• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Dalam Tanggung Jawab Perusahaan Induk Dalam Hal Terjadinya Pencemaran Dan/Atau Kerusakan Lingkungan Hidup Yang

DILAKUKAN OLEH PERUSAHAAN ANAK

C. Penerapan Doktrin Piercing The Corporate Veil Dalam Tanggung Jawab Perdata Perusahaan Induk Terhadap Perusahaan Anak Dalam Hal

2. Penerapan Dalam Tanggung Jawab Perusahaan Induk Dalam Hal Terjadinya Pencemaran Dan/Atau Kerusakan Lingkungan Hidup Yang

Dilakukan Oleh Perusahaan Anak

Perusahaan induk dapat dikenakan pertanggungjawaban atas tindakan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang dilakukan oleh perusahaan anaknya dengan menerapkan doktrin piercing the corporate veil dalam kaitannya dengan hubungan hukum antara perusahaan induk dengan perusahaan anak, apabila kemudian dapat dibuktikan keterkaitannya bahwa perusahaan induk memegang kontrol pengendalian pada tindakan operasional perusahaan anak dan terbukti bahwa kontrol pengendalian tersebut digunakan oleh perusahaan induk untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang termasuk ke dalam lingkup penerapan doktrin piercing the corporate veil, seperti memanfaatkan perusahaan anak dengan itikad buruk untuk kepentingan pribadi perusahaan induk atau perusahaan induk turut melakukan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perusahaan anak, maka perusahaan

induk dapat dikenakan pertanggungjawaban atas tindakan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang dilakukan oleh perusahaan anak.

Posisi perusahaan induk dalam hal ini sangatlah penting. Apabila dinilai suatu perusahaan induk memegang kontrol pada tindakan operasional perusahaan anak, seperti: (1) perusahaan induk bertindak melalui perusahaan anak dimana persyaratan perusahaan anak sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi; (2) perusahaan induk baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan perusahaan anak untuk kepentingan pribadi; (3) perusahaan induk terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perusahaan anak; atau (4) perusahaan induk baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan perusahaan anak, yang mengakibatkan kekayaan perusahaan anak menjadi tidak cukup untuk melunasi utang perusahaan anak, maka dianggap perusahaan induk tersebut juga bertanggung jawab atas aktivitas perusahaan. Berkaitan dengan pencemaran lingkungan, maka partisipasi perusahaan induk dinilai dari sejauh mana kontrol perusahaan induk terhadap kebijakan pengelolaan dan pembuangan limbah yang dilakukan perusahaan anak.173

Banyak pengadilan di negara-negara common law, terutama di Inggris dan Amerika Serikat, yang menetapkan doktrin piercing the corporate veil untuk perusahaan dalam kelompok usaha dengan memberlakukan prinsip hubungan “agency” di antara perusahaan-perusahaan dalam 1 (satu) kelompok usaha. Demikian

173

juga sering kali (tetapi tidak selamanya) suatu perusahaan dianggap sebagai “agen” perusahaan holding-nya (perusahaan induk).174

Piercing the corporate veil juga muncul dalam hal perusahaan dalam grup usaha di samping terhadap perseroan tunggal. Menurut ilmu hukum dalam hal ini dikenal apa yang disebut dengan “doktrin instrumental” (instrumentality doctrine). Menurut doktrin ini, piercing the corporate veil dapat diterapkan dalam pertanggungjawaban perusahaan induk. Hal ini berarti yang bertanggung jawab bukan hanya perusahaan anak sebagai badan hukum yang melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan, melainkan pemegang saham (perusahaan induk) juga ikut bertanggung jawab secara hukum, yakni jika terdapat salah satu dari unsur-unsur sebagai berikut:175

a. Express Agency; atau b. Estoppel, atau

c. Direct Tort, atau

d. Dapat dibuktikan adanya 3 (tiga) unsur sebagai berikut: 1) Pengontrolan perusahaan anak oleh perusahaan induk.

2) Penggunaan kontrol oleh perusahaan induk untuk melakukan penipuan, ketidakjujuran atau tindakan tidak fair lainnya.

3) Terdapatnya kerugian sebagai akibat dari breach of duty dari perusahaan induk.

Penerapan doktrin Piercing the Corporate Veil berkaitan dengan perusahaan dalam grup usaha memerlukan adanya syarat pengendalian perusahaan induk terhadap perusahaan anak. Syarat perlu adanya pengendalian perusahaan induk terhadap perusahaan anak terdapat pada Memori Penjelasan Pasal 29 UU Nomor 1

174

Munir Fuady, II, Op. Cit, hal. 16

175

Tahun 1995, yang menyatakan bahwa”…yang dimaksud dengan “anak perusahaan” atau perusahaan anak adalah perseroan yang mempunyai hubungan khusus dengan perseroan lainnya yang terjadi karena:176

a. lebih dari 50% (lima puluh persen) sahamnya dimiliki oleh perusahaan induknya;

b. lebih dari 50% (lima puluh persen) suara dalam RUPS dikuasai oleh perusahaan induknya; dan atau

c. kontrol atas jalannya perseroan, pengangkatan, dan pemberhentian direksi dan komisaris sangat dipengaruhi oleh perusahaan induknya.”

