metode Pembelajaran Kooperatif Model STAD (Student Teams Achievement Division)

Langkah-langkah dalam pembelajaran kooperatif mode STAD sebagai berikut:

o Kelompokkan siswa dengan masing-masing kelompok terdiri dari tiga sampai dengan lima orang. Anggota-anggota kelompok dibuat heterogen meliputi karakteristik kecerdasan, kemampuan awal

(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 136

matematika, motivasi belajar, jenis kelamin, atupun latar belakang etnis yang berbeda.

o Kegiatan pembelajaran dimulai dengan presentasi guru dalam menjelaskan pelajaran berupa paparan masalah, pemberian data, pemberian contoh. Tujuan peresentasi adalah untuk mengenalkan konsep dan mendorong rasa ingin tahu siswa.

o Pemahaman konsep dilakukan dengan cara siswa diberi tugas-tugas kelompok. Mereka boleh mengerjakan tugas-tugas tersebut secara serentak atau saling bergantian menanyakan kepada temannya yang lain atau mendiskusikan masalah dalam kelompok atau apa saja untuk menguasai materi pelajaran tersebut. Para siswa tidak hanya dituntut untuk mengisi lembar jawaban tetapi juga untuk mempelajari konsepnya. Anggota kelompok diberitahu bahwa mereka dianggap belum selesai mempelajari materi sampai semua anggota kelompok memahami materi pelajaran tersebut.

o Siswa diberi tes atau kuis individual dan teman sekelompoknya tidak boleh menolong satu sama lain. Tes individual ini bertujuan untuk mengetahui tingkat penguasaaan siswa terhadap suatu konsep dengan cara siswa diberikan soal yang dapat diselesaikan dengan cara menerapkan konsep yang dimiliki sebelumnya.

o Hasil tes atau kuis selanjutnya dibandingkan dengan rata-rata sebelumnya dan poin akan diberikan berdasarkan tingkat keberhasilan siswa mencapai atau melebihi kinerja sebelumnya. Poin ini selanjutnya dijumlahkan untuk membentuk skor kelompok. o Guru memberikan pernghargaan kepada kelompok yang terbaik

prestasinya atau yang telah memenuhi kriteria tertentu. Penghargaan disini dapat berupa hadiah, sertifikat, dan lain-lain.

Gagasan utama dibalik model STAD adalah untuk memotivasi para siswa untuk mendorong dan membantu satu sama lain untuk menguasai keterampilan-keterampilan yang disajikan oleh guru. Jika para siswa menginginkan agar kelompok mereka memperoleh penghargaan, mereka harus membantu teman sekelompoknya mempelajari materi yang diberikan. Mereka harus mendorong teman meraka untuk melakukan yang terbaik dan menyatakan suatu norma bahwa belajar itu merupakan suatu yang penting, berharga dan menyenangkan.

(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)137 METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research), karena penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas. Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab menggambarkan bagaimana suatu teknik pembelajaran diterapkan dan bagaimana hasil yang diinginkan dapat dicapai.

Menurut Oja dan Sumarjan (dalam Titik Sugiarti, 1997; 8) mengelompokkan penelitian tindakan menjadi empat macam yaitu (a) guru bertindak sebagai peneliti,

(b) penelitian tindakan kolaboratif, (c) simultan terintegratif, dan (d) administrasi sosial ekperimental. Tempat, Waktu dan Subyek Penelitian

Penelitian ini bertempat di SDN 001 Balikpapan Selatan tahun pelajaran 2012/2013, dilaksanakan pada bulan September semester ganjil 2012/2013.Subyek penelitian adalah siswa-siswi kelas pada pokok bahasan Melakukan operasi hitung bilangan sampai tiga angka.

Rancangan Penelitian

Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan, maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart (dalam Sugiarti, 1997 : 6), yaitu berbentuk spiral dari sklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action (tindakan), observation

(pengamatan), dan reflection (refleksi). Langkah pada siklus berikutnya adalah perncanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Sebelum masuk pada siklus 1 dilakukan tindakan pendahuluan yang berupa identifikasi permasalahan.

Metode Pengumpulan Data

Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi pengolahan metode pembelajaran kooperatif model STAD, observasi aktivitas siswa dan guru, dan tes formatif.

