HASIL DAN PEMBAHASAN Karateristik Kader
B. Prosedur Pengukuran Balita
Hasil pengamatan item no.3 dan 6 yaitu 95 kader (100%) tidak melakukannya dengan benar. Kondisi ini termasuk kedalam kategori tidak terampil. Sedangkan untuk hasil pengamatan item no.4 dan 5 yaitu 95 kader (100%) melakukannya dengan benar. Hasil penelitian yang dilakukan maka diketahui distribusi frekuensi kader menurut pengamatan/observasi yang benar dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Kader Menurut Keterampilan Berdasarkan Penggunaan
Microtoice
No. Mengukur tinggi badan dengan microtoise pada balita yang sudah dapat berdiri
tegak n %
A. Prosedur penempatan microtoise secara permanen
1. Memilih dinding dan lantai yang rata dan tegak lurus 95 100
2. Meletakkan microtoise di lantai dan menempel pada dinding, kemudian menarik pita
meteran tegak lurus ke atas sampai angka pada jendela baca menunjukkan angka NOL 95 100
3. Memaku/menempelkan ujung pita meteran pada dinding 95 100
4. Menarik kepala microtoise ke atas sampai ke paku 95 100
B. Prosedur pengukuran balita
1. Memposisikan balita berdiri tegak lurus di bawah microtoise membelakangi dinding 21 22,11 2. Memposisikan kepala balita berada dibawah alat geser microtoise, pandangan lurus
kedepan 15 15,78
3. Memeriksa posisi kedua lutut dan kedua tumit 0 0
4. Menarik kepala alat microtoise sampai puncak kepala balita 95 100
5.
Membaca angka pada jendela baca dan mata pembaca sejajar dengan garis merah (angka yang dibaca adalah yang berada pada garis merah dari angka kecil ke angka
besar) 95 100
6. Mencatat tinggi badan balita 0 0
Distribusi Frekuensi Kader Menurut item Pertanyaan Pengetahuan
Gambaran pengetahuan kader Posyandu di wilayah kerja Puskesmas Langsa Timur dapat diketahui dengan menggunakan analisis deskriptif berdasarkan tanggapan atas pertanyaan – pertanyaan dalam kuesioner. Item–item
pertanyaan dalam pengetahuan digambarkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Berdasarkan 10 item pertanyaan, ada 2 item pertanyaan masuk kedalam kategori baik yaitu item no.1 dan 10, untuk kategori cukup ada 3 item pertanyaan yaitu no. 4, 6 dan 7, Sedangan untuk kategori kurang ada 5 pertanyaan yaitu item no.2, 3, 5, 8 dan 9. Hasil penelitian yang dilakukan
6 maka diketahui distribusi frekuensi kader
menurut pengetahuan jawaban kuisioner
yang benar dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Kader Menurut Item Pertanyaan Pengetahuan
No Item Pertanyaan n Persentasi
(%) kategori 1 Anak yang berumur 2 tahun pengukuran tinggi badan dilakukan
dengan cara : 95 100 Baik
2 Pada pengukuran berat badan langkah pertama yang harus dilakukan
adalah : 37 38,9 Kurang
3 Dibawah ini adalah hal yang harus diperhatikan pada penimbangan
bayi, kecuali 25 26,3 Kurang
4 Alat ukur tinggi badan harus mempunyai skala ketelitian tinggi yaitu : 65 68,4 Cukup 5 Apakah tujuan melakukan penimbangan BB dan pengukuran TB
bayi/balita? 53 55,79 Kurang
6 Untuk pengukuran berat badan balita langkah yang paling
menentukan ketepatannya adalah : 58 61,1 Cukup
7 Dibawah ini merupakan alat ukur tinggi/panjang badan bayi dan
balita, kecuali 69 72,6 Cukup
8 Bagaimana posisi anak waktu megukur tinggi badan anak? 53 55,79 Kurang 9 Agar alat ukur tetap valid maka alat ukur tersebut harus di ... 21 22,1 Kurang
10 Bagaimana cara pemasangan microtoice? 95 100 Baik
Pendidikan Kader
