• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN HUKUM ANTARA PERUSAHAAN INDUK DENGAN PERUSAHAAN ANAK DALAM PERUSAHAAN GRUP

A. Tinjauan Umum Mengenai Perusahaan Grup, Perusahaan Induk dan Perusahaan Anak

3. Perusahaan induk

Perusahaan induk (parent corporation) adalah pimpinan sentral yang mengendalikan dan mengoordinasikan anak-perusahaan anak dalam suatu kesatuan

110

Sulistiowati, Op. Cit., hal. 70

111

Rudhi Prasetya, Op. Cit., hal. 66

112

ekonomi. Pimpinan sentral oleh perusahaan induk ini menggambarkan suatu kemungkinan melaksanakan hak atau pengarahan yang bersifat menentukan. Pelaksanaan pengaruh dalam perusahaan grup dapat bersifat mengurangi hak atau mendominasi hak perusahaan lain. Perusahaan induk dianggap menjalankan fungsi sebagai holding company dengan adanya kewenangan perusahaan induk yang bertindak sebagai pimpinan sentral yang mengendalikan perusahaan-perusahaan anak secara kolektif sebagai kesatuan manajemen.113 Definisi holding company dalam Black Law Dictionary adalah a company formed to control other companies confining its role to owning stock and supervising management.114

Selain menjalankan pengendalian terhadap perusahaan anak, sebagian besar perusahaan induk pada perusahaan grup di Indonesia masih menjalankan kegiatan usaha sendiri.

Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat diketahui bahwa holding company merupakan suatu perusahaan yang dibentuk untuk mengendalikan perusahaan lain yang membatasi perannya untuk memiliki saham dan mengawasi manajemen.

115

Model pengendalian ini disebut dengan operating holding company, dimana perusahaan induk menjalankan kegiatan usaha atau mengendalikan perusahaan anak. Kegiatan usaha perusahaan induk dalam hal ini biasanya akan menentukan jenis izin usaha yang harus dipenuhi oleh perusahaan induk tersebut.116

113

Ibid, hal. 24

114

Black Law Dictionary, Op. Cit., hal. 298

115

Rudhi Prasetya, Op. Cit., hal. 64

116

Keberadaan perusahaan induk sebagai operating holding company ini telah ada diatur pada Penjelasan Umum Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1960 mengenai Nasionalisasi Perusahaan-Perusahaan N.V. Semarangsche Stoomboot En Prauwen Veer (S.S.P.V.) dan N.V. Semarang Veer di Semarang. Penjelasan umum Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1960 menyatakan bahwa S.S.P.V. dipecah-pecah menjadi beberapa perusahaan berbentuk badan hukum yang berdiri sendiri untuk memudahkan pengoperasiannya kepada perusahaan-perusahaan nasional, sedangkan S.S.P.V. sebagai “holding company” memegang seluruh saham N.V-N.V baru itu, yang terdiri dari N.V. Semarang Veer dan N.V. Semarang Dock Works. Ketiga perusahaan tersebut satu sama lainnya oleh fiskus (petugas pajak) dianggap terpisah, juga dalam hal perusahaan-perusahaan itu satu sama lainnya memberikan jasa-jasa, walaupun pada hakikatnya ketiga perusahaan tersebut merupakan satu perusahaan.117

Proses pembentukan holding company atau perusahaan holding dapat dilakukan melalui 3 (tiga) prosedur, yaitu sebagai berikut:118

a. Prosedur residu

Pada proses ini, perusahaan asal dipecah-pecah sesuai dengan masing-masing sektor usaha. Perusahaan yang dipecah-pecah tersebut telah menjadi perusahaan yang mandiri, sementara sisanya (residu) dari perusahaan asal dikonversi menjadi holding company atau perusahaan holding (induk), yang juga memegang saham pada perusahaan pecahan tersebut dan perusahaan-perusahaan lainnya jika ada. Pembentukan holding company melalui proses residu ini dapat dilihat pada skema sebagai berikut:

117

Ibid, hal. 26

118

Skema I

Pembentukan Holding Company Melalui Prosedur Residu

I. II.

A B C

III.

Sumber: Munir Fuady, Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti), 1999, hal. 85

Keterangan Skema

X : Perusahaan asal.