Teknik Analisis Data

Untuk mengetahui keefektivan suatu metode dalam kegiatan pembelajaran perlu diadakan analisa data. Pada penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode

(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 138

penelitian yang bersifat menggambarkan kenyataan atau fakta sesuai dengan data yang diperoleh dengan tujuan untuk mengetahui Hasil Belajar yang dicapai siswa juga untuk memperoleh respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran serta aktivitas siswa selama proses pembelajaran.

HASIL PENELITIAN

Siklus I

Tahap Perencanaan, Pada tahap ini peneliti mempersiapkan

perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran LKS, soal tes formatif dan alat-alat pengajaran yang mendukung.

Tahap Kegiatan dan Pelaksanaan, Pelaksanaan kegiatan belajar

mengajar Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran yang telah dipersiapkan. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksaaan belajar mengajar.

Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif I dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Adapun data hasil penelitian yang didapatkan kriteria kurang baik adalah memotivasi siswa, menyampaikan tujuan pembelajran, pengelolaan waktu, dan siswa antusias. Keempat aspek yang mendapat nilai kurang baik di atas, merupakan suatu kelemahan yang terjadi pada siklus I dan akan dijadikan bahan kajian untuk refleksi dan revisi yang akan dilakukan pada siklus II.

Hasil observasi berikutnya adalah aktivitas guru dan siswa

tampak bahwa aktivitas guru yang paling dominan pada siklus I adalah membimbing dan mengamati siswa dalam menemukan konsep, yaitu 21,7 %. Aktivitas lain yang presentasinya cukup besar adalah memberi umpan balik/ evaluasi, tanya jawab dan menjelaskan materi yang sulit yaitu masing-masing sebesar 13,3 %. Sedangkan aktivitas siswa yang paling dominan adalah mengerjakan/ memperhatikan penjelasan guru yaitu 22,5 %. Aktivitas lain yang presentasinya cukup besar adalah bekerja dengan sesama anggota kelompok, diskusi antara siswa/ antara siswa dengan guru, dan membaca buku yaitu masing-masing 18,7 % 14,4 dan 11,5 %.

(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)139 Pada siklus I, secaraa garis besar kegiatan belajar mengajar dengan metode pembelajaran kooperatif model STAD sudah dilaksanakan dengan baik, walaupun peran guru masih cukup dominan untuk memberikan penjelasan dan arahan, karena model tersebut masih dirasakan baru oleh siswa.

Dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan metode pembelajaran kooperatif model STAD diperoleh nilai rata-rata Hasil Belajar siswa adalah 64,78 dan ketuntasan belajar mencapai 65,22% atau ada 15 siswa dari 23 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 65 hanya sebesar 65,22% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hal ini disebabkan karena siswa masih merasa baru dan belum mengerti apa yang dimaksudkan dan digunakan guru dengan menerapkan metode pembelajaran kooperatif model STAD.

Refleksi, Dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar diperoleh

informasi dari hasil pengamatan sebagai berikut : Guru kurang baik dalam memotivasi siswa dan dalam menyampaikan tujuan pembelajaran. Guru kurang baik dalam pengelolaan waktu Siswa kurang begitu antusias selama pembelajaran berlangsung.

Refisi, Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar pada siklus I ini

masih terdapat kekurangan, sehingga perlu adanya revisi untuk dilakukan pada siklus berikutnya. Guru perlu lebih terampil dalam memotivasi siswa dan lebih jelas dalam menyampaikan tujuan pembelajaran. Dimana siswa diajak untuk terlibat langsung dalam setiap kegiatan yang akan dilakukan. Guru perlu mendistribusikan waktu secara baik dengan menambahkan informasi-informasi yang dirasa perlu dan memberi catatan Guru harus lebih terampil dan bersemangat dalam memotivasi siswa sehingga siswa bisa lebih antusias.

Siklus II

Tahap perencanaan, Tahap kegiatan dan pelaksanaa ,

Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan memperhatikan refisi pada siklus I, sehingga kesalahan atau kekurangan pada siklus I tidak terulanga lagi pada siklus II. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar.

