Berikut penulis sajikan, penelitian sebelumnya yang relavan dengan apa yang akan penulis teliti:
1. “Studi Pola Penyesuaian Diri Mahasiswa Luar Jawa Di Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang” oleh Zuni Mitasari dan Yuswa Istikomayanti ( Jurnal SENASPRO 2017 | Seminar Nasional dan Gelar Produk)
Penelitian ini mengakaji bagimana pola penyesuaian diri mahasiswa luar Jawa yang kuliah di Universitas Tribhuwana Tunggadewi. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan, berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh diketahui bahwa rata-rata kondisi culture shock yang dialami oleh mahasiswa yaitu sebesar 60% (kategori tinggi) dan faktor-faktor yang menyebabkannya sebesar 48% (kategori menengah) meskipun begitu kemampuan adaptasi mahasiswa juga tergolong tinggi yaitu sebesar 51%. Kemampuan adaptasi mahasiswa dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mempengaruhi cepat lambatnya proses adaptasi dengan persentase sebesar 54% (kategori tinggi).23 Lalu Penyebab terjadinya culture shock pada mahasiswa luar Jawa ada dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal melingkupi kemampuan dalam komunikasi, pengalaman dalam setting lintas budaya, serta
22 Ibid, h.31
23 Zuni Mitasari dan Yuswa Istikomayanti, Studi Pola Penyesuaian Diri Mahasiswa Luar Jawa Di Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang, (Jurnal SENASPRO | Seminar Nasional dan Gelar Produk, 2017), h. 798
keterampilan bersosialisasi dan ciri karakter individu, toleransi dan kemandirian. Sedangkan faktor eksternal, yaitu linearitas jurusan SMA atau SMK dan kuliah, Bahasa, ekonomi, sosial budaya, lingkungan akademik, makanan, serta iklim dan cuaca dan pola penyesuaian diri mahasiswa luar Jawa di Universitas Tribhuwana Tunggadewi, dimana mahasiswa melakukan upaya untuk mengatasi culture shock yang efektif dengan menjalin komunikasi dan berelasi dengan orang lain atau teman-temannya baik di dalam maupun di luar kampus. Selain itu banyaknya kenalan yang berasal dari daerah sama dan berpartisipasi dalam himpunan organisasi daerah asal juga membantu dalam mempercepat kemampuan adaptasi mahasiswa baru.24 Persamaan penelitian ini dengan penelitian saya adalah sama-sama membahas tentang pola penyesuaian diri juga dengan subjek kajiannya mahasiswa luar Pulau Jawa, Sedangkan perbedaannya adalah dalam penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data angket serta wawancara, sedangkan penulis tidak menggunakan angket dalam penelitian nantinya.
2. “Proses dan Dinamika Komunikasi Dalam Menghadapi Culture shock Pada Adaptasi Mahasiswa Perantauan (Kasus Adaptasi Mahasiswa Perantau di UNPAD Bandung)” oleh Muhammad Hyqal Kevinzky (Skripsi tahun 2011, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik – Universitas Indonesia)
Penelitian ini membahas bagaimana proses adaptasi yang timbul dalam menghadapi culture shock pada adaptasi mahasiswa perantauan di Universitas Padjajaran, Bandung serta pengalaman (dinamika dan hambatan-hambatan yang muncul) selama berkomunikasi pada mahasiswa perantauan di Universitas Padjajaran, Bandung. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan seseorang
24 Ibid., h. 802
22
dalam beradaptasi juga dipengaruhi oleh daerah tinggalnya. Informan yang sebelumnya tinggal di kota besar, memiliki kecenderungan dimana merasa untuk berkomunikasi lebih baik dengan bahasa Indonesia. Sementara itu, walaupun juga berasal dari kota, namun informan pendatang tersebut memiliki rasa respek lebih besar dibandingkan informan yang berasal dari kota Jakarta. Hal ini dikarenakan informan-informan non-Jakarta berasal dari daerah yang memiliki karakteristik budaya yang kental, sehingga terbiasa menghadapi perbedaan dalam dialek.25 Persamaan penelitian ini dengan penelitian saya adalah menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif serta wawancara menjadi teknik pengumpulan datanya, serta membahas terkiat adaptasi mahasiswa perantauan, disini penelitian ini membahas terkait bagaimana cara mengatasi culture shock itu sendiri secara dalam dan mencari solusinya, sedangkan saya hanya menggali culture shock apa saja yang dialami oleh mahasiswa perantau.
