• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Pendamping Dan Partisipasi Peserta Dalam Program Simpan Pinjam Khusus Perempuan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran Pendamping Dan Partisipasi Peserta Dalam Program Simpan Pinjam Khusus Perempuan"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

DALAM PROGRAM SIMPAN PINJAM KHUSUS

PEREMPUAN

FENNY FEBRI KRISDAYANTI

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Peran Pendamping dan Partisipasi Peserta dalam Program Simpan Pinjam Khusus Perempuan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2016

Fenny Febri Krisdayanti

(3)

ABSTRAK

FENNY FEBRI KRISDAYANTI. Peran Pendamping dan Partisipasi Peserta dalam Program Simpan Pinjam Khusus Perempuan. Di bawah bimbingan DJUARA P. LUBIS.

Pendamping menjadi hal yang sangat penting dalam pelaksanaan suatu program pemberdayaan masyarakat dalam membantu pelaksanaan program pada tingkat provinsi/ kabupaten/ kota. Peran pendamping ini antara lain meliputi

tingkat kemampuan dalam menjadi memfasilitasi, mendidik, perwakilan

masyarakat, dan peran teknis bagi masyarakat miskin yang mereka dampingi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan antra tingkat kemampuan pendamping dengan tingkat partisipasi masyarakat yang tergabung dalam suatu program yaitu Simpan Pinjam Khusus Perempuan. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif yang didukung oleh data kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara persepsi responden terhadap tingkat kemampuan pendamping dengan tingkat partisipasi dalam suatu program pemberdayaan masyarakat, dimana semakin tinggi persepsi responden akan kebutuhannya dengan tingkat kemampuan pendamping maka semakin tinggi pula tingkat partisipasi responden.

Kata kunci : Peran Pendamping, Partisipasi, Pemberdayaan Masyarakat

ABSTRACT

FENNY FEBRI KRISDAYANTI. Role of Facilitator and Participant’s Participation in the Women's Savings and Credit Group Program. Supervised by

DJUARA P. LUBIS.

Facilitators are become very important in implementation a community empowerment program to help the implementation of the program at the provincial / district / city. The role of facilitators such as the ability level of facilitators, educators, community representatives, and technical roles for the poor people that they accompany. This research purpose is to know, how is the relation between the role’s facilitator with level of participation of community in a Women’s Saving and Credit Group Program. The method in this study using quantitative method supported by qualitative data. The results of this research showed that there is a relationship between respondent’s perceptions of the role’s of facilittaors with the level of participation in a community empowerment program, which if the respondent's assessment of their need is higher with the role’s of facilitator skil, and then the level of participation of respondents become higher to.

(4)

PERAN PENDAMPING DAN PARTISIPASI PESERTA

DALAM PROGRAM SIMPAN PINJAM KHUSUS

PEREMPUAN

FENNY FEBRI KRISDAYANTI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Pengembangan Masyarakat

pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(5)
(6)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Peran Pendamping dan Partisipasi Peserta dalam Program Simpan Pinjam Khusus Perempuan.

Skripsi ini merupakan rangkaian proses untuk memahami dan menjelaskan bagaimana peran pendamping berhubungan dengan partisipasi peserta dalam suatu program pemberdayaan masyarakat. Berdasarkan hasil observasi lapang dan analisis berbagai pustaka yang ada, diharapkan akan muncul gagasan baru untuk pengelolaan dan kinerja dari pendamping lebih bijaksana dan optimal. Skripsi ini tidak mungkin terwujud tanpa bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

a) Dr. Ir. Djuara P. Lubis MS, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan tepat waktu,

b) Ir. Nuraini. W. Prasodjo, MS dan Dr. Ivanovic Agusta SP, MSi selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan kritik dan saran dalam penulisan skripsi ini,

c) Ibunda Sih Krisniwati dan Ayahanda Darmanto, yang telah memberikan doa, kasih sayang, ketulusan, dan motivasi. Tak lupa untuk kakak Dio Dera Darmawan yang selalu memberikan motivasi, dukungan dan doa pada penulis,

d) Muhammad Ridwan Arif Cahyono yang selalu memotivasi, memberikan perhatian, doa, dukungan dan semangat untuk penulis,

e) Anggota UPK Kecamatan Pedan Bu Dewi, Bu Anik, Pak Rosyid dan Pak Teddy yang telah membantu dalam kelancaran penelitian saya di lapang, f) Seluruh kelompok SPP di Desa Tambakboyo Kecamatan Pedan,

g) Teman-teman sebimbingan, Mega dan Nella, teman seperjuangan yang merasakan suka duka bersama dalam mengerjakan skripsi,

h) Sahabat-sahabat tersayang, Ncekdes, Adecuae, Amal ,Apri, Udin, Inna, Nensi, Lici, Nabilah dan Efriska yang selalu memberikan semangat serta motivasi pada penulis,

i) Dede yang selalu memberikan semangat dan dorongan serta spirit untuk penulis,

j) Teman-teman OMDA KMK Klaten khususnya angkatan 49 yang telah menjadi keluarga di tanah rantau, Antok, Lien, Laras, Tika, Gilang, Maulana dan Dodik,

k) Keluarga KKP Suniarsih, Eka, Oneng, Cassandra, Serly, Mogi dan Frans yang telah memberi banyak masukan dan bantuan,

l) Keluarga besar mahasiswa SKPM 49 yang telah berjuang bersama-sama sejak TPB, yang selalu bersama saat suka dan duka, dan selalu memotivasi penulis.

