• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Makan Mahasiswa

1. Hubungan Jadwal Makan dengan Sindrom Dispepsia pada Mahasiswa

Sumatera Utara

No

Jenis makanan dan minuman

Kejadian sindrom

dispepsia Jumlah

Ada Tidak ada

n %

P Value

n % n %

1 Iritatif 44 75 15 25 59 100

2 Tidak iritatif 20 49 21 51 41 100 0,008

Tabel 6 menunjukkan bahwa dari 59 mahasiswa yang mengkonsumsi jenis makanan dan minuman iritatif terdapat 44 mahasiswa (75%) yang mengalami sindrom dispepsia dan dari 41 mahasiswa yang mengkonsumsi jenis makanan yang tidak iritatif terdapat 21 mahasiswa (51%) yang tidak mengalami sindrom dispepsia. Dapat diketahui bahwa ada hubungan bermakna antara jenis makanan dan minuman dengan kejadian sindrom dispepsia pada mahasiswa FKM USU berdasarkan uji chi-square dengan nilai P=0,008.

PEMBAHASAN

1. Hubungan Jadwal Makan dengan Sindrom Dispepsia pada Mahasiswa FKM USU Tahun 2015

Sebagian besar mahasiswa memiliki jadwal makan yang tidak teratur yaitu sebanyak 61%, dari jadwal makan yang tidak teratur terdapat 84% mahasiswa yang mengalami sindrom dispepsia, dan dari jadwal makan yang teratur terdapat 67% mahasiswa yang tidak mengalami sindrom dispepsia, sehingga dari penelitian ini dapat disimpulkan mahasiswa yang memiliki pola makan tidak teratur cenderung mengalami

sindrom dispepsia lebih besar

dibandingkanpola makan yang teratur. Pada

No Jadwal makan Sindrom dispepsia

Jumlah

Ada Tidak ada

n %

P value

n % n %

1 Teratur 13 33 26 67 39 100

penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan bermakna antara jadwal makan dengan kejadian sindrom dispepsia pada mahasiswa FKM USU berdasarkan hasil uji chi-square dengan nilai P=0,001.

Aktivitas yang tinggi baik kegiatan di

sekolah/kampus maupun di luar

sekolah/kampus menyebabkan makan menjadi tidak teratur (Sayogo, 2007). Salah satu faktor yang berperan dalam kejadian dispepsia diantaranya adalah pola makan dan sekresi asam lambung (Djojoningrat, 2009)

Setiap fungsi tubuh mempunyai irama biologis (circadian rhythm) yang jam kerjanya tetap dan sistematis dalam siklus 24 jam per hari. Meskipun sistem pencernaan sendiri memiliki 3 siklus yang secara simultan aktif, namun pada waktu-waktu tertentu masing-masing siklus akan lebih intensif dibandingkan siklus-siklus lainnya. Jika aktivitas salah satu siklus terhambat, aktivitas siklus berikutnya juga ikut terhambat. Hambatan ini besar pengaruhnya terhadap proses metabolisme. Dalam kondisi normal, konsentrasi asam dan aktivitas enzim pada lambung akan meningkat dan mencapai puncaknya maksimal setiap 4 jam setelah makan dan kemudian menurun pada jam berikutnya (Soehardi, 2004).Faktor diet dan sekresi cairan asam lambung merupakan penyebab timbulnya dispepsia, Jeda antara waktu makan merupakan penentu pengisian dan pengosongan lambung. Jeda waktu makan yang baik yaitu berkisar antara 4-5 jam (Iping, 2004).

Hubungan Jenis Makanan dan Minuman dengan Sindrom Dispepsia pada Mahasiswa FKM USU

Sebagian besar mahasiswa

mengkonsumsi jenis makanan dan minuman bersifat iritatif yaitu sebanyak 59%, dan dari jenis makanan dan minuman iritatif terdapat 75% mahasiswa yang mengalami sindrom

dispepsia, dari jenis makanan yang tidak iritatif terdapat 51% mahasiswa yang tidak mengalami sindrom dispepsia. Sehingga penelitian ini juga menunjukkan mahasiswa yang mengkonsumsi makanan dan minuman yang bersifat iritatif cenderung mengalami sindrom dispepsia lebih besar. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan bermakna antara jenis makanan dan minuman dengan kejadian sindrom dispepsia pada mahasiswa FKM USU berdasarkan uji chi-square dengan nilai P=0,008.

