• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kontribusi Pelaksanaan Program Pengembangan Masyarakat Industri Panas Bumi Gunung Salak Terhadap Pertumbuhan

10 1.4 Kegunaan Penelitian

Matriks 5.4. Ikhtisar Analisis Pelaksanaan Program Pegembangan Masyarakat Pada Industri Panas Bumi Gunung Salak.

5. Partisipasi Fungsional,

6.1. Kontribusi Pelaksanaan Program Pengembangan Masyarakat Industri Panas Bumi Gunung Salak Terhadap Pertumbuhan

Perekonomian

Daerah

dan

Peningkatan

Kesejahteraan

Masyarakat

PDRB Kabupaten Sukabumi menunjukan peningkatan dari tahun ke tahun. Namun PDRB tanpa migas menunjukan peningkatan yang ralatif lebih tinggi dibandingkan dengan PDRB dengan migas. Hal ini menunjukan bahwa sektor perekonomian Kabupaten Sukabumi tidak di pengaruhi oleh subsektor migas.

PDRB atas dasar harga berlaku untuk Kabupaten Sukabumi secara umum dari tahun 2000 – 2005 meningkat 5.9 trilyun rupiah, pada tahun 2000, 6,8 trilyun rupiah pada tahun 2001, menjadi 7,7 trilyun rupiah pada tahun 2002, dan melonjak pada tahun 2003 menjadi 8.4 trilyun rupiah serta pada tahun 2004, menjadi 9,5 trilyun rupiah terakhir tahun 2005, meningkat menjadi 11,3 trilyun rupiah. Peningkatan terbesar terjadi pada tahun 2005 yaitu sebesar 18.95 persen dan terkecil pada tahun 2003 yaitu hanya sebesar 9.09 persen.

Dengan mengelompokan sembilan sektor ekonomi menjadi tiga sektor yaitu sektor primer, sekunder dan tersier tampak bahwa kelompok sektor primer yaitu sektor pertanian dan pertambangan dan penggalian masih mendominasi dalam penciptaan nilai tambah di Kabupaten Sukabumi. Tahun 2005 sumbangan sektor primer terutama pertanian terhadap PDRB Kabupaten Sukabumi mencapai 4.687 miliar rupiah atau 41.3 persen dari total PDRB Kabupaten Sukabumi.

Pada Tabel 6.1 terlihat bahwa struktur perekonomian Kabupaten Sukabumi menurut kelompok sektor terlihat sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat besar dibandingkan dengan sektor yang lainnya dalam perekonomian Kabupaten Sukabumi yaitu sebesar 35.98 persen pada tahun 2005. Jika di telaah lebih lanjut di sektor pertanian ini, dari tahun ke tahun didominasi oleh sub sektor pertanian tanaman pangan yang memiliki peranan yang sangat besar. Ditinjau dari peran masing-masing sektor ternyata ada empat sektor yang peranannya kurang dari lima persen yaitu sektor Listrik, gas & air minum yaitu hanya 1.32 persen; sektor bangunan & konstruksi 3.34 persen; sektor keuangan, persewaan & jasa perusahaan 3.25 persen; dan sektor Pertambangan dan Penggalian 3.36 persen.

Tabel 6.1. PDRB atas dasar harga berlaku Kabupaten Sukabumi Menurut sektor usaha tahun 2000-2005 (dalam miliar rupiah)

Sektor 2000 2001 2002 2003 2004 2005

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

I. Primer 2.552,2 2.961.2 3.394.2 3.740.4 4.105.7 4.687.1

1. Pertanian 2.250,2 2.596.3 2.998.6 3.311.6 3.631.5 4.079.3 2. Pertamb & Penggalian 302,5 365.0 395.6 428.8 474.2 607.8

II. Sekunder 1.124,1 1.352.5 1.578.3 1.812.3 2.069.0 2.471.3

3. Industri Pengolahan 989.2 1.193.1 1.393.9 1.521.0 10642.5 1.942.8 4. Listrik, Gas & air bersih 52.6 64.4 72.6 1001.1 130.8 150.1 5. Bangunan 82.3 95.0 111.8 190.2 295.6 378.4

