• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.6 Hipotesis Kerja

Hipotesis (Sugiyono, 2016: 134-135) merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta- fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Hipotesis kerja adalah hipotesis yang akan diuji.

Adapun penulis merumuskan hipotesis kerja dalam penelitian ini, yaitu implementasi pembangunan Zona Integritas menuju wilayah bebas korupsi dan wilayah birokrasi bersih melayani yang terkait dengan kepatuhan implementor, kelancaran rutinitas dan tiadanya persoalan, serta terwujudnya dampak yang diinginkan.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Bentuk Penelitian

Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan analisa data kualitatif. Dengan metode ini, peneliti dapat membuat gambaran atau tulisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antar fenomena yang diteliti.

Menurut Bodgan dan Biklen dalam Sugiyono (2005:9), secara umum penelitian kualitatif memiliki karakteristik sebagai berikut :

1. Dilakukan pada kondisi yang alamiah, langsung ke sumber data dan peneliti adalah instrumen kunci

2. Penelitian kualitatif lebih bersifat deskriptif. Data yang terkumpul berbentuk kata- kata atau gambar, sehingga tidak menekankan pada angka.

3. Penelitian kualitatif lebih menekankan pada proses daripada produk atau outcome

4. Penelitian kualitatif melakukan analisis data secara induktif

5. Penelitian kualitatif lebih menekankan makna (data dibalik yang teramati).

Berdasarkan pengertian diatas maka penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang bagaimana pelaksanaan dari pembagunan zona integritas wilayah bebas korupsi dan wilayah bersih bebas melayani di Kementrian Kota Medan, dilihat dari 2 pendekatan dari teori Rippley dan Franklin yaitu tingkat kepatuhan (terdiri dari perilaku implementor dan pemahaman implementor terhadap kebijakan) dan kelancaran rutinitas dan tiadanya persoalan (terdiri dari banyaknya aktor yang terlibat, kejelasan tujuan, perkembangan dan kerumitan program, partisipasi pada semua unit pemerintahan, faktor-faktor yang

tidak terkendali yang mempengaruhi implementasi, dan terwujudnya dampak yang diinginkan).

3.2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian merupakan tempat dimana peneliti melakukan penelitian terutama dalam menangkap fenomena atau peristiwa yang sebenarnya terjadi dari obyek yang diteliti dalam rangka mendapatkan data-data yang akurat.

Adapun lokasi yang menjadi tempat penelitian ini adalah Kantor Kementrian Agama Medan. Lokasi dipilih oleh peneliti karena mengingat bahwa Kantor Kementrian Medan merupakan salah satu implementor dari pembangunan Zona Integritas menuju wilayah bebas korupsi dan wilayah birokrasi bersih melayani dan sudah menandatangani pencanangan pembangunan zona integritas menuju wilayah bebas korupsi dan wilayah birokrasi bersih melayani.

3.3 Informan Penelitian

Penelitian kualitatif tidak dimaksudkan untuk membuat generalisasi dari hasil penelitiannya. Oleh karena itu, pada penelitian kualitatif tidak dikenal adanya populasi dan sampel (Suyanto, 2005:17). Subjek penelitian yang telah tercermin dalam fokus penelitian ditentukan dengan sengaja, subjek penelitian ini menjadi informan yang akan memberikan berbagai informasi yang akan diperlukan.

Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini antara lain : 1. Kepala Bagian Tata Usaha

2. Kepala Bidang/Penanggungajawab Bagian

3. Pegawai/staf 4. Masyarakat

Tabel 3.1 : Matriks Informan

No Informan Informasi yang dibutuhkan

3 Staf/Pegawai

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data dengan tiga cara, yaitu :

a. Metode wawancara, yaitu dengan wawancara mendalam dan wawancara bertahap. Burhan Bungin (2007:108) mengatakan bahwa wawancara mendalam secara umum adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara peWawancara,informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara, dimana pewawancara dan

informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatiflama. Sedangkan wawancara bertahap ini adalah dilakukan secara bertahap dan pewawancara tidak harus terlibat dalam kehidupan sosial informan.

