• Tidak ada hasil yang ditemukan

10 1.4 Kegunaan Penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran

Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah menyatakan bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban wilayah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang- undangangan. Menurut Rustiadi et al (2004), diberlakukannya otonomi daerah berimplikasi luas dalam sistem perencanaan pembangunan di wilayah-wilayah yang mengisyaratkan pentingnya pendekatan pembangunan berbasis pengembangan wilayah dibanding pendekatan sektoral. Sehingga dalam rangka pembangunan wilayah maka daaerah harus lebih kreatif menggali dan mengelola potensi sumberdaya yang dimiliki.

Sumberdaya alam telah berperan dalam pembangunan daerah. Sumberdaya alam tidak saja dapat meningkatkan PDRB, menyerap tenaga kerja, melainkan juga telah memberikan jasa lingkungan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Namun dibalik peran besar tersebut, karena faktor alam maupun ulah manusia baik secara individu, kelompok maupun kelembagaan, pengelolaan dan pemanfatan sumberdaya alam untuk pembangunan telah menimbulkan berbagai masalah sosial-ekonomi maupun lingkungan. Disisi lain Sumberdaya alam yang terkandung merupakan kekayaan alam yang harus dimanfaatkan untuk kemakmuran rakyat. Menurut Saleng, perolehan nasional dari sektor pertambangan dapat dikatakan multidimensional, antara lain mampu menopang program industrialisasi melalului penyediaan bahan baku industri dalam negeri, menyediakan sumber energi seperti minyak bumi, gas, batu bara, geothermal, dan meningkatkan penerimaan negara serta cadangan devisa, membantu peningkatan dan pemerataan pembangunan ke berbagai wilayah, membuka kesempatan kerja, serta meningkatkan kesejahteraan dan pendapatan penduduk sekitar lokasi pertambangan.

Pengelolaan sumberdaya alam, disamping menghasilkan Positive Social Forces seperti yang telah dijelaskan diatas, juga mengahasilkan Negative Social Forces seperti Penguasaan akses sumberdaya alam yang timpang, konflik sosial, kebocoran ekonomi sumberdaya alam ke luar lokalitas (Regional

leakages), jurang pendapatan meningkat, kecemburuan sosial meningkat dan sensitivitas sosial meningkat.

Keberadaan Industri panas bumi (geothermal) yang dikelola oleh CHV di Gunung Salak Desa Kabandungan kecamatan Kabandungan kabupaten Sukabumi, harus dapat memberikan kontribusi yang signifikan bagi pengembangan wilayah dan pengembangan masyarakat sekitar, tetapi sebagaimana dikemukakan diatas keberadaan industri panas bumi (geothermal) ini pasti membawa dampak negatif terhadap masyarakat sekitar.

Kehadiran industri dapat memberi peluang kerja bagi masyarakat sekitar meskipun disadari tidak tidak seluruhnya ditampung dalam sektor tersebut. Seiring dengan perkembangannya, industri juga dapat menciptakan peluang usaha baru. Berbagai jenis usaha seperti sewa rumah, berdagang barang kelontong atau mendirikan rumah makan muncul untuk melayani kebutuhan para pekerja industri. Dengan demikian, kehadiran industri panas bumi berpotensi menimbulkan terjadinya diversifikasi nafkah, perubahan lingkungan dan peningkatan kualitas sumberdaya manusia masyarakat sekitar serta mempercepat pembangunan dan pengembangan wilayah, dengan adanya diverifikasi nafkah sebagai dampak dari kehadiran industri, terlihat adanya gejala semakin berkurangnya ketergantungan masyarakat terhadap sektor pertanian dan beralih ke sektor jasa dan perdagangan.

Sebagai konsekuensi perubahan aktivitas produksi dalam proses industri dari yang bersifat padat karya dan berteknologi canggih (advance technology), membutuhkan kualifikasi pendidikan dan keterampilan teknik yang tinggi pula. Dengan demikian, berkaitan dengan keunggulan komparatif industri tidak hanya menyebabkan peningkatan dalam sektor ekonomi dengan lebih terbukanya kesempatan lapangan kerja, tetapi juga dapat memacu peningkatan kualitas sumberdaya manusia.

