• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Hukum Antara Perusahaan Induk Dengan Perusahaan Anak Dalam Perusahaan Grup

HUBUNGAN HUKUM ANTARA PERUSAHAAN INDUK DENGAN PERUSAHAAN ANAK DALAM PERUSAHAAN GRUP

B. Hubungan Hukum Antara Perusahaan Induk Dengan Perusahaan Anak Dalam Perusahaan Grup

UUPT tidak ada mengatur secara jelas mengenai perusahaan induk dan perusahaan anak yang berbentuk perseroan terbatas. Hal ini dikarenakan UUPT masih menggunakan pendekatan perseroan tunggal terhadap pengaturan perusahaan grup, yang mempertahankan pengakuan yuridis terhadap status badan hukum induk dan perusahaan anak sebagai subjek hukum mandiri, walaupun terdapat hubungan antara induk dan perusahaan anak.128

Analisis pasal demi pasal terhadap UUPT mengenai pengaturan dan keberadaan hubungan antara induk dan perusahaan anak masih terbatas, yakni hanya terkait dengan ekspresi induk dan perusahaan anak. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 84 ayat (2) huruf (b) UUPT yang telah menggunakan kata induk dan perusahaan anak.

129

Namun, selain dari hal tersebut, UUPT tidak ada mengatur mengenai syarat keberadaan timbulnya hubungan khusus antara induk dan perusahaan anak ataupun ketentuan mengenai neraca gabungan induk dan perusahaan anak. 130

UUPT, di lain pihak, memberikan legitimasi terhadap suatu perseroan untuk melakukan perbuatan hukum yang dapat mengakibatkan adanya kepemilikan saham pada perseroan lain, yang menimbulkan adanya hubungan hukum antara induk dan perusahaan anak dalam suatu struktur perusahaan grup. Legitimasi UUPT ini terdapat

128

Sulistiowati, Op. Cit., hal. 33

129

Lihat Pasal 84 ayat (2) huruf (b) UUPT

130

pada Pasal 7 ayat (1) UUPT131, yang berbunyi: “Perseroan didirikan oleh dua orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia”. Menurut Memori Penjelasan Pasal 7 ayat (1) tersebut yang dimaksud dengan “orang” adalah orang perorangan, baik warga negara Indonesia maupun asing atau badan hukum Indonesia atau asing.132

Walaupun ketentuan Pasal 7 ayat (1) dan Memori Penjelasan Pasal 7 ayat (1) tersebut tidak menunjukkan bahwa pendirian suatu perseroan oleh perseroan lain mengakibatkan timbulnya hubungan antara induk dan perusahaan anak secara yuridis, namun ketentuan tersebut dapat menjadi alasan bagi terbentuknya hubungan atau keterkaitan antara induk dan perusahaan anak

Berdasarkan ketentuan inilah maka badan hukum berhak untuk mendirikan suatu perseroan.

133

Kepemilikan suatu perseroan atas saham pada perseroan lain menimbulkan hubungan hukum atau keterkaitan antara perusahaan induk dengan perusahaan anak sehingga dalam kegiatannya perusahaan induk dapat menggunakan hak suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) perusahaan anak, mengangkat atau memberhentikan anggota direksi dan/atau dewan komisaris perusahaan anak, serta

, yakni melalui kepemilikan saham suatu perseroan yang didirikan oleh perseroan lainnya. Perseroan yang mendirikan perseroan lain (perusahaan anak) tersebut dalam hal ini memiliki mayoritas saham dan bertindak sebagai perusahaan induk yang mengendalikan perusahaan anak yang didirikannya.

131

Ibid, hal. 95

132

Lihat Memori Penjelasan Pasal 7 ayat (1) UUPT

133

dapat mengalihkan pengendalian terhadap perusahaan anak kepada perseroan lain melalui suatu kontrak pengendalian.134

Hubungan atau keterkaitan antara induk dan perusahaan anak dalam suatu konstruksi perusahaan grup tidak menghapuskan pengakuan yuridis terhadap status badan hukum induk dan perusahaan anak sebagai subjek hukum yang terpisah dan mandiri (separate legal entity). Namun, adanya hubungan antara induk dan perusahaan anak dalam kegiatannya memberikan kewenangan kepada perusahaan induk untuk bertindak sebagai pimpinan sentral yang mengendalikan perusahaan- perusahaan anaknya dalam mendukung tujuan kolektif perusahaan grup sebagai suatu kesatuan ekonomi.135