Bogor, Juni 2016

(7)

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Rumusan Penelitian 2

Pertanyaan Penelitian 3

Tujuan Penelitian 3

Kegunaan Penelitian 4

PENDEKATAN TEORITIS 5

Pekerja Pengembangan Masyarakat (Pendamping) 5

Peran Pendamping 5

Partisipasi 7

Hubungan Peran Pendamping dan Partisipasi 11

Simpan Pinjam Khusus Perempuan 12

Karakteristik Individu 14

Kerangka Pemikiran 16

Hipotesis Penelitian 18

PENDEKATAN LAPANGAN 19

Lokasi dan Waktu Penelitian 19

Teknik Pengumpulan Data 19

Teknik Pemilihan Responden dan Informan 20

Teknik Pengolahan dan Analisis Data 21

Definisi Operasional 22

GAMBARAN UMUM 29

Kondisi Geografis dan Kondisi Alam 29

Penduduk dan Mata Pencaharian 29

Karakteristik Sosial Ekonomi 30

Profil UPK Kecamatan Pedan 31

Profil SPP Desa Tambakboyo Kecamatan Pedan 34

KARAKTERISTIK RESPONDEN 37

Usia 37

Tingkat Pendidikan 38

Tingkat Lama Bergabung 39

Tingkat Pendapatan 40

KARAKTERISTIK USAHA 43

Jenis Usaha 43

(8)

TINGKAT KEMAMPUAN PENDAMPING DAN HUBUNGANNYA DENGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN KARAKTERISTIK

USAHA 49

Persepsi Responden terhadap Tingkat Kemampuan Pendamping 49 Hubungan Persepsi Responden terhadap Tingkat Kemampuan

Pendamping dengan Karakteristik

Individu 54

Hubungan Usia dengan Persepsi Responden terhadap

Tingkat Kemampuan Pendamping 55

Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Persepsi Responden

terhadap Tingkat Kemampuan Pendamping 56

Hubungan Lama Menjadi Anggota dengan Persepsi Responden

terhadap Tingkat Kemampuan Pendamping 58

Hubungan Tingkat Pendapatan Sebelum Bergabung dengan

Persepsi Responden terhadap Tingkat Kemampuan Pendamping 60 Hubungan Tingkat Pendapatan Setelah Bergabung dengan

Persepsi Responden terhadap Tingkat Kemampuan Pendamping 61 Hubungan Karakteristik Usaha dengan Persepsi Responden terhadap

Tingkat Kemampuan Pendamping 63

Ikhtisar 64

TINGKAT PARTISIPASI PESERTA DAN HUBUNGANNYA DENGAN

TINGKAT KEMAMPUAN PENDAMPING 67

Tingkat Partisipasi 67

Tingkat Partisipasi Non-Partisipasi 68

Tingkat Partisipasi Toenisme 69

Tingkat Partisipasi Citizen Power 70

Hubungan Persepsi Responden terhadap Tingkat Kemampuan Pendamping

dengan Tingkat Partisipasi 71

Ikhtisar 73

PENUTUP 73

Kesimpulan 75

Saran 75

DAFTAR PUSTAKA 76

LAMPIRAN 77

(9)

DAFTAR TABEL

1 Definisi operasional 24

2 Jumlah dan persentase penduduk menurut golongan usia di Desa

Tambakboyo tahun 2015 28

3 Jumlah dan persentase responden peserta program SPP berdasarkan

kategori usia di Desa Tambakboyo tahun 2016 38 4 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan peserta

program SPP di Desa Tambakboyo tahun 2016 38

5 Jumlah dan persentase responden peserta program SPP di Desa

Tambakboyo berdasarkan lamanya menjadi anggota tahun 2016 39 6 Jumlah dan persentase responden peserta program SPP menurut tingkat

pendapatan sebelum bergabung dengan program SPP di Desa Tambakboyo

tahun 2007 40

7 Jumlah dan persentase responden peserta program SPP menurut tingkat pendapatan setelah bergabung dengan program SPP di Desa Tambakboyo

tahun 2016 41

8 Jumlah dan persentase responden peserta program SPP menurut tingkat pendapatan di Desa Tambakboyotahun 2007 sampai tahun 2016 42 9 Jumlah dan persentase responden peserta program SPP menurut persepsinya

terhadap tingat kemampuan pendamping di Desa Tambakboyo 49 10 Jumlah dan persentase responden peserta program SPP menurut usia dengan

persepsi responden terhadap tingkat kemampuan pendamping dalam program

SPP di Desa Tambakboyo tahun 2016 55

11 Jumlah dan persentase responden peserta program SPP menurut tingkat pendidikan dengan persepsi responden terhadap tingkat kemampuan

pendamping dalam program SPP di Desa Tambakboyo tahun 2016 57 12 Jumlah dan persentase responden peserta program SPP menurut lama

menjadi anggota dengan persepsi responden terhadap tingkat kemampuan pendamping dalam program SPP di Desa Tambakboyo tahun 2016 59 13 Jumlah dan persentase responden menurut pendapatan sebelum bergabung

dengan program SPP dengan persepsi responden terhadap tingkat

kemampuan pendamping dalam program SPP di Desa Tambakboyo tahun

2016 60

14 Jumlah dan persentase responden menurut pendapatan sebelum bergabung dengan program SPP dengan persepsi responden terhadap tingkat

kemampuan pendamping dalam program SPP di Desa Tambakboyo

tahun 2016 62

15 Jumlah dan persentase responden menurut karakteristik usaha dengan persepsi responden terhadap tingkat kemampuan pendamping dalam

program SPP di Desa Tambakboyo tahun 2016 63 16 Nilai korelasi dan signifikansi antara karakteristik individu dengan persepsi

responden terhadap tingkat kemampuan pendamping 64 17 Nilai korelasi dan signifikansi antara karakteristik usaha dengan persepsi