Jika dilihat dari sisi Negative Social Forces maka keberadaan industri pertambangan memberikan dampak yang besar terhadap degradasi dan kerusakan lingkungan yang terjadi juga berpotensi untuk tumbuh dan berkembangnya permasalahan-permasalahan sosial serta degradasi nilai-nilai budaya lokal masyarakat sekitar lokasi perusahaan.

Pada umumnya lokasi industri pertambangan terletak di daerah-daerah terpencil dengan tingkat pendidikan masyarakat yang sangat rendah dan tidak memiliki keahlian (skill) tentang industri pertambangan serta jauh dari sentuhan

teknologi dan arus informasi sehingga menyebabkan masyarakat disekitar perusahaan pertambangan kurang mendapatkan kesempatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan tersebut karena tidak mampu bersaing dengan pekerja-pekerja yang berasal dari luar daerah yang lebih memiliki kemampuan (skill) dan pengalaman dalam bidang industri pertambangan. Ketidakmampuan masyarakat lokal untuk bersaing dengan para pekerja yang berasal dari luar daerah akan menimbulkan kecemburuan sosial.

Kecemburuan sosial masyarakat sekitar lokasi pertambangan karena kurang mendapatkan kesempatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan pertambangan dan dipicu lagi dengan manajemen perusahaan yang lebih memilih vendor dari pengusaha luar daerah sehingga keberadaan perusahaan tidak memberikan multiplier effect bagi pengembangan usaha lokal. Alasan klasik yang selalu mendasari hal tersebut yaitu masyarakat lokal belum mampu memenuhi standar kualitas maupun kuantitas yang yang telah ditentukan oleh perusahaan sehingga usaha masyarakat sekitar menjadi tidak berkembang dan pada akhirnya perekonomian masyarakat semakin terpuruk.

Akumulasi dari persoalan-persoalan diatas pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya konflik antara masyarakat dengan perusahaan (beserta pendatang) yang akan berujung pada resistensi dan penolakan masyarakat terhadap keberadaan perusahaan pertambangan di wilayah mereka. Untuk menjembatani ketimpangan-ketimpangan yang terjadi dan dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar maka perusahaan pertambangan melakukan program pengembangan masyarakat (community development).

Keberadaan tambang disuatu wilayah, secara langsung maupun tidak langsung memberikan kontribusi bagi pendapatan wilayah. Disamping itu, kehadiran suatu pertambangan diharapkan akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya yang berada disekitar lokasi pertambangan tersebut. Kesejahteraan di sini tidak hanya di lihat dari kebutuhan hidup secara ekonomi, tapi juga pengakuan atas hak-hak, perlindungan dan keamanan, serta keikutsertaan dalam setiap pembicaraan yang menyangkut kepentingan masyarakat lokal dengan prinsip perspektif kesetaraan dan kolektivitas, dimana perusahaan dan masyarakat lokal seharusnya “duduk sama rendah, berdiri samatinggi” karena bagaimanapun masyarakat lokal adalah “pemilik sumberdaya alam menurut hak asal-usul adat”, dan perusahaan asing/besar mendapatkan hak karena adanya transaksi dengan pemda atau Pemerintah pusat yang

sebenarnya tidak memiliki hak asal-usul atas sumberdaya alam di tingkat lokal. Maka missi dari pengembangan masyarakat adalah memberikan jalan agar kesempatan untuk menikmati hak atas “kue” sumberdaya alam menjadi lebih adil dan setara.

Oleh karena itu, maka program pengembangan masyarakat yang dilaksanakan harus merupakan solusi atas ketimpangan, konflik sosial, ketidakadilan, dan ketidak-berdayaan masyarakat lokal yang timbul sebagai akibat beroperasinya perusahaan di wilayah itu. Untuk mencapai tujuan tersebut maka dibutuhkan peran serta (partisipasi) dan inisiatif dari masyarakat dalam merancang dan melaksanakan sendiri program pengembanga masyarakat yang sesuai dengan karakteristik lokal dan rencana pengembangan wilayah. Partisipasi dan inisiatif lokal ini juga berperan penting dalam merespon upaya penguatan program melalui dukungan teknologi, manajemen, permodalan, informasi dan penciptaan jejaring (network) yang efektif.