Hubungan perusahaan induk dengan perusahaan anak dalam perspektif ekonomi berdasarkan prinsip separate legal entity merupakan hubungan antara dua badan hukum yang mandiri dan terpisah. Berdasarkan prinsip kemandirian tersebut, maka perusahaan holding dalam kedudukannya sebagai perusahaan induk dalam suatu perusahaan grup tidak punya kewenangan untuk mencampuri manajemen dan kebijakan perusahaan anak. Akan tetapi, merupakan fakta yang tidak terbantahkan Dengan demikian, secara organisasi, hubungan antara perusahaan induk dengan perusahaan anak dalam suatu kelompok ekonomi merupakan hubungan antara pemimpin kelompok yang mengendalikan anggota- anggotanya, yakni perusahaan anak, untuk mencapai suatu tujuan kolektif dalam struktur perusahaan grup.

134

Ibid 135

bahwa suatu perusahaan grup secara keseluruhan, termasuk di dalamnya perusahaan induk dan perusahaan anak, dianggap sebagai satu kesatuan di mana perusahaan induk berperan sebagai pimpinan sentralnya. Dengan demikian, kemandirian yuridis perusahaan anak tidaklah menghalangi kewenangan perusahaan induk untuk mengendalikan perusahaan anak, dan sebaliknya pengendalian perusahaan induk tetap tidak menghapuskan kemandirian yuridis status badan hukum perusahaan anak. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan atau keterkaitan antara induk dan perusahaan anak dalam konstruksi perusahaan grup saat ini masih menggunakan pendekatan perseroan tunggal.136

Selain prinsip hukum separate legal entity, dikenal juga teori lain yang dapat menjelaskan hubungan antara perusahaan induk dan perusahaan anak, yakni teori alter ego (alter ego theory). Teori ini menjelaskan bahwa hubungan hukum antara perusahaan induk dengan perusahaan anak merupakan keterkaitan erat dua atau lebih perusahaan yang merupakan satu kesatuan ekonomi dan bagian yang tidak dapat dipisahkan (integral and inseparable part) dalam suatu hubungan kepemilikan dan kepengurusan. 137 136 Ibid, hal. 98 137

Pheo Marojahan Hutabarat, Beberapa Ketentuan Undang-Undang Perseroan Terbatas Terkait Dengan Organisasi Perusahaan: Suatu Tinjauan Praktek,Pelatihan Calon Advokat – 2008 Kerjasama Perhimpunan Bantuan Hukum Dan Hak Asasi Manusia (PBHI) Dengan PERADI, (Jakarta: Hutabarat, Halim & Rekan, 2008), hal. 9

Perusahaan anak merupakan aku yang kedua (alter ego) dari prinsipal, dimana saham-saham perusahaan anak tersebut dimiliki oleh perusahaan induk dan kedua perusahaan tersebut dijalankan oleh anggota pengurus yang sama. Dengan demikian, tidak tertutup kemungkinan dalam praktiknya untuk menarik pihak

lain yang bukan pihak dalam perjanjian, selama pihak lain tersebut merupakan satu kesatuan ekonomi dari perusahaan yang terikat dalam kontrak tersebut, dan kedua perusahaan tersebut yaitu perusahaan induk dan perusahaan anak, secara bersama- sama dapat dibuktikan telah melakukan tindakan yang merugikan terhadap pihak lainnya dalam perjanjian yang ada. Kemungkinan ditariknya perusahaan anak dan perusahaan induk, baik dalam gugatan wanprestasi maupun perbuatan melawan hukum, tergantung dari bukti-bukti yang dimiliki dan konstruksi gugatan (jangkauan dalil) yang akan diajukan.138

Hubungan hukum yang terjadi di antara perusahaan induk dan perusahaan anaknya pada dasarnya merupakan hubungan antara pemegang saham (perusahaan induk) dengan perusahaan anak. Hubungan hukum tersebut diatur secara tegas di dalam anggaran dasar perusahaan anak dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku.139 Hubungan antara perusahaan induk dengan perusahaan anak tersebut pada dasarnya juga termasuk hubungan kerja, yakni hubungan antara pengusaha/orang perorangan yang mempunyai badan usaha dan pekerja yang didasarkan pada perjanjian kerja.140

138

Ibid, hal. 10

139

Rita Diah Widawati, Tanggung Jawab Perusahaan induk Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Perusahaan anak, Tesis, (Medan: Universitas Sumatera Utara, 2009), hal. 69

