• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM STUDI TADRIS ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PROGRAM STUDI TADRIS ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA"

Copied!
168
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI POLA PENYESUAIAN DIRI MAHASISWA RANTAU LUAR PULAU JAWA DI UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(PERSPEKTIF TEORI INTEGRATIF ADAPTASI ANTAR BUDAYA KIM YOUNG YUN)

SKRIPSI

Viska Wahyuning Af‟idati 11170150000020

PROGRAM STUDI

TADRIS ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2022

(2)

i

Wahyuning Af‟idati, NIM 11170150000020, diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqosah pada tanggal 11 Februari 2022 dihadapan dewan penguji. Karena itu penulis berhak memperoleh gelar Sarjana (S1) dalam bidang Tadris Ilmu Pengetahuan Sosial.

Jakarta, 11 Februari 2022 Panitia Ujian Munaqosah

Tanggal Tanda Tangan Ketua Sidang (Kepala Prodi Tadris IPS)

Dr. Iwan Purwanto, M.Pd.

NIP. 19730424 2008011 012

____________

Sekretaris Sidang (Sekprodi Tadris IPS) Andri Noor Ardiansyah, M.Si.

NIP. 19840312 201503 1 002

____________

Dosen Penguji I Syaripulloh, M.Si.

NIP. 19670909 200701 1 033

____________

Dosen Penguji II Syairul Bahar, M.Pd

NIP. 1989012301 201903 1 001

____________

Mengetahui

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dr. Sururin, M.Ag.

NIP. 19710319 199803 2 001

(3)

ii

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

Studi Pola Penyesuaian Diri Mahasiswa Rantau Luar Pulau Jawa Di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(Perspektif Teori Integratif Adaptasi Antar Budaya Kim Young Yun)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana pendidikan (S.Pd.)

Oleh

Viska Wahyuning Af‟idati 11170150000020

Yang Mengesahkan,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. Ulfah Fajarini, M.Si NIP.19670828 199303 2006

Cut Dhien Nourwahidah, M.A NIP. 197912212008012016

(4)

iii

Jawa Di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Perspektif Teori Integratif Adaptasi Antar Budaya Kim Young Yun)‟‟ yang disusun oleh Viska Wahyuning Af‟idati, NIM 11170150000020, Program Studi Tadris Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diajukan pada sidang munaqosah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.

Yang Mengesahkan,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. Ulfah Fajarini, M.Si NIP.19670828 199303 2006

Cut Dhien Nourwahidah, M.A NIP. 197912212008012016

(5)

iv

LEMBAR PERNYATAAN UJI REFERENSI

Seluruh referensi yang digunakan dalam penulisan skripsi yang berjudul „„Studi Pola Penyesuaian Diri Mahasiswa Rantau Luar Pulau Jawa Di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Perspektif Teori Integratif Adaptasi Antar Budaya Kim Young Yun)‟‟ yang disusun oleh Viska Wahyuning Af‟idati, NIM 11170150000020, Program Studi Tadris Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, telah diuji kebenarannya oleh dosen pembimbing skripsi pada tanggal

Jakarta, 28 Desember 2021

Mengetahui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. Ulfah Fajarini, M.Si NIP.19670828 199303 2006

Cut Dhien Nourwahidah, M.A NIP. 197912212008012016

(6)

v

Hal : 1/1

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI Saya yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : Viska Wahyuning Af‟idati

Tempat/Tanggal Lahir : Pekanbaru, 17 Juni 1999

NIM : 11170150000020

Jurusan/Prodi : Tadris Ilmu Pengetahuan Sosial

Judul Skripsi : Studi Pola Penyesuaian Diri Mahasiswa Rantau Luar Pulau Jawa Di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Perspektif Teori Integratif Adaptasi Antar Budaya Kim Young Yun)

Dosen Pembimbing : 1. Prof. Dr. Ulfah Fajarini, M.Si 2. Cut Dhien Nourwahidah, M.A

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya sendiri dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis.

Pernyataan ini dibuat sebagai salah satu syarat menempuh Ujian Munaqasah Jakarta, 17 Desember 2021 Mahasisa Ybs.

Viska Wahyuning Af‟idati 11170150000020

(7)

vi ABSTRAK

Viska Wahyuning Af‟idati, “Studi Pola Penyesuaian Diri Mahasiswa Rantau Luar Pulau Jawa Di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Perspektif Teori Integratif Adaptasi Antar Budaya Kim Young Yun)”, Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2021.

Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, membuat para pelajar semakin haus akan ilmu dan memilih untuk merantau untuk menimba ilmu di tempat yang lebih baik, dikarenakan kurang meratanya kualitas serta fasilitas pendidikan di Indonesia. Dengan adanya keinginan merantau, para calon perantau akan dihadapi dengan adaptasi di daerah rantauannya. Mereka harus menyesuaikan diri dan menyelesaikan masalah, kesulitan yang akan dihadapi. Kesulitan dan kemudahan adaptasi dipengaruhi dengan seberapa jauh perbedaan yang akan dihadapi serta kemampuan individu itu sendiri. Dikarenakan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terletak di ibu kota dan Pulau Jawa, penulis melakukan penelitian dengan para perantau yang berasal dari luar Pulau Jawa sehingga terlihat perbedaan lingkungan, budaya dan bahasa secara jelas.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang menghasukjan data deskriptif, peneliti melakukan wawancara, observasi, dokumentasi dan studi kepustakaan. Pada penelitian ini menggunakan teori adaptasi budaya oleh Kim Young Yun, serta teori gegar budaya oleh Oberg, dimana terdapat fase-fase adaptasi budaya yang digambarkan dengan U-Curve Hypothesis, yang secara umum terdapat empat fase yaitu, fase kedatangan (honeymoon), fase krisis atau stress (Frustation), fase penyesuaian (Readjustment), fase keputusan (Resolution).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwasannya para mahasiswa rantau memiliki langkah atau cara yang sama dalam melakukan adaptasi, dan hal itu membentuk suatu pola. Dimana dalam proses adaptasinya para perantau lebih dulu melakukan interaksi dengan sesama perantau baru, atau para perantau yang sudah lebih dulu tinggal dan beradaptasi. Hal ini didasari dengan adanya kesamaan latar belakang budaya dan nasib. Para perantau juga melalui fase-fase adaptasi budaya, setiap perantau memiliki persamaan masalah dengan perbedaan cara mengatasinya, hal ini dipengaruhi oleh karakter dari individu para perantau sendiri.

Kata Kunci: Penyesuaian diri, Perantau, Luar Jawa, Mahasiswa, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Teori Integratif Adaptasi Antar Budaya

(8)

vii

Study Program, Faculty of Tarbiyah and Teacher Training, State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta, 2021.

With the development of science, students are increasingly thirsty for knowledge and choose to migrate to study in a better place, due to the uneven distribution of quality and educational facilities in Indonesia. With the desire to migrate, prospective immigrants will be faced with adaptation in their overseas areas. They have to adapt and solve problems, difficulties that will be faced. Difficulty and ease of adaptation are influenced by how far the differences will be faced and the ability of the individual itself. Because UIN Syarif Hidayatullah Jakarta is located in the capital city and the island of Java, the author conducted research with immigrants from outside Java so that the differences in environment, culture and language were clearly visible.

This study uses qualitative research methods that generate descriptive data, researchers conduct interviews, observations, documentation and literature studies. In this study using the cultural adaptation theory by Kim Young Yun, as well as the culture shock theory by Oberg, where there are phases of cultural adaptation described by the U-Curve Hypothesis, which in general there are four phases, namely, the arrival phase (honeymoon), crisis or stress phase (Frustation), adjustment phase (Readjustment), decision phase (Resolution).

The results of this study indicate that overseas students have the same steps or methods in adapting, and that forms a pattern. Where in the adaptation process the immigrants first interacted with fellow new immigrants, or immigrants who had already lived and adapted. This was based on the similarity of cultural backgrounds and fate. Migrants also go through phases of cultural adaptation, each immigrant has the same problem with different ways of dealing with it, this is influenced by the character of the individual migrants themselves.

Keywords: Adjustment, Migrants, Outside Java, Students, State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta, Inetgrative Communication Theory

(9)

viii

KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji serta syukur penulis panjatkan hanyalah untuk Allah Subhanahu Wa Ta‟ala. yang telah memberikan begitu banyak berkat, rahmat dan karunia-Nya kepada penulis. Shalawat serta salam penulis curahkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah ke zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan, semoga kita termasuk kedalam umat-nya dan dikumpulkan bersama di hari akhir nanti.