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Langsa Timur dari 95 kader dapat diketahui jumlah kader tertinggi status pendidikan berada pada pendidikan SMA/Sederajat yaitu sebanyak 46 kader (48,4%) dan terendah DIII/S1 yaitu sebanyak 13 kader (13,7%). Tingkat pendidikan mempengaruhi keterampilan seseorang untuk memahami dan melakukan tindakan/keterampilan apa yang diajarkan atau dilatih. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin baik pula dala pemahaman, kemampuan, keterampilan dan ketelitian. Walaupun Departemen Kesehatan RI (1990) tidak mensyaratkan tingkat pendidikan tertentu untuk menjadi kader Posyandu, hanya mensyaratkan bisa membaca dan menulis, akan tetapi tingkat pendidikan ini juga perlu mendapat perhatian. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi diperlukan dalam mengerjakan tugas–tugas di Posyandu. Distribusi frekuensi tingkat pendidikan kader dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Distribusi Frekuensi Kader Menurut Tingkat Pendidikan di Wilayah Kerja Puskesmas Langsa Timur No Pendidikan n % 1 SD/SMP 36 37,9 2 SMA/Sederajat 46 48,4 3 DIII/S1 13 13,7 Jumlah 95 100 Pengetahuan Kader
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Langsa Timur diketahui bahwa mayoritas kader memiliki pengetahuan kurang tentang pengukuran BB dan TB balita di Posyandu yaitu sebanyak 41 kader (43,2%) dan minoritas kader berpengetahuan cukup tentang pengukuran BB dan TB balita di Posyandu yaitu sebanyak 25 kader (26,3%).
Notoatmodjo (1993), menyebutkan bahwa adanya informasi atau pengetahuan yang sering dan berulang–ulang dapat meningkatkan retensi pengetahuan
7 seseorang. World Health Organization
(WHO) yang dikutip Notoatmodjo (1993) menyebutkan bahwa seseorang memperoleh pengetahuan berasal dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain. Hal ini sesuai dengan prinsip belajar adalah pengalaman yang terjadi di dalam diri sendiri. Dari hasil penelitian yang dilakukan maka diketahui distribusi frekuensi pengetahuan kader dalam melakukan pengukuran BB dan TB seperti pada tabel 7.
Tabel 7. Distribusi Frekuensi Kader Menurut Tingkat Pengetahuan di Wilayah Kerja Puskesmas Langsa Timur No Pengetahuan n % 1 Baik 25 26,3 2 Cukup 29 30,5 3 Kurang 41 43,2 Jumlah 95 100
Pelatihan Yang Pernah Diikuti
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Langsa Timur menyatakan bahwa sebagian besar kader tidak pernah mengikuti pelatihan sebanyak 70 kader (73,7%). Kurangnya keterampilan kader dalam memberikan penyuluhan kemungkinan menyebabkan ibu balita kurang berminat untuk mengunjungi posyandu. Ibu balita yang mampu, lebih memilih untuk mengunjungi dokter untuk memantau pertumbuhan balitanya (Basyir, dkk 2008). Agar pelatihan kader berjalan efektif, maka diperlukan unsur pelatih kader yang mampu berdedikasi dalam memberikan
pelatihan secara efektif dan
berkesinambungan, yakni melalui pendampingan dan bimbingan. Pelatihan kader diberikan secara berkelanjutan berupa pelatihan dasar dan berjenjang yang berpedoman pada modul (Nilawati, 2008). Dari hasil penelitian yang dilakukan maka diketahui distribusi frekuensi pelatihan
yang pernah diikuti kader dalam melakukan pengukuran BB dan TB pada balita di Posyandu dapat dilihat pada tabel 8.
Tabel 8 Distribusi Frekuensi Kader Menurut Pelatihan Yang Pernah Diikuti di Wilayah Kerja Puskesmas Langsa Timur No Pelatihan Yang Pernah Diikuti n % 1 Ada 25 26,3 2 Tidak Ada 70 73,7 Jumlah 95 100
Lama Menjadi Kader
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Langsa Timur menyatakan bahwa mayoritas kader dengan lama menjadi kader >3 tahun sebanyak 49 kader (51,6%). Dari hasil penelitian yang dilakukan maka diketahui distribusi frekuensi lama menjadi kader dapat dilihat pada tabel 9.
