• Tidak ada hasil yang ditemukan

10 1.4 Kegunaan Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.7. Hubungan Industri dan Pengembangan Masyarakat

Menurut Parker (1992) dalam Supardian (2005) dalam arti luas industri yang berkaitan dengan teknologi, ekonomi, perusahaan dan orang-orang yang terlibat didalamnya sangat mempengaruhi masyarakat dimana industri itu berada. Pengaruh tersebut dapat berupa nilai-nilai, pengaruh fisik dan usaha industrial interest group untuk mempengaruhi masyarakat. Begitu juga dengan industri panas bumi, kehadiran industri panas bumi dapat menimbulkan perubahan dalam masyarakat, seperti terjadinya diversifikasi nafkah, perubahan lingkungan dan peningkatan kualitas sumberdaya masyarakat sekitar.

Sebagai nilai baru, perubahan yang muncul akan beradaptasi dengan karakteristik lokal yang sejak lama mendasari pola interaksi kehidupan masyarakat perdesaan yang masih kental. Agar tercipta perubahan yang konstruktif dan tidak menimbulkan resistensi masyarakat, maka diperlukan partisipasi dan inisiatif lokal untuk menciptakan kesesuaian dengan karakteristik lokal hal ini dapat dilakukan melalui progrsm pengembangan masyarakat.

Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan haknya terhadap sumberdaya alam di era otonomi daerah yang selama ini dikelola oleh perusahaan, membuat masyarakat menjadi sangat kritis dan reaktif ada hal-hal kecil pasti dapat menjadi pemicu kereaktifan mereka, karena mereka mengharapkan sesuatu dari Perusahaan. Sehingga dalam rangka mengamankan operasi perusahaan dan membina hubungan dengan masyarakat lokal maka perusahaan mulai menyadari betapa pentingnya memberdayakan masyarakat sekitar. Banyak perusahaan yang sudah mulai menyadari bahwa tanggung jawab sosial perusahaan Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan insentif bukan beban.

Dalam Undang-undang nomor 27 tahun 2003 tentang panas bumi, pasal 29 huruf f dinyatakan bahwa pemegang izin usaha pertambangan (IUP) panas bumi memiliki kewajiban melaksanakan program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat. UU No.19 Tahun 2003 tentang BUMN. UU yang mengatur lebih rinci tentang pelaksanaan CSR yang kemudian dijabarkan lebih jauh oleh Peraturan Menteri Negara BUMN No.4 Tahun 2007 tentang petunjuk pelaksanaan program kemitraan dan bina lingkungan (PKBL), yang mengatur mulai dari besaran dana hingga tatacara pelaksanaan CSR.

Seperti kita ketahui, CSR milik BUMN adalah Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL)

Dalam UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) disebutkan bahwa PT yang menjalankan usaha di bidang dan/atau bersangkutan dengan sumber daya alam wajib menjalankan tanggung jawab sosial dan lingkungan (Pasal 74 ayat 1). sebagai implementasi dari ketentuan-ketentuan tersebut diatas, maka industri pertambangan harus melaksanakan program pengembangan masyarakat.

Selama ini CSR mendapatkan tiga pemaknaan atau labelling yang berbeda-beda: (1) sebagai corporate image building, yaitu sekedar memperbaiki citra perusahaan agar seolah-oleh pro-rakyat miskin (pro-poor), (2) sebagai aksesories perusahaan agar mendapatkan legitimasi sosial lebih kuat di mata masyarakat luas, (3) benar-benar ingin mewujudkan komitmen sosial dan pemberdayaan masyarakat lokal, menempatkan CSR sebagai nilai inti dan menganggap sebagai suatu keharusan bahkan kebutuhan dan menjadikannnya sebagai modal sosial.

Diperlukan perubahan pendekatan pengelolaan pengembangan masyarakat yang lebih tanggap terhadap perubahan yang terjadi. Perubahan pendekatan tersebut didasari oleh tuntutan internal perusahaan (internally driven) yang pada akhirnya menyadari bahwa tanpa perubahan/inovasi sistem, maka perusahaan akan terjebak dalam jejaring tuntutan jangka pendek yang sangat tidak strategis.

Perusahaan memiliki tanggung jawab sosial terhadap lingkungan sosial sekitar yang dalam pelaksanaannya tidak hanya dimaksudkan untuk membangun Image positif (image building) perusahaan tetapi juga untuk memberikan manfaat terbesar baik bagi pengembangan masyarakat lokal maupun peningkatan kualitas lingkungan sekitarnya.

Mantan Perdana Mentri Thailand, Anand Panyarachun dalam Asian Forum on Corporate Sosial Responsibility tanggal 18 September 2003 di Bangkok, mengemukakan bahwa CSR dipandang sebagai suatu keharusan untuk membangun citra yang baik dan terpercaya bagi perusahaan. Melaksanakan praktik-praktik yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dan sosial akan meningkatkan nilai pemegang saham dan berdampak pada peningkatan prestasi keuangan serta menjamin sukses berkelanjutan bagi perusahaan.

Dalam pelaksanaannya CSR menekankan pada tiga aspek utama, yaitu: pertama, aspek sosial yang menekankan bagaimana kebutuhan masyarakat dan perusahaan perlu diakomodasikan dan dikomunikasikan, serta peran apa yang dapat dilakukan perusahaan untuk membantu kehidupan masyarakat sekitar, kedua, aspek ekonomi yang menekankan bagaimana perusahaan dapat membantu kehidupan perekonomian masyarakat sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat; ketiga, aspek kelestarian lingkungan yang menekankan bagaimana perusahaan dan masyarakat memandang masalah lingkungan sebagai masalah bersama serta merumuskan langkah preventif dan kuratif yang perlu dilaksanakan bersama-sama.

CSR seharusnya dijadikan nilai inti (core value) dalam menjalankan usaha sebagai bentuk investasi jangka panjang, tidak hanya semata-mata diartikan sebagai beban biaya perusahaan serta merupakan modal sosial yang diperlukan oleh perusahaan untuk memperoleh citra positif dan kepercayaan masyarakat sehingga perusahaan secara politis acceptable karena memperoleh legitimasi dan izin operasional dari masyarakat. Kelancaran usaha tersebut akan berimplikasi kepada peningkatan prestasi usaha dari perusahaan yang bersangkutan.

Kehadiran industri pada suatu wilayah memberikan pengaruh terhadap masyarakat sekitarnya. Dalam arti luas, industri yang berkaitan dengan teknologi, ekonomi, perusahaan dan orang-orang yang terlibat di dalamnya telah sangat mempengaruhi masyarakat. Pegaruh tersebut bisa berupa nilai-nilai, pengaruh fisik terhadap masyarakat atau usaha industrial interest group untuk mempengaruhi masyarakat.

Pengaruh industri terhadap masyarakat sekitar menurut Smelser dalam Schneider (1984), seperti yang dikutip oleh Wahyudin (2005) terdapat dalam empat proses yang berbeda tapi saling berhubungan, yaitu:

1. Dalam bidang teknologi, masyarakat mengalami perubahan dari penggunaan teknik-teknik yang sederhana dan tradisional kearah penggunaan teknologi dan pengetahuan ilmiah;

2. Dalam bidang pertanian, masyarakat sedang beralih dari pertanian untuk penggunaan (subsisten) kearah produksi hasil pertanian untuk pasaran; 3. Dalam bidang industri, masyarakat sedang mengalami suatu peralihan dari

penggunaan tenaga manusia dan binatang ke industrialisasi yang sebenarnya. Orang-orang bekerja untuk upah pada mesin-mesin yang yang

menghasilkan barang dagangan yang dijual di kalangan yang menghasilkannya;

4. Dalam susunan ekologi perkembangan masyarakat bergerak dari sawah/ladang dan desa ke pemusatan-pemusatan di kota (terjadi urbanisasi).