Alhamdulillahirabbil’alamin, berkat seluruh doa serta usaha penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Studi Pola Penyesuaian Diri Mahasiswa Rantau Luar Pulau Jawa Di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Perspektif Teori Integratif Adaptasi Antar Budaya Kim Young Yun)”. Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program Sarjana (S1) Jurusan Tadris Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Lubis, M.A., selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Sururin, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Iwan Purwanto, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Tadris Ilmu Pengetahuan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Andri Noor Ardiansyah, M.Si., Selaku Sekretaris Jurusan Tadris Ilmu Pengetahuan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Prof. Dr. Ulfah Fajarini, M.Si, selaku Dosen Pembimbing Akademik dan Dosen Pembimbing Skripsi I yang telah membimbing, mendidik dan

(10)

ix

dosen konsentrasi Sosiologi yang telah banyak membimbing, mendidik, mngarahkan serta memberikan banyak motivasi dan masukan selama perkuliahan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik.

7. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Tadris Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan yang telah memberikan ilmu serta pengalamannya kepada penulis, semoga bapak dan ibu dosen selalu berada dalam rahmat dan lindungan Allah SWT.

8. Kedua orang tua penulis, Bapak Joko Wahyono dan Ibu Sukarmi yang tidak pernah berhenti memberikan doa dan dukungannya baik secara psikis dan materil yang dapat memberikan penulis dorongan dan semangat dalam menyelesaikan studi.

9. Para responden informan utama dan pendukung, yang telah bersedia memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan wawancara penelitian, serta memberikan dukungan dan do‟a nya kepada penulis.

10. Kepada saudara-saudara penulis, juga keluarga besar yang selalu mendukung, mendoakan, serta membantu penulis selama di perantauan jauh dari rumah.

11. Kedua sahabat khilaf nadhin, Aura Wahyuning Azzhara dan Geubrina Rizky yang selalu menemani dan memberikan masukan kepada penulis, juga memotivasi dan saling mendoakan. Semoga Allah mempermudah langkah kita untuk mewujudkan segala mimpi kita dan mempunyai masa depan yang baik.

12. Teman-teman di kampus, Endang, Tika, Ismi, juga teman-teman di asrama UIN, yang menemani penulis selama berkuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, selalu mengajak canda tawa, tukar fikiran dan mengenali Jakarta bersama penulis. Semoga kita sehat selalu dan tetap terhubung bersilaturahmi.

(11)

x

13. Kepada woozi, taehyun dan suga yang selalu membuat penulis senang, dan terhibur serta memberikan penulis kekuatan ketika jenuh dan terpuruk.

Berkat kalian juga penulis dapat bertemu dengan orang-orang yang memiliki kesamaan hobi yang membantu penulis melepas penat selama di Jakarta.

14. Seluruh teman-teman Pendidikan IPS angkatan 2017 yang telah belajar dan betumbuh bersama selama di kampus tercinta, semoga kita semua menjadi generasi penerus bangsa yang cermelang.

15. Serta segenap pihak yang sudah membantu dan tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, hanya do‟a dan ucapan terima kasih yang dapat penulis sampaikan.

Demikian ungkapan terima kasih yang dapat penulis sampaikan kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis sejak mulai berkuliah hingga menyelesaikan studi. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan mereka dan skripsi ini dapat menambahkan pengetahuan dan pemahaman yang dapat dipelajari dan dimanfaatkan oleh banyak orang. Aamiin Yarabbalalamin.

Wassalamua’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Pekanbaru, November 2021

Penulis

(12)

xi

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ... ii

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI ... iii

LEMBAR PERNYATAAN UJI REFERENSI ... iv

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

BAB I ... 1

PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Kegunaan Penelitian ... 7

BAB II ... 8

KAJIAN TEORI ... 8

A. Kajian Teori ... 8

B. Hasil Penelitian yang Relavan ... 20

C. Kerangka Pemikiran ... 26

BAB III ... 28

METODOLOLOGI PENELITIAN ... 28

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 28

B. Latar Penelitian (Setting) ... 29

C. Metode Penelitian ... 30

(13)

xii

D. Prosedur Pengumpulan Data ... 31

E. Teknik Pengumpulan Data ... 32

F. Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data ... 39

G. Analisis Data ... 40

BAB IV ... 42

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 42

A. Deskripsi Tempat Penelitian ... 42

B. Deskripsi Informan Penelitian ... 48

C. Hasil Penelitian ... 58

C. Pembahasan ... 74

E. Keterbatasan dalam Penelitian... 88

BAB V ... 89

PENUTUP ... 89

A. Kesimpulan ... 89

B. Implikasi ... 90

C. Saran ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... 93

(14)

xiii

Tabel 3.2 Instrumen Observasi ... 33

Tabel 3.3 Instrumen Wawancara... 34

Tabel 4.1 Data Singkat Informan ... 56

Tabel 4.2 Data Singkat Informan Pendukung ... 57

(15)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kurva W ... 14

Gambar 2.2 Kerangka Berfikir ... 27

Gambar 3.1 Peta Lokasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ... 28

Gambar 3.2 Peta Lokasi PPG UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ... 28

(16)

1 BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Kurang meratanya fasilitas pendidikan di Indonesia, menyebabkan adanya kesenjangan pendidikan di pekotaan dan perdesaan. Kesenjangan ini meliputi jumlah sekolah yang ada, sarana dan prasaranan sekolah, tenaga pengajar serta buku penunjang pelajaran. Oleh karena hal ini banyak pelajar yang melakukan urbanisasi dalam hal pendidikan ke perkotaan, agar bisa memperoleh pendidikan yang lebih baik. Di Indonesia sendiri, Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012 tentang pendidikan tinggi telah mengamanatkan kepada pemerintah untuk mewujudkan keterjangkauan dan pemerataan yang berkeadilan dalam memperoleh pendidikan tinggi yang bermutu dan relevan dengan kepentingan masyarakat bagi kemajuan, kemandirian, dan kesejahteraan. Oleh karena itu banyak pelajar yang lulus dari sekolah menengah atas untuk pergi ke luar daerahnya atau merantau demi melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi. Hal ini disebabkan di daerah mereka tinggali belum adanya perguruan tinggi atau dikarenakan mereka ingin masuk perguruan tinggi yang berkompetensi serta mempunyai jurusan keilmuan yang diinginkan. Dalam pasal 31 ayat (3) dan (4) menegaskan bahwasannya pemerintah memiliki kewajiban untuk mengusahakan penyelenggaraan pengajaran nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memprioritaskan anggaran sekurang-kurangnya 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Juga Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia menegaskan jaminan hak atas pendidikan. Pasal 60 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia memperkuat dan memberikan perhatian khusus pada hak anak untuk memperoleh pendidikan sesuai minat, bakat dan tingkat kecerdasannya.

(17)

2

Penegasan serupa tentang hak warga negara atas pendidikan juga tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.1

Berdasarkan UU No 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi, Pemerintah Indonesia berkewajiban meningkatkan akses dan kesempatan belajar di Perguruan Tinggi serta menyiapkan insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif. Untuk itu pemerintah selalu berupaya dalam memajukan pendidikan. Dengan memberikan kemudahan dan bantuan untuk bisa melanjutkan pendidikan tinggi, seperti memberikan beasiswa Bidikmisi, mengeluarkan Kartu Indonesia Pintar Kuliah, serta program-program lainnya. Dijelaskan juga dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, pada bab keempat pasal 19 ayat ke dua disebutkan, pendidikan tinggi diselenggarakan dengan sistem terbuka. Di Indonesia sendiri, banyak jalur masuk perguruan tinggi yang terbuka sehingga dapat memudahkan atau memberikan kesempatan bagi yang luar daerah atau kota dari perguruan tinggi itu berada bisa mendaftar untuk ke perguruan tinggi tersebut.

