• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGANNYA DENGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU SERTA KARAKTERISTIK USAHA

Persepsi Responden Terhadap Tingkat Kemampuan Pendamping Program Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) di Desa Tambakboyo memiliki pendamping yang berperan dalam menyukseskan program Simpan Pinjam Kelompok Perempuan ini. Dalam pelaksanaannya, program Simpan Pinjam Kelompok Perempuan ini memiliki pendamping yang merupakan petugas lapang yang direkrut oleh BKAD dimana pendamping yang direkrut telah memenuhi persyaratan yang diwajibkan dalam rangka agar dapat memberikan pelayanan pendampingan atau memfasilitasi peserta program Simpan Pinjam Kelompok Perempuan dengan baik agar dapat mencapai tujuan dan keberhasilan program. Jumlah pendamping di Desa Tambakboyo adalah 4 orang yang terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara dang satu anggota yang bertindak sebagai pembantu umum. Pendamping yang ditunjuk untuk mendampingi dalam program Simpan Pinjam Kelompok Perempuan ini adalah Unit Pelaksana Kegiatan (UPK) Kecamatan Pedan.

Pendamping pengembangan masyarakat adalah orang yang terkategorikan sebagai pengantar perubahan (agent of change), baik yang berada di dalam sistem sosial masyarakat (insider change agents) maupun yang berada di luar sistem sosial masyarakat bersangkutan (outsider change agents) (Suharto 2010). Program Simpan Pinjam Kelompok Perempuan di Desa Tambakboyo ini didampingi oleh pendamping yang membawa perubahan pada masyarakat di Desa Tambakboyo khususnya warga perempuan atau ibu-ibu yang tadinya hanya sebagai ibu rumah tangga, kemudian dapat mandiri dan ikut serta dalam menambah pendampatan keluarga dan menjadi lebih sejahtera dari sebelumnya. Fungsi pendampingan program Simpan Pinjam Kelompok Perempuan yang dilakukan oleh Unit Pelaksana Kegiatan (UPK) Kecamatan Pedan ini antara lain adalah sebagai fasilitator, pendidik, perwakilan masyarakat serta peran- peran teknis lainnya (Ife 2008).

Tabel 9 Jumlah dan persentase responden peserta program SPP menurut persepsi responden terhadap tingkat kemampuan pendamping di Desa Tambakboyo tahun 2016

Kemampuan Pendamping

Jumlah dan Persentase Jumlah

n % n % n % n %

Rendah Sedang Tinggi

Fasilitator 0 0 15 27.8 39 72.2 54 100.0 Pendidik 1 1.9 36 66.6 17 31.5 54 100.0 Perwakilan Masyarakat 13 24.0 38 70.4 3 5.6 54 100.0 Peran-Peran Teknis Lain 1 1.9 18 33.3 35 64.8 54 100.0

Berdasarkan Tabel 9 di atas menunjukkan bahwa sebanyak 15 orang atau 27.8 persen dari responden menilai bahwa kemampuan pendamping sebagai fasilitator berada pada taraf sedang dan 39 orang atau 72.2 persen dari responden menilai bahwa kemampuan pendamping berada pada taraf tinggi. Kemampuan menjadi fasilitator ini berhubungan dengan pemberian motivasi dan kesempatan bagi masyarakat. Beberapa tugas yang berkaitan dengan peran ini antara lain menjadi model, melakukan mediasi dan negosiasi, membangun konsensus bersama (Ife 2008).

Menurut penuturan dari reponden yang menilai bahwa kemampuan pendamping program Simpan Pinjam Khusus Perempuan ini masih berada pada taraf sedang yang berarti sudah baik namun perlu peningkatan dalam berbagai hal seperti lebih memberikan kesempatan pada seluruh anggota untuk terlibat aktif dalam berjalannya program Simpan Pinjam Khusus Perempuan, menjadi pihak ketiga apabila terdapat permasalahan dalam kelompok mereka dengan cara melakukan mediasi ataupun negosiasi. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu responden berikut ini:

“...menurut saya ya sudah baik mbak tapi saya ya punya harapan

kalau misalnya ada informasi atau pengumuman apa gitu disampaikan ke seluruh anggota tidak hanya kepada pengurus jadi semua bisa terbuka dan lebih jelas. Sekarang ini ya semua yang mengurus hanya pengurus inti seperti ketua kelompok, sekretaris dan bendahara. Biasanya juga yang berhubungan langsung dan lebih sering dengan orang UPK ya pengurus jadi kami hanya terima jadi saja. Terus kalau misalnya ada masalah seperti ada anggota di kelompok saya yang tidak lancar membayar, kami harus tanggung semua jadi seluruh anggota kena imbasnya, saya sih pengennya dari UPK bisa kasih solusi selain gandheng renteng seperti sekarang,

sehingga semua tidak merasa merugi gitu...”(SUM 44 th).