(10)

18 Jumlah dan persentase antara persepsi responden terhadap tingkat

kemampuan pendamping dengan tingkat partisipasi peserta program SPP di

Desa Tambakboyo tahun 2016 72

(11)

DAFTAR GAMBAR

1 Matrik tingkat partisipasi masyarakat menurut tangga partisipasi Arnstein 9 2 Lima pilar dalam pengembangan masyarakat 14

3 Kerangka analisis 17

4 Struktur organisasi UPK Lurik Pedan 33

5 Kegiatan pencairan dana SPP 35

6 Kegiatan evaluasi 35

7 Sebaran jenis usaha responden peserta program SPP 43

8 Usaha perdagangan 45

9 Usaha jasa 45

10 Sebaran usaha responden peserta program SPP menurut jenis dan

ukuran usaha 46

11 Sebaran tingkat partisipasi peserta program SPP 67

12 Kegiatan pencairan dana 73

13 Kegiatan verifikasi 73

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuesioner 83

2 Pertanyaan Penelitian Mendalam 88

3 Peta Desa Tambakboyo Kecamatan Pedan Kabupaten Klaten 90 4 Jadwal pelaksanaan penelitian Januari sampai Juni 2016 91

5 Kerangka Sampling Peserta Program SPP 92

6 Tulisan Tematik 95

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kemiskinan masih menjadi hal penting yang perlu ditanggulangi oleh pemerintah Indonesia. Menurut BPS (2015) pada bulan Maret, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai 28.59 juta orang (11.22 persen), jumlah tersebut bertambah sebesar 0.86 juta orang dibandingkan dengan kondisi September 2014 yang sebesar 27.73 juta orang (10.96 persen). Selain hal tersebut, persentase penduduk miskin di daerah perdesaan naik dari 13.76 persen pada September 2014 menjadi 14.21 persen pada Maret 2015. Kabupaten Klaten Provinsi Jawa Tengah sendiri, menurut data BPS (2013) jumlah penduduk miskin dari tahun ke tahun mengalami penurunan dalam kurun waktu tahun 2011, 2012 dan 2013 yaitu dari 203.050 orang, menjadi 191.300 orang dan 179.500 orang. Data statistik tersebut dapat menunjukkan bahwa penurunan tingkat kemiskinan belum sepenuhnya tercapai karena masih terdapat 13.6 persen penduduk di Kabupaten Klaten yang masih berstatus miskin pada tahun 2013.

Menyelesaikan kemiskinan tersebut, pemerintah Indonesia melakukan upaya melalui proses pemberdayaan masyarakat yaitu dengan melaksanakan program-program percepatan pembangunan untuk pengentasan kemiskinan. Penanggulangan kemiskinan telah dijamin oleh UUD 1945, khususnya dalam pasal 27 ayat 2 Bab X Tentang Warga Negara dan Penduduk : “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”, serta Pasal 28 B ayat 2 : “setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (Itjen 1945). Pemberdayaan merupakan suatu hal yang penting dalam perkembangan kehidupan manusia. Hal ini karena saat ini masih banyak masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat perdesaan yang tidak memiliki akses terhadap perkembangan teknologi dan sumberdaya sehingga mereka sulit untuk berkembang dan berdaya.

Salah satu bentuk dari pemberdayaan itu sendiri ialah pemberdayaan masyarakat sebagai salah satu bentuk pengentasan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Program pemberdayaan masyarakat memberi pandangan positif bahwa masyarakat miskin bukan hanya menerima bantuan secara langsung, akan tetapi juga dapat dibimbing untuk dapat meningkatkan kapasitas diri guna meningkatkan taraf hidup. Salah satu kegiatan yang dilaksanakan PNPM Mandiri Pedesaan yaitu Simpan Pinjam Khusus Perempuan (SPP). Cahyani (2011) menyebutkan bahwa kegiatan SPP bertujuan untuk mengembangkan potensi kegiatan simpan pinjam perdesaan, kemudahan akses pendanaan usaha skala mikro, pemenuhan kebutuhan pendanaan sosial dasar, dan memperkuat kelembagaan kegiatan kaum perempuan serta mendorong pengurangan rumah tangga miskin dan menciptakan lapangan kerja.

(14)

terdahulu telah banyak menemukan bahwa terdapat kendala dalam pelaksanaan kegiatan SPP. Salah satu kendala pelaksanaan SPP yaitu proses pengembalian dana pinjaman SPP terjadi penunggakan karena usaha yang tidak berkembang dan pelayanan UPK yang kurang baik (Pirdani 2013).

Berbagai hasil penelitian yang mengkaji tentang implementasi program-program pemberdayaan masyarakat tersebut melaporkan adanya hasil dengan tingkat keberhasilan yang berbeda-beda. Salah satu permasalahan yang sering terjadi dalam suatu program pemberdayaan masyarakat yang kemudian berdampak pada berhasil atau tidaknya suatu program, ialah mengenai peran pendamping atau pekerja pengembang masyarakat dalam berbagai proses pemberdayaan masyarakat. Dalam suatu dimensi waktu tertentu, seorang pekerja pengembangan masyarakat dapat berperan sebagai enabler atau organizer atau

educator (Nasdian 2014).

Mengacu pada Ife (2008) yang menyatakan bahwa peran pendamping umumnya mencakup tiga peran utama, yaitu : fasilitator, pendidik, perwakilan masyarakat, dan peran-peran teknis bagi masyarakat miskin yang didampinginya. Pendamping memiliki peran untuk menjadi fasilitator, pendidik, utusan atau wakil dan juga melaksanakan peran-peran teknis, namun dalam pelaksanaannya sering kali berjalan tidak semestinya sehingga berpengaruh pada jalannya program pemberdayaan masyarakat itu sendiri.