Informasi yang digali terkait tingkat kepatuhan (terdiri dari perilaku implementor dan pemahaman implementor terhadap kebijakan) dan kelancaran rutinitas dan tiadanya persoalan (terdiri dari banyaknya aktor yang terlibat, kejelasan tujuan, perkembangan dan kerumitan program, partisipasi pada semua unit pemerintahan, faktor-faktor yang tidak terkendali yang mempengaruhi implementasi) dalam Implementasi Pembangunan Zona Integritas di Kantor Kementrian Agama Kota Medan.

b. Metode observasi, yaitu metode dengan pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan terhadap objek observasi dengan langsung merasakan serta berada dalam aktivitas kehidupan objek pengamatan. Teknik pengumpulan data dengan pengamatan secara langsung objek penelitian dengan mencatat gejala-gejala yang ditemukan di lapangan untuk mempelajari data-data yang diperlukan sebagai acuan yang berkenaan dengan topik penelitian.

(Burhan Bungin 2007:115). Pedoman observasi ini berupa informasi tentang bagaimana perilaku implementor dalam penerapan Pembangunan Zona Integritas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat oleh Kementrian Agama Kota Medan.

c. Studi Dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan menggunakan dokumen, catatan catatan, surat-surat, laporan, serta sumber sumber yang ada dilokasi tempat penelitian yang relevan dengan objek penelitian.

Pedoman dokumentasi ini yaitu dokumen dokumen terkait infomasi dalam Implementasi Pembangunan Zona Integritas di Kantor Kementrian Agama Kota Medan.

3.5 Teknik Analisis Data

Sesuai dengan metode penelitian, teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisa data kualitatif. Teknik analisa data kualitatif dilakukan dengan menyajikan data yang dimulai dengan menelaah seluruh data yang terkumpul, menyusunnya dalam satu-satuan, yang kemudian dikategorikan pada tahap berikutnya, dan memeriksa keabsahan data serta menafsirkannya dengan analisis sesuai dengan kemampuan daya nalar peneliti untuk membuat kesimpulan penelitian (dalam Moleong, 2013 :247).

Dalam melakukan analisis data, ada langkah-langkah yang dilakukan menurut Miles dan Huberman dalam Moleong 2013 : 178 yaitu :

1. Reduksi Data

Data yang diperoleh segera oleh peneliti dalam analisis melalui kodifikasi atau reduksi data. Mereduksi berarti mencari tema dan pola, menulis dan merangkum catatan dilapangan, memilih hal-hal yang pokok, mengidentifikasikan, menginterpretasikan serta memfokuskan yang penting, Hal ini mempermudah peneliti melakukan pengumpuklan data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan.

2. Penyajian Data

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah menyajikan data.

Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan dan hubungan dengan pengelompokkan atau kategori. Dengan

menyajikan data maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, dan merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahaminya tersebut.

3. Penarikan Kesimpulan

Tahap penarikan kesimpulan atau verifikasi merupakan suatu tahap lanjutan dimana pada tahap ini peneliti menarik kesimpulan dari temuan data.

Artinya, interpretasi peneliti atas temuan dari suatu wawancara atau sebuah dokumen. Setelah kesimpulan diambil, peneliti kemudian mengecek lagi keshahihan interpretasi dengan cara mengecek ulang proses reduksi dan penyajian data untuk memastikan tidak ada kesalahan yang dilakukan. Jadi, teknik analisis data kualitatif yaitu dengan melakukan reduksi data dan menyajikan data dengan analisa terhadap masalah yang ditemukan dilapangan, sehingga diperoleh gambaran yang jelas tentang objek yang diteliti kemudian menarik kesimpulan.

3.6 Validitas Data

Agar data yang diperoleh dijamin keabsahannya sehingga dapat dipertanggungjawabkan hasil penelitiannya, maka perlu melakukan triangulasi.

Menurut Moleong (2011 : 330) Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding untuk data itu. Menurut Danzin dalam Moleong (2011 : 330) membedakan Empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori.

Pada penelitian ini peneliti menggunakan triangulasi dengan penggunaan sumber dan metode. Triangulasi sumber data dalam penelitian ini dilakukan dengan membandingkan data hasil wawancara dari para informan yang dituju.