Gandheng Rentheng seperti yang sudah dijelaskan dalam gambaran umum profil program Simpan Pinjam Khusus Perempuan di Desa Tambakboyo adalah apabila terdapat peserta yang tidak mampu melaksanakan kewajibannya untuk membayar dana angsuran wajib setiap bulannya, maka untuk dalam upaya untuk membangun solidaritas kelompok maka peserta lain harus ikut menanggung angsuran dari peserta yang tidak mampu membayar ini baik dengan uang pribadi maupun kas kelompok. Hal tersebut dirasakan berat oleh beberapa peserta program sehingga mereka ingin ada solusi lain untuk hal ini yang diberikan oleh anggota UPK. Selain itu berkaitan dengan masalah keterlibatan aktif seluruh peserta, beberapa peserta program Simpan Pinjam Khusus Perempuan di Desa Tambakboyo ini merasa belum terlibat aktif sepenuhnya. Hal tersebut karena hanya pengurus kelompok seperti ketua, sekretaris dan juga bendahara yang lebih terlibat aktif dalam bergulirnya program Simpan Pinjam Khusus Perempuan.

Pengurus lebih banyak berinteraksi dengan anggota UPK dalam berbagai hal seperti dalam proses perencanaan yaitu pembuatan proposal, dalam pelaksanaan program dan juga evaluasi, sedangkan peserta lain hanya menerima informasi dari pengurus tidak langsung dari anggota UPK sebagai pendamping. Peserta program hanya bertemu dengan anggota UPK pada saat verifikasi dan

juga pencairan dana sehingga beberapa peserta merasa kurang puas dengan hal tersebut seperti penuturan responden di atas. Sedangkan untuk peserta program yang menilai pada taraf tinggi, rata-rata sudah beranggapan bahwa kinerja UPK selaku pendamping dalam hal menjadi fasilitator telah baik dan memuaskan sesuai dengan harapan dan keinginan mereka tanpa ada kekurangan.

Terdapat 1 orang atau 1.9 persen yang masih menilai kemampuan pendamping sebagai pendidik rendah, lalu terdapat 36 orang atau 66.6 persen dari keseluruhan responden yang menilai kinerja pendamping sebagai pendidik berada pada taraf sedang. Terdapat 17 atau 31.5 persen dari responden yang menilai bahwa kemampuan pendamping sebagai pendidik telah berada pada taraf tinggi.

Peran sebagai pendidik ini berhubungan dengan bagaimana seorang pendamping dapat memiliki fungsi untuk berusaha menumbuhkan kesadaran, menyampaikan informasi, memberikan pelatihan (Ife 2008). Bila menilik pada lima pilar pengembangan masyarakat, maka hal ini sejalan dengan pengembangan kapasitas dimana pendamping berperan dalam peningkatan kemampuan individu, yang mencakup perubahan dalam hal pengetahuan, sikap, dan keterampilan; peningkatan kemampuan kelembagaan meliputi perbaikan organisasi dan manajemen, keuangan, dan budaya organisasi; peningkatan kemampuan masyarakat mencakup kemandirian, keswadayaan, dan kemampuan mengantisipasi perubahan. Selain itu sejalan pula dengan komunikasi, informasi dan edukasi merupakan proses pengelolaan informasi, pendidikan masyarakat, dan penyebaran informasi, dimana proses edukasi dilakukan agar kemampuan masyarakat dalam segala hal meningkat, sehingga masyarakat mampu mengatasi masalahnya sendiri setiap saat.

Responden yang menilai kemampuan sebagai pendidik masih berada pada taraf rendah karena ia menilai bahwa selama dirinya bergabung dalam program Simpan Pinjam Khusus Perempuan ini, informasi berkaitan dengan program Simpan Pinjam Khusus Perempuan dirasa masih kurang jelas karena responden tidak bertatap muka langsung dengan anggota UPK selaku pendamping sehingga informasi hanya didapatkan dari pengurus atau pun ketua.