Salah satu dampak yang terjadi apabila pendamping atau pekerja pengembangan masyarakat tidak dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan benar ialah berpengaruh pada tingkat partisipasi peserta program pemberdayaan masyarakat. Menurut Fahmi (2009) masih banyak kalangan miskin dan pendidikan rendah tidak cukup terlibat dalam partisipasi dan menjelaskan bahwa partisipasi yang ada memang masih dipengaruhi oleh peran stakeholder.

Tingkat partisipasi secara ideal tidak hanya saat pelaksanaan, akan tetapi pada perencanaan, pemanfaatan hasil, dan evaluasi. Keikutsertaan masyarakat dalam setiap tahapan tersebut dapat menumbuhkan rasa memiliki (“sense of ownership” atau “sense of belonging”) terhadap sarana dan prasaran yang

dibangun atau dibentuk sehingga akan menghasilkan pembangunan yang berkelanjutan (Sudirja 2007). Partisipasi dalam setiap tahapan tersebut pun bertujuan agar masyarakat dapat memiliki keterampilan untuk menggali kebutuhan, merencanakan program, serta memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ada pada program.

Berdasarkan latar belakang di atas penting untuk mengetahui peran pendamping yang bagaimana yang dapat berpengaruh positif pada tingkat partisipasi peserta dalam suatu program pemberdayaan masyarakat. Maka dari itu, menarik untuk dilakukan kajian mengenai bagaimana hubungan peran pendamping dengan partisipasi peserta dalam program simpan pinjam perempuan.

Rumusan Penelitian

(15)

Terdapat beberapa faktor yang berpengaruh pada persepsi individu terhadap tingkat kemampuan pendamping. Faktor yang berpengaruh tersebut adalah karakteristk individu serta karakteristik usaha individu yang dilakukan oleh peserta dalam program Simpan Pinjam Khusus Perempuan ini. Selain hal tersebut penting untuk dipahami bagaimana peran seorang pendamping dalam suatu program pemberdayaan masyarakat yang dalam hal ini adalah dalam program Simpan Pinjam Khusus Perempuan, memiliki suatu hubungan dengan tingkat partisipasi peserta.

Indraningsing et.al (2010) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara peran pendamping terhadap tingkat partisipasi peserta dalam program

pemberdayaan masyarakat. Pendamping sering kali belum maksimal dalam

menjalankan berbagai peranannya sehingga menyebabkan partisipasi dari peserta yang kurang (Zufri 2014). Dalam berbagai peranannya pula pendamping sering kali tidak memperhatikan apa saja tugas yang harus mereka laksanakan untuk mencapai suatu keberhasilan pada suatu program yang akan berdampak positif pada tingkat partisipasi peserta dalam suatu program. Maka dari itu, menarik untuk dilakukan kajian mengenai Bagaimana hubungan peran pendamping dengan partisipasi peserta dalam program simpan pinjam perempuan?

Pertanyaan Penelitian Pertanyaan penelitian dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana persepsi responden terhadap tingkat kemampuan pendamping dalam program Simpan Pinjam Khusus Perempuan ?

2. Bagaimana hubungan karakteristik individu dan karakteristik usaha responden peserta program SPP dengan presepsi responden terhadap tingkat kemampuan pendamping dalam program Simpan Pinjam Khusus Perempuan ?

3. Bagaimana hubungan antara presepsi responden terhadap tingkat kemampuan pendamping dengan tingkat partisipasi peserta program Simpan Pinjam Khusus Perempuan ?

Tujuan Penelitian Tujuan kajian ini adalah untuk :

1. Mendeskripsikan persepsi responden terhadap tingkat kemampuan pendamping dalam melaksanaan program Simpan Pinjam Khusus Perempuan.

2. Menganalisis hubungan karakteristik individu dan karakteristik usaha responden peserta program SPP dengan presepsi responden terhadap tingkat kemampuan pendamping dalam program Simpan Pinjam Khusus Perempuan.

(16)

Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi para pihak yang berminat maupun yang terkait dengan hubungan peran pendamping dengan partisipasi peserta dalam program simpan pinjam perempuan, khususnya kepada:

1. Bagi kalangan akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah penelitian mengenai peran pendamping dan partisipasi masyarakat dalam program pemberdayaan masyarakat. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi acuan atau literatur bagi akademisi yang ingin meneliti lebih jauh dari segi teoritis maupun segi praktis mengenai partisipasi masyarakat dalam suatu program.

2. Pemerintah untuk menjadi salah satu pertimbangan dalam perencanaan dan pelaksanaan program pendampingan guna meningkatkan partisipasi peserta dalam program pemberdayaan masyarakat.

(17)

PENDEKATAN TEORITIS

Tinjauan Pustaka

Pekerja Pengembangan Masyarakat atau Pendamping

Dalam suatu dimensi waktu tertentu, seorang pekerja pengembangan masyarakat dapat berperan sebagai enabler atau organizer atau educator (Nasdian 2014). Realita dalam masyarakat penggunaan istilah pendamping lebih populer dan mudah dimengerti oleh mereka, tetapi makna yang terkandung belum tentu dipahami oleh semua orang. Sebagai suatu kegiatan kolektif, pengembangan masyarakat melibatkan beberapa aktor, seperti pekerja sosial, masyarakat setempat, lembaga donor serta instansi terkait, yang saling berkerjasama mulai dari perancangan, pelaksanaan, sampai evaluasi terhadap program atau proyek tersebut (Suharto 2002). Dalam konteks ini, peran seorang pekerja pengembangan masyarakat seringkali diwujudkan dalam kapasitasnya sebagai pendamping. Tugas dari seorang pendamping dalam kegiatan pengembangan masyarakat sendiri adalah untuk mempengaruhi berbagai aktivitas yang dijalankan oleh pihak lain, dan bukan sekedar melaksanakan suatu kegiatan pengembangan masyarakat secara terpisah.