3. “Studi Fenomenologi Pengalaman Penyesuaian Diri Mahasiswa Papua Di Surabaya” oleh Eri Wijanarko dan Muhammad Syafiq (Jurnal Psikologi: Teori & Terapan, Vol. 3, No. 2, Pebruari 2013)
Penelitian ini mengakaji bagaimana pengalaman penyesuaian diri yang dilakukan mahasiswa Papua di Surabaya. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan metode fenomenologis.
Hasil dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwasannya mahasiswa luar pulau khususnya yang berasal dari Papua mengalami berbagai hambatan dalam menyesuaikan diri. Hambatan tersebut ialah, adanya perbedaan bahasa, karakteristik fisik, serta kebiasaan budaya dengan masyarakat lokal. Hambatan-hambatan tersebut menimbulkan dampak psikologis dalam diri personal serta kehidupan sosial mereka. Dengan
25 Muhammad Hyqal Kevinzky, Proses dan Dinamika Komunikasi Dalam Menghadapi Culture shock Pada Adaptasi Mahasiswa Perantauan (Kasus Adaptasi Mahasiswa Perantau di UNPAD Bandung), (Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik – Universitas Indonesia, 2011), h. 6
adanya hambatan dan dampak yang mereka alami ini, membuat mereka melakukan strategi penyesuaian diri. Strategi penyesuaian diri yang dilakukan adalah menjauhi dari persoalan interaksi, meningkatkan kontrol diri, dan menghadapi masalah secara langsung.
Strategi-strategi untuk mengatasi masalah interaksi sosial tersebut didorong oleh dua motivasi, yaitu keinginan untuk menjaga kesejahteraan psikologis dan mencari peluang untuk pengembangan diri. Secara umum, meskipun para partisipan menghadapi berbagai kesulitan dalam berhubungan sosial dengan mahasiswa dan masyarakat lokal, mereka memahami bahwa berinteraksi secara dekat dengan mereka akan memberikan keuntungan, terutama untuk pengembangan diri.26 Persamaan penelitian ini dengan penelitian saya adalah subjek dalam penelitian ini merupakan orang Papua yang berasal dari luar Jawa, sama hal nya penelitian yang akan saya lakukan dengan mahasiswa luar Pulau Jawa , karena seperti yang saya katakana pada latar belakang, bahwasannya adaptasi yang dilakukan oleh mahasiswa perantau yang berasal dari luar Pulau Jawa lebih sulit dibandingkan perantau yang masih berasal dari Pulau Jawa, seperti yang dikatakan dalam penelitian ini bahwa beberapa mahasiswa Papua ini kadang merasa malu dan segan ketika ingin berkumpul bersama orang Jawa, lalu mereka sering mendapatkan pandangan yang kurang baik dari mahasiswa lainnya dikarenakan perbedaan secara fisik. Perbedaan dengan penelitian saya adalah penelitian ini menggunakan studi fenomenologi kualitatif sedangkan penelitian yang akan saya lakukan deskriptif kualitatif.
4. “Proses Adaptasi Mahasiswa Perantauan Dalam Menghadapi Gegar Budaya (Kasus Adaptasi Mahasiswa Perantauan Di Universitas Mulawarman Samarinda)” oleh Anugerah Salon Bidang, Endang
26 Eri Wijanarko dan Muhammad Syafiq, Studi Fenomenologi Pengalaman Penyesuaian Diri Mahasiswa Papua Di Surabaya, (Jurnal Psikologi: Teori & Terapan, Vol. 3, No. 2, 2013), h. 91
24
Erawan, dan Kezia Arum Sary (eJournal Ilmu Komunikasi, Volume 6, Nomor 3, 2018)
Penelitian ini mengupas tentang proses adaptasi mahasiswa perantauan dalam menghadapi gegar budaya. Penelitiannya dimaksudkan untuk memberikan pandangan terhadap mahasiswa perantauan asal luar kota Samarinda agar dapat beradaptasi dengan lingkungan barunya. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwasanya gegar budaya pasti dialami oleh siapapun ketika mereka meninggalkan tempat asalnya dan berpindah ke tempat baru. Dengan kata lain, gegar budaya bisa menjadi penyakit ketika seseorang tidak dapat melakukannya dengan baik karena gegar budaya menjadi gejala awal yang dialami oleh setiap orang ketika mereka menginjakan kaki ditanah baru yang belum pernah dipijaknya sebelumnya. Proses adaptasi sangat diperlukan untuk menjalani kehidupan di lingkungan baru karena banyak sekali dinamika yang terjadi sehingga gegar budaya acap kali ditemui oleh setiap manusia.