Memori Penjelasan tersebut menunjukkan bahwa kewenangan perusahaan induk untuk mengendalikan perusahaan anak tidak hanya dikualifikasikan oleh kepemilikan mayoritas saham pada perusahaan anak saja, melainkan juga oleh kepemilikan lebih besar dari 50% (lima puluh persen) hak suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan kontrol untuk menentukan direksi pada perusahaan anak. Dengan demikian, kedudukan sebagai pemegang saham mayoritas tidaklah identik dengan pemegang saham pengendali. Pemegang saham mayoritas dapat menjaadi pemegang saham pengendali, namun pemegang saham pengendali tidaklah harus memiliki mayoritas saham pada suatu perseroan. Oleh karena itu, kepemilikan mayoritas saham dapat menjadi tolak ukur bahwa suatu perseroan dapat menjadi pemegang saham pengendali, sepanjang tidak ada perjanjian mengenai suatu ketentuan atau syarat diantara para pemegang saham perseroan dalam penentuan kuasa pengendalian perusahaan induk terhadap perusahaan anak.177

176

Lihat Memori Penjelasan Pasal 29 UU No. 1 Tahun 1995

177

Persoalan mendasar terkait dengan pengendalian perusahaan induk terhadap perusahaan anak yakni mengenai ada atau tidaknya fakta bahwa perusahaan induk telah mengendalikan perusahaan anak sehingga perusahaan anak telah kehilangan kemandiriannya. Fakta pengendalian tersebut menjadi penting dikarenakan fakta tersebut berkaitan dengan pembebanan tanggung jawab hukum perusahaan induk terhadap implikasi perbuatan hukum perusahaan anak yang kehilangan kemandirian yuridis karena menjalankan instruksi/kebijakan perusahaan induk kepada pihak ketiga dari perusahaan anak (pemegang saham minoritas, kreditor, ataupun karyawan).178

Penerapan doktrin piercing the corporate veil terhadap perusahaan induk mengakibatkan adanya tanggung jawab perusahaan induk sebagai pemimpin sentral dalam suatu kelompok usaha. Tanggung jawab tersebut dapat terjadi paling tidak terhadap tiga hal, yaitu apabila terjadi:

Dengan demikian, adanya fakta bahwa perusahaan induk mengendalikan perusahaan anak dapat dijadikan dasar bagi pemberlakuan doktrin Piercing the Corporate Veil agar perusahaan induk dapat bertanggung jawab terhadap perbuatan hukum yang dilakukan oleh perusahaan anak.

179

a. Fakta-fakta yang menyesatkan

Perusahaan holding (perusahaan induk) akan bertanggung jawab terhadap perusahaan anak apabila terdapat fakta-fakta yang menyesatkan pihak lain berupa kegagalan dalam memisahkan secara nyata apakah suatu peristiwa itu

178

Ibid, hal. 119

179

disebabkan oleh tindakan perusahaan anak atau perusahaan induk. Misalnya apabila ada percampuran antara usaha bisnis, pegawai atau aset antara perusahaan induk dengan perusahaan anak.

b. Penipuan atau ketidakadilan

Doktrin piercing the corporate veil dapat diberlakukan apabila terdapat penipuan atau ketidakadilan dalam hubungan dengan peran perusahaan induk dengan perusahaan anak, sehingga perusahaan induk harus mempertanggungjawabkan perbuatan yang dilakukan oleh perusahaan anak secara tidak layak demi memperoleh keuntungan untuk perusahaan induk tersebut.

c. Perlindungan pemegang saham minoritas

Doktrin piercing the corporate veil ini dapat diterapkan dalam upaya perlindungan terhadap pemegang saham minoritas dari kesewenang- wenangan para pemegang saham mayoritas, seperti apabila terjadi transfer dari keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan anak kepada perusahaan induk atau kepada perusahaan anak lainnya.

Selain dari 3 (tiga) hal tersebut, beberapa fakta lain yang juga dapat dipakai sebagai alasan untuk dapat memberlakukan doktrin piercing the corporate veil terhadap perusahaan induk atas perbuatan yang dilakukan oleh perusahaan anaknya, yaitu sebagai berikut:180

180

a. Perusahaan holding (perusahaan induk) dan perusahaan anak mempunyai pengurus, komisaris atau pegawai yang sama.

b. Perusahaan anak mempunyai modal yang sangat kecil.

c. Perusahaan holding membayar gaji, upah, kerugian dan ekspenses lainnya dari perusahaan anak.

d. Perusahaan holding memiliki seluruh atau hampir seluruh saham perusahaan anak.

e. Perusahaan holding membiayai perusahaan anak.

f. Perusahaan anak mempunyai bisnis hanya dengan perusahaan holding.

g. Perusahaan anak tidak mempunyai aset lain kecuali aset yang dialihkan dari perusahaan holding.

h. Perusahaan holding menggunakan aset perusahaan anak seperti asetnya sendiri.

i. Pihak eksekutif perusahaan anak lebih memperhatikan kepentingan perusahaan holding daripada kepentingan perusahaan anak.