Dalam konteks Pengembangan Masyarakat, pendamping sosial berpusat pada tiga visi praktek pekerjaan sosial, yang dapat diringkas sebagai 3P, yaitu: pemungkin (enabe) pendukung (support) dan pelindung (protect). Merujuk pada Payne seperti dikutip Suharto (2002) prinsip utama pendamping sosial adalah “making the best of the client’s resources”. Oleh karena itu penting adanya untuk dipahami bahwa seorang pekerja pengembangan masyarakat ikut bertanggung jawab dalam hal mempersiapkan sarana menuju ke arah partisipasi masyarakat atau warga komunitas dalam rangka kegiatan pengembangan masyarakat. Pekerja pengembangan masyarakat ini pula berperanserta dan bekerja sebagai bagian dari suatu tim pengkajian yang terdiri dari berbagai pakar di berbagai bidang disiplin ilmu, bukan bekerja sendiri.

Peran Pendamping

Menurut Sumodiningrat (1999) seorang pendamping bertugas sebagai pemandu (fasilitator), penghubung (komunikator), penggerak (dinamisator), dalam pembentukan kelompok masyarakat (pokmas) IDT dan pembimbing pengembangan kegiatan usaha kelompok. Metode pendampingan diterapkan sesuai dengan kondisi dan situasi kelompok sasaran yang dihadapi. Fungsi pendamping sangat penting, terutama dalam melatih, menggerakkan dan mengarahkan kegiatan dalam kelompok sasaran.

(18)

kelompok; 2. Keberlanjutan; 3. Keswadayaan; 4. Kesatuan khalayak sasaran; 5. Penumbuhan saling percaya; 6. Prinsip pembelajaran bersinambung; dan 8. Pertimbangan keragaman potensi khalayak sasaran. Pada saat melakukan pendampingan sosial ada beberapa peran pekerjaan sosial (pendamping) dalam pembimbingan sosial. Mengacu pada Ife (2008), peran pendamping umumnya mencakup empat peran utama, yaitu : fasilitator, pendidik, perwakilan masyarakat, dan peran-peran teknis bagi masyarakat miskin yang didampinginya.

1. Fasilitator

Merupakan peran yang berkaitan dengan pemberian motivasi, kesempatan, dan dukungan bagi masyarakat. Beberapa tugas yang berkaitan dengan peran ini antara lain menjadi model, melakukan mediasi dan negosiasi, memberi dukungan, membangun konsensus bersama, serta melakukan pengorganisasian dan pemanfaatan sumber.

2. Pendidik

Pendamping berperan aktif sebagai agen yang memberi masukan positif dan direktif berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya serta bertukar gagasan dengan pengetahuan dan pengalaman masyarakat yang didampinginya. Membangkitkan kesadaran masyarakat, menyampaikan informasi, melakukan konfrontasi, menyelenggarakan pelatihan bagi masyarakat adalah beberapa tugas yang berkaitan dengan peran pendidik. 3. Perwakilan masyarakat

Peran ini dilakukan dalam kaitannya dengan interaksi antara pendamping dengan lembaga-lembaga eksternal atas nama dan demi kepentingan masyarakat dampingannya. Pekerja sosial dapat bertugas mencari sumber-sumber, melakukan pembelaan, menggunakan media, meningkatkan hubungan masyarakat, dan membangun jaringan kerja.

4. Peran-peran teknis

Mengacu pada aplikasi keterampilan yang bersifat praktis. Pendamping dituntut tidak hanya mampu menjadi ‘manajer perubahan” yang mengorganisasi kelompok, melainkan pula mampu melaksanakan tugas-tugas teknis sesuai dengan berbagai keterampilan dasar, seperti; melakukan analisis sosial, mengelola dinamika kelompok, menjalin relasi, bernegosiasi, berkomunikasi, memberi konsultasi, dan mencari serta mengatur sumber dana.

Terdapat berbagai macam peran pendamping yang ditemukan pada penelitian terdahulu. Peran pendamping yang ditemukan oleh Indraningsih et.al

(2010) antara lain sebagai motivator, dinamisator, fasilitator dan konsultan bagi petani. Selain itu peran lain adalah penyuluh pertanian harus dapat mendiagnosis permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh klien (petani), membangun dan memelihara hubungan dengan sistem klien (petani), memantapkan adopsi, serta mencegah penghentian adopsi. Penemuan lain yang ditemukan oleh

(19)

petani, 7. Mengembangkan dialog horizontal dengan petani (komunikasi dialogis) bukan komunikasi yang searah sebagai bawahan-atasan atau guru-murid (komunikasi monologis) dan tidak menggurui petani.

Penelitian lain oleh Ramadoan et.al (2013) mengungkapkan bahwa peran pendamping adalah sebagai analisator, stimulator, serta fasilitator. Penemuan lain yang dikemukakan oleh Baehaqi (2008) menyatakan bahwa peran pendamping terdiri dari 1. Fasilitator; 2. Inspirator; 3. Motivator; 4. Pendidik; 5. Perwakilan masyarakat; dan 6. Peran teknis lainnya. Terdapat pula hasil penelitian lain yaitu dari Kusuma (2013) bahwa peran pendamping selain menjadi fasilitator adalah sebagai pemungkin (enabler), penggerak (dinamisator), pemotivasi (motivator) dan juga mediator.