III. Tersier 2.202.9 2.477.4 2.687.2 2.886.8 3.314.4 4.179.4

6. Perdag,Hotel & Rest 1.018.9 1.142.7 1.237.6 1.317.4 1.513.4 1.969.0 7. Pengangk & Kom 311.8 377.3 424.6 470.5 627.8 906.6 8. Keu,perswn & jasa Perh. 212.5 241.5 267.6 292.3 312.2 368.0 9. Jasa-jasa 659.6 715.9 757.4 806.6 860.7 935.8

PDRB 5.879.6 6.791.1 7.659.7 8.439.5 9.488.7 11.337.8

Sumber: PDRB Kabupaten Sukabumi, BPS Kabupaten Sukabumi

Semakin besar presentase suatu sektor dalam PDRB, maka semakin besar pula pengaruh sektor tersebut di dalam perkembangan ekonomi suatu daerah. Jadi besarnya persentase sumbangan sektor pertanian jika di bandingakan dengan sektor lain terhadap PDRB Kabupaten Sukabumi menandakan bahwa sektor pertanian memegang peranan yang sangat penting di dalam perkembangan ekonomi Kabupaten Sukabumi dibandingkan dengan sektor-sektor yang lain. Hal ini juga menunjukan bahwa perekonomian Kabupaten Sukabumi tidak tergantung pada subsektor migas, sektor migas hanya berperan kurang dari lima persen saja dalam perekonomian Kabupaten Sukabumi.

Berdasarkan Tabel 6.1 diatas, jika dilihat dari sumbangan sektor-sektor perekonomian terhadap PDRB, maka kehadiran industri panas bumi belum memberikan dampak yang signifikan terhadap perekonomian Kabupaten Sukabumi, hal ini terlihat dari rendahnya sumbangan sektor ini terhadap PDRB Kabupaten Sukabumi. Rendahnya sumbangan terhadap PDRB, menyebabkan rendah pula sumbangan perusahaan terhadap kemajuan perekonomian wilayah. Hal ini mengindikasikan telah terjadinya leakages syndrome, yaitu kebocoran ekonomi lokal berupa penghisapan rente ekonomi sumberdaya alam ke luar wilayah. Aliran arus pendapatan dan manfaat (benefit) terjadi pada tingkat nasional. Namun belum memberikan manfaat yang sangat besar kepada masyarakat lokal terutama kepada mereka yang tinggal disekitar proyek

tersebut. Meskipun keberadaan industri geothermal memberikan kesempatan kerja kepada masyarakat setempat, namun masih dalam jumlah yang relatif kecil. Hal ini disebabbkan sebagian besar karyawan perusahaan berasal dari luar daerah Kecamatan Kabandungan.

Oleh karena itu jika dilihat dari sumbangannya terhadap PDRB, maka kontribusi perusahaan terhadap pengembangan wilayah terutama dalam pengembangan ekonomi wilayah masih sangat rendah. Program pengembangan masyarakat yang dilakukan oleh perusahaan pun belum mengarah pada peningkatan pertumbuhan ekonomi wilayah, hal ini terlihat dari jenis program pengembangan masyarakat yang dijalankan oleh perusahaan yang didominasi oleh kegiatan yang masih berbentuk karitatif.

Disamping itu, kehadiran industri panas bumi belum banyak memberikan perubahan terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat yang berada di sekitar perusahaan. Hal ini disebabkan karena program pengembangan masyarakat yang dilakukan oleh perusahaan lebih banyak di tujukan kepada pembangunan infrastruktur secara fisik, sedangkan sumberdaya manusia sebagai bagian penting dari kegiatan pembangunan belum mendapatkan porsi yang memadai.