X1 : Bagian dari bisnis perusahaan asal yang tidak perlu dimandirikan. X2 : Bagian dari bisnis perusahaan yang perlu dimandirikan.

P, Q, R : Pecahan dari perusahaan X2 yang sudah mandiri.

A, B, C : Perusahaan yang telah terlebih dahulu ada, tetapi dengan kepemilikan yang sama/berhubungan dengan pemilik X, dan sahamnya akan dialihkan ke X.

X3 : Holding company atau perusahaan holding yang terbentuk akibat prosedur residu X X1 X2 P Q R X3 P Q R A B C

b. Prosedur penuh

Prosedur penuh ini sebaiknya dilakukan apabila sebelumnya tidak banyak terjadi pemecahan/pemandirian perusahaan, tetapi masing-masing perusahaan dengan kepemilikan yang sama/berhubungan saling terpencar-pencar, tanpa terkonsentrasi dalam suatu holding company atau perusahaan holding. Dalam prosedur ini, yang menjadi holding company bukan sisa dari perusahaan asal tetapi perusahaan penuh dan mandiri. Perusahaan mandiri calon holding company atau perusahaan holding ini dapat berupa:119

1) perusahaan baru yang dibentuk, ataupun

2) perusahaan yang diambil dari salah satu perusahaan yang sudah ada tetapi masih dalam kepemilikan yang sama atau berhubungan, ataupun

3) pengakuisisian perusahaan lain yang sudah terlebih dahulu ada, tetapi dengan kepemilikan yang berlainan dan tidak mempunyai keterkaitan satu sama lain. Pembentukan holding company melalui prosedur penuh ini dapat dilihat dari skema sebagai berikut:

Skema II

Pembentukan Holding Company Lewat Prosedur Penuh

Skema II Tipe A:

I. A B C D

II. X

A B C D

Sumber: Munir Fuady, Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti), 1999, hal. 86

Skema II Tipe B:

I. A B C D

119

II. A

B C D

Sumber: Munir Fuady, Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti), 1999, hal. 87

Skema II Tipe C:

I. A B C Y

II. Y

A B C

Sumber: Munir Fuady, Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti), 1999, hal. 87

Keterangan Skema:

A, B, C, D : Perusahaan-perusahaan dengan kepemilikan yang sama/saling berhubungan.

X : Perusahaan baru dibentuk yag dipersiapkan untuk menjadi holding company.

Y : Perusahaan lain dengan kepemilikan yang berbeda/tidak saling berhubungan.

: Saham perusahaan anak yang dipegang oleh holding company. Tipe A : Tipe pembentukan perusahaan baru.

Tipe B : Tipe pengambilan perusahaan yang sudah ada tetapi masih dalam kepemilikan yang sama atau saling berhubungan.

Tipe C : Tipe pengakuisisi terlebih dahulu perusahaan yang sudah ada dan dengan kepemilikan yang berlainan/tidak saling berhubungan.

c. Prosedur terprogram

Prosedur ini merupakan prosedur dimana para pelaku bisnis sejak awal sudah berencana untuk membentuk suatu holding company atau perusahaan holding, sehingga perusahaan yang pertama kali didirikan dalam grupnya adalah holding company. Selanjutnya untuk setiap bisnis yang dilakukan, akan dibentuk atau diakuisisi perusahaan lain, dimana holding company atau perusahaan holding sebagai pemegang saham biasanya bersama-sama dengan pihak lain sebagai partner bisnis. Dengan demikian, jumlah perusahaan baru sebagai perusahaan anak dapat terus berkembang jumlahnya seirama dengan perkembangan bisnis dari perusahaan grup yang bersangkutan.120

I. A

Hal tersebut dapat dilihat dalam skema berikut ini:

Skema III

Pembentukan Holding Company Prosedur Terprogram

II. A1

B C D X Y Z

Sumber: Munir Fuady, Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti), 1999, hal. 88

Keterangan Skema:

A : Calon Holding Company.

A1 : Holding Company atau Perusahaan Holding.

120

B, C, D : Perusahaan baru dibentuk (perusahaan anak). B, C, D memegang saham dari awal terbetuknya perusahaan.

X, Y, Z : Perusahaan lain dengan kepemilikan yang berbeda/tidak saling berhubungan. X, Y, Z merupakan pemegang saham secara akuisisi.