Peran lain juga ditemukan pada penelitian Iskandar (2013) yaitu sebagai 1. Kordinator dan sosialisasi; 2. Melakukan diskusi; 3. Menyusun rencana kerja pelaksanaan program; 4. Pelatihan teknis; 5. Dministrasi dan keuangan serta 6. Pelatihan keberlanjutan. Selain itu terdapat hasil penelitian lain dari Widyorini

et.al (2015) bahwa peran pendamping adalah bertugas melakukan 1. Sosialisasi; 2. Penyuluhan; 3. Pengujian produk; serta 4. Pelatihan dan praktek. Temuan lain dikemukakan oleh Susanto (2010) yang menyatakan bahwa peran pendamping antara lain sebagai 1. Mitra/teman; 2. Pengantar perubahan, 3. Pemberdaya, 5. Pemerhati dan reformis. Hal lain dikemukakan oleh Ariyanto (2001) bahwa peran pendamping dalam penelitian yang ia lakukan adalah untuk menjadi fasilitator dalam berbagai kegiatan pendampingan seperti dalam proses penandatanganan dokumen, serta bertugas untuk menggambarkan hasil-hasil dari proses pendampingan.

Partisipasi

Adalah untuk melihat sejauh mana implementasi dari program pengembangan masyarakat (Community Development) dalam kaitannya dengan partisipasi seluruh stakeholder yang pada akhirnya membawa dampak bagi berjalannya suatu program pengembangan masyarakat. Menurut Nasdian (2006), pemberdayaan merupakan jalan atau sarana menuju partisipasi. Sebelum mencapai tahap tersebut, dibutuhkan berbagai upaya pemberdayaan masyarakat. Nasdian (2006) mendefinisikan partisipasi sebagai proses aktif, inisiatif diambil oleh warga komunitas sendiri, dibimbing oleh cara berfikir mereka sendiri, dengan menggunakan sarana dan proses (lembaga dan mekanisme) dimana mereka dapat menegaskan kontrol secara efektif. Titik tolak dari partisipasi adalah memutuskan, bertindak, kemudian mereka merefleksikan tindakan tersebut sebagai subjek yang sadar.

(20)

Partisipasi pada dasarnya merupakan suatu bentuk keterlibatan dan keikutsertaan secara aktif dan sukarela, baik karena alasan-alasan dari dalam (intrinsik) maupun dari luar (ekstrinsik) dalam keseluruhan proses kegiatan yang bersangkutan (Mardikanto 2013). Partisipasi masyarakat adalah keterlibatan masyarakat dalam menentukan arah, strategi dalam kebijakan kegiatan, memikul beban dalam pelaksanaan kegiatan, dan memetik hasil dan manfaat kegiatan secara merata. Nasdian (2011) juga memaparkan bahwasanya partisipasi dalam pengembangan komunitas harus menciptakan peranserta yang maksimal dengan tujuan agar semua orang dalam masyarakat tersebut dapat dilibatkan secara aktif pada proses dan kegiatan masyarakat. Menurut (Cohen dan Uphoff seperti dikutip Astuti 2011) membagi partisipasi ke beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut:

1. Tahap pengambilan keputusan, yang diwujudkan dengan keikutsertaan masyarakat dalam pertemuan. Tahap pengambilan keputusan yang dimaksud disini yaitu pada perencanaan dan pelaksanaan suatu program. 2. Tahap pelaksanaan yang merupakan tahap terpenting dalam pembangunan,

sebab inti dari pembangunan adalah pelaksanaanya. Wujud nyata partisipasi pada tahap ini digolongkan menjadi tiga, yaitu partisipasi dalam bentuk pemikiran, materi, dan tindakan sebagai anggota proyek.

3. Tahap menikmati hasil, yang dapat dijadikan indikator keberhasilan partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan proyek. Selain itu, dengan melihat posisi masyarakat sebagai subjek pembangunan, maka semakin besar manfaat proyek dirasakan, berarti proyek tersebut berhasil mengenai sasaran.

4. Tahap evaluasi, dianggap penting sebab partisipasi masyarakat pada tahap ini merupakan umpan balik yang dapat memberi masukan demi perbaikan pelaksanaan proyek selanjutnya

(21)

No Tangga Tingkatan

Gambar 1 Matrik tingkat partisipasi masyarakat menurut tangga partisipasi Arnstein

Berikut penjelasan lebih lanjut mengenai delapan tangga (tingkat) partisipasi yang diungkapkan oleh Arnstein seperti dikutip Nasdian (2014) :

1. Manipulation (manipulasi). Pada tingkat ini, dengan mengatasnamakan partisipasi, masyarakat diikutkan sebagai ‘stempel karet’ dalam badan penasehat. Tujuannya adalah untuk dipakai sebagai formalitas semata dan untuk dimanfaatkan dukungannya. Tingkat ini bukanlah tingkat partisipasi masyarakat yang murni, karena telah diselewengkan dan dipakai sebagai alat publikasi oleh penguasa.

2. Therapy (Terapi). Pada tingkat terapi atau pengobatan ini, pemegang kekuasaan sama dengan ahli kesehatan jiwa. Mereka menganggap ketidakberdayaan sebagai penyakit mental. Dengan berpura - pura mengikutsertakan masyarakat dalam suatu perencanaan, mereka sebenarnya menganggap masyarakat sebagai sekelompok orang yang memerlukan pengobatan. Meskipun masyarakat dilibatkan dalam berbagai kegiatan namun pada dasarnya kegiatan tersebut bertujuan untuk menghilangkan lukanya dan bukannya menemukan penyebab lukanya.