Kegiatan pelatihan yang merupakan salah satu tugas pendamping sebagai pendidik juga tidak terlaksana. Responden menuturkan bahwa kegiatan pelatihan tidak diberikan kepada responden baik itu pelatihan yang berkaitan dengan program ataupun pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan responden untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam artian untuk mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan mereka. Seperti penuturan responden berikut ini:

“...saya gak pernah dapat pelatihan apa-apa mbak, apalagi pelatihan misalnya, biar saya bisa mengembangkan usaha saya ini atau pelatihan dalam hal lain. Biasanya hanya pengurus yang diberikan pelatihan tapi itu pun pelatihan buat pembukuan misalnya kalau pelatihan yang lain untuk meningkatkan kemampuan kami tidak ada. Tapi misalnya ada, saya juga mau biar bisa nambah-nambah pengetahuan syukur-syukur bisa nambah pendapatan...”(SUG 43 th).

Persepsi responden terhadap kemampuan pendamping dalam peran sebagai pendidik yang masih berada pada taraf sedang, beranggapan bahwa pendamping dalam hal ini anggota UPK telah mampu menyampaikan berbagai informasi dan

pengetahuan terkait program dengan baik dan responden paham serta mengerti terkait informasi dan pengetahuan yang diberikan, namun rata-rata dari responden juga tidak mendapatkan pelatihan terkait dengan kegiatan program Simpan Pinjam Khusus Perempuan ataupun kebutuhan mereka untuk dapat mengembangkan usaha yang mereka jalani, di sisi lain mereka sebenarnya menginginkan ada pelatihan untuk mereka dalam rangka mengembangkan kemampuan dan ketrampilan mereka.

Responden yang menilai kemampuan pendamping dalam tingkatan tinggi adalah mereka yang merasa bahwa pendamping atau anggota UPK telah melaksanakan tugasnya dengan baik dalam hal memberikan informasi, pengetahuan serta pengembangan kemampuan dan ketrampilan responden tanpa ada kekurangan. Rata-rata yang menilai pada tingkat tinggi ini adalah responden yang berperan sebagai pengurus kelompok dimana mereka memiliki intensitas tatap muka yang lebih banyak dengan anggota UPK selaku pendamping mereka. Mereka pun juga diberikan pelatihan, namun pelatihan ini terbatas hanya terkait dengan program SPP seperti pembuatan proposal, pembukuan dan lain-lain.

Persepsi lain dari responden adalah tentang kemampuan pendamping sebagai perwakilan masyarakat. Dalam hal ini ditemukan bahwa sebanyak 13 orang atau 24 persen dari responden menilai kemampuan pendamping dalam hal ini masih berada pada tingkat rendah. Sebanyak 38 orang atau 70.4 persen dari responden menilai kemampuan pendamping berada pada tingkat sedang. Terdapat 3 orang atau 5.6 persen dari responden menilai kemampuan pendamping dalam hal perwakilan masyarakat berada pada tingkat tinggi.

Kemampuan pendamping dalam hal perwakilan masyarakat ini berhubungan dengan bagaimana pendamping berinteraksi dengan lembaga- lembaga eksternal yang memberi keuntungan pada komunitas melalui penggunaan media, hubungan masyarakat, jaringan antara pekerja pengembangan masyarakat dan pekerja yang relevan, dan sharing pengalaman dan pengetahuan baik secara formal maupun informal antara pekerja pendamping dengan peserta program (Ife 2008). Menilik pada teori lima pilar dalam pengembangan masyarakat diketahui peran perwakilan masyarakat ini sejalan dengan pengembangan jejaring yaitu merupakan bentuk untuk menjalin kerjasama dengan pihak lain (individu, kelompok, dan atau organisasi) agar bersama-sama saling mendukung untuk mencapai tujuan. Selain hal tersebut sejalan pula dengan advokasi yaitu upaya untuk mengubah atau mempengaruhi perilaku penentu kebijaksanaan agar berpihak pada kepentingan publik melalui penyampaian pesan-pesan yang didasarkan pada argumentasi yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah, legal, dan moral.

Responden yang menilai kemampuan pendamping masih berada pada taraf rendah beranggapan bahwa selama berjalannya program Simpan Pinjam Khusus Perempuan pada kelompok mereka masing-masing, mereka tidak pernah melihat ada aparat dari luar atau lembaga ekstrenal seperti pemerintah desa dalam hal ini kantor desa, kepolisian ataupun dari BKAD selaku pengawas dari UPK terlibat langsung dalam seluruh rangkaian kegiatan program Simpan Pinjam Khusus Perempuan ini. Sedangkan mereka yang menilai bahwa pendamping telah berada pada taraf sedang menuturkan bahwa dalam bergulirnya program Simpan Pinjam Khusus Perempuan ini terdapat lembaga yang terlibat dalam hal ini adalah pemerintah desa yaitu kepala desa. Namun terkait dengan kegiatan sharing oleh

anggota UPK selaku pendamping dengan masing-masing anggota tidak dilakukan. Seperti penuturan responden berikut ini :

“...kalau setahu saya ya mbak dari kelurahan ada yang terlibat seperti bapak kepala desa yang memberikan tanda tangan sebagai persetujuan kalau mau bergabung dan buka kelompok baru. Kalau

yang lain saya nggak tau mbak...”(SUM 34 th).