Triangulasi metode dilakukan dengan mengkroscek / mengecek data yang diperoleh dari teknik pengumpulan data yaitu data yang diperoleh dari teknik pengumpulan data yaitu data yang diperoleh dari wawancara,kemudian dicek dengan observasi dan dokumentasi.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini, peneliti akan menguraikan data dan hasil penelitian tentang permasalahan yang telah dirumuskan pada bab 1 yaitu tentang Implementasi Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas Korupsi (WBK)dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM) di Kantor Kementrian Agama Kota Medan. Data yang diperoleh baik melalui kegiatan wawancara, dokumentasi maupun observasi akan disajikan dengan teknik analisis kualitatif dengan metode deskriptif. Informasi maupun data, diperoleh dari kegiatan Wawancara,pihak pelaksana peraturan Zona Integritas yakni pegawai Kantor Kementrian Agama Kota Medan dan juga masyarakat yang sedang melakukan pengurusan berkas di kantor Kementrian Agama Kota Medan. Dalam melakukan analisis, data yang telah dikumpulkan akan disesuaikan dengan menggunakan teori implementasi dalam hipotesis kerja pada bab sebelumnya melalui beberapa indikator yang terkait dengan teori implementasi yang akan digunakan oleh penulis sehingga analasis data yang akan dilakukan oleh penulis dapat disajikan secara sistematis.

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Kementrian Agama Kota Medan salah satu intansi pemerintah yang merupakan bagian dari Kementrian Agama Republik Indonesia dan secara struktur berbentuk vertikal keatas, sehingga Kementrian Agama Kota Medan ini bertanggungjawab kepada pusat. Adapun gambaran organisasi Kementrian Agama Berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor: 53 Tahun 1971 Tentang Pembentukan Perwakilan Departemen Agama Propinsi dan Kantor

Departemen Agama Kabupaten dan Inspektorat Perwakilan, susunan Kementrian Agama adalah sebagai berikut :

I. Perwakilan Departemen Agama Provinsi II. Perwakilan Departemen Agama Kabupaten III. Kantor Urusan Agama Kecamatan

IV. Urusan Pengawasan adalah Inspektorat Perwakilan

Berikut bagan struktur organisasi Kementrian Agama RI ke Pusat sampai tingkat Kabupaten/Kota :

Gambar 4.1 : Struktur organisasi Kementrian Agama RI ke Pusat sampai tingkat Kabupaten/Kota

Sumber : Kemenag.go.id, diakses pada 2 Juli 2018

Sementara itu sesuai dengan keputusan Menteri Agama No 18 tahun 1975 tentang susunan organisasi dan tata kerja Departemen Agama Provinsi Sumatera Utara, Departemen Agama Provinsi Sumatera Utara terdiri dari :

a. Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi b. Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kotamadya c. Kantor Urusan Agama Kecamatan

Pada masa inilah Departemen Agama Kotamadya Medan memasuki masa persiapan untuk berdiri sendiri, yang pada awalnya berkantor di Jalan Bintang hingga tahun 1980, sebelum pindah ke Jalan Sei Batu Gingging no. 12 yang pada waktu itu merupakan Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Sumatera Utara.

Kementrian Agama Medan kemudian mengalami perubahan penyebutan nama instansi dari Departemen Agama menjadi Kementrian Agama. Perubahan tersebut berdasarkan Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia nomor 1 tahun 2010, tentang perubahan penyebutan Departemen Agama menjadi Kementerian Agama. Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan yaitu pada tanggal 28 Januari 2010 oleh Menteri Agama RI Suryadharma Ali.

Visi dan Misi Kementerian Agama Kota Medan

Dalam menjalankan programnya, Kementerian Agama Kota Medan memiliki Visi dan Misi sebagai berikut:

Visi :

“Terwujudnya masyarakat agamis, intlektual dan berkualitas menuju masyarakat Kota Medan yang madani, religius dan bermartabat”.

Misi :

1. Meningkatkan penghayatan moral ke dalam spiritual dinamika keagamaan.

2. Meningkatkan dan memperkokoh kerukunan antar umat beragama.

3. Meningkatkan kualitas pendidikan agama pada madrasah dan sekolah umum.

4. Meningkatkan pemberdayaan lembaga keagamaan.

5. Meningkatkan kualitas pelayanan haji.

Di samping Visi dan Misi Kode Etik menjadi landasan pokok bagi seluruh pegawai Kantor Kementerian Agama Kota Medan, dengan Ikrar :

“ Kami pegawai Kementerian Agama yang beriman dan bertaqwa pada Tuhan ”