Suratun (2010) mengatakan bahwa jenis makanan merupakan salah satu faktor penyebab dari sindrom dispepsia, mengkonsumsi makanan pedas secara berlebihan dapat merangsang sistem pencernaan, terutama lambung dan usus untuk berkontraksi. Pendapat ini juga didukung oleh Misnadiarly (2009) tentang jenis makanan yang dapatmengakibatkan dispepsia yaitu makanan yang pedas, makanan yang mengandung gas dan asam.Suasana yang sangat asam di dalam lambung dapat membunuh organisme patogen yang tertelan bersama makanan. Namun, bila barier lambung telah rusak, maka suasana yang sangat asam di lambung akan memperberat iritasi pada dinding lambung (Herman, 2004). Faktor yang memicu produksi asam lambung berlebihan, diantaranya beberapa zat kimia, seperti alkohol, umumnya obat penahan nyeri, asam cuka. Makanan dan minuman yang bersifat asam, makanan yang pedas serta bumbu yang merangsang, misalnya jahe, merica (Warianto, 2011).

KESIMPULAN

1. Dari 61% mahasiswa dengan jadwal makan yang tidak teratur terdapat 84% yang mengalami sindrom dispepsia, sementara dari 39% mahasiswa yang memiliki jadwal makan yang teratur

terdapat 67% yang tidak mengalami sindrom dispepsia, sehingga dapat disimpulkan mahasiswa yang memiliki pola makan tidak teratur cenderung mengalami sindrom dispepsia lebih besar dibandingkan mahasiswa yang memiliki pola makan yang teratur, dan terdapat hubungan bermakna antara jadwal makan dengan kejadian sindrom dispepsia pada

mahasiswa Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara berdasarkan hasil uji chi-square dengan nilai P=0,001.

2. Dari 59% mahasiswa yang mengonsumsi makanan dan minuman bersifat iritatif terdapat 75% yang mengalami sindrom dispepsia, sementara dari 41% mahasiswa yang mengonsumsi jenis makanan dan minuman yang tidak iritatif terdapat 51% yang tidak mengalami sindrom dispepsia. Sehingga dapat disimpulkan bahwa mahasiswa yang mengonsumsi makanan dan minuman yang bersifat iritatif cenderung mengalami sindrom dispepsia lebih besar dibandingkan dengan mahasiswa yang tidak mengonsumsi jenis makanan dan minuman iritatif, dan terdapat hubungan bermakna antara jenis makanan dan minuman dengan kejadian sindrom dispepsia pada mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara berdasarkan hasil uji chi-square dengan nilai P = 0,008.

SARAN

1. Bagi pihak Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara agar menyediakan kantin sehat kepada mahasiswa sehingga mahasiswa dapat mendapatkan makanan dengan mudah

saat istirahat perkuliahan dan tidak mengkonsumsi makanan dan minuman iritatif yang banyak terdapat di sekitar kampus FKM USU.

2. Bagi mahasiswa untuk dapat mengatur

jadwal makan dan mengurangi

mengkonsumsi jenis makanan dan minuman bersifat iritatif agar terhindar dari sindrom dispepsia.

DAFTAR PUSTAKA

Brun, R., Kuo, B,. 2010. Functional Dyspepsia. Therapeutic Advances in Gastroenterology, 145-164. ncbi. nlm. nih. gov. pubmed. diakses tanggal 10 September 2015.

Djojoningrat, D,. 2009. Dispepsia Fungsional. In :Sudoyo, AW., Setiyohadi, B,.Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S., ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. JilidI. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 529-531.

____________. 2014. Pendekatan klinis penyakit gastrointestinal. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Interna Publishing. Jakarta

Ganong WF. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-22. Jakarta: EGC.

Herman, B. R. (2004). Fisiolog Pencernaan Untuk Kedokteran. Padang :Andalas University Press

Iping, S, 2004. Metode makan kualitatif cara mutakhir untuk langsing dan sehat. Jakarta. PuspaSwara

Loyd, R. A., McClellan, D. A., 2011. Update on the Evaluation and Management of Functional Dyspepsia. American Family Physician, 548-552.Penerbit BukuKedokteran ECG, Jakarta.

Misnadiarly. 2009. Mengenal Penyakit Organ Cerna. Pustaka Populer Obor. Jakarta

Perangin-angin, E.2014. 2013, Penderita Dyspepsia dan Diabetes Terbanyak di Pirngadi.HarianJurnal Asia

Profil Kesehatan Indonesia 2006. http://www.depkes.go.id/. diakses 18 September 2015.

Saragih, S.2015. Tahun 2014 RS Adam

Malik MedanTangani 181.329

Pasien.Sinar Indonesia Baru

Soehardi, S. (2004). Memelihara Kesehatan Jasmani Melalui Makanan. Bandung : ITB.

Suratun dan Lusianah. (2010). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Gastrointestinal. Jakarta : CV. Trans Info Media

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN POSISI TAWAR