Meskipun perusahaan telah melakukan program pengembangan masyarakat, namun belum memberikan perubahan terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat di sekitar perusahaan. Ini terlihat dari masih banyaknya jumlah keluarga miskin di Kecamatan Kabandungan seperti terlihat dalam tabel berikut:

Tabel 6.2. Rumah Tangga Miskin Penerima BLT di Kecamatan Kabandungan Tahun 2005/2006

Rumah Tangga Rumah Tangga Miskin

Persentase Rumah Tangga Miskin

( persen) 8.467 5.170 61.06 persen

Sumber Data: BPS Kab. Sukabumi 2006 (diolah)

Seperti terlihat dalam Tabel diatas, Penduduk miskin di Kecamatan Kabandungan masih cukup besar yaitu mencapai 5.170 keluarga dari 8.467 Rumah tangga yang ada di Kecamatan Kabandungan atau sekitar 61,06 persen, dan merupakan jumlah prensentase keluarga miskin terbesar se-Kabupaten Sukabumi.

Hal ini mendukung hasil penelitian yang terdahulu yang dilakukan oleh Saleng (2004) yang menyatakan bahwa kontribusi perusahaan pertambangan terhadap masyarakat sekitar baik melalui program community development maupun program pembangunan lainnya belum merupakan jaminan kesejahteraan sosial–ekonomi mayarakat setempat, tetapi masih sebatas untuk menghilangkan konflik antara masyarakat sekitar dengan perusahaan.

Penyebab rendahnya pengaruh kehadiran perusahaan terhadap masyarakat lokal yang berada disekitar perusahaan antara lain karena program pengembangan masyarakat yang dilakukan perusahaan masih bersifat top-down. Hal ini tercermin dari bentuk pelaksanaan program pengembangan masyarakat yang umumnya bersifat proyek dan masyarakat hanya sebagai penerima atau objek. Selama ini Jenis dan bentuk program Pengembangan masyarakat ditentukan oleh CHV sehingga masyarakat bersifat sebagai obyek dari pelaksanaan program. Bentuk kegiatan pengembangan masyarakat seperti ini lebih dikenal dengan istilah development for community karena berbagai inisiatif, perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pembangunan dilaksanakan oleh aktor dari luar.

Kegiatan pengembangan masyarakat yang dilakukan perusahaan belum mampu menyelesaikan permasalahan utama kemiskinan, kesehatan, pendidikan dan lingkungan yang dihadapi masyarakat lokal. Padahal esensi pengembangan masyarakat mestinya mampu menyelesaikan masalah tersebut. Disamping itu program pengembangan masyarakat yang dilakukan oleh perusahaan belum sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan hanya menyentuh sebagaian masyarakat saja, yaitu masyarakat yang berada pada lapisan atas (elite) saja. Hal ini disebabkan karena perencanaan program belum melibatkan masyarakat, sehingga aspirasi masyarakat tidak tertampung dalam program-program tersebut.

Program kemitraan (partnership program) untuk small and medium enterprises (usaha kecil menengah) yang merupakan program pengembangan usaha masyarakat dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian setempat, belum berjalan sesuai dengan harapan, sehingga program tersebut belum berdampak bagi para pelaku usaha kecil dan menengah di sekitar wilayah operasional CHV.

Dalam bidang infrastruktur terjadi peningkatan pembangunan sarana umum yang dibangun atas bantuan dari perusahaan, tetapi hanya sedikit saja

yang dibangun secara langsung oleh perusahaan (kurang dari 10 Bangunan), selebihya hanya bantuan materialnya saja sehingga kualitas sarana yang di bangun menjadi di bawah standar.

Berdasarkan uraian diatas, terlihat bahwa kegiatan industri panas bumi di gunung Salak belum memberikan dampak yang signifikan terhadap pengembangan wilayah Kecamatan Kabandungan. Hal ini tercermin dari: 1). Masih rendahnya sumbangan industri panasbumi terhadap PDRB Kabupaten Sukabumi, 2). Kesejahteraan masyarakat masih rendah, 3). Rendahnya penyerapan tenaga kerja lokal dan belum meratanya pelaksanaan program pengembangan masyarakat.