Selain itu menurut penuturan tokoh masyarakat di Desa Tambakboyo yang juga menjabat sebagai Kaur Pemerintahan di kantor Desa Tambakboyo yaitu DOD (49 th), pihak kantor Desa Tambakboyo memang diberikan informasi bahwa harus ada yang terlibat dalam hal ini kepala desa untuk mengetahui dan menanda tangani warganya yang ingin bergabung dengan program Simpan Pinjam Khusus Perempuan ini :

“...iya mbak dari kantor desa dulu seingat saya ya wajib terlibat, pak

kepala desa harus menyetujui warganya apabila mau bergabung dengan program SPP ini. Pas dulu pertama kali penyuluhan juga dari pihak pemerintah desa ada perwakilan datang untuk ikut mengawasi gitu. Sampai sekarang juga masih terlibat untuk pemberian tanda tangan...”(DOD 49 th).

Responden yang menilai kemampuan pendamping dalam hal perwakilan masyarakat dalam tingkat tinggi beranggapan bahwa pendamping telah melibatkan berbagai lembaga seperti pemerintah desa, BKAD dan juga dari pihak kecamatan. Rata-rata responden yang menuturkan hal ini adalah mereka yang berperan sebagai pengurus dalam kelompoknya. Mereka mempunyai lebih banyak waktu tatap muka dan interaksi dengan anggota UPK selaku pendamping program. Mereka menuturkan bila dalam hal ini pemerintah desa yaitu kepala desa memberikan tanda tangan selaku persetujuan, dari pihak BKAD selalu melakukan pengawasan dan juga menerima pengaduan dari peserta apabila terdapat keluhan, sedangkan anggota kecamatan melakukan pengawasan dalam berbagai kesempatan pertemuan rutin. Mereka juga sering melakukan kegiatan

sharing terkait dengan berbagai permasalahan yang mereka alami maupun terkait dengan kelompok masing-masing.

Terakhir adalah kemampuan pendamping dalam hal peran teknis lain. Berdasarkan data di lapang ditemukan bahwa sebanyak 1 orang atau 1.9 persen menilai bahwa kemampuan pendamping dalam hal peran teknis berada pada taraf rendah. Sebanyak 18 orang atau 33.3 persen dari responden menilai bahwa kemampuan pendamping berada pada tingkat sedang. Sebanyak 35 orang atau 64.8 persen dari responden menilai kemampuan pendamping telah berada pada tingkat tinggi. Kemampuan pendamping dalam hal teknis ini menyangkut peran untuk melakukan need assessment (Ife 2008). Need assessment sendiri adalah proses analisis dalam mengidentifikasi kesenjangan antara kinerja saat ini dengan kinerja yang diharapkan sehingga dapat diperoleh data mengenai kebutuhan pelatihan.

Responden menilai kemampuan pendamping masih berada pada taraf rendah, karena responden merasa bahwa kinerja dari pendamping dari tahun pertama ia bergabung hingga saat ini semakin menurun. Responden merasa bahwa

kelompok di mana ia tergabung menjadi semakin buruk karena terdapat beberapa anggota yang menunggak dalam membayar angsuran. Hal ini di sampaikan oleh responden sebagai berikut :

“...dalam kelompok saya semakin kesini semakin banyak yang malas

mengangsur mbak, ada tiga orang dari tujuh orang. Lalu semuanya jadi kena imbas. Saya sebagai ketua, lalu setelah ini saya tidak mau lagi mbak, dari pihak UPK juga sementara ini menyerahkan semuanya pada kelompok dan sistem gandheng renteng. Saya tidak sepakat peraturan dari UPK itu, tapi hal itu tetap dijalankan dan

menjadi makin buruk...”(SON 33 th).

