• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Pertanggungjawaban Pidana Perusahaan Induk Terhadap Perusahaan Anak Dalam Hal Terjadinya Pencemaran Dan/Atau Kerusakan

DAN/ATAU KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP

C. Konsep Pertanggungjawaban Pidana Perusahaan Induk Terhadap Perusahaan Anak Dalam Hal Terjadinya Pencemaran Dan/Atau Kerusakan

Lingkungan Hidup

Kejahatan korporasi di bidang lingkungan hidup selalu timbul dikarenakan adanya tujuan dan kepentingan korporasi yang bersifat menyimpang sehubungan dengan peranannya dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam, serta kegiatan-kegiatan perindustrian dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi maju untuk mencapai sasaran pembangunan di bidang ekonomi. Hal ini dilakukan tanpa mempedulikan eksistensi makhluk hidup lainnya, baik manusia, hewan maupun tumbuhan, serta memandang dan menempatkan lingkungan hidup sebagai objek yang berkonotasi komoditi dan dapat dieksploitasi untuk tujuan dan kepentingan organisasional dalam hal mengutamakan keuntungan. Perilaku

233

Ibid 234

menyimpang oleh korporasi tersebut telah membawa banyak bencana bagi lingkungan hidup dan juga kemanusiaan.235

Korporasi sebagai suatu subjek hukum memiliki kewajiban dan tanggung jawab dalam memberikan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Adapun serangkaian kewajiban tersebut yaitu sebagai berikut:236

1. merumuskan kebijakan di bidang lingkungan;

2. merumuskan rangkaian/stuktur organisasi yang layak (pantas) serta menetapkan siapa yang bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan lingkungan tersebut; 3. merumuskan instruksi/aturan-aturan internal bagi pelaksanaan aktifitas-aktifitas

yang mengganggu lingkungan dimana juga harus diperhatikan bahwa pegawai- pegawai korporasi mengetahui dan memahami instruksi-instruksi yang diberlakukan korporasi yang bersangkutan;

4. penyediaan sarana-sarana finansial atau menganggarkan biaya pelaksanaan kebijaksanaan pengelolaan lingkungan hidup.

Apabila terhadap kewajiban-kewajiban di atas suatu korporasi/badan hukum tidak atau kurang bekerja dengan baik, hal ini dapat merupakan alasan untuk mengasumsikan bahwa korporasi tersebut kurang berupaya atau kurang kerja keras dalam mencegah (kemungkinan) dilakukan tindakan terlarang.237

Pertanggungjawaban korporasi dalam tindak pidana lingkungan dapat dilihat dari Pasal 67 dan Pasal 116 UUPPLH. Ketentuan Pasal 67 UUPPLH menetapkan bahwa: “setiap orang berkewajiban mememelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup”.

Jika terjadi hal yang demikian, maka korporasi tersebut dapat ditetapkan sebagai pelaku tindak pidana lingkungan dan dapat dikenakan pertanggungjawaban pidana.

235

Muhammad Topan, Op. Cit., hal.52

236

Alvi Syahrin, I, Op. Cit., hal. 35

237

Selanjutnya, Pasal 68 UUPPLH menyatakan bahwa: “setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban:

a. memberikan informasi yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup secara benar, akurat, terbuka, dan tepat waktu;

b. menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup; dan

c. menaati ketentuan tentang baku mutu lingkungan hidup dan/atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.”

Adanya ketentuan Pasal 116 UUPPLH menjadikan konsep pertanggungjawaban pidana korporasi di bidang lingkungan hidup dikenakan kepada badan usaha dan para pengurusnya baik dilakukan secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama, dalam hal kegiatan dan/atau usaha korporasi tersebut menyebabkan terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.238

Ketentuan Pasal 116 UUPPLH dalam hal ini berfungsi mengantisipasi kemungkinan korporasi bisa berlindung di balik hubungan kontraktual yang dilakukannya dengan pihak lain, kemudian Pasal 116 ayat (2) UUPPLH memberikan perluasan tanggung jawab, sehingga kesimpulan yang dapat diambil dari Pasal 116 Pengurus dalam hal ini dimaksudkan kepada jajaran direksi, para manajer yang bertanggung jawab dalam bidang pengelolaan lingkungan di korporasi, dewan komisaris, bahkan terhadap hal-hal tertentu dapat dimintakan pertanggungjawaban kepada para pemegang saham.