(22)

langkah awal yang sangat penting dalam pelaksanaan partisipasi masyarakat. Namun seringkali pemberian informasi dari penguasa kepada masyarakat tersebut bersifat satu arah. Masyarakat tidak memiliki kesempatan untuk memberikan umpan balik dan tidak memiliki kekuatan untuk negosiasi. Apalagi ketika informasi disampaikan pada akhir perencanaan, masyarakat hanya memiliki sedikit kesempatan untuk mempengaruhi program. Komunikasi satu arah ini biasanya dengan menggunakan media pemberitahuan, pamflet dan poster.

4. Consultation (Konsultasi). Meminta pendapat masyarakat merupakan suatu langkah logis menuju partisipasi penuh. Namun konsultasi ini masih merupakan partisipasi semu karena tidak adda jaminan bahwa pendapat mereka akan diperhatikan. Cara yang sering digunakan dalam tingkat ini adalah jajak pendapat, pertemuan warga dan dengar pendapat. Jika pemegang kekuasaan membatasi usulan masyarakat, maka kegiatan tersebut hanyalah partisipasi palsu. Masyarakat pada dasarnya hanya dianggap sebagai abstraksi statistik, karena partisipasi mereka diukur dari frekuensi kehadiran dalam pertemuan, seberapa banyak brosur yang dibawa pulang dan juga seberapa banyak dari kuesioner dijawab.

5. Placation (Menenangkan). Pada tingkat ini masyarakat sudah memiliki beberapa pengaruh meskipun dalam beberapa hal pengaruh tersebut tiak memiliki jaminan akan diperhatikan. Masyarakat memang diperbolehkan untuk memberikan masukan atau mengusulkan rencana akan tetapi pemegang kekuasaanlah yang berwenang untuk menentukan. Salah satu strateginya adalah dengan memilih masyarakat miskin yang layak untuk dimasukkan ke dalam suatu lembaga. Jika mereka tidak bertanggung jawab dan jika pemegang kekuasaan memiliki mayoritas kursi, maka mereka akan dengan mudah dikalahkan dan diakali.

6. Partnership (Kemitraan). Pada tingkat ini kekuasaan disalurkan melalui negosiasi antara pemegang kekuasaan dan masyarakat. Mereka sepakat untuk sama – sama memikul tanggung jawab dalam perencanaan dan pengambilan keputusan. Aturan ditentukan melalui mekanisme take and give, sehingga diharapkan tidak mengalami perubahan secara sepihak. Kemitraan dapat berjalan efektif bila dalam masyarakat ada kekuasaan yang terorganisir, pemimpin bertanggung jawab, masyarakat mampu membayar honor yng cukup bagi pemimpinnya, serta adanya sumber dana untuk menyewa teknisi, pengacara dan organisator masyarakat. Dengan demikian masyarakat benar – benar memiliki posisi tawar menawar yang tinggi sehingga akan mampu mempengaruhi suatu perencanaan.

(23)

kekuasaan tidak perlu meresponnya, akan tetapi dengan mengadakan proses tawar menawar.

8. Citizen Control (kontrol warga negara). Pada tingkat ini masyarakat menginginkan adanya jaminan bahwa kewenangan untuk mengatur program atau kelembagaan diberikan kepada mereka, bertanggung jawab penuh terhadap kebijakan dan aspek – aspek manajerial dan bisa mengadakan negosiasi pabila ada pihak ketiga yang akan mengadakan perubahan. Dengan demikian, masyarakat dapat berhubungan langsung dengan sumber – sumber dana untuk memperoleh bantuan atau pinjaman tanpa melewati pihak ketiga.

Kedelapan tingkat partisipasi tersebut, dikelompokkan dalam tiga level yaitu, manipulasi dan terapi termasuk ke dalam level ‘Non-Partisipasi’, informasi, konsultasi, placation termasuk ke dalam level ‘Tokenisme’, dan kemitraan, delegasi kewenangan dan kontrol warga negara termasuk ke dalam ‘Citizen Power’.

Hubungan Peran Pendamping dan Partisipasi

Hubungan antara peran pendamping dan tingkat partisipasi dalam berbagai program pemberdayaan masyarakat seperti yang dikemukakan dalam penelitian Ramadon et.al (2013) bahwa peran pendamping yang dilakukan oleh Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat (PKSM) sebagai stimulator, telah mampu

menggerakkan petani untuk melaksanakan penanaman di lapangan tanpa membedakan status kepemilikan lahan yang dimiliki oleh petani. Hal tersebut menunjukkan bahwa penyuluh telah berhasil dalam menumbuhkan partisipasi dari peserta program pemberdayaan masyarakat dalam hal ini adalah petani.

Hubungan antara peran pendamping dan tingkat partisipasi juga dikemukakan oleh Baehaqi (2008) yang menyatakan bahwa pendamping sebgai pendidik telah mampu membangkitkan kesadaran masyarakat, dalam hal ini pula pendamping menyampaikan informasi, menyelenggarakan pelatihan bagi masyarakat serta bertukar gagasan dan pengetahuan dan pengalaman masyarakat yang didampinginya. Hal tersebut menunjukkan bahwa peran pendamping berhubungan dengan peranan pendamping sebagai pendidik, dalam hal ini pendamping telah mampu menumbuhkan partisipasi peserta dalam program pemberdayaan masyarakat untuk bersikap sadar dan bersedia aktif bertukar gagasan serta pengetahuan dan pengalaman peserta dalam pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat tersebut.