Penerimaan mahasiswa baru di perguruan tinggi negeri sudah dilakukan sejak tahun 1976, yaitu ketika lima perguruan tinggi negeri yang terhimpun dalam Sekretariat Kerjasama Antar Lima Universitas (SKALU) melaksanakan seleksi calon mahasiswa baru secara bersama. Kemudian, sistem seleksi SKALU ini dikembangkan menjadi proyek pengagas, Sistem Penerimaan Mahasiswa Baru (Sipenmaru), Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN), Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB), dan pada tahun 2008 Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Pada tahun 2011 SNMPTN dikembangkan menjadi dua pola yaitu pola penerimaan melalui penelusuran kemampuan dan prestasi akademik yang disebut SNMPTN sebagai sistem seleksi nasional dan pola seleksi melalui ujian tertulis yang disebut Seleksi Bersama

1 Lukman Hakim, 2016, Pemerataan Akses Pendidikan Bagi Rakyat Sesuai Dengan Amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jurnal EduTech Vol. 2 No. 1, h.58

(18)

Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Pada tahun 2013-2020 terdapat 3 (tiga) jalur yaitu SNMPTN, SBMPTN dan Mandiri2.

Dengan keterbukaan kesempatan jalur masuk perguruan tinggi, maka semakin beragamnya asal pelamar yang mendaftar masuk. Terlebih lagi, perguruan tinggi favorit di Indonesia, mempunyai banyak mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah sehingga menciptakan beragamaan etnis suku budaya, bangsa dan bahasa. Mereka yang berbeda daerah asal dan diterima dalam jalur masuk perguruan tinggi, akan bermigrasi atau merantau ke daerah tempat kampusnya berada, agar memudahkan pelajar nantinya dalam berkuliah dan beraktivitas. Dalam data hasil Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) 2020, jumlah peserta yang dinyatakan lulus seleksi pada 86 Perguruan Tinggi Negeri (PTN) se Indonesia sebanyak 96.496 siswa. Jumlah tersebut merupakan hasil seleksi dari jumlah pendaftar sebanyak 489.601 siswa.

Dari jumlah yang dinyatakan lulus di PTN tersebut termasuk 25.398 siswa dari peserta pemegang Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-Kuliah), dengan total pendaftar KIP-Kuliah sejumlah 95.346. Daya tampung total jalur SNMPTN 2020 sebesar 101.772. Persentase diterima dibandingkan daya tampung sebesar 94,82%. Persentase jumlah peserta yang lolos seleksi SNMPTN sebesar 19,74%

untuk peserta reguler dan 26,32% peserta KIP-Kuliah.3 Adapun calon mahasiswa yang dinyatakan lulus berasal dari berbagai daerah di Indonesia.

Para peserta didik, atau mahasiswa yang berasal dari luar daerah kampus merantau untuk menetap selama perkuliahan berlangsung. Dalam prosesnya mahasiswa yang berbeda daerah harus bisa beradaptasi dengan lingkungan barunya, dikarenakan manusia merupakan makhluk sosial, tidak dapat hanya terus mengandalkan diri sendiri, namun butuh bantuan orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupmya. Oleh karena itu, adaptasi dan komunikasi yang baik sangat diperlukan bagi mahasiswa perantau yang berasal dari luar daerah, terlebih lagi bagi mahasiswa yang berasal dari pulau yang berbeda. Indonesia merupakan

2 https://ltmpt.ac.id/?mid=7, diakses 26/07/2021 pukul 10.40

3https://dikti.kemdikbud.go.id/kabar-dikti/kabar/pengumuman-hasil-snmptn-2020/, diakses 26/07/2021 pukul 10:30

(19)

4

negara maritim yang mempunyai banyak pulau, adapun pulau-pulau besar yang diberpenghuni ialah, Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, dan Papua. Dalam pulau-pulau ini terdapat banyak provinsi yang memiliki suku budayanya masing-masing.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta merupakan salah satu universitas yang berlokasi di Pulau Jawa, dimana Jakarta sendiri mempunyai suku budaya asli yaitu Betawi, akan tetapi dengan lajunya tingkat transmigrasi di Jakarta, yang merupakan ibu kota dari Indonesia, banyak suku budaya yang bermukim disana.

Namun karena berlokasi di Pulau Jawa maka mayoritas suku budaya yang banyak dijumpai adalah Jawa, Betawi dan Sunda.

Mahasiswa yang diterima di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tidak hanya berasal dari Pulau Jawa saja namun banyak yang berasal dari pulau-pulau lainnya di Indonesia. Untuk itu maka perbedaan budaya akan lebih terasa bagi perantau luar Pulau Jawa dibandingkan perantau yang berasal dari daerah di Pulau Jawa.

Dalam hal ini, mahasiswa rantau luar Pulau Jawa akan melakukan adaptasi yang lebih dibandingkan mahasiswa rantau dari Pulau Jawa dalam berbagai aspek. Baik itu kebiasaan, waktu, cuaca, bahasa, makanan, dan lain-lain.

Dengan adanya perbedaan budaya, lingkungan serta faktor lainnya, akan menimbulkan gegar budaya dalam diri mahasiswa perantau, terlebih mahasiswa yang berasal dari luar Pulau Jawa dimana mereka memiliki kebiasaan dan lingkungan yang sangat berbeda dengan Jakarta.

Mahasiswa perantau yang berasal dari luar Pulau Jawa mau tidak mau harus cepat menemukan cara agar bisa menyesuaikan dirinya dengan baik, dikarenakan manusia adalah makhluk sosial, dimana saling membutuhkan satu sama lain, maka mahasiswa perantau perlu melakukan penyesuaian dengat baik dan dapat menekan gegar budaya yang mereka rasakan. Setiap manusia juga mempunyai kemampuan penyesuaian yang berbeda, mereka akan menghasilkan bentuk hubungan atau penyesuaian diri yang berbeda pula masing-masing individunya.

(20)

Dewasa ini juga dunia sedang dihadapi dengan wabah virus penyakit yang sangat berbahaya dan menyebabkan kematian. Wabah virus yang bernama Corona ini telah ditetapkan oleh WHO bahwasannya Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagai sebuah pandemi Di Indonesia sendiri setiap harinya terjadi peningkatan kasus yang terkena covid tersebut serta yang meninggal akibat covid.

Sehingga diperlukan percepatan penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-I9) dalam bentuk tindakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam rangka menekan penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) semakin meluas. Tindakan tersebut meliputi pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) termasuk pembatasan terhadap pergerakan orang dan/atau barang untuk satu provinsi atau kabupaten/kota tertentu untuk mencegah penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Pembatasan tersebut paling sedikit dilakukan melalui peliburan sekolah dan tempat kcrja, pembatasan kegiatan keagamaan, dan/atau pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.

Dikarenakan adanya pemabatasan sosial yang disebabkan wabah maka akan menghabatnya proses interaksi sosial juga adaptasi sosial yang dilakukan oleh para mahasiswa perantau. Juga mahasiswa perantau ada yang sebagian pulang ke asalnya dan harus menyesuaikan diri dalam mengikuti pembelajaran jarak jauh di kampus. Para mahasiswa baru dan lama yang harus beradaptasi dengan adanya hambatan pandemi saat ini. Disini akan terjadi perbedaan adaptasi yang dilakukan sebelum pandemi serta selama pandemi berlangsung.

Untuk itu peneliti tertarik untuk melakukan pelitian “Studi Pola Penyesuaian Diri Mahasiswa Rantau Luar Pulau Jawa Di UIN Syarif Hidayatulah Jakarta” untuk mengetahui bagaimana pola yang biasa atau umum dilakukan para perantau agar dapat menyesuaikan diri dengan baik terutaman perantau yang memiliki budaya dan lingkungan yang sangat berbeda dengan daerah rantaunya.

(21)

6

B. Identifikasi Masalah

Beberapa poin yang mendasari penelitian ini adalah:

1. Adanya perbedaan sosial budaya mahasiswa rantau yang berasal dari luar Pulau Jawa di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Terjadinya gegar budaya atau culture shock dalam proses adaptasi yang dilakukan mahasiswa perantau luar Jawa

3. Adanya perbandingan adaptasi, dimana mahasiswa rantau Pulau Jawa lebih cepat beradaptasi dikarenakan masih adanya kesamaan unsur sosial dan budaya di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah dibandingkan mahasiswa perantau luar Pulau Jawa

4. Saat ini terjadinya wabah virus Covid-19 yang menyebabkan adanya pembatasan sosial secara langsung dalam masyarakat, menyebabkan terhambatnya adaptasi sosial oleh mahasiswa perantau luar Pulau Jawa

C. Pembatasan Masalah

Adapun batasan penelitian yang dilakukan adalah:

1. Hanya mahasiswa perantau yang berasal dari luar Pulau Jawa 2. Merupakan mahasiswa aktif UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3. Mahasiswa yang sudah berkuliah minimal dua semester D. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, peneliti mengajukan rumusan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana pola penyesuaian diri yang dilakukan mahasiswa rantau luar Pulau Jawa di Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta?