Dengan demikian, strategi pengembangan masyarakat dalam industri panas bumi dilakukan dengan mengisi dan memperkuat partisipasi dan inisiatif lokal secara sistematis serta mengurangi ketimpangan yang terjadi. Penguatan partisipasi dan inisiatif lokal berimplikasi terhadap dua hal: pertama, masyarakat mau dan mampu merancang dan melaksanakan sendiri program pengembangan masyarakat yang sesuai dengan kerakteristik lokal sebagai respon atas program pengembangan masyarkat yang ditawarkan oleh pihak luar komunitas; kedua, dapat memberikan kontrol atas arah perubahan yang terjadi sebagai dampak dari operasional industri sehingga terjadinya diversifikasi nafkah, perubahan lingkungan dan peningkatan kualitas sumberdaya manusia yang dalam kenyataannya memberikan manfaat bagi peningkatan taraf hidup masyarakat, tetap sejalan dengan karakteristik lokal.

Salah satu pendekatan dalam pengembangan masyarakat adalah pendekatan menolong diri sendiri (self help) dimana masyarakat menjadi partisipan aktif dalam proses pembangunan dan agen-agen pembangunan menjadi fasilitator. Komunitas memegang tanggung jawab dalam hal: 1) memutuskan apa yang menjadi kebutuhan komunitas, 2) bagaimana memenuhi kebutuhan itu, dan 3) bagaimana mengerjakannya. Tujuan agen pembangunan adalah melembagakan pola pengambilan keputusan horizontal dan implementasinya sedangkan tugas-tugas khusus ditentukan oleh komunitas. Hal

terpenting dari pendekatan ini adalah proses mengantar komunitas pada kebersamaan.

Melalui pendekatan tersebut, masyarakat difasilitasi untuk merumuskan dan melaksanakan sendiri program pengembangan masyarakat yang sesuai sedangkan pihak luar komunitas khususnya dalam analisis ini perusahaan pengelola industri panas bumi berperan dalam memberikan penguatan terhadap partisipasi dan inisiatif lokal dalam pelaksanakaan program oleh masyarakat melalui transformasi teknologi dan informasi, dukungan manajemen, permodalan dan penciptaan jejaring (network) yang efektif.

Mengingat upaya pengembangan masyarakat perlu dilakukan secara komprehensif dan dalam perspektif yang holistic, maka kehadiran industri panas bumi sebagai salah satu potensi penting untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat perlu terus dioptimalkan pemanfaatannya, sehingga dapat sinergis dengan potensi dan peranan berbagai stakeholder terkait lainnya.

Berdasarkan uraian di atas, backgrond kerangka kajian seperti digambarakan pada Gambar 3.1. berikut:

Gambar 3.1. Background

3.2. Hipotesis

Untuk mengarahkan jalannya penelitian ini, maka diajukan hipotesis sebagai berikut : “Pelaksanaan program pengembangan masyarakat yang dilaksanakan CHV, belum memberikan kontribusi yang besar terhadap pengembangan wilayah di Kecamatan Kabandungan Kabupaten Sukabumi”.

Kehadiran Industri Geothermal di lokalitas Menghasilkan Positive Social Forces Pertumbuhan Ekonomi dan Perluasan lapangan kerja Menghasilkan Negative Social Forces

Penguasaan akses SDA yg timpang, konflik sosial,

kebocoran ekonomi SDA ke luar lokalitas, jurang pendapatan meningkat, kecemburuan sosial dan

sensitivitas sosial meningkat, Community Development Sebagai Solusi Ketimpangan, Konflik sosial, ketidakadilan, dan ketidakberdayaan masyarakat lokal Pertanyaannya: 1. Bagaimanakah program Community Development yang telah di laksanaan ? 2. Apakah terdapat kontribusi dari pelaksanaan program Community Development terhadap pengembangan wilayah?.