(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 140

Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif II dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah tes formatif II. Tanpak aspek-aspek yang diamati pada kegiatan belajar mengajar (siklus II) yang dilaksanakn oleh guru dengan menerapkan metode pembelajarn kooperatif model STAD mendapatkan penilaian yang cukup baik dari pengamat. Maksudnya dari seluruh penilaian tidak terdapat nilai kurang. Namun demikian penilaian tesebut belum merupakan hasil yang optimal, untuk itu ada beberapa aspek yang perlu mendapatkan perhatian untuk penyempurnaan penerapan pembelajaran selanjutnya. Aspek-aspek tersebut adalah memotivasi siswa, membimbing siswa merumuskan kesimpulan/ menemukan konsep, dan pengelolaan waktu.

Dengan penyempurnaan aspek-aspek I atas alam penerapan metode pembelajarn kooperatif model STAD diharapkan siswa dapat menyimpulkan apa yang telah mereka pelajari dan mengemukakan pendapatnya sehingga mereka akan lebih memahami tentang apa ynag telah mereka lakukan. Bahwa aktifitas guru yang paling dominan pada siklus II adalah membimbing dan mengamati siswa dalam menentukan konsep yaitu 25%. Jika dibandingkan dengan siklus I, aktivitas ini mengalami peningkatan. Aktivitas guru yang mengalami penurunan adalah memberi umpan balik/evaluasi/ Tanya jawab (16,6%), mnjelaskan materi yang sulit (11,7). Meminta siswa mendiskusikan dan menyajikan hasil kegiatan (8,2%), dan membimbing siswa merangkum pelajaran (6,7%).

Sedangkan untuk aktivitas siswa yang paling dominan pada siklus II adalah bekerja dengan sesama anggota kelompok yaitu (21%). Jika dibandingkan dengan siklus I, aktifitas ini mengalami peningkatan. Aktifitas siswa yang mengalami penurunan adalah mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru (17,9%). Diskusi antar siswa / antara siswa dengan guru (13,8%), menulis yang relevan dengan KBM (7,7%) dan merangkum pembelajaran (6,7%). Adapun aktifitas siswa yang mengalami peningkatan adalah membaca buku (12,1%), menyajikan hasil pembelajaran (4,6%), menanggapi/mengajukan pertanyaan/ide (5,4%), dan mengerjakan tes evaluasi (10,8%).

Nilai rata-rata Hasil Belajar siswa adalah 72,61 dan ketuntasan belajar mencapai 78,26% atau ada 18 siswa dari 23 siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus II ini ketuntasan

(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)141 belajar secara klasikal telah mengalami peningkatan sedikit lebih baik dari siklus I. Adanya peningkatan hasil belajar siswa ini karena setelah guru menginformasikan bahwa setiap akhir pelajaran akan selalu diadakan tes sehingga pada pertemuan berikutnya siswa lebih termotivasi utnuk belajar. Selain itu siswa juga sudah mulai mengerti apa yang dimaksudkan dan dinginkan guru dengan menerapkan metode pembelajaran kooperatif model STAD.

Refleksi, Dalam pelaksanaan kegiatan belajar diperoleh informasi

dari hasil pengamatan sebagai berikut : Memotivasi siswa, Membimbing siswa merumuskan kesimpulan/menemukan konsep, Pengelolaan waktu.

Revisi Rancangan, Pelaksanaan kegiatan belelajar pada siklus II ini

masih terdapat kekurangan-kekurangan. Maka perlu adanya revisi untuk dilaksanakan pada siklus II antara lain : Guru dalam memotivasi siswa hendaknya dapat membuat siswa lebih termotivasi selama proses belajar mengajar berlangsung. Guru harus lebih dekat dengan siswa sehingga tidak ada perasaan takut dalam diri siswa baik untuk mengemukakan pendapat atau bertanya. Guru harus lebih sabar dalam membimbing siswa merumuskan kesimpulan/menemukan konsep. Guru harus mendistribusikan waktu secara baik sehingga kegiatan pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Guru sebaiknya menambah lebih banyak contoh soal dan memberi soal-soal latihan pada siswa untuk dikerjakan pada setiap kegiatan belajar mengajar.