Tabel 9 Distribusi Frekuensi Kader Menurut Lama Menjadi Kader di Wilayah Kerja Puskesmas Langsa Timur No Lama Menjadi Kader n % 1 >3 tahun (lama) 49 51,6 2 1 – 3 tahun (baru) 46 484 Jumlah 95 100
Hasil Analisis Tabulasi Silang Keterampilan Kader Dalam Pengukuran BB dan TB Berdasarkan Pendidikan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Langsa Timur menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan kader semakin terampil kader tersebut dalam pengukuran BB dan TB, begitu juga sebaliknya semakin rendah pendidikan kader maka semakin tidak
8 terampil dalam melakukan pengukuran BB
dan TB. Dari hasil penelitian yang dilakukan pada tabel 10 menunjukkan bahwa jumlah kader yang terampil dalam pengukuran BB dan TB dengan pendidikan DIII/S1 sejumlah 11 orang (84,62%). Pada umumnya semakin tinggi pendidikan akan semakin baik pula tingkat pengetahuannya. Kader yang berpendidikan tinggi akan lebih mengetahui dan terampil dalam memahami perannya sedangkan kader dengan tingkat pendidikan yang rendah akan mengalami kesulitan dalam melaksanakan perannya. Saifullah (2011) menyebutkan bahwa kader yang memiliki pendidikan DIII/S1 lebih cepat
mengerti, memahami kegatan serta mampu
melaksanakan prosedur kegiatan
pengukuran BB dan TB balita yang telah di tetapkan dibandingkan dengan yang memiliki pendidikan dasar.
Berdasarkan penelitian Nurayu (2013) responden dengan pendidikan lanjutan (tamat SMA atau Sarjana) 21 orang terdiri dari 9 orang (42,9%) memiliki kualitas laporan baik dan 12 orang (57,1%) kualitas laporannya kurang baik. Responden berpendidikan dasar (tamat SD dan tamat SMP) semuanya (100%) memiliki kualitas laporan yang kurang baik.
Tabel 10. Tabulasi Silang Keterampilan Kader Dalam Pengukuran BB dan TB berdasarkan Pendidikan Di Wilayah Kerja Puskesmas Langsa Timur
No Pendidikan
Keterampilan Kader Dalam
Pengukuran BB dan TB Jumlah
Terampil Tidak Terampil
N % n % n % 1 SD/SMP 8 22,22 28 77,78 36 100 2 SMA/Sederajat 17 36,96 29 63,04 46 100 3 DIII/S1 11 84,62 2 15,38 13 100 Jumlah 36 59 95 100
Keterampilan Kader Dalam Pengukuran BB dan TB Berdasarkan Pengetahuan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Langsa Timur menunjukkan bahwa semakin baik pengetahuan kader semakin terampil kader tersebut dalam pengukuran BB dan TB, begitu juga sebaliknya semakin kurang pengetahuan kader maka semakin tidak terampil dalam melakukan pengukuran BB dan TB.
Hasil penelitian di wilayah kerja Puskesmas Langsa Timur berdasarkan tabel 11 menunjukkan bahwa jumlah kader yang terampil dalam pengukuran BB dan TB dengan pengetahuan baik sejumlah 15 orang (60%). artinya semakin tinggi tingkat pengetahuan kader di Posyandu akan semakin baik tingkat keterampilan kader
dalam melakukan pengukuran BB dan TB balita di Posyandu. Faktor yang menjadi penyebab adanya hubungan tingkat pengetahuan dengan keterampilan kader adalah jika tingkat pengetahuan kader semakin baik maka diharapkan kader dapat menerapkan pengetahuan tersebut dengan lebih baik sehingga keterampilan dalam melakukan pengukuran BB dan TB balita akan semakin meningkat.
Tingkat pengetahuan dan
keterampilan kader akan lebih baik jika pendidikan dasar atau pendidikan tinggi mengikuti pembinaan serta mempunyai frekuensi tinggi mengikuti pembinaan. Tingginya nilai pengetahuan dan keterampilan kader dipengaruhi oleh
9 pendidikan formal, keaktifan kader di Posyandu dan lamanya menjadi kader.
Tabel 11. Tabulasi Silang Ketermpilan Kader Dalam Pengukuran BB dan TB berdasarkan Pengetahuan Di Wilayah Kerja Puskesmas Langsa Timur
No Pengetahuan
Keterampilan Kader Dalam Pengukuran BB
dan TB Jumlah
Terampil Tidak Terampil
n % n % N %
1 Baik 15 60 10 40 25 100
2 Cukup 14 48,28 15 51,72 29 100
3 Kurang 7 17,07 34 82,93 41 100
Jumlah 36 59 95 100
Keterampilan Kader Dalam Pengukuran BB dan TB Berdasarkan Pelatihan Yang Pernah Diikuti
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Langsa Timur menunjukkan bahwa kader yang pernah mengikuti pelatihan maka semakin terampil kader tersebut dalam pengukuran BB dan TB, begitu juga sebaliknya kader yang tidak pernah mengikuti pelatihan maka semakin tidak terampil dalam melakukan pengukuran BB dan TB.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Langsa Timur berdasarkan tabel 12 menunjukkan bahwa jumlah kader yang
terampil dalam pengukuran BB dan TB yaitu kader yang pernah mengikuti pelatihan sejumlah 24 orang (96%) dan tidak mempunyai keterampilan sebagian besar tidak pernah mengikuti pelatihan yaitu 58 kader (82,86%). Banyaknya kader yang belum mendapat latihan dalam melakukan pengukuran BB dan TB adalah karena mereka merupakan pengganti kader yang sudah tidak aktif lagi. Latihan dasar kader, latihan ulang kader dan latihan penyegaran kader akan mempengaruhi keterampilan kader dalam pengukuran BB dan TB balita di Posyandu. Bila latihan ini tidak diadakan oleh pihak Puskesmas maka kader akan kesulitan melaksanakan tugasnya dan lama kelamaan kader akan tidak aktif lagi.
Tabel 12. Tabulasi Silang Keterampilan Kader Dalam Pengukuran BB dan TB Berdasarkan Pelatihan Yang Pernah Diikuti Di Wilayah Kerja Puskesmas Langsa Timur
No Pelatihan Yang Pernah Diikuti
Keterampilan Kader Dalam
Pengukuran BB dan TB Jumlah
Terampil Tidak Terampil
N %
n % n %
1 Ada 24 96 1 4 25 100
2 Tidak Ada 12 17,14 58 82,86 70 100
10 Keterampilan Kader Dalam Pengukuran
BB dan TB Berdasarkan Lama Menjadi Kader
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Langsa Timur menunjukkan semakin lama kader bekerja sebagai kader maka semakin terampil kader tersebut dalam pengukuran BB dan TB, begitu juga sebaliknya kader yang masih baru maka tidak terampil dalam melakukan pengukuran BB dan TB.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Langsa Timur seperti pada tabel 13 menunjukkan bahwa jumlah kader yang terampil dalam pengukuran BB dan TB yang lama menjadi kader >3 tahun sejumlah 23 orang (46,94%) dan tidak mempunyai keterampilan sebagian besar kader dengan
lama menjadi kader 1-3 tahun yaitu sebanyak 33 kader (71,74%). Pengalaman merupakan guru yang terbaik. Makin lama menjadi kader pengalaman yang dimiliki semakin banyak sehingga dapat digunakan sebagai dasar untuk bertindak/mengambil keputusan. Sebaliknya kader pemula belum memiliki banyak pengalaman serta asing dan ragu–ragu. Kondisi ini akan menghambat peran sertanya dalam suatu kegiatan. Masa kerja berkaitan dengan peran kader artinya ada hubungan antara peran serta kader dengan masa kerja dengan asumsi bahwa semakin lama kader bekerja semakin tinggi pula peran sertanya dalam kegiatan di Posyandu, hal ini terjadi karena semakin berpengalaman akan akan semakin meningkat keterampilan yang dimiliki.