1. Menjunjung tinggi kesatuan dan persatuan Bangsa.

2. Menggunakan dan pelayanan kepada Masyarakat.

3. Bekerja dengan jujur, Adil dan Amanah.

4. Melaksanakan tugas dengan disiplin, professional dan inovatif.

5. Kesetiakawanan dan bertanggung jawab atas kesejahteraan korps.

4.2 Implementasi Pembangunan Zona Integritas Menuju WBK dan WBBM di Kantor Kementrian Agama Kota Medan

Kementrian Agama Kota Medan telah menerapkan Pembangunan Zona Integritas Menuju WBK dan WBBM dengan melaksanakan program yang sudah ditetapkan oleh MenPAN-RB melalui peraturan MenPAN-RB No. 52 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Pembangunan Zona Integritas Menuju WBK danWBBM. Dalam pelaksanaan peraturan tersebut, peneliti melakukan analisis

menggunakan model keberhasilan implementasi menurut Rippley dan Franklin yang dijabarkan dalam beberapa variabel berikut ini :

4.2.1 Kepatuhan Implementor

Perspektif pertama memahami keberhasilan implementasi dalam arti sempit yaitu sebagai kepatuhan para implementor dalam melaksanakan kebijakan yang tertuang dalam dokumen kebijakan (dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, atau program) (dalam Purwanto.dkk,2012:69). Kepatuhan berarti melaksanakan cara dan perilaku yang disarankan oleh orang lain, dan kepatuhan juga dapat didefinisikan sebagai perilaku positif dari pegawai untuk mengikuti apa yang diperintahkan oleh atasan. Edward III (dalam Widodo,2010:104-105) mengatakan bahwa : jika implementasi kebijakan ingin berhasil secara efektif dan efisien, para pelaksana (implementors) tidak hanya mengetahui apa yang harus dilakukan dan mempunyai kemampuan untuk melakukan kebijakan tersebut, tetapi mereka juga harus mempunyai kemauan untuk melaksanakan kebijakan tersebut. Berarti pemahaman dan sikap atau perilaku dari implementor menjadi indikator yang sangat penting untuk melihat kepatuhan implementor dalam suatu kebijakan.

4.2.1.1 Pemahaman Implementor

Van Metter dan Van Horn mengatakan bahwa pemahaman tentang maksud umum dari suatu standar dan tujuan kebijakan adalah penting. Karena, bagaimanapun juga implementasi kebijakan yang berhasil, bisa jadi gagal (frustated) ketika para pelaksana atau implementor, tidak sepenuhnya menyadari terhadap standar dan tujuan kebijakan (dalam Winarno,2002). Berarti suatu

kebijakan dikatakan berhasil bila agen pelaksananya atau implementor dapat memahami maksud dari sebuah kebijakan atau peraturan yang diterapkan.

Zona Integritas dalam peraturan MenPAN-Rb no.52 tahun 2014 adalah suatu predikat yang diberikan kepada instansi pemerintah yang pimpinan dan jajarannya mempunyai komitmen untuk mewujudkan WBK/WBBM melalui reformasi birokrasi, khususnya dalam hal pencegahan korupsi dan peningkatan kualitas pelayanan publik. Adapun prosedur pelaksanaan pembangunan Zona Integritas sudah diatur dalam peraturan MenPAN-RB no 52 tahun 2014 dan Kementrian Agama Kota Medan mengikuti instruksi dari Kementrian Agama RI untuk melaksanakan peraturan tersebut.

“ ..Kementrian Agama Kota Medan ini mengikuti dan menjalankan instruksi dari Kementrian Agama RI sedangkan untuk pelaksanaan Zona Integritas ini yang aturannya dan petunjuk teknisnya berasal dari peraturan Menteri Pan-RB No.52 tahun 2014” (Wawancara,Safrial Alam S.Kom sebagai Penanggungjawab Kepegawaian,22 mei 2018).

Proses Kementrian Agama Kota Medan menjadi pilot projek dari Pembangunan Zona Integritas diawali dari keluarnya peraturan Menteri PAN-RB no. 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Zona Integritas menuju WBK danWBBM di seluruh Kementrian/Lembaga pemerintah. Berdasarkan peraturan tersebut Kementrian Agama RI melakukan yang namanya Pencanangan Pembangunan Zona Integritas.

Pencanangan Pembangunan Zona Integritas adalah deklarasi/pernyataan dari pimpinan suatu instansi pemerintah bahwa instansinya telah siap membangun Zona Integritas. Pencanangan Pembangunan Zona Integritas dilakukan oleh instansi pemerintah yang pimpinan dan seluruh atau sebagian besar pegawainya

telah menandatangani Dokumen Pakta Integritas. Penandatanganan dokumen Pakta Integritas dapat dilakukan secara massal/serentak pada saat pelantikan, baik sebagai CPNS, PNS, maupun pelantikan dalam rangka mutasi kepegawaian horizontal atau vertikal. Bagi instansi pemerintah yang belum seluruh pegawainya menandatangani Dokumen Pakta Integritas, dapat melanjutkan/melengkapi setelah pencanangan pembangunan Zona Integritas. Pencanangan Pembangunan Zona Integritas beberapa instansi pusat yang berada di bawah koordinasi Kementerian dapat dilakukan bersama-bersama.