Terdapat tiga hal yang saling berpengaruh dan mempengaruhi dalam keputusan adaptasi seseorang yaitu, (1) Stereotipe yang dibawa ketika merantau (2) Lingkungan yang dia tinggali dan (3) Motivasi yang dia miliki untuk beradaptasi dan bertahan diperantauan. Ketika seorang merantau, tentulah dia membawa stereotipe atau nilai-nilai sendiri dalam memandang kebudayaan yang dia tuju sebagai tempat sementara atau rantauannya. Entah itu stereotipe yang baik atau yang buruk.27 Persamaan penelitian ini dengan penelitian saya adalah metode penelitian yang menggunakan metode kualitatif deskriptif.
Perbedaannya adalah pada penelitian ini proses adaptasi dilakukan untuk mengatasi gegar budaya, sedangkan penelitian yang saya lakukan mengetahui pola dalam proses penyusuaian diri mahasiswa
27 Anugerah Salon Bidang, Endang Erawan, dan Kezia Arum Sary, Proses Adaptasi Mahasiswa Perantauan Dalam Menghadapi Gegar Budaya (Kasus Adaptasi Mahasiswa Perantauan Di Universitas Mulawarman Samarinda), (eJournal Ilmu Komunikasi, Volume 6, Nomor 3, 2018), h.
224
terhadap lingkungan barunya baik itu di kampus atau di sekiataran kos atau asrama tempat tinggalnya.
5. “Hubungan antara Interaksi Sosial dengan Culture shock pada Mahasiswa Luar Jawa di Universitas Sebelas Maret Surakarta” oleh Rizky Mestika Warni Hasibuan, Sri Wiyanti dan Nugraha Arif Karyanta (Jurnal Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran-Universitas Sebelas Maret)
Penelitian ini mengkaji hubungan antara interaksi sosial dengan culture shock pada mahasiswa luar Jawa di Universitas Sebelas Maret di Surakarta. Metode penelitian yang digunakan adalah kuantitatif.
Hasil penelitiannya membahas bahwasannya terdapat hubungan negatif yang signifikan antara variabel interaksi sosial dengan culture shock pada mahasiswa luar Jawa di Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang ditunjukkan oleh nilai koefisien regresi linier sederhana yaitu R sebesar (-) 0,420. Tanda negatif pada nilai R menunjukkan arah hubungan negatif antara interaksi sosial dengan culture shock. Artinya semakin tinggi interaksi sosial, maka akan semakin rendah culture shock pada mahasiswa luar Jawa di Universitas Sebelas Maret Surakarta. Sebaliknya, semakin rendahnya interaksi sosial, maka semakin tinggi juga culture shock pada mahasiswa luar Jawa di Universitas Sebelas Maret Surakarta. Besar koefisien determinasi (R2) = 0,176. Hal tersebut menunjukkan bahwa interaksi sosial memberikan sumbangan sebesar 17,6% terhadap culture shock pada mahasiswa luar Jawa di Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Selebihnya, yaitu 82,4% dijelaskan oleh variabel lain diluar penelitian28 Persamaan penelitian ini dengan penelitian saya adalah membahas terkait interaksi sosial pada mahasiswa luar Jawa, hal ini
28 Rizky Mestika Warni Hasibuan, Sri Wiyanti dan Nugraha Arif Karyanta, Hubungan antara Interaksi Sosial dengan Culture shock pada Mahasiswa Luar Jawa di Universitas Sebelas Maret Surakarta, (Jurnal Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran-Universitas Sebelas Maret, 2014), h.9
26
sejalan dengan penelitian saya yang membahas mahasiswa luar Jawa juga dan menggunakan interaksi sebagai salah satu pola adaptasi atau penyesuaian diri yang dilakukan mahasiswa rantau. Perbedaan penelitian ialah, pada penelitian ini menggunakan metode kuantitaif sedangkan penelitian yang saya lakukan nantinya kualitatif.