Tabel 13. Tabulasi Silang Keterampilan Kader Dalam Pengukuran BB dan TB berdasarkan Lama Menjadi Kader Di Wilayah Kerja Puskesmas Langsa Timur
No Lama Menjadi Kader
Keterampilan Kader Dalam
Pengukuran BB dan TB Jumlah
Terampil Tidak Terampil
N % n % n % 1 >3 tahun (lama) 23 46,94 26 53,06 49 100 2 1 – 3 tahun (baru) 13 28,26 33 71,74 46 100 Jumlah 36 59 95 100 KESIMPULAN
1. Ada kecenderungan semakin tinggi pendidikan kader semakin terampil kader tersebut dalam pengukuran BB dan TB, begitu juga sebaliknya semakin rendah pendidikan kader maka semakin tidak terampil dalam melakukan pengukuran BB dan TB
2. Ada kecenderungan semakin baik pengetahuan kader semakin terampil kader tersebut dalam pengukuran BB dan TB, begitu juga sebaliknya semakin kurang pengetahuan kader maka semakin
tidak terampil dalam melakukan pengukuran BB dan TB
3. Ada kecenderungan semakin lama kader bekerja sebagai kader maka semakin terampil kader tersebut dalam pengukuran BB dan TB, begitu juga sebaliknya kader yang masih baru maka tidak terampil dalam melakukan pengukuran BB dan TB
4. Ada kecenderungan bahwa kader yang pernah mengikuti pelatihan maka kader akan terampil dalam pengukuran BB dan TB, begitu juga sebaliknya kader yang tidak pernah mengikuti pelatihan maka
11 kader tidak terampil dalam melakukan
pengukuran BB dan TB
SARAN
1. Agar pihak Puskesmas dapat merencanakan dan mengadakan pelatihan ataupun penyegaran kader secara preriodik sehingga diharapkan tidak terjadi lagi kesalahan yang menimbulkan bias pengukuran saat Posyandu yang akan mempengaruhi status gizi balita
2. Diharapkan kepada kader saat menimbang dengan menggunkan dacin agar lebih memperhatikan posisi batang dacin, memastikan bandul geser berada pada angka NOL dan paku tegak lurus, menyeimbangkan dacin dengan memberi kantong plastik berisikan pasir/batu diujung batang dacin sampai kedua jarum tegak lurus dan mencatat hasil penimbangan dengan benar di kertas/buku bantu dalam kg dan ons
3. Diharapkan kepada kader saat mengukur panjang badan balita yang belum dapat berdiri tegak agar lebih memperhatikan lagi posisi pengukur, posisi bagian belakang kepala, punggung, pantat dan tumit balita menempel secara tepat pada papan pengukur dan menggeser bagian papan yang bergerak sampai seluruh bagian telapak kaki menempel pada bagian papan yang dapat digeser (dengan cara menekan bagian lutut dan mata kaki)
4. Diharapkan kepada kader saat mengukur tinggi badan dengan microtoise pada balita yang sudah dapat berdiri tegak agar lebih memperhatikan lagi posisi balita berdiri tegak lurus di bawah microtoise membelakangi dinding,
posisi kedua lutut dan kedua tumit dan mencatat tinggi badan balita dengan baik dan benar
5. Disarankan kepada kader agar lebih meningkatkan pengetahuan dalam hal langkah-langkah pengukuran BB, hal-hal yang harus diperhatikan pada saat penimbangan bayi, mengetahui tujuan dilakukan penimbangan BB dan pengukuran TB bayi/blita, mengetahui bagaimana posisi anak waktu mengukur TB anak dan mengetahui validasi alat ukur
DAFTAR PUSTAKA
1. Depkes RI., 1991. Buku Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta: Direktorat Rumah Sakit. Khusus dan Swasta, Dit. Jen. Yanmedik.
2. _________, 2002. Panduan Pelatihan Kader. Pusat pendidikan dan pelatihan kesehatan.
3. _________, 2007. Konseling Gizi, Pelatihan Bagi Petugas Kesehatan. Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Jakarta
4. _________, 2009. Buku Pegangan Kader. Semarang.
5. Nilawati. 2008. Pengaruh
Karakteristik Kader Dan Strategi Revitalisasi Posyandu Terhadap Keaktifan Kader Di Kecamatan Samadua Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2008. Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan 6. Notoatmodjo, S. 1993. Pengantar
Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan. Penerbit Andi Offset, Yogyakarta, 37 – 38.
7. Notoatmodjo, S., 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
12 8. _____________, 2007. Promosi
Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta.
9. Profil Puskesmas Langsa Timur, 2014. Data Jumlah Balita.
10. Saifullah. 2011. Pengaruh karakteristik kader posyandu terhadap penimbangan balita di
Kecamatn Kembang Tanjung
Kabupaten Pidie Provinsi Aceh. Tesis. Medan: Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
11. Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya. Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.
UJI DAYA TERIMA DAN NILAI GIZI BAKSO YANG BERBAHAN DASAR