Berdasarkan Peraturan MenPAN-RB no. 52 tahun 2014 setelah Kementrian Agama RI melaksanakan pencanangan Pembangunan Zona integritas maka dilanjutkan dengan proses Pembangunan Zona Integritas dengan pemilihan unit kerja yang diusulkan sebagai Wilayah Bebas Korupsi/Wilayah Birokrasi Bersih Melayani dengan memperhatikan berbagai syarat diantaranya :

1. Dianggap sebagai unit yang penting/strategis dalam melakukan pelayanan publik

2. Mengelola sumber daya yang cukup besar

3. Memiliki tingkat keberhasilan reformasi birokrasi yang cukup tinggi Dengan mempertimbangkan beberapa syarat tersebut akhirnya Kementrian Agama RI menetapkan unit kerja yang menjadi pilot projek dari Pembangunan Zona Integritas di wilayah Sumatera Utara menunjuk tiga instansi yang terdiri dari Kantor Wilayah Kementrian Agama Provinsi Sumut, Kantor Kementrian Agama Kota Medan, Kantor Kementrian Agama Kabupaten Deli Serdang

“Kementrian agama pusat pada saat itu di tahun 2015 menunjuk 3 instansi kementrian agama wilayah sumatera utara untuk menjadi pilot projec dari Pembangunan Zona Integritas ini, termasuklah Kanwil Kementrian Agama Sumut, Kementrian Agama Kota Medan, dan Kementrian Agama Kab. Deli

Serdang” (Wawancara,Negara Pohan S.E sebagai Kasubbag Tata Usaha Kemenag Medan,22 Mei 2018).

Pada 16 Februari 2015 dilaksanakan launching terkait pelaksanaan peraturan Pembangunan Zona Integritas sekaligus penandatanganan pakta integritas dari ketiga unit kerja yang sudah ditunjuk oleh Kementrian RI untuk satuan wilayah kerja di Sumatera Utara yang dilaksanakan di Kantor Kementrian Agama Kota Medan dan dihadiri oleh Kementrian Agama RI, Kanwil Kementrian Agama Provinsi Sumut, Inspektorat Jenderal Sumut, serta seluruh staf/pegawai Kementrian Agama Kota Medan.

“Untuk penandatanganan pakta integritas di Kementrian Agama Kota Medan ini, pada 16 februari 2015 diadakan launching terkait peraaturan ini sekaligus penandatanganan pakta integritas ini bersama dengan kementrian agama pusat, Kanwil kementrian agama provinsi sumut, dan dari Inspektorat, dan seluruh staf/pegawai di kantor ini”(Wawancara,Safrial Alam S.Kom sebagai Penjab Kepegawaian,22 Mei 2018).

Prosedur berikutnya setelah penandatanganan pakta integritas tersebut adalah proses Pembangunan ZI yang difokuskan pada penerapan program Manajemen Perubahan, Penataan Tatalaksana, Penataan Manajemen SDM, Penguatan Pengawasan, Penguatan Akuntabilitas Kinerja, dan Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik yang bersifat konkrit. Dalam menerapkan program tersebut maka terdapat komponen-komponen yang harus dibangun yang terdiri dari 2 komponen yaitu : Komponen pengungkit dan Komponen hasil. Komponen pengungkit merupakan komponen yang menjadi faktor penentu pencapaian sasaran hasil Pembangunan Zona Integritas menuju WBK dan WBBM yang terdiri dari enam komponen yaitu : Manajemen Perubahan, Penataan Tatalaksana, Penataan Manajemen SDM, Penguatan Pengawasan, Penguatan Akuntabilitas Kinerja, dan Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik. Sedangkan komponen hasil

adalah sasaran hasil dari Pembangunan ZI yaitu Terwujudnya Pemerintahan yang Bersih dan Bebas KKN dan Terwujudnya Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik kepada Masyarakat (Peraturan MenPAN-RB No.5 Tahun 2014).