2. Bagaimana cara menghadapi gegar budaya oleh mahasiswa rantau luar Pulau Jawa Di Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta?

(22)

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan, adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui bagaimana pola penyesuaian diri oleh mahasiswa rantau luar Pulau Jawa di Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Mengetahui cara menghadapi gegar budaya oleh mahasiswa rantau luar Pulau Jawa di Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta

F. Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian yang dilakukan adalah:

1. Untuk mahasiswa: mengetahui bagaimana proses adaptasi yang dilakukan oleh mahasiswa perantau, dan bagi mahasiswa perantau sendiri sebagai pengalaman pembelajaran bagaimana untuk bisa beradaptasi dengan baik dan cepat.

2. Untuk universitas: sebagai referensi kedepannya dalam melihat kesulitan mahasiswa perantau dalam melakukan adaptasi, dan kampus bisa memberikan wadah dan sarana untuk membantu adaptasi yang dilakukan mahasiswa perantau serta menekan tingkat gegar budaya oleh para perantau

3. Untuk orang tua: agar mengetahui apa saja kendala dan kesulitan dari mahasiswa yang melakukan perantauan dan menjadi pembelajaran serta peka terhdap apa saja langkah dan kebutuhan yang diperlukan anaknya ketika merantau, serta memberikan pendampingan walau jarak jauh.

(23)

8 BAB II

KAJIAN TEORI A. Kajian Teori

1. Teori Integratif Adaptasi Antar Budaya oleh Kim Young Yun (Integrative Communication Theory)

Integrative Communication Theory. Teori ini disampaikan oleh Kim Young Yun, beliau saat ini adalah pengajar di Oklahoma University. Kim dalam bukunya Becoming Intercultural: An Integrative Theory and Cross Cultural Adaptation (sebelumnya berjudul Cross Cultural Adaptation: An Integrative Theory) menyatakan bahwa sebagai makhluk sosial sudah selayaknya terjadi interaksi di antara masyarakat. Namun, bagaimana kecakapan individu untuk berkomunikasi sesuai dengan nilai-nilai budaya setempat dan norma-norma yang berlaku tergantung terhadap proses penyesuaian diri atau adaptasi oleh para pendatang.1

Menurut Kim Young Yun, presumsi yang mendasari batasan tentang komunikasi antar budaya adalah individu-individu yang mempunyai kesamaan budaya pada umumnya berbagi kesamaan-kesamaan tersebut dalam keseluruhan latar belakang pengalaman mereka daripada individu lain yang berasal dari budaya berbeda. Jadi komunikasi antar budaya melihat pada fenomena komunikasi dimana partisipan yang mempunyai latar belakang kultural yang berbeda menjalin kontak satu sama lain, baik secara langsung maupun tidak langsung. Ketika komunikasi antar budaya menuntut berkaitan dengan perbedaan serta kesamaan kultural antara pihak-pihak yang terlibat maka karakteristik kultural dari para partisipan bukan merupakan focus kajiannya. Titik perhatian dari komunikasi antar budaya merupakan proses komunikasi antara individu

1 Lusia Savitri Setyo Utami, Teori-Teori Adaptasi Antar Budaya, (Jurnal Komunikasi Vol. 7, No.

2, Desember 2015), h.183

(24)

dengan individu dan kelompok dengan kelompok.1 Berdasarkan teori Cross Cultural Adaptation oleh Kim Young Yun dalam jurnal komunikasi yang ditulis oleh Benjamin Harvey menyebutkan beberapa hal yang mendasari terjadinya adaptasi antar budaya, antara lain hal tersebut terjadi karena: 1) Adanya orang asing atau individu yang berpindah dari suatu tempat yang memiliki ciri budaya yang berbeda dan asing dari budaya yang dimiliknya atau individu lain, 2) Individu atau orang asing tersebut bermukim, bertempat tinggal dan bergantung pada lingkungan baru untuk memenuhi kebutuhan pribadi maupun kelompok, 3) Orang asing atau individu atau pendatang tersebut memiliki pengalaman berkomunikasi dengan penduduk lokal.2

Dari penelitiannya kepada para pendatang yang menetap di Chicago, Amerika Serikat, khususnya yang berasal dari Korea untuk disertasi doktoralnya pada 1977. Kim mengidentifikasi lima faktor dalam melakukan adaptasi yaitu personal communication, host social communication, ethnic social communication, environment, dan predisposition. Faktor-faktor ini memiliki pengaruh dengan transformasi antar budaya (intercultural transformation), yang merupakan proses dalam mencapai functional fitness, psychological health, dan intercultural identity. Maka, kelima faktor penting dalam proses adaptasi tersebut dijabarkan dalam model berikut:3

Personal Communication, atau komunikasi personal terjadi apabila seseorang merasakan adanya hal-hal yang terdapat dalam lingkungannya, kemudian memberi makna serta mengadakan reaksi terhadap obyek maupun orang lain yang terdapat dalam lingkungannya tersebut. Dalam tahapan ini terjadi proses penyesuaian yang menggunakan kompetensi komunikasi pribadi, lalu diturunkan menjadi tiga bagian yaitu kognitif, afektif, dan operasional. Hal ini

1 Wahidah Suryani, Komunikasi Antarbudaya: Berbagi Budaya Berbagi Makna, (Jurnal Farabi Vol. 10 No. 1 Juni 2013), h.7

2 Juita Lorda La‟ia, Adaptasi Antarbudaya Mahasiswa Asing Uns (Studi Deskriptif Kualitatif tentang Hambatan Komunikasi Antarbudaya Mahasiswa Asing dalam Beradaptasi di Solo Tahun 2015), https: atau atau www.jurnalkommas.com atau docs, h.6 ( diakses pada 14 Desember 2020 Pukul 2.20 PM)

3 Lusia Savitri Setyo Utami, op.cit., h. 184

(25)

10

terjadi di dalam diri pribadi individu. Aspek kognitif dari kompetensi komunikasi dipisahkan dalam pengetahuan individu tentang sistem komunikasi menjadi, pemahaman kultural, dan kompleksitas kognitif. Aspek afektif dalam kompetensi komunikasi merupakan konfigurasi dari motivasi adaptasi individu, fleksibilitas identitas, dan estetika orientasi bersama. Lalu, aspek operasional atau kemampuan untuk mengekspresikan kognitif dan pengalaman afektif individu secara terlihat atau nyata melalui aspek perilakunya atau secara spesifik memperlihatkan kompetensi komunikasinya itu. Pencapaian kompetensi komunikasi dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan umum manusia, yaitu mengatasi lingkungannya terutama terhadap lingkungan baru. Kompetensi komunikasi adalah kemampuan yang secara efektif berhubungan dengan orang-orang lain. 4

Selanjutnya, ada host social communication dan ethnic social communication. Keduanya sepadan, dimana terdiri dari dua macam komunikasi yaitu komunikasi interpersonal dan komunikasi massa. Komunikasi interpersonal menunjukkan pada interaksi antara individu yang satu dengan yang lain pada level interpersonal, namun, bedanya jika host social communication terjadi antara individu pendatang dengan individu local yang berasal dari budaya setempat maka ada perbedaan budaya diantara keduanya, sedangkan ethnic social communication terjadi diantara individu dengan latar belakang budaya yang sama, contohnya individu pendatang berinteraksi dengan individu yang mempunyai asal serta budaya yang sama.5 Adapun komunikasi massa yang di maksudkan dalam hal ini berhubungan dengan sarana-sarana yang dipakai dalam mendistribusikan dan mengabadikan budaya. Hal tersebut mencakup media seperti radio, televisi, surat kabar, dan internet; serta non media yang berbasis institusi seperti sekolah, agama, kantor, bioskop atau pun tempat umum apapun, yang dimana komunikasi terjadi dalam bentuk ritual budaya. Komunikasi massa ini berperan sebagai kemampuan dalam proses adaptasi dengan melakukan transmisi topik peristiwa-peristiwa, norma perilaku, nilai-nilai sosial, serta perspektif interpretasi lingkungan tradisional. Komunikasi massa ialah, terjadinya interaksi antara individu dengan

4 Ibid.

5 Ibid.

(26)

massa baik melalui media maupun non media, bedanya jika host social communication interaksi terjadi antara individu pendatang dengan individu lokal atau budaya setempat yang baru baginya, sedangkan ethnic social communication interaksi terjadi antara individu pendatang dengan individu yang mempunyai kesamaan budaya asalnya atau yang sudah dikenalnya.