238

ayat (2) UUPPLH, yaitu:239

Dengan demikian, dilihat dari sudut subyek liability-nya, makna menurut Pasal 116 ayat (2) UUPPLH, pihak-pihak yang bertanggung jawab adalah:

(1) perbuatan tersebut dilakukan atas nama korporasi; (2) berdasarkan hubungan kerja atau hubungan lain; dan (3) bertindak di dalam lingkungan korporasi.

240

1. Pemberi perintah atau pengambil keputusan atau yang bertindak sebagai pemimpin.

Pada umumnya, pihak pemberi perintah atau pengambil keputusan di dalam suatu perusahaan diartikan sebagai orang yang menjalankan kewenangan mengurus perusahaan, yakni direksi perusahaan yang bersangkutan. Namun, perusahaan induk juga dapat dikatakan sebagai pemberi perintah atau pengambil keputusan terhadap tindakan yang dilakukan oleh perusahaan anak dalam hal terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup apabila perusahaan induk dalam menjalankan kontrol pengendaliannya terbukti memberikan perintah atau keputusan dilakukannya tindakan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup tersebut melalui mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Selain itu, terkait dengan siapa yang bertindak sebagai pemimpin, perusahaan induk juga dapat dikatakan sebagai pemimpin dalam terjadinya tindak pidana pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup tersebut apabila perusahaan induk dalam pelaksanaan kegiatan

239

Alvi Syahrin, I, Op. Cit., hal. 45

240

perusahaan anak terbukti ikut melaksanakan dan memimpin kegiatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup tersebut. Dalam hal ini, perusahaan induk di dalam suatu perusahaan grup tidak secara otomatis/demi hukum dapat dibebankan pertanggungjawaban pidana atas setiap tindakan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang dilakukan oleh perusahaan anak, namun tetap dimungkinkan adanya pertanggungjawaban pidana terhadap perusahaan induk apabila dapat dibuktikan keterkaitannya dengan tindakan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan anak tersebut.

2. Berdasarkan hubungan kerja atau berdasarkan hubungan lain.

Hubungan kerja tersebut merupakan hubungan antara pengusaha atau orang perorangan (yang mempunyai badan usaha) dan pekerja yang didasarkan pada suatu perjanjian kerja. Sedangkan hubungan lain merupakan hubungan orang- orang yang bertindak dalam lingkungan aktivitas usaha perusahaan dengan perusahaan atau perseroan terbatas yang bersangkutan.

3. Secara sendiri-sendiri atau kolektif/bersama-sama.

Pertanggungjawaban pidana atas tindak pidana lingkungan hidup dijatuhkan kepada pemberi perintah atau pemimpin dalam tindak pidana tersebut tanpa memperhatikan tindak pidana tersebut dilakukan secara sendiri-sendiri atau bersama-sama. Dengan demikian, apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang yang bertindak dalam lingkup kerja badan usaha berdasarkan adanya

suatu hubungan kerja atau hubungan lain bersama-sama dengan orang yang memberikan perintah atau pemimpin dari tindak tersebut, maka sanksi pidana akan dijatuhi kepada si pemberi perintah atau pemimpin dalam tindak pidana tersebut. Pemberi perintah atau pemimpin tindak pidana tersebut di sisi lain tetap dapat dikenakan pertanggungjawaban pidana dan dijatuhi sanksi pidana walaupun yang melakukan tindak pidana tersebut adalah orang yang bertindak berdasarkan hubungan kerja atau hubungan lain secara sendiri.

Perusahaan induk sebagai pengendali perusahaan anak dapat dikenakan pertanggungjawaban pidana berdasarkan doktrin tanggung jawab pengganti (vicarious liability) dalam hal pertanggungjawaban pidana. Doktrin ini menetapkan pertanggungjawaban hukum terhadap seseorang atas perbuatan salah yang dilakukan oleh orang lain. Doktrin vicarious liability ini, yang memakai prinsip “respondeat superior”, pada dasarnya memberikan landasan bagi korporasi untuk bertanggung jawab atas tindakan agen-agennya atau karyawannya (tidak peduli apa posisi agen atau pegawai tersebut dalam hirarki korporasi dan apa jenis pelanggarannya). Namun, terdapat syarat yang harus dipenuhi yaitu:241

1. Agen tersebut bertindak dalam ruang lingkup pekerjaannya, memiliki kewenangan untuk bertindak untuk korporasi yang berkaitan dengan bisnis korporasi tertentu yang telah dilakukan secara tercela dan merupakan kejahatan pidana;

2. Agen tersebut bertindak, setidaknya sebagian dari tujuannya untuk memajukan kepentingan bisnis korporasi tersebut.

3. Tindak-tindak pidana tersebut disetujui, ditoleransikan atau disahkan oleh managemen korporasi.

241

Pertanggungjawaban ini dilekatkan kepada korporasi dan berlaku dalam kasus perdata maupun pidana, dan tidak memandang apakah agennya hanya karyawan biasa atau pejabat korporasi tingkat tinggi.242

Pemilik korporasi dan karyawan merupakan dua entitas yang berbeda dan mandiri di dalam hukum, hanya salah satu dari keduanya, yakni pemilik korporasi atau agen yang memang terlibat dalam tindakan atau pemikiran tersebut. Tetapi, berdasarkan pertimbangan dari kebijakan hukum yang berakar dari asosiasi dan hubungan atasan-bawahan yang ada di antara dua entitas tersebut, suatu pemikiran fiktif dapat dibentuk. Tindakan dan pemikiran dari salah seorang individual yang mengikuti perintah dari orang lain, merupakan tindakan atau pemikiran dari pemberi perintah itu sendiri. Pemikiran fiktif ini kemudian membentuk hukum bahwa tindakan dari seseorang akan mengikat orang lain.243

Perusahaan induk yang dapat dikenakan pertanggungjawaban pidana atas tindakan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang dilakukan oleh perusahaan anaknya adalah perusahaan induk yang secara langsung mengendalikan

Hal ini jugalah yang berlaku dalam hubungan antara perusahaan induk dan perusahaan anak, di mana walaupun mereka merupakan dua entitas yang berbeda dan mandiri, namun dikarenakan adanya hubungan kerja atau hubungan lain dalam lingkup kerja badan usaha yang ada di antara mereka, maka tindakan dari perusahaan anak akan dapat mengikat perusahaan induknya, seperti dapat dikenakannya pertanggungjawaban pidana.

242

Vikramaditya S. Khanna, Loc. Cit. 243

perusahaan anaknya tersebut dan juga ikut beroperasi secara aktif dalam menjalankan kegiatan usaha. Model pengendalian perusahaan induk yang demikian disebut dengan operating holding company. Pada operating holding company, perusahaan induk menjalankan kegiatan usaha atau mengendalikan perusahaan anaknya244

Selain operating holding company, dikenal pula model pengendalian lain perusahaan grup yang lain, yakni investment holding company. Pada investment holding company, perusahaan induk hanya melakukan penyertaan saham pada perusahaan anak, tanpa melakukan kegiatan pendukung ataupun kegiatan operasional. Jadi, perusahaan induk hanya memperoleh pendapatan dari dividen yang diberikan oleh perusahaan anak,

, dan dalam mencapai tujuannya perusahaan induk dapat menentukan kebijakan-kebijakan yang kemudian akan dilaksanakan oleh perusahaan anaknya.

245

Walaupun ada dua model pengendalian perusahaan grup tersebut, namun dalam hal pertanggungjawaban pidana perusahaan induk atas tindakan yang dilakukan oleh perusahaan anaknya hanya dapat dikenakan terhadap perusahaan induk yang mengendalikan perusahaan anaknya secara operating holding company. Hal ini dikarenakan perusahaan induk pada operating holding company merupakan pengendali kegiatan usaha perusahaan anak secara langsung dan juga merupakan pemegang saham mayoritas dalam bisnis perusahaan anak sehingga dapat

dan perusahaan induk tersebut biasanya tidak ikut mencampuri/mengatur kegiatan bisnis perusahaan anaknya.

244

Sulistiowati, Op. Cit., hal. 25

245 Ibid

mempengaruhi dibuatnya suatu keputusan/kebijakan terhadap kegiatan perusahaan anak melalui mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Model ini berbeda dengan investment holding company yang hanya melakukan penyertaan saham tanpa ikut melakukan kegiatan operasional perusahaan dan tidak ikut mencampuri kegiatan perusahaan anak sehingga perusahaan induk pada investment holding company tidak dapat dikenakan pertanggungjawaban pidana yang dilakukan oleh perusahaan anaknya.

Terkait dengan terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, perusahaan induk pada operating holding company sebagai pengendali dapat dikenakan pertanggungjawaban pidana dikarenakan dalam prakteknya kurang/tidak melakukan dan mengupayakan kebijakan atau tindak pengamanan dalam rangka mencegah dilakukannya suatu keputusan yang dapat berujung kepada terjadinya suatu tindak pidana pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Tindak pidana tersebut dalam hal ini dapat terjadi dikarenakan pelaksanaan suatu keputusan RUPS yang harus dilaksanakan oleh direksi perseroan, ataupun tindakan yang dilakukan oleh direksi dengan kurangnya pengawasan dari komisaris perseroan tersebut. Dengan demikian dalam hal ini dapat diartikan bahwa perusahaan induk itu menerima terjadinya tindakan tersebut, sehingga perusahaan induk dapat dinyatakan bertanggung jawab atas kejadian tersebut.

Hal lain yang harus diperhatikan adalah mengenai perbuatan apa saja dari perusahaan anak yang dapat dimintakan pertanggungjawaban pidananya kepada

perusahaan induk. Hal ini dikarenakan tidak semua perbuatan dari perusahaan anak dapat serta merta mengikat perusahaan induknya sebagai pengendali perusahaan anak. Pada dasarnya, perbuatan perusahaan anak yang dapat mengikat perusahaan induk adalah perbuatan yang bukan merupakan corporate action.

Perbuatan berupa corporate action merupakan perbuatan di mana pengurus perusahaan anak (direksi) dalam hal ini memiliki kewenangan tidak terbatas untuk melakukan perbuatan hukum, baik yang secara tegas disebut dalam maksud dan tujuan perseroan maupun perbuatan-perbuatan lainnya yang menurut kebiasaan, kewajaran, dan kepatutan dapat disimpulkan dari maksud dan tujuan perseroan serta berhubungan dengannya sekalipun perbuatan-perbuatan tersebut tidak secara tegas disebutkan di dalam rumusan maksud dan tujuan perseroan.246

246

Rachmadi Usman, Op.Cit., hal. 166

Oleh karena corporate action dilakukan dalam rangka menjalankan kegiatan perusahaan anak sebagai badan hukum yang mandiri dan terpisah serta dilakukan sesuai dengan anggaran dasar perusahaan yang bersangkutan, maka perbuatan tersebut tidak dapat mengikat perusahaan induknya untuk dapat dikenakan pertanggungjawaban pidana. Pertanggungjawaban pidana terhadap perusahaan induk dapat dilakukan apabila perusahaan anak melakukan perbuatan yang bukan merupakan corporate action, di mana perbuatan tersebut merupakan instruksi langsung atau hasil keputusan/kebijakan yang dibuat oleh perusahaan induk sebagai pengendali perusahaan dan pemegang saham mayoritas melalui mekasnisme RUPS.

Perusahan induk dapat dikenakan pertanggungjawaban pidana dalam hal perusahaan anak yang dikendalikannya mencemari dan/atau merusak lingkungan hidup. Hal ini didasarkan kepada kewajiban sebagaimana diatur dalam Pasal 116 ayat (2) UUPPLH yang pada dasarnya telah menganut prinsip-prinsip dari doktrin vicarious liability itu sendiri.

Pasal 116 ayat (2) UUPPLH menyatakan bahwa: “apabila tindak pidana lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang yang berdasarkan hubungan kerja atau berdasarkan hubungan lain yang bertindak dalam lingkup kerja badan usaha, sanksi pidana dijatuhkan terhadap pemberi perintah atau pemimpin dalam tindak pidana tersebut tanpa memperhatikan tindak pidana tersebut dilakukan secara sendiri atau bersama-sama”.247

247

Lihat Pasal 116 ayat (2) UUPPLH

Pasal 116 ayat (2) UUPPLH tersebut mengatur bahwa perusahaan induk dapat dikenakan pertanggungjawaban pidana dan sanksi pidana sebagai pemberi perintah atau pemimpin dalam tindak pidana tersebut berdasarkan adanya hubungan kerja ataupun hubungan lain yang bertindak dalam lingkup kerja badan usaha tanpa melihat apakah tindak pidana tersebut dilakukan secara sendiri atau bersama-sama. Dengan demikian, menurut Pasal 116 ayat (2) UUPPLH, perusahaan induk tetap dapat dikenakan pertanggungjawaban pidana sebagai pihak yang memberikan perintah untuk dilaksanakannya suatu keputusan (dalam kaitannya dengan perusahaan induk sebagai pemegang saham mayoritas yang dapat mengendalikan jalannya bisnis perusahaan anak melalui mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham) atau pemimpin kegiatan dalam tindak pidana pencemaran

dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang dilakukan oleh perusahaan anaknya, walaupun ia tidak melakukan sendiri tindak pidana tersebut.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 116 ayat (2) UUPPLH, apabila tindak pidana pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dilakukan oleh orang, yang berdasarkan hubungan kerja atau berdasarkan hubungan lain yang bertindak dalam lingkup kerja badan usaha, maka sanksi pidana dijatuhkan terhadap pemberi perintah atau pemimpin dalam tindak pidana tersebut. Dengan kata lain, apabila suatu perusahaan anak yang memiliki hubungan kerja atau berdasarkan hubungan lain dengan perusahaan induknya melakukan suatu tindakan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, maka yang dikenakan pertanggungjawaban pidananya adalah pengurus dari perusahaan induk yang bersangkutan.

Pengurus, dalam hal ini pengurus perusahaan induk, dapat diperlakukan sebagai orang yang bertanggung jawab atas kesalahan perusahaan apabila:248

a. perusahaan telah melanggar undang-undang,

b. perusahaan tidak memiliki upaya pencegahan untuk pelanggaran itu,

c. orang/pengurus tersebut termasuk kepada personil dalam tingkatan yang relevan atau terkait di perusahaan,

d. pengurus belum membentuk upaya pencegahan yang relevan

Pengurus perusahaan induk tersebut, dalam hal ini yang berbadan hukum perseroan terbatas, adalah direksi yang melakukan tugas dan wewenang untuk melakukan pengurusan perseroan. Namun, apabila komisaris di dalam suatu perseroan terbatas itu juga ikut melakukan tugas dan wewenang pengurusan

248

Corporations and Markets Advisory Committee, Personal Liability For Corporate Fault, Report, (Australia: Australia Government, September 2006), hal. 5

perseroan, seperti memberikan persetujuan atas keputusan direksi dalam memutuskan perbuatan hukum tertentu atau menjalankan tindakan pengurusan perseroan dalam keadaan tertentu, maka komisaris juga dapat dikategorikan sebagai pengurus dan juga ikut bertanggung jawab atas tindakan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup tersebut.

Dengan demikian, pengertian pengurus itu adalah semua organ korporasi yang mana pun sepanjang menurut anggaran dasar korporasi memiliki tugas dan kewenangan untuk menentukan arah kebijakan dan/atau berwenang menentukan sendiri kegiatan korporasi yang bersangkutan.249 Bahkan dalam hal tertentu, pemegang saham perusahaan induk dapat dikenakan pertanggungjawaban pidana atas tindakan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang dilakukan oleh perusahaan anak apabila pemegang saham tersebut juga bertindak sebagai pengurus perusahaan induk tersebut.

Sanksi pidana yang dapat dijatuhkan kepada pengurus perusahaan induk dalam hal terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang dilakukan oleh perusahaan anaknya yaitu hukuman berupa sanksi pidana denda dan sanksi pidana tambahan berdasarkan ketentuan dari UUPPLH.

249

BAB V