Di bawah ini adalah gambar yang menunjukkan hubungan masing-masing komponen dan indikator pembangun komponen

Gambar 4.2.1.1 : Komponen Pembangun ZI

P E N G U N G K I T ( 6 0 % ) H A S I L ( 4 0 % )

Peningkatan Pelayanan Publik

Pemerintah yang Bersih dan Bebas

KKN

P E R B A I K A N D A N P E M B ELAJARAN Sumber : Peraturan MenPAN-RB No.5 Tahun 2014

Melalui model tersebut dapat diuraikan bahwa program Manajemen Perubahan, Penataan Tatalaksana, Penataan Manajemen SDM, Penguatan Akuntabilitas Kinerja, Penguatan Pengawasan, dan Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik merupakan komponen pengungkit yang diharapkan dapat menghasilkan sasaran pemerintahan yang bersih dan bebas KKN serta peningkatan kualitas pelayanan publik. Dari komponen-komponen tersebut dilakukan berbagai penilaian dari setiap program dengan beberapa indikator yang dipandang mewakili program tersebut, sehingga dengan menilai indikator tersebut

diharapkan dapat memberikan gambaran pencapaian upaya yang berdampak pada pencapaian sasaran. Upaya dalam melakukan penilaian dari setiap indikator tersebut maka Kementrian Agama Kota Medan membentuk/ menyusun Tim Kerja Zona Integritas.

Pemahaman implementor terkait Zona Integritas ini sangat beragam, ada yang memahami Zona Integritas sebagai kemauan atau komitmen instansi dan individu didalamnya untuk melaksanakan pelayanan yang bebas korupsi atau wilayah birokrasi bersih melayani (Wawancara,Negara Pohan S.E sebagai Kasubbag TU, 22 Mei 2018). Ada juga yang memberikan pemahamannya bahwa Zona Integritas sebagai pedoman untuk meningkatkan kualitas pelayanan kerja dan juga meningkatkan kinerja pribadi pegawai yang lebih transparan, akuntabel, bertanggungjawab dan dapat melakukan manajemen perubahan sebagaimana disampaikan oleh Safrial Alam S.kom Penjab Kepegawaian, 22 Mei 2018 :

“Zona Integritas itu bersifat untuk meningkatkan kualitas pelayanan kerja yang bersifat umum, lebih khusus meningkatkan kinerja dalam makna pribadi individu pegawainya dan juga instansinya. Dalam bentuk transparansi, akuntabel, tanggungjawab, manajemen perubahan.

Zona Integritas juga dipahami sebagai suatu pelayanan mandiri yang dilakukan oleh sebuah instansi untuk menuju WBK dan WBBM dengan syarat adanya peningkatan pelayanan publik dan tidak adanya pungutan liar atau bebas korupsi.

“Zona Integritas itu adalah penilaian mandiri satuan kerja menuju wilayah bebas korupsi dan wilayah birokrasi bersih melayani syaratnya itu kami disini dituntut untuk pelayanan yang lebih ditingkatkan, tidak ada lagi yang namanya pungli atau biaya-biaya administrasi karena tujuan kita adalah sebagai pelayan masyarakat (Wawancara,Erwin Syahputra Batubara S.E sebagai Staf penyusun Laporan Keuangan, 28 Mei 2018)”

Selain itu Zona Integritas juga dianggap sebagai alat untuk membangun karakter pegawai atau aparatur sipil negara supaya berlaku jujur, tidak korupsi dan bersih dalam memberikan pelayanan.

“Zona Integritas ini tentang membangun karakter pegawai diseluruh instansi yang ada di Indonesia supaya bersih dan bebas korupsi atau instansi tersebut menjadi wilayah bebas korupsi dan wilayah birokrasi bersih melayani (Wawancara,Chairul Anwar S.H sebagai staf pegawai haji dan umroh, 6 Juni 2018)”

Dari berbagai informasi diatas dapat diketahui bahwa para implementor telah memiliki pemahaman yang sesuai dengan Peraturan MenPAN-RB No. 14 tahun 2014 tentang pengertian dari Zona Integritas. Implementor memahami Zona Integritas sebagai suatu komitmen yang harus dimiliki oleh instansi pemerintah beserta seluruh sumber daya manusia atau pegawai yang terdapat dalam instansi tersebut untuk memberikan pelayanan publik yang jujur, akuntabel sehingga bebas dari perilaku korupsi yang mendorong peningkatan kinerja setiap individu yang menjadi bagian dalam peraturan tersebut.

4.2.1.2 Perilaku Implementor

Perilaku implementor mencakup sikap agen pelaksana dalam menerima

Perilaku implementor mencakup sikap agen pelaksana dalam menerima

Dokumen terkait