• Tidak ada hasil yang ditemukan

DILAKUKAN OLEH PERUSAHAAN ANAK

A. Pencemaran Dan/Atau Kerusakan Lingkungan Hidup.

Lingkungan hidup memiliki kemampuan yang terbatas untuk mengabsorpsi limbah yang dibuang ke dalamnya. Lingkungan hidup dapat dikatakan telah tercemar apabila jumlah dan kualitas limbah yang dibuang ke dalamnya melampaui kemampuannya untuk mengabsorpsi.147

1. Masuknya atau dimasukkannya:

Pengertian istilah “pencemaran lingkungan hidup”, dicantumkan pada Pasal 1 angka (14) UUPPLH adalah:

“masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan”.

Unsur dari pengertian “pencemaran lingkungan hidup’ sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka (14) UUPPLH, yaitu:

a. makhluk hidup, b. zat,

c. energi, dan/atau

d. komponen lain ke dalam lingkungan;

147

Niniek Suparni, Pelestarian, Pengelolaan Dan Penegakan Hukum Lingkungan, (Jakarta: Sinar Grafika, 1992), hal. 124

2. Dilakukan oleh kegiatan manusia;

3. Mengakibatkan terlampauinya baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.

Pasal 20 ayat (1) UUPPLH menyatakan bahwa penentuan terjadinya pencemaran lingkungan hidup diukur melalui baku mutu lingkungan hidup. Pengertian baku mutu lingkungan berdasarkan Pasal 1 angka (13) UUPPLH, yaitu: “ukuran batas atau kadar mahluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup.”

Baku mutu lingkungan dapat ditentukan berbeda untuk setiap sumber daya alam. Perbedaan baku mutu ini dikarenakan adanya perbedaan peruntukkannya. Baku mutu lingkungan yang ditetapkan untuk setiap peruntukan tersebut memberikan ukuran maksimum jumlah bahan atau materi atau energi yang boleh terdapat di dalam lingkungan yang telah ditetapkan peruntukannya itu.148

Antara baku mutu lingkungan yang ditetapkan dengan mutu alami lingkungan terdapat suatu selisih. Apabila selisih antara baku mutu lingkungan dan mutu alami itu dihitung, maka akan dapat diperhitungkan jumlah beban maksimal zat pencemar yang dapat diterima oleh lingkungan (daya dukung lingkungan, daya terima lingkungan).149 148 Ibid, hal. 135 149 Ibid

Baku mutu lingkungan hidup berdasarkan Pasal 20 ayat (2) UUPPLH, meliputi:

1. baku mutu air,

2. baku mutu air limbah, 3. baku mutu air laut, 4. baku mutu udara ambien, 5. baku mutu emisi,

6. baku mutu gangguan, dan

7. baku mutu lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, mengenai baku mutu air, baku mutu air laut, baku mutu udara ambien dan baku mutu lain, diatur dalam Peraturan Pemerintah, sedangkan baku mutu air limbah, baku mutu emisi, baku mutu gangguan, diatur dalam peraturan menteri negara lingkungan hidup.150

Penjelasan Pasal 20 ayat (2) UUPPLH, memberikan penjelasan terhadap baku mutu tersebut, sebagai berikut:

151

1. “baku mutu air” adalah ukuran batas atau kadar mahluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada, dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air.

2. “baku mutu air limbah” adalah ukuran batas atau kadar polutan yang ditenggang untuk dimasukkan ke media air.

3. “baku mutu air laut” adalah ukuran batas atau kadar mahluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air laut.

4. “baku mutu udara ambien” adalah ukuran batas atau kadar zat, energi, dan/atau komponen yang seharusnya ada, dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam udara ambien.

5. “baku mutu emisi” adalah ukuran batas atau kadar polutan yang ditenggang untuk dimasukkan ke media udara.

6. “baku mutu gangguan” adalah ukuran batas unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya yang meliputi unsur getaran, kebisingan, dan kebauan.

150

Alvi Syahrin, II, Op. Cit., hal. 37

151

Pengertian istilah “perusakan lingkungan hidup” dirumuskan dalam Pasal 1 angka (16) UUPPLH, sebagai berikut:

“tindakan orang yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik, dan/atau hayati lingkungan hidup sehingga melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup”.