Responden yang menilai kemampuan pendamping pada tingkatan sedang dalam hal peran teknis beranggapan bahwa pendamping dalam hal ini adalah anggota UPK dari tahun ke tahun kinerjanya tidak stabil dan juga tidak bersikap

top down. Hal ini bertentangan dengan pernyataan Widiyanto (2005) yang menyatakan bahwa dalam implementasi program pemberdayaan masyarakat di beberapa kelompok ternyata masih menggunakan pola-pola dan pendekatan “top down” sehingga masyarakat dipandang sebagai obyek penerima pembangunan yang harus bertindak sesuai dan diatur oleh pemerintah.

Responden yang menilai bahwa kemampuan pendamping dalam hal teknis berada pada tingkat tinggi karena mereka merasa dari tahun ke tahun kinerja dari pendamping terdapat peningkatan dalam berbagai hal. Seperti penuturan dari responden berikut ini:

“...semakin tahun semakin bagus menurut saya mbak. Misalnya

sekarang ada dana sosial dulu tidak ada kemudian ada dana pengharagaan apabila satu kelompok dapat tepat waktu dalam mengembalikan angsuran serta terdapat doorprice yang diundi saat kita membayar angsuran tepat waktu. Hal-hal tersebut membuat saya menjadi lebih semangat. Anggota UPK juga baik mbak kalau ada usulan saran gitu ya diterima...”(TUT 51 th).

Hubungan Tingkat Kemampuan Pendamping dengan Karakteristik Individu dan Karakteristik Usaha

Penelitian ini menghubungkan tingkat kemampuan pendamping program Simpan Pinjam Khusus Perempuan dalam hal ini adalah persepsi responden terhadap tingkat kemampuan pendamping dengan karakteristik individu dan karakteristik usaha. Variabel persepsi responden terhadap tingkat kemampuan pendamping dengan karakteristik individu dan karakteristik usaha dihubungkan dengan uji korelasi Rank Sperman, pengujian hubungan antar variabel didukung oleh program SPSS 19.00. Seluruh data yang dihubungkan merupakan data dengan skala ordinal. Karakteristik individu dalam penelitian ini mencakup usia, tingkat pendidikan, lamanya menjadi anggota SPP, tingkat pendapatan sebelum bergabung dengan program serta tingkat pendapatan setelah bergabung dengan program Simpan Pinjam Khusus Perempuan yang nantinya akan di uraikan satu per satu.

Adapun ketentuan hipotesis diterima apabila nilai signifikansi (sig-2 tailed) lebih kecil dari α (0.05), sebaliknya jika nilai yang didapatkan lebih besar dari α (0.05), maka hubungan antara dua variabel tersebut tidak signifikan. Apabila nilai signifikansi (sig-2 tailed) yang didapatkan lebih besar dari α (0.05), dilanjutkan dengan melihat aturan nilai correlation coefficient sebagai berikut: 0.000 (tidak ada hubungan), 0.01-0.09 (hubungan kurang berarti), 0.10-0.29 (hubungan lemah), 0.30-0.49 (hubungan moderat), 0.5-0.69 (hubungan kuat) 0.70-0.89 (hubungan sangat kuat, >0.9 (hubungan mendekati sempurna).

Hubungan Usia dengan Tingkat Kemampuan Pendamping Kemampuan pendamping ini berhubungan dengan kemampuan menjadi fasilitator, kemampuan menjadi pendidik, kemampuan menjadi perwakilan masyarakat dan kemampuan peran-peran teknis lainnya. Berikut merupakan hipotesis yang beruhubungan dengan karakteristik individu dengan persepsi responden terhadap tingkat kemampuan pendamping dalam penelitian ini :

H0 = Tidak terdapat hubungan antara tingkat usia dengan persepsi responden terhadap tingkat kemampuan peran pendamping dalam program Simpan Pinjam Khusus Perempuan.

H1 = Terdapat hubungan antara tingkat usia dengan persepsi responden terhadap tingkat kemampuan peran pendamping dalam program Simpan Pinjam Khusus Perempuan.