Faktor berikutnya yaitu environment yang dibagi menjadi penerimaan tuan rumah, tekanan akan adanya kesesuaian dari tuan rumah, dan kekuatan kelompok etnis. Penerimaan individu asli atau lokal mengacu pada kesediaan dari budaya setempat untuk menerima dan membantu pendatang melalui kesempatan dalam berperan aktif berkomunikasi sosial. Dari perspektif pendatang, hal ini dapat dianggap akses untuk masuk, atau kesempatan untuk mendapatkan kontak. Tekanan akan penyelarasan dari tuan rumah merupakan kombinasi dari tekanan yang secara sadar atau tidak terhadap pendatang untuk mengadopsi praktek budaya setempat, dan toleransi dalam menghormati praktek- praktek budaya yang berbeda dari budaya setempat. Salah satu faktor penting ialah adanya perbedaan antara ideologi asimilatif atau pluralis. Ideologi asimilatif mendorong adanya kesesuaian, sedangkan ideologi pluralis mendorong adanya kekhasan etnis. Hal tersebut membawa kepada kekuatan kelompok etnis yang merujuk pada kekuatan kelompok dari budaya atau etnis yang sama dengan asal individu pendatang. 6

Terakhir, predisposition menunjukkan pada keadaan pribadi pendatang ketika mereka berada dalam kelompok budaya setempat, seperti jenis latar belakang yang mereka miliki, dan apa jenis pengalaman yang mereka punya sebelum bergabung dengan budaya setempat. Kombinasi dari faktor-faktor tersebut memberi keseluruhan potensi adaptasi individu pendatang.7

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa faktor-faktor di atas membawa dampak pada proses transformasi antar budaya (intercultural transformation) yang meliputi tiga aspek yaitu, (1) Increased Functional Fitness, dalam aspek ini

6 Ibid., h.185

7 Ibid.

(27)

12

diterangkan bahwa melalui aktivitas yang berulang dan pembelajaran terhadap budaya baru, pendatang dapat mencapai sinkronisasi antara respon internal dalam dirinya dengan permintaan eksternal lingkungan barunya atau dapat juga disebut mencapai perceptual mutuality. (2) Psychological Health, aspek ini berfokus pada keadaan emosional individu pendatang. Sangatlah jelas bahwasannya kebahagiaan psikologis para pendatang akan bergantung pada bagaimana anggota masyarakat di lingkungan barunya. Dimaksudkan, jika pendatang merasa diterima oleh masyarakat setempat, maka secara cepat pendatang akan merasa lebih nyaman. Namun, jika masyarakat lokal atau asli terlihat seakan si pendatang kurang bisa diterima, maka penyesuaian diri si pendatang secara psikologis menjadi jauh lebih sulit. (3) Intercultural Identity, dalam aspek ini identitas budaya asli mulai kehilangan kekakuannya dan kekhasan, sementara itu definisi identitas lebih fleksibel dan yang lebih luas dari diri pendatang juga mulai muncul. Jika ketiga aspek tersebut tercapai maka terbentuklah hasil dari adaptasi antar budaya yang telah dibicarakan sebelumnya.8

2. Teori Adaptasi Sosial

Menurut Soerjono Soekanto adaptasi sosial merupakan hubungan antara suatu kelompok atau lembaga dengan lingkungan fisik yang mendukung eksistensi kelompok atau lembaga tersebut. Lingkungan fisik, lingkungan biologi maupun lingkungan sosial senantiasa mengalami perubahan-perubahan.

Perubahan ini ada yang kearah positif dan juga perubahan negatif. Agar dapat menjaga hidupnya, manusia diharapkan mampu melakukan penyesuaian atau adaptasi. Interaksi antara manusia dengan lingkungannya dapat mempengaruhi lingkungannya itu sendiri.9

Soerjono Soekanto menjelaskan beberapa batasan pengertian dari adaptasi sosial, yakni: 1) Proses mengatasi halangan-halangan dari lingkungan. 2) Penyesuaian terhadap norma-norma untuk menyalurkan ketegangan. 3) Proses

8 ibid

9 Habiba, Nurjihan, M. Fadhil Nurdin dan R.A. Tachya Muhamad, Adaptasi Sosial Masyarakat Kawasan Banjir di Desa Bojongloa Kecamatan Rancaekek, (Sosioglobal : Jurnal Pemikiran dan Penelitian Sosiologi 2, 2017), h.41

(28)

perubahan untuk menyesuaikan dengan situasi yang berubah. 4) Mengubah agar sesuai dengan kondisi yang diciptakan. 5) Memanfaatkan sumber-sumber yang terbatas untuk kepentingan lingkungan dan sistem. 6) Penyesuaian budaya dan aspek lainnya sebagai hasil seleksi alamiah. Dari beberapa batasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa adaptasi merupakan sebuah proses penyesuaian. Penyesuaian yang dilakukan dari individu, kelompok, maupun unit sosial terhadap norma- norma, proses perubahan, maupun suatu kondisi yang diciptakan10

3. Teori Gegar Budaya (Culture shock)

Teori gegar budaya (culture shock) pertama kali dicetuskan oleh Hall (1959), sebagai sebuah gangguan pada semua hal yang biasa dihadapi di tempat asal menjadi sangat berbeda dengan hal yang dihadapi di tempat baru dan asing.

Kemudian, gegar budaya diteliti pertama kali oleh Oberg (1960), dengan menggambarkan respon yang mendalam dan menunjukkan adanya ketidakmampuan yang dialami oleh individu dalam lingkungan barunya, yang mana ketidakmampuan tersebut terjadi pada kognitif, yang mengakibatkan gangguan pada identitas. Gegar budaya adalah reaksi emosi terhadap perbedaan budaya yang tidak terkira dan terjadi kesalahpahaman pada pengalaman yang berbeda, sehingga menyebabkan munculnya perasaan tidak berdaya, mudah terpancing emosi, takut akan dibohongi, dan dilukai serta diacuhkan. Penelitian yang dilakukan oleh Oberg (1960), menjelasakan aspek gegar budaya, yaitu ; (1) Adanya ketegangan karena upaya untuk beradaptasi secara psikologis, (2) Rasa kehilangan terhadap teman, profesi, status, dan harta. (3) Ditolak atau menolak anggota budaya yang baru atau berbeda, (4) Kebingungan dalam peran, harapan dan nilai. (5) Cemas hingga merasa jijik dan marah saat menyadari adanya perbedaan budaya, (6) Adanya perasaan tidak berdaya oleh pendatang karena kurang atau bahkan tidak mampu dalam mengatasi lingkungan baru.11

10 Andi Winata, Adaptasi Sosial Mahasiswa Rantau Dalam Mencapai Prestasi Akademik, (Skripsi Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik,Universitas Bengkulu, 2014), h. 13

11 Sabrina Hasyyati Maizan, Khoiruddin Bashori, & Elli Nur Hayati, Analytical Theory : Gegar Budaya (Culture shock), (Jurnal Psycho Idea, 18. No.2, 2020), h.149-150

(29)

14

Oberg (1960) menggambarkan tahapan pada gegar budaya dengan bahasa yang berbeda yaitu dengan menggunakan kata “fase”, yangmana fase gegar budaya (culture shock) merupakan dampak yang disebabkan oleh tekanan saat memasuki budaya baru yang digabungkan dengan sensasi kebingungan, kerugian, dan ketidakberdayaan sebagai hasil dari kehilangan norma budaya dan ritual sosial. Fase gegar budaya digambarkan dengan U-Curve Hypothesis yaitu;

(1) Fase Optimistik, individu merasa gembira, memiliki rasa penuh harapan dan euphoria saat baru memasuki lingkungan baru. (2) Fase Krisis, individu atau pendatang mulai memiliki permasalahan dengan lingkungan barunya. (3) Fase recovery, dimana individu mulai mengerti tentang budaya barunya, pada tahap ini individu secara bertahap membuat penyesuaian dan perubahan untuk menanggulangi budaya baru. (4) Fase penyesuaian diri, individu mampu memahami budaya barunya, ketika individu mampu menyesuaikan diri dengan dua kebudayaan yang dimilikinya, individu tersebut akan merasa puas dan menikmati dua kebudayaan yang dimiliki.12

Namun sebagian hal menyatakan bahwa, untuk dapat hidup dalam dua budaya tersebut, seseorang atau individu perlu beradaptasi kembali dengan budayanya terdahulu, dan hal tersebut memunculkan gagasan tentang W Curve, yaitu gabungan dari dua U Curve.13

Gambar 2.1 Kurva W

12 Ibid., h.151

13 Lusia Savitri Setyo Utami, op.cit., h.192

(30)

Ketika seorang individu atau pendatang kembali ke rumah setelah lama tinggal di budaya asing atau merantau, mereka akan mengalami putaran lain dari culture shock, yaitu terjadi dalam budaya asli mereka. Contohnya, seperti pelajar yang kembali dari belajar di luar negeri, mereka akan memiliki perpektif yang berbeda dan melihat dunia dengan perspektif yang berbeda pula sebelum merantau. Pelajar yang mengeluh, mengkomunikasikan pengalaman mereka tersebut yang di luar negeri kepada teman dan keluarga mereka sering sulit dilakukan. Inilah yang kemudian terjadi dalam tahapan Kurva W14

4. Penyesuaian Diri 1. Pengertian

Menurut Katkovsky dan Gorlow (1976) penyesuaian adalah kemampuan seseorang untuk menyeimbangkan antara kebutuhannya dengan lingkungannya.

Lazarus (1969) mengatakan bahwasannya penyesuaian diri terdiri dari suatu proses psikologi dengan cara individu tersebut megatur atau mengatasi berbagai tuntutan dan tekanan. Haber dan Runyon (1984) menyatakan penyesuaian diri ialah suatu proses yang akan terus berlangsung selama hidup. Efektivitas dari penyesuaian diri dilihat dengan bagaimana cara individu mengatasi situasi yang terus berubah.15

Pada dasarnya penyesuaian diri melibatkan individu dengan lingkungannya, Penyesuaian diri merupakan suatu proses yang melibatkan respon- respon mental dan tingkah laku yang menyebabkan individu berusaha menanggulangi kebutuhan-kebutuhan, tegangan-tegangan, frustasi-frustasi, dan konflik-konflik batin serta menyelaraskan tuntutan-tuntutan batin ini dengan tuntutan-tuntutan yang dikenakan kepadanya oleh dunia dimana ia hidup.16

14 Ibid.

15 Arif Darmawan Mahmud, 2017, Pengaruh Religiusitas Dan Dukungan Sosial Terhadap Penyesuaian Diri Mahasiswa Baru Perantau UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Skripsi Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) h. 14

16 Oki Tri Handono dan Khoiruddin Bashori, 2013, Hubungan Antara Penyesuaian Diri Dan Dukungan Sosial Terhadap Stres Lingkungan Pada Santri Baru, (EMPATHY, Jurnal Fakultas Psikologi Vol. 1, No 2), h.80

(31)

16

2. Aspek-Aspek Penyesuaian Diri

Menurut Schneiders (1960), menyatakan bahwa penyesuaian diri memiliki empat aspek, yaitu:

1. Adaptation, yaitu penyesuaian diri dilihat sebagai kemampuan seseorang dalam beradaptasi. Individu yang memiliki penyesuaian diri yang baik, maka memiliki hubungan yang baik juga dengan lingkungannya. Penyesuaian diri dalam hal ini di maknai secara fisik.

2. Comformity, yaitu seseorang dikatakan mempunyai penyesuaian yang diri yang baik apabila memenuhi kriteria sosial dalam hati nuraninya.

3. Mastery, yaitu orang yang memiliki penyesuaian diri yang baik dalam hal kemampuan membuat rencana dan mengorganisasikan suatu respons diri sehingga dapat menyusun dan menanggapi berbagai masalah dengan efisien

4. Individual variation, yaitu adanya perbedaan individual pada perilaku dan respon dalam menanggapi masalah17

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri

Menurut Schneider (1960), faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri seseorang adalah:

1. Keadaan fisik dan determinannya

Kondisi fisik seseorang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses penyesuaian diri. Apabila seseorang mempunyai fisik dan sistem tubuh yang baik maka akan terciptanya penyesuaian yang baik, namun jika da halangan penyakit atau cacat fisik akan melatarbelakangi terjadinya hambatan dalam proses penyesuaian diri yang dilakukan.

2. Perkembangan kematangan

Adanya pertumbuhan dan perkembangan terutama dalam faktor intelektual, moral, kematangan sosial, dan emosional dapat

17 Nadyah Pramestari, 2020, Pengaruh Adversity Quotient, Dukungan Sosial, Dan Religiusitas Terhadap Penyesuaian Diri Mahasiswa Baru Perantau UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Skripsi Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) h. 21

(32)

mempengaruhi dari proses penyesuaian diri yang dilakukan. Setiap individu memiliki tahap perkembangan yang berbeda, sejalan dengan perkembangannya, setiap individu akan memilah dan meinggalkan tingkah laku infantil dalam merespon lingkungan. Hal tersebut bukan karena proses pembelajaran saja namun karena individu tersebut mengalami kematangan sosial.

3. Determinan Psikologis

Mental yang sehat adalah salah satu syarat terciptanya penyesuaian diri yang baik, sehingga dapat dikatakan bahwasannya timbulnya frustasi, cemas, cacat mental akan menyebabkan hambatan dalam proses penyesuaian diri. Keadaan mental yang baik akan mendorong seseorang untuk memberikan respon yang baik dan selaras dengan dorongan internal maupun tuntutan dari lingkungan sekitarnya. Aspek yang termasuk dalam keadaakn psikologis dianataranya pengalaman, konsep diri, pendidikan dan keyakinan diri.

4. Kondisi lingkungan sekitar

Kondisi lingkungan yang baik, damai, pengertian, aman serta penuh penerimaan merupakan lingkungan yang sangat mendorong lanarnya proses penyesuaian diri. Sebaliknya jika lingkungan tersebut sangat terasa asing, tidak nyaman, tidak aman, tidak damai juga maka individu tersebut akan mengalami gangguang dalam proses penyesuaian diri yang dilakukan. Keadaan lingkungan yang dimaksud adalah keluarga, rumah juga sekolah.

5. Tingkat religiusitas dan kebudayaan

Adat istiadat (budaya) serta agama juga mempengaruhi proses penyesuaian yang dilakukan seseorang. Religiusitas mempunyai nilai dan keyakinan khusus bagi pemeluknya yang dapat mengurangi konflik, frustasi dan ketegangan psikis dalam penyesuaian diri.

Religiusitas memberikan nila dan keyakinan tersendiri sehingga

(33)

18

individu dapat memiiki arti, tujuan dan stabilitas hifup untuk menghadapt tuntutan dan perubahan yang terjadi dalam hdiup.18

4. Proses Penyesuaian Diri

Proses penyesuaian diri menurut Schneiders (1984) melibatkan tiga unsur, yaitu:19

1. Motivasi

Respon dari penyesuaian diri, baik atau buruk, secara sederhana dapat dipandang sebagai suatu upaya organisme untuk mereduksi atau menjauhi ketegangan untuk memelihara keseimbangan yang lebih wajar. Kualitas respon, apakah itu sehat, efisien, merusak, atau patologis ditentukan oleh kekuatan motivasi. Selain itu, hubungan individu dengan lingkungan juga dapat menentukan kualitas yang baik atau buruk

2. Sikap terhadap realitas

Sikap yang sehat terhadap realitas dan kontak yang baik terhadap realitas itu sangat diperlukan terhadap proses penyesuaian diri yang sehat. Sebaliknya, jika sikap yang kurang sehat terhadap realitas maka akan menganggu hubungan antara penyesuaian diri dengan realitas

3. Pola dasar penyesuaian diri

Pola dasar penyesuaian diri akan menjelma sebagai tolak ukur dalam penyesuaian diri dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang akan mengalami ketegangan dan frustasi apabila gagal dalam memenuhi kebutuhannya atau keinginannya. Sebaliknya, jika seseorang dapat membebaskan diri dari ketegangan dan frustasi serta dapat

18 Arif Darmawan Mahmud, 2017, op.cit, h. 19

19 Sri lestari, 2013, Meningkatkan Penyesuaian Diri Terhadap Program Keahlian Melalui Layanan Bimbingan Kelompok Pada Siswa Kelas X SMK Negeri 1 Purbalingga Tahun Ajaran 2012/2013, ( Skripsi Jurusan Bimbingan Dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang) h.32-33

(34)

mewujudkan keinginannya, maka individu tersebut dapat melakukan penyesuaian diri yang baik pula.

5. Merantau 1. Pengertian

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia III (KBBI III), merantau mempunyai arti berlayar atau mencari penghidupan di tanah rantau atau pergi ke negeri lain. Merantau adalah perginya individu dari tempat ia tumbuh besar ke daerah lain untuk mencari pekerjaan atau pengalaman. Dalam budaya Minangkabau, pergi merantau hampir merupakan suatu kewajiban bagi pria yang telah dewasa untuk memperbaiki kondisi ekonominya dan untuk menunaikan tanggung jawab keluarga, karena jika tidak dilakukan, maka ia akan dijadikan bahan cemoohan oleh masyarakat sekitarnya. 20

Merantau merupakan istilah Melayu, Indonesia dan Minangkabau yang sama arti dan pemakaiannya dengan akar kata “rantau”. Rantau adalah kata benda yang berarti dataran rendah atau daerah aliran sungai yang biasanya terletak dekat atau bagian dari daerah pesisir. Tetapi dari sudut sosiologi, istilah ini sedikitnya mengandung enam unsur pokok yaitu meninggalkan kampung halaman, dengan kemauan sendiri, untuk jangka waktu lama atau tidak, dengan tujuan mencari penghidupan, menuntut ilmu atau mencari pengalaman biasanya dengan maksud kembali pulang dan merantau ialah lembaga sosial yang membudaya.21

2. Sejarah Merantau

Sebagian masyarakat mengatakan bahwa tradisi merantau ini didasari oleh falsafah Minang alam takambang jadi guru, dimana merantau adalah kewajiban seseorang pria yang telah dewasa karena ia tidak mempunyai hak atas harta keluarga atau harta pusaka (harta pusako). Sehingga pemuda Minang melakukan rantau ke negeri orang untuk mencari nafkah dan menghidupi dirinya

20 Ines Puspa Maharani, 2018, Hubungan Antara Kematangan Emosi Dengan Penyesuaian Diri Mahasiswa Rantau Di Universitas Muhammadiyah Surakarta, (Skripsi thesis, Universitas Muhammadiyah Surakarta) h.28

21 Ibid, h.29

(35)

20

sendiri. Saat ini banyak faktor yang mendorong pemuda Minang merantau, di antaranya adalah: 22

a. Faktor pendidikan b. Faktor budaya c. Faktor ekonomi

B. Hasil Penelitian yang Relavan

Berikut penulis sajikan, penelitian sebelumnya yang relavan dengan apa yang akan penulis teliti:

1. “Studi Pola Penyesuaian Diri Mahasiswa Luar Jawa Di Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang” oleh Zuni Mitasari dan Yuswa Istikomayanti ( Jurnal SENASPRO 2017 | Seminar Nasional dan Gelar Produk)

Penelitian ini mengakaji bagimana pola penyesuaian diri mahasiswa luar Jawa yang kuliah di Universitas Tribhuwana Tunggadewi. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan, berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh diketahui bahwa rata-rata kondisi culture shock yang dialami oleh mahasiswa yaitu sebesar 60% (kategori tinggi) dan faktor-faktor yang menyebabkannya sebesar 48% (kategori menengah) meskipun begitu kemampuan adaptasi mahasiswa juga tergolong tinggi yaitu sebesar 51%. Kemampuan adaptasi mahasiswa dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mempengaruhi cepat lambatnya proses adaptasi dengan persentase sebesar 54% (kategori tinggi).23 Lalu Penyebab terjadinya culture shock pada mahasiswa luar Jawa ada dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal melingkupi kemampuan dalam komunikasi, pengalaman dalam setting lintas budaya, serta

22 Ibid, h.31

23 Zuni Mitasari dan Yuswa Istikomayanti, Studi Pola Penyesuaian Diri Mahasiswa Luar Jawa Di Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang, (Jurnal SENASPRO | Seminar Nasional dan Gelar Produk, 2017), h. 798

(36)

keterampilan bersosialisasi dan ciri karakter individu, toleransi dan kemandirian. Sedangkan faktor eksternal, yaitu linearitas jurusan SMA atau SMK dan kuliah, Bahasa, ekonomi, sosial budaya, lingkungan akademik, makanan, serta iklim dan cuaca dan pola penyesuaian diri mahasiswa luar Jawa di Universitas Tribhuwana Tunggadewi, dimana mahasiswa melakukan upaya untuk mengatasi culture shock yang efektif dengan menjalin komunikasi dan berelasi dengan orang lain atau teman-temannya baik di dalam maupun di luar kampus. Selain itu banyaknya kenalan yang berasal dari daerah sama dan berpartisipasi dalam himpunan organisasi daerah asal juga membantu dalam mempercepat kemampuan adaptasi mahasiswa baru.24 Persamaan penelitian ini dengan penelitian saya adalah sama-sama membahas tentang pola penyesuaian diri juga dengan subjek kajiannya mahasiswa luar Pulau Jawa, Sedangkan perbedaannya adalah dalam penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data angket serta wawancara, sedangkan penulis tidak menggunakan angket dalam penelitian nantinya.

2. “Proses dan Dinamika Komunikasi Dalam Menghadapi Culture shock Pada Adaptasi Mahasiswa Perantauan (Kasus Adaptasi Mahasiswa Perantau di UNPAD Bandung)” oleh Muhammad Hyqal Kevinzky (Skripsi tahun 2011, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik – Universitas Indonesia)

Penelitian ini membahas bagaimana proses adaptasi yang timbul dalam menghadapi culture shock pada adaptasi mahasiswa perantauan di Universitas Padjajaran, Bandung serta pengalaman (dinamika dan hambatan-hambatan yang muncul) selama berkomunikasi pada mahasiswa perantauan di Universitas Padjajaran, Bandung. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan seseorang

24 Ibid., h. 802

(37)

22

dalam beradaptasi juga dipengaruhi oleh daerah tinggalnya. Informan yang sebelumnya tinggal di kota besar, memiliki kecenderungan dimana merasa untuk berkomunikasi lebih baik dengan bahasa Indonesia. Sementara itu, walaupun juga berasal dari kota, namun informan pendatang tersebut memiliki rasa respek lebih besar dibandingkan informan yang berasal dari kota Jakarta. Hal ini dikarenakan informan-informan non-Jakarta berasal dari daerah yang memiliki karakteristik budaya yang kental, sehingga terbiasa menghadapi perbedaan dalam dialek.25 Persamaan penelitian ini dengan penelitian saya adalah menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif serta wawancara menjadi teknik pengumpulan datanya, serta membahas terkiat adaptasi mahasiswa perantauan, disini penelitian ini membahas terkait bagaimana cara mengatasi culture shock itu sendiri secara dalam dan mencari solusinya, sedangkan saya hanya menggali culture shock apa saja yang dialami oleh mahasiswa perantau.

3. “Studi Fenomenologi Pengalaman Penyesuaian Diri Mahasiswa Papua Di Surabaya” oleh Eri Wijanarko dan Muhammad Syafiq (Jurnal Psikologi: Teori & Terapan, Vol. 3, No. 2, Pebruari 2013)

Penelitian ini mengakaji bagaimana pengalaman penyesuaian diri yang dilakukan mahasiswa Papua di Surabaya. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan metode fenomenologis.

Hasil dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwasannya mahasiswa luar pulau khususnya yang berasal dari Papua mengalami berbagai hambatan dalam menyesuaikan diri. Hambatan tersebut ialah, adanya perbedaan bahasa, karakteristik fisik, serta kebiasaan budaya dengan masyarakat lokal. Hambatan-hambatan tersebut menimbulkan dampak psikologis dalam diri personal serta kehidupan sosial mereka. Dengan

25 Muhammad Hyqal Kevinzky, Proses dan Dinamika Komunikasi Dalam Menghadapi Culture shock Pada Adaptasi Mahasiswa Perantauan (Kasus Adaptasi Mahasiswa Perantau di UNPAD Bandung), (Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik – Universitas Indonesia, 2011), h. 6

(38)

adanya hambatan dan dampak yang mereka alami ini, membuat mereka melakukan strategi penyesuaian diri. Strategi penyesuaian diri yang dilakukan adalah menjauhi dari persoalan interaksi, meningkatkan kontrol diri, dan menghadapi masalah secara langsung.