(24)

Terdapat hasil penelitian lain yang dikemukakan oleh Kusuma (2013) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan positif dari peran pendamping terhadap tingkat partisipasi peserta program Home Care dimana peserta dalam program di bawah binaan Home Care yang bekerjasama dengan pendamping dari dinas sosial, berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan pendampingan seperti dalam kegiatan senam, rekreasi, pengajian dan ceramah. Hasil penelitian lain oleh Widyorini et.al (2015) menyatakan bahwa peran dari pendamping yang dilakukan oleh tim hibah pengabdian masyarakat Fakultas Perikanan Universitas Diponegoro, ternyata berpengaruh positif terhadap tingkat partisipasi peserta.

Peserta dalam program pendampingan Kelompok Tani Karya Mina Mandiri aktif dalam mengikuti berbagai kegiatan seperti sosialisasi, penyuluhan, pelatihan dan praktek. Hasil penelitian lain yang dikemukakan oleh Ariyanto (2001) menyatakan bahwa hubungan dari peran pendamping yang dilakukan oleh Yayasan Sejati berdampak postif terhadap tingkat partisipasi masyarakat yang ditunjukkan oleh adanya perubahan keberdayaan masyarakat dampingan ke arah yang lebih baik / kemajuan.

Simpan Pinjam Khusus Perempuan (SPP)

Kegiatan SPP memberikan pinjaman kepada kelompok SPP yang memiliki usaha produktif minimal satu tahun (Lestarini 2013). Pinjaman dana SPP tersebut diharapkan dapat membantu RTM untuk mengembangkan usaha dan dapat meningkatkan pendapatan perempuan. Peningkatan pendapatan akan mempercepat pengentasan kemiskinan desa. Pendapatan masyarakat terlihat memiliki perbedaan secara signifikan sebelum dan sesudah mengambil kredit SPP (Lestarini 2011). Keuntungan dari program kredit SPP yaitu mendapatkan pinjaman tanpa agunan serta dana dapat cepat cair dan dapat langsung digunakan untuk kegiatan usaha. Kredit SPP ini membantu masyarakat untuk lebih mandiri dan mengembangkan potensi yang dimiliki (Lestarini 2013).

Simpan Pinjam Khusus Perempuan (SPP) merupakan penyaluran dana pinjaman bergulir bagi kelompok perempuan dalam skala mikro (mikro finance). Dana yang dialokasikan untuk kegiatan SPP yaitu 25 persen dari total dana Bantuan Langsung Tunai (BLM) per kecamatan. Secara umum kegiatan SPP bertujuan untuk mengembangkan potensi kegiatan simpan pinjam perdesaan, kemudahan akses pendanaan usaha skala mikro, pemenuhan kebutuhan pendanaan sosial dasar, dan memperkuat kelembagaan kegiatan kaum perempuan serta mendorong pengurangan rumah tangga miskin dan menciptakan lapangan kerja.

(25)

Dana bergulir dalam SPP diperoleh dari pengelolaan Unit Pelayanan Kegiatan (UPK) sesuai mekanisme ketentuan Badan Kerja sama Antar Desa (BKAD) atau Musyawarah Antar Desa (MAD) yang mengacu tujuan dan prinsip program. Pengurus UPK harus merupakan masyarakat yang dipilih dan terlibat secara langsung bertanggung jawab dalam pelaksanaan operasional sehari-hari. UPK berkewajiban mendorong kelompok dalam kemanfaatan dana program. Selain itu juga terdapat fasilitator kecamatan yang berkewajiban memfasilitasi kelompok dalam mengembangkan usaha yang dijalankan untuk mencapai tujuan program yaitu kemandirian ekonom dan peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin (Hamdi 2011).

Ketentuan dasar dalam kegiatan Simpan Pinjam Khusus Perempuan adalah kemudahan, terlembagakan, keberdayaan, pengembangan, dan akuntabilitas. Kemudahan artinya masyarakat miskin dengan mudah dan cepat mendapatkan pelayanan pendanaan kebutuhan tanpa syarat agunan. Terlembagakan artinya dana kegiatan SPP disalurkan melalui kelompok yang sudah mempunyai tata cara dan prosedur yang baku dalam pengelolaan simpanan dan pengelolaan pinjaman. Keberdayaan artinya proses pengelolaan didasari oleh keputusan yang profesional oleh kaum perempuan dengan mempertimbangkan pelestarian dan pengembangan dana bergulir guna meningkatkan kesejahteraan. Pengembangan artinya keputusan pendanaan harus berorientasi pada peningkatan pendapatan sehingga meningkatkan pertumbuhan aktivitas ekonomi masyarakat perdesaan. Akuntabilitas artinya dalam melakukan pengelolaan dana bergulir harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat (Hamdi 2011).

Kriteria kelompok perempuan yang mendapat pinjaman dana yaitu: (1) kelompok yang dikelola dan anggota perempuan satu sama lain saling mengenal, memiliki kegiatan tertentu dan pertemuan rutin yang sudah berjalan sekurang-kurangnya satu tahun, (2) mempunyai kegiatan simpan pinjam pada kelompok masih berlangsung dengan baik, (3) mempunyai modal dan simpanan dari anggota sebagai sumber dana pinjaman yang diberikan kepada anggota; (4) kegiatan pinjaman pada kelompok masih berlangsung dengan baik; (5) mempunyai organisasi kelompok dan administrasi secara sederhana.

Tahapan seleksi di tingkat desa untuk memilih kelompok SPP: (1) penentuan usulan desa untuk kegiatan SPP melalui keputusan Musyawarah Khusus Perempuan (MKP). Hasil keputusan dalam MKP merupakan usulan desa untuk kegiatan SPP; (2) hasil keputusan diajukan berdasarkan seluