• Tidak ada hasil yang ditemukan

10 1.4 Kegunaan Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.5. Industri Panas Bumi (geothermal)

Menurut Undang-Undang nomor 27 tahun 2003 tentang Panas bumi, panas bumi adalah sumber energi panas yang terkandung di dalam air panas,uap air dan batuan bersama mineral ikutan dan gas lainnya yang secara genetik semuanya tidak dapat dipisahkan dalam suatu sistem panas bumi dan untuk pemanfaatannya diperlukan proses penambangan.

Industri panas bumi adalah industri yang bergerak dalam bidang eksplorasi dan eksploitasi panas bumi melalui pengeboran sumur-sumur penghasil uap panas yang dapat dimanfaatkan untuk pembangkitan energi listrik dan berbagai keperluan lainnya. Panas bumi berasal dari magma dalam perut bumi yang memanasi batuan yang menyelimutinya. Ketika resapan air dari permukaan bumi bertemu dengan batuan ini akan mengalami pemanasan membentuk air panas yang mengalir kembali ke permukaan melalui bidang retakan dan patahan di lapisan batuan kulit bumi. Apabila air panas dapat muncul kepermukaan bumi dan bebas dari tekanan hidrostatis maka akan berubah menjadi uap panas dan muncul sebagai geyser, kubangan lumpur panas atau mata air panas. Air panas yang tidak dapat mengalir ke permukaan bumi karena terperangkap di dalam cap rock di atas batuan panas membentuk reservoir yang mengurung air panas dengan temperatur dan tekanan yang sangat tinggi, maka untuk memperoleh uap panas tersebut dilakukan pengeboran (drilling).

Potensi energi panas bumi di Indonesia yang mencapai 27 GWe sangat erat kaitannya dengan posisi Indonesia dalam kerangka tektonik dunia. Ditinjau dari munculnya panas bumi di permukaan per satuan luas, Indonesia menempati urutan keempat dunia, bahkan dari segi temperatur yang tinggi, merupakan kedua terbesar. Sebagian besar energi panas bumi yang telah dimanfaatkan di seluruh dunia merupakan energi yang diekstrak dari sitem hidrothermal, karena pemanfaatan dari hot-igneous system dan conduction-dominated system memerlukan teknologi ekstraksi yang tinggi. Sistem hidrothermal erat kaitannya dengan sistem vulkanisme dan pembentukan gunung api pada zona batas

lempeng yang aktif di mana terdapat aliran panas (heat flow) yang tinggi. Indonesia terletak di pertemuan tiga lempeng aktif yang memungkinkan panas bumi dari kedalaman ditransfer ke permukaan melalui sistem rekahan. Posisi strategis ini menempatkan Indonesia sebagai negara paling kaya dengan energi panas bumi sistem hidrothermal yang tersebar di sepanjang busur vulkanik. Sehingga sebagian besar sumber panas bumi di Indonesia tergolong mempunyai entalpi tinggi.

Panas bumi merupakan sumber daya energi baru terbarukan yang ramah lingkungan (clean energy) dibandingkan dengan sumber energi fosil. Dalam proses eksplorasi dan eksploitasinya tidak membutuhkan lahan permukaan yang terlalu besar. Energi panas bumi bersifat tidak dapat diekspor, maka sangat cocok untuk untuk memenuhi kebutuhan energi di dalam negeri. Sampai tahun 2004, sebanyak 252 area panas bumi telah di identifikasi melalui inventarisasi dan eksplorasi. Sebagian besar dari jumlah area tersebut terletak di lingkungan vulkanik, sisanya berada di lingkungan batuan sedimen dan metamorf. Dari jumlah lokasi tersebut mempunyai total potensi sumber daya dan cadangan panas bumi sebesar sekitar 27.357 MWe. Dari total potensi tersebut hanya 3% (807 MWe) yang telah dimanfaatkan sebagai energi listrik dan menyumbangkan sekitar 2% dalam pemakaian energi listrik nasional. (Wahyuningsih 2005).

Gambar 2.2. Peta Distribusi Lokasi dan Wilayah Pertambangan Panas Bumi (Wahyuningsih,2005).

Sebanyak 252 lokasi panas bumi di Indonesia tersebar mengikuti jalur pembentukan gunung api yang membentang dari Sumatra, Jawa, Nusa

Tenggara, Sulawesi sampai Maluku (gambar 2.2). Dengan total potensi sekitar 27 GWe, Indonesia merupakan negara dengan potensi energi panas bumi terbesar di dunia. Sebagai energi terbarukan dan ramah lingkungan, potensi energi panas bumi yang besar ini perlu ditingkatkan kontribusinya untuk mencukupi kebutuhan energi domestik yang akan dapat mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap sumber energi fosil yang semakin menipis. Potensi sebesar ini diharapkan dapat memenuhi target pengembangan panas bumi untuk membangkitkan energi listrik sebesar 6000 MW di tahun 2020.

Energi panas bumi merupakan sumber energi alternatif yang dapat diandalkan ditengah kelangkaan energi yang bersumber dari minyak bumi dan gas alam karena Energi panas bumi memiliki karakteristik antara lain :

1. Dapat terbarukan, artinya energi panas bumi akan tetap ada selama bumi ada sehingga jumlahnya hampir tak terbatas;

2. Energi yang bersih dan ramah lingkungan karena dengan teknik reinjeksi air limbah ke dalam perut bumi akan membawa manfaat ganda yaitu selain untuk menghindari adanya pencemaran air, juga diperlukan untuk mengisi kembali reservoir air dalam perut bumi.

3. Pada umumnya ladang-ladang panas bumi memunculkan fenomena alam yang sangat unik dan indah sehingga potensial untuk dikembangakan sebagai wilayah tujuan wisata.

Terbatasnya jumlah pasokan energi yang tersedia, mengakibatkan gencarnya kegiatan eksplorasi sumber-sumber energi baru untuk memenuhi kebutuhan terhadap energi tersebut, yang dalam prosesnya sering menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan. Hasil penelitian terhadap penggunaan energi listrtik menunjukan bahwa penggunaan energi mengalami perubahan sebesar 7,3 persen pertahun. Penggunaan energi fosil masih mendominasi yaitu sebesar 95 persen. Sedangkan energi terbarukan (renewable) yaitu panas bumi masih berkisar 5 persen. Pengelolaan energi selama 25 tahun terakhir menunjukan tidak adanya peningkatan yang besar pada pangsa energi terbarukan, ini berarti eksplorasi dan eksploitasi energi terbarukan di Indonesia masih berpotensi besar untuk dikembangkan dimasa yang akan datang.

Industri panas bumi (geothermal) Gunung Salak di wilayah desa Kabandungan kecamatan Kabandungan kabupaten Sukabumi dikelola oleh CHV , CHV merupakan pemegang kontrak proyek panas bumi di Gunung Salak. Kontrak ini ditandatangani pada tahun 1982 antara Pertamina, PLN dan Unocal Geothermal Indonesia,Ltd. (UGI). Dari tahun 1983 –1986 dilakukan proses studi

rona awal lingkungan dan pengajuan proposal pembuktian 230 MW ke Pertamina. Tahun 1989 penyusunan AMDAL dan mengajukan proposal pengembangan sebesar 110 MW ke Pertamina. Pada tahun 1994, UGI memulai operasi secara komersial sebesar 110 MW, kemudian pada tahun yang sama diajukan proposal pengembangan ke Pertamina sebesar 220 MW, sehingga pada tahun 1997 UGI melakukan operasi secara komersial sebesar 330 MW. Pada tahun 1998–2002 dilakukanlah renegosiasi kontrak dan akhirnya pada bulan Juli 2002 kontrak diamandemen dan disetujui oleh para pihak. Kemudian pada tahun 2002 UGI diakuisisi oleh CHV (Azof.,2002 ).