Pengadilan di negara-negara yang berlaku Common Law, seperti Inggris dan Amerika Serikat, banyak yang menerapkan doktrin Piercing the Corporate Veil untuk perusahaan dalam kelompok usaha dengan memberlakukan prinsip hubungan “agency” di antara perusahaan-perusahaan dalam 1 (satu) kelompok usaha. Demikian pula sering kali (tetapi tidak selamanya) suatu perusahaan anak dianggap sebagai “agen” perusahaan induknya. Dari beberapa kasus di Inggris, salah satunya seperti kasus Smith, Stone & Knight v. Birmingham yang diputuskan dalam tahun 1939, telah ditetapkan beberapa kriteria yuridis agar secara hukum dapat dianggap bahwa perusahaan anak merupakan agen dari perusahaan induk sehingga doktrin Piercing the Corporate Veil dapat diterapkan kepada perusahaan induk. Kriteria-kriteria yuridis tersebut yaitu sebagai berikut:181

a. Apakah keuntungan diberlakukan sebagai keuntungan dari perusahaan holding (perusahaan induk).

181

b. Apakah proses pelaksanaan bisnis dikendalikan oleh perusahaan induk.

c. Apakah perusahaan induk merupakan “kepala dan otak” (head and brain) dari bisnis perusahaan anak.

d. Apakah perusahaan induk mengatur “the adventure”.

e. Apakah keuntungan dibuat dengan keahlian dan pengarahan dari perusahaan induk.

f. Apakah perusahaan induk selalu mengontrol dan mempengaruhi perusahaan anak.

Persoalan lain terkait dengan penerapan doktrin Piercing the Corporate Veil dalam hubungannya dengan tanggung jawab perusahaan induk terhadap pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang dilakukan oleh perusahaan anak adalah masalah dalam penentuan siapa yang bertanggung jawab, apakah dia pemilik fasilitas, pengelola fasilitas, atau pengelola limbah. Dalam hukum lingkungan Amerika Serikat yang menggunakan Comprehensive Environmental Response, Compensation and Liability Act 1986 (CERCLA), pemerintah federalnya memiliki dua standar dalam menentukan siapa yang bertanggung jawab atas permasalahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan yang terjadi.182

Standar pertama adalah harus ditemukannya bukti bahwa perusahaan anak adalah pemilik yang sah, yang memenuhi standar pemilik yang bertanggung jawab menurut CERCLA, kemudian diterapkan doktrin piercing the corporate veil untuk membuat perusahaan induk bertanggung jawab atas tindakan perusahaan anak. Selanjutnya, standar kedua adalah dengan menggunakan pengertian operator atau pihak yang mengoperasikan fasilitas atau mesin penghasil limbah dan pembuang limbah. Pengertian ini sedemikian luas sehingga perusahaan induk akan termasuk di

182

dalamnya dan akan dikategorikan sebagai pelanggar CERCLA.183

Perusahaan induk yang telah dibuktikan memiliki hubungan kerja/usaha dengan adanya fakta pengendalian terhadap perusahaan anak dapat dikenakan pertanggungjawaban perdata sesuai dengan hukum lingkungan yang berlaku di Indonesia. Menurut Pasal 87 (1) UUPPLH, setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan perbuatan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian terhadap orang lain atau lingkungan hidup diwajibkan membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu.

Apabila kemudian dapat dibuktikan keterkaitannya, maka perusahaan induk dapat dikenakan pertanggungjawaban atas tindakan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang dilakukan oleh perusahaan anak. Pertanggungjawaban tersebut dapat berupa pembayaran ganti rugi dan pemulihan terhadap lingkungan hidup.

184

Tindakan hukum tertentu dalam hal ini, misalnya diperintahkan oleh hakim untuk:185

1. memasang atau memperbaiki unit pengolahan limbah sehingga limbah sesuai dengan baku mutu lingkungan hidup yang ditentukan;

2. memulihkan fungsi lingkungan hidup; dan/atau

3. menghilangkan atau memusnahkan penyebab timbulnya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.

183

Ibid 184

Lihat Pasal 87 UUPPLH

185

Tindakan pemulihan fungsi lingkungan hidup diatur di dalam Pasal 54 UUPPLH. Pasal Pasal 54 ayat (1) UUPPLH menjelaskan bahwa setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup wajib melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup. Dalam hal ini, perusahaan induk yang mengendalikan perusahaan anak dan dalam kegiataan usahanya telah menyebabkan terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dapat diperintahkan untuk melakukan tindakan pemulihan fungsi lingkungan hidup tersebut oleh hakim. Pemulihan fungsi lingkungan hidup tersebut dilakukan dengan tahapan:186

a. penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemar; b. remediasi;

c. rehabilitasi; d. restorasi; dan/atau

e. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

186

BAB IV

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PERUSAHAAN INDUK TERHADAP