Hubungan antara karakteristik individu dalam hal ini usia dengan persepsi responden terhadap tingkat kemampuan pendamping setalah diuji dengan SPSS yang dihubungkan dengan uji korelasi Rank Sperman, diperoleh nilai korelasi sebesar -0.042 dengan nilai signifikan hitung sebesar 0.763 hal ini berarti p > α , maka H0 diterima dan H1 ditolak, dimana tidak terdapat hubungan signifikan antara karakteristik individu dalam hal ini usia responden peserta program SPP dengan persepsi responden terhadap tingkat kemampuan pendamping. Hubungan antara usia yang merupakan karakteristik individu responden dengan persepsi responden terhadap tingkat kemampuan fasilitator dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Jumlah dan persentase responden peserta program SPP menurut usia dengan persepsi responden terhadap tingkat kemampuan pendamping di Desa Tambakboyo tahun 2016

Usia Persepsi Responden terhadap Tingkat Kemampuan Pendamping

Rendah Sedang Tinggi Total

n % n % n % n %

Rendah 0 0.0 1 1.0 0 0.0 1 100.0 Sedang 0 0.0 15 41.7 21 58.3 36 100.0 Tinggi 1 5.9 9 52.9 7 41.2 17 100.0

Berdasarkan Tabel 10 di atas dapat diketahui bahwa tidak ada responden baik dalam tingkat usia rendah maupun sedang yang menilai kemampuan pendamping rendah. Terdapat 1 orang atau 5.9 persen dari responden yang berada pada tingkat usia tinggi yang menilai bahwa tingkat kemampuan pendamping berada pada tingkat rendah. Lalu pada tingkat usia sedang mayoritas menilai bahwa tingkat kemampuan pendamping berada pada tingkat tinggi yaitu sebanyak

21 orang atau 58.3 persen dan hanya 15 orang atau 41.7 persen yang menilai kemampuan pendamping ada pada tingkat sedang. Pada tingkat usia tinggi mayoritas menilai bahwa kemampuan pendamping berada pada tingkat sedang yaitu sebanyak 9 orang atau 52.9 persen dan terdapat 7 orang atau 41.2 persen yang menyatakan kemampuan pendamping berada pada tingkat tinggi.

Setengah lebih dari responden yang berada pada tingkat usia sedang menilai bahwa kemampuan pendamping dalam menjalankan berbagai perannya selaku pendamping program Simpan Pinjam Khusus Perempuan sudah berada pada taraf tinggi namun masih terdapat hampir setengah dari total responden lain yang menganggap bahwa kemampuan pendamping dalam menjalankan perannya yang berkaitan dengan hal memfasilitasi, mendidik, mewakili masyarakat dan menjalankan peran teknis lain masih berada pada tingkat sedang.

Menurut data statistik dalam penelitian ditemukan hubungan yang kurang berarti antara tingkat usia dengan persepsi responden terhadap tingkat kemampuan pendamping. Hubungan yang kurang berarti ini tercipa karena hanya pada tingkat usia sedang yang menilai bahwa tingkat kemampuan pendamping ada pada taraf tinggi, hal ini disebabkan pada taraf usia sedang merupakan tingkat usia saat pengurus kelompok biasanya ditunjuk ataupun mengajukan diri, selain itu pada taraf usia sedang ini peserta program SPP aktif untuk melakukan kegiatan

sharing dengan peserta lain. Pendamping dalam menjalankan berbagai perannya tidak membeda-bedakan usia responden, artinya baik itu responden dengan usia di tingkat rendah, sedang maupun tinggi semua mendapat perlakuan yang sama dari pihak pendamping yakni anggota UPK Kecamatan, sehingga hubungan yang tercipta antara antara tingkat usia dengan persepsi responden terhadap tingkat kemampuan pendamping bersifat kurang berarti. Hal ini selaras dengan penuturan dua responden berikut:

“...untuk saya sendiri tidak begitu memperhatikan bagaimana

anggota UPK bekerja untuk mendampingi saya, yang penting semua proses lancar terutama pinjaman dana. Untuk kinerja UPK ya saya rasa baik namun masih perlu ada peningkatan terutama agar peserta tidak dirugikan seperti adanya sistem gandheng renteng...”(ROH 61 th).

“...sudah baik sih mbak kalo menurut saya ya, soalnya ya kami juga

dulu tahu soal program SPP ini dari penjelasan bu Dewi (anggota UPK) pas ada kumpulan di PKK dulu, saya tertarik terus gabung.

Sekarang nggeh dilayani dengan baik kok mbak...”(IST 34 th).

Hubungan Tingkat Pendidikan Responden dengan Persepsi Responden terhadap Tingkat Kemampuan Pendamping

Pembahasan berikutnya adalah tentang hubungan antara tingkat pendidikan yang merupakan karakteristik responden dengan persepsi responden terhadap tingkat kemampuan pendamping. Berikut merupakan hipotesis yang beruhubungan dengan tingkat pendidikan dengan persepsi responden terhadap tingkat kemampuan pendamping dalam penelitian ini :

H0 = Tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan persepsi responden terhadap tingkat kemampuan peran pendamping dalam