140

Alvi Syahrin, II, Op. Cit., hal. 64

Hubungan kerja pada dasarnya merupakan perikatan yang terjadi antara pemberi kerja dan penerima kerja berdasarkan suatu perjanjian. Hubungan kerja dalam hal ini dapat berupa menjalankan perusahaan atau menjalankan pekerjaan. Dalam hubungan kerja untuk menjalankan perusahaan, pemberi kerja

adalah pengusaha sedangkan penerima kerja adalah pengelola perusahaan yang terdiri dari pemimpin perusahaan dan pembantu pengusaha. Sedangkan dalam hubungan kerja untuk menjalankan pekerjaan, pemberi kerja dapat berupa pengusaha atau bukan pengusaha, sedangkan penerima kerja selalu pekerja.141

Menurut Sutan Remy Sjahdeini, pada dasarnya orang-orang berdasarkan hubungan kerja merupakan orang-orang yang memiliki hubungan kerja sebagai pengurus atau sebagai pegawai, yaitu:

142

Selain hubungan kerja, hubungan antara perusahaan induk dengan perusahaan anak juga dapat dikategorikan sebagai hubungan lain. Pada dasarnya, orang-orang berdasarkan hubungan lain merupakan orang-orang yang memiliki hubungan lain selain hubungan kerja dengan korporasi, di mana mereka merupakan orang yang mewakili korporasi untuk melakukan perbuatan hukum untuk dan atas nama korporasi berdasarkan:

(1) berdasarkan anggaran dasar dan perubahannya; (2) berdasarkan pengangkatan sebagai pegawai dan perjanjian kerja dengan korporasi; (3) berdasarkan surat pengangkatan sebagai pegawai; atau (4) berdasarkan perjanjian kerja sebagai pegawai.

143

141

Abdulkadir Muhammad, Op. Cit., hal. 36

142

Sutan Remy Sjahdeini, Op. Cit., hal. 152-153

143

Ibid, hal. 153

(1) pemberian kuasa; (2) berdasarkan perjanjian dengan pemberian kuasa (pemberian kuasa bukan diberikan dengan surat kuasa tersendiri, tetapi dicantumkan dalam perjanjian itu sehingga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian tersebut); atau (3) berdasarkan pendelegasian wewenang.

Sepanjang orang atau orang-orang itu tidak memiliki hubungan kerja atau tidak memiliki hubungan lain selain hubungan kerja dengan korporasi, maka perbuatan orang atau orang-orang itu tidak dapat diatributkan kepada korporasi sebagai perbuatan korporasi.144

Dampak yang timbul dari adanya hubungan hukum antara perusahaan induk dengan perusahaan anak tersebut yakni adanya penguasaan sebagian besar saham perusahaan anak dan adanya jabatan rangkap yang dilakukan oleh orang yang sama. Dampak pertama yang timbul dikarenakan adanya penanaman saham oleh perusahaan induk kepada anak-perusahaan anaknya ataupun dikarenakan pengambilalihan saham perusahaan lain. Perusahaan induk dapat bersuara di dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan menentukan kebijakan-kebijakan umum atas dasar kepemilikan saham.

Apabila perusahaan anak tidak memiliki hubungan kerja atau hubungan lain dengan perusahaan induk, maka perbuatan perusahaan anak tidak dapat dibebani kepada perusahaan induk sebagai perbuatan perusahaan induk. Hubungan antara perusahaan induk dan perusahaan anak disini menjadi penting terkait dengan hal penentuan siapa yang akan bertanggung jawab apabila terjadi suatu tindakan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan.

145

144

Ibid 145

Rita Diah Widawati, Op. Cit., hal. 70

Hal ini mengakibatkan perusahaan anak harus mendapat persetujuan dari Rapat Umum Pemegang Saham, dimana perusahaan induk merupakan pemegang saham mayoritas, untuk dapat melakukan tindakan hukum tertentu, seperti melakukan penyertaan modal pada perusahaan lain, menerima

pinjaman atau memberikan pinjaman kepada perusahaan lain, ataupun melakukan perjanjian dengan pihak ketiga.

Dampak kedua dari hubungan hukum antara perusahaan induk dengan perusahaan anak, yakni jabatan rangkap oleh orang yang sama, dapat terjadi apabila direktur, yang sekaligus merupakan pemegang saham mayoritas pada perusahaan induk merangkap sebagai komisaris perusahaan anak. Hal ini mengindikasikan bahwa pemegang saham mayoritas masih ingin mencampuri kepengurusan perusahaan dan mengawasi segala kegiatan usaha dari perusahaan anak. Dengan demikian, kebijakan perusahaan anak secara tidak langsung dapat dipengaruhi oleh perusahaan induk.146

146

BAB III

TANGGUNG JAWAB PERDATA PERUSAHAAN INDUK TERHADAP