Berdasarkan Pasal 1 angka (16) UUPPLH yang memberikan pengertian secara otentik mengenai istilah “perusakan lingkungan hidup”, di dalamnya terkandung unsur-unsur:

1. adanya tindakan; 2. menimbulkan:

a. perubahan langsung atau

b. tidak langsung terhadap sifat fisik, dan/atau hayati lingkungan; 3. melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.

Berdasarkan Pasal 21 ayat (1) UUPPLH dinyatakan bahwa untuk menentukan terjadinya kerusakan lingkungan, ditetapkan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, yaitu ukuran batas perubahan sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang dapat ditenggang oleh lingkungan hidup untuk dapat tetap melestarikan fungsinya (Pasal 1 angka (15) UUPPLH). Baku kerusakan lingkungan hidup berdasarkan Pasal 21 ayat (2) UUPPLH, meliputi baku kerusakan ekosistem dan kriteria baku kerusakan akibat perubahan iklim. Ketentuan mengenai kriteria baku kerusakan ekosistem dan kriteria baku kerusakan akibat perubahan iklim, diatur dalam peraturan pemerintah.152

152

Kriteria baku kerusakan ekosistem menurut Pasal 21 ayat (3) UUPPLH, meliputi:

1. Kriteria baku kerusakan tanah untuk produksi biomassa, 2. Kriteria baku kerusakan terumbu karang,

3. Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau lahan,

4. Kriteria baku kerusakan mangrove (bakau), 5. Kriteria baku kerusakan padang lamun, 6. Kriteria baku kerusakan gambut, 7. Kriteria baku kerusakan karst, dan/atau

8. Kriteria baku kerusakan ekosistem lainnya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Selanjutnya, kriteria baku kerusakan akibat perubahan iklim menurut Pasal 21 ayat (4) UUPPLH, didasarkan pada parameter antara lain:

1. kenaikan temperatur, 2. kenaikan muka air laut, 3. badai, dan/atau

4. kekeringan.

Penjelasan Pasal 21 ayat (3) UUPPLH memberikan penjelasan terhadap maksud “produksi biomassa”, “kriteria baku kerusakan tanah untuk produksi biomassa”, “kriteria baku kerusakan terumbu karang”, dan “kerusakan lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau lahan”.

1. “produksi biomassa” adalah bentuk-bentuk pemanfaatan sumber daya tanah untuk menghasilkan biomassa.

2. “kriteria baku kerusakan tanah untuk produksi biomassa” adalah ukuran batas perubahan sifat dasar tanah yang dapat ditenggang berkaitan dengan kegiatan produksi biomassa. Kriteria baku kerusakan tanah untuk produksi biomassa mencakup lahan pertanian atau lahan pertanian atau lahan budidaya dan hutan.

3. “kriteria baku kerusakan terumbu karang” adalah ukuran batas perubahan fisik dan/atau hayati terumbu karang yang dapat ditenggang.

4. “kerusakan lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau lahan” adalah pengaruh perubahan pada lingkungan hidup yang berupa kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau lahan yang diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan.

Pada umumnya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terjadi karena dilakukannya suatu kegiatan dalam konteks menjalankan suatu usaha ekonomi dan sering juga terjadi dikarenakan adanya sikap penguasa maupun pengusaha yang tidak menjalankan atau melalaikan kewajiban-kewajibannya dalam pengelolaan lingkungan hidup.153

Pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terus meningkat seiring dengan peningkatan kegiatan industri dan pembangunan, dan oleh karenanya lingkungan hidup perlu mendapatkan perlindungan hukum. Lingkungan hidup dengan segala sumber dayanya merupakan kekayaan bersama yang dapat digunakan setiap orang, yang harus dijaga untuk kepentingan masyarakat dan untuk generasi yang akan datang. Dengan demikian, selain untuk melayani kepentingan masyarakat secara keseluruhannya, tujuan perlindungan lingkungan hidup dan sumber daya alamnya juga untuk melayani kepentingan-kepentingan individu.

154

153

Wahono Baoed, dalam Alvi Syahrin, II, Op. Cit., hal. 61

154

Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, (Yogyakarta: Gadjahmada University Press , 2002), hal. 95