Strategi-strategi untuk mengatasi masalah interaksi sosial tersebut didorong oleh dua motivasi, yaitu keinginan untuk menjaga kesejahteraan psikologis dan mencari peluang untuk pengembangan diri. Secara umum, meskipun para partisipan menghadapi berbagai kesulitan dalam berhubungan sosial dengan mahasiswa dan masyarakat lokal, mereka memahami bahwa berinteraksi secara dekat dengan mereka akan memberikan keuntungan, terutama untuk pengembangan diri.26 Persamaan penelitian ini dengan penelitian saya adalah subjek dalam penelitian ini merupakan orang Papua yang berasal dari luar Jawa, sama hal nya penelitian yang akan saya lakukan dengan mahasiswa luar Pulau Jawa , karena seperti yang saya katakana pada latar belakang, bahwasannya adaptasi yang dilakukan oleh mahasiswa perantau yang berasal dari luar Pulau Jawa lebih sulit dibandingkan perantau yang masih berasal dari Pulau Jawa, seperti yang dikatakan dalam penelitian ini bahwa beberapa mahasiswa Papua ini kadang merasa malu dan segan ketika ingin berkumpul bersama orang Jawa, lalu mereka sering mendapatkan pandangan yang kurang baik dari mahasiswa lainnya dikarenakan perbedaan secara fisik. Perbedaan dengan penelitian saya adalah penelitian ini menggunakan studi fenomenologi kualitatif sedangkan penelitian yang akan saya lakukan deskriptif kualitatif.

4. “Proses Adaptasi Mahasiswa Perantauan Dalam Menghadapi Gegar Budaya (Kasus Adaptasi Mahasiswa Perantauan Di Universitas Mulawarman Samarinda)” oleh Anugerah Salon Bidang, Endang

26 Eri Wijanarko dan Muhammad Syafiq, Studi Fenomenologi Pengalaman Penyesuaian Diri Mahasiswa Papua Di Surabaya, (Jurnal Psikologi: Teori & Terapan, Vol. 3, No. 2, 2013), h. 91

(39)

24

Erawan, dan Kezia Arum Sary (eJournal Ilmu Komunikasi, Volume 6, Nomor 3, 2018)

Penelitian ini mengupas tentang proses adaptasi mahasiswa perantauan dalam menghadapi gegar budaya. Penelitiannya dimaksudkan untuk memberikan pandangan terhadap mahasiswa perantauan asal luar kota Samarinda agar dapat beradaptasi dengan lingkungan barunya. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwasanya gegar budaya pasti dialami oleh siapapun ketika mereka meninggalkan tempat asalnya dan berpindah ke tempat baru. Dengan kata lain, gegar budaya bisa menjadi penyakit ketika seseorang tidak dapat melakukannya dengan baik karena gegar budaya menjadi gejala awal yang dialami oleh setiap orang ketika mereka menginjakan kaki ditanah baru yang belum pernah dipijaknya sebelumnya. Proses adaptasi sangat diperlukan untuk menjalani kehidupan di lingkungan baru karena banyak sekali dinamika yang terjadi sehingga gegar budaya acap kali ditemui oleh setiap manusia.

Terdapat tiga hal yang saling berpengaruh dan mempengaruhi dalam keputusan adaptasi seseorang yaitu, (1) Stereotipe yang dibawa ketika merantau (2) Lingkungan yang dia tinggali dan (3) Motivasi yang dia miliki untuk beradaptasi dan bertahan diperantauan. Ketika seorang merantau, tentulah dia membawa stereotipe atau nilai-nilai sendiri dalam memandang kebudayaan yang dia tuju sebagai tempat sementara atau rantauannya. Entah itu stereotipe yang baik atau yang buruk.27 Persamaan penelitian ini dengan penelitian saya adalah metode penelitian yang menggunakan metode kualitatif deskriptif.

Perbedaannya adalah pada penelitian ini proses adaptasi dilakukan untuk mengatasi gegar budaya, sedangkan penelitian yang saya lakukan mengetahui pola dalam proses penyusuaian diri mahasiswa

27 Anugerah Salon Bidang, Endang Erawan, dan Kezia Arum Sary, Proses Adaptasi Mahasiswa Perantauan Dalam Menghadapi Gegar Budaya (Kasus Adaptasi Mahasiswa Perantauan Di Universitas Mulawarman Samarinda), (eJournal Ilmu Komunikasi, Volume 6, Nomor 3, 2018), h.

224

(40)

terhadap lingkungan barunya baik itu di kampus atau di sekiataran kos atau asrama tempat tinggalnya.

5. “Hubungan antara Interaksi Sosial dengan Culture shock pada Mahasiswa Luar Jawa di Universitas Sebelas Maret Surakarta” oleh Rizky Mestika Warni Hasibuan, Sri Wiyanti dan Nugraha Arif Karyanta (Jurnal Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran- Universitas Sebelas Maret)

Penelitian ini mengkaji hubungan antara interaksi sosial dengan culture shock pada mahasiswa luar Jawa di Universitas Sebelas Maret di Surakarta. Metode penelitian yang digunakan adalah kuantitatif.

Hasil penelitiannya membahas bahwasannya terdapat hubungan negatif yang signifikan antara variabel interaksi sosial dengan culture shock pada mahasiswa luar Jawa di Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang ditunjukkan oleh nilai koefisien regresi linier sederhana yaitu R sebesar (-) 0,420. Tanda negatif pada nilai R menunjukkan arah hubungan negatif antara interaksi sosial dengan culture shock. Artinya semakin tinggi interaksi sosial, maka akan semakin rendah culture shock pada mahasiswa luar Jawa di Universitas Sebelas Maret Surakarta. Sebaliknya, semakin rendahnya interaksi sosial, maka semakin tinggi juga culture shock pada mahasiswa luar Jawa di Universitas Sebelas Maret Surakarta. Besar koefisien determinasi (R2) = 0,176. Hal tersebut menunjukkan bahwa interaksi sosial memberikan sumbangan sebesar 17,6% terhadap culture shock pada mahasiswa luar Jawa di Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Selebihnya, yaitu 82,4% dijelaskan oleh variabel lain diluar penelitian28 Persamaan penelitian ini dengan penelitian saya adalah membahas terkait interaksi sosial pada mahasiswa luar Jawa, hal ini

28 Rizky Mestika Warni Hasibuan, Sri Wiyanti dan Nugraha Arif Karyanta, Hubungan antara Interaksi Sosial dengan Culture shock pada Mahasiswa Luar Jawa di Universitas Sebelas Maret Surakarta, (Jurnal Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran-Universitas Sebelas Maret, 2014), h.9

Gambar

Gambar 2.1 Kurva W
Gambar 2.2 Kerangka Berfikir
Gambar 3.1 Peta Lokasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 3.1 Waktu Penelitian  No   Kegiatan  September  2021  Oktober 2021  November 2021  Desember 2021  Januari 2022  1
+4

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada saat ini dengan koleksi yang tersedia masih

Bahwa skripsi yang berjudul Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Mahasiswa dalam Memilih Jurusan Pendidikan IPS Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN

Penulis sangat tertarik dengan media YouTube, karena YouTube mampu membius masyarakat dengan cepat untuk menggunakannya. Entah untuk hanya sekadar hiburan, belajar,

Sedangkan untuk UIN Syarif Hidayatullah Jakarta diharapkan senantiasa berusaha untuk mewujudkan diri sebagai universitas yang mempunyai tanggung jawab sosial yang tinggi

Faktor yang memengaruhi tingkat kepuasan konsumen civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terhadap kantin unit usaha Dharma Wanita UIN Syarif Hidayatullah

Suwito, M.A., Supardi, M.Kom., , dkk Alamat : UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Dki Jakarta, 15412 Kewarganegaraan : Indonesia Pemegang Hak Cipta Nama : Supardi, M.Kom., Nashrul

1 TINDAK LANJUT ADANYA PERUBAHAN STATUS IAIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA MENJADI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA1 Oleh SUWITO2 Sehubungan dengan Keputusan Presiden RI Nomor 31

vi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Nama : Zakiyah Zahra Nur Amaliah Program Studi : Farmasi Judul Skripsi : Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Asam Laktat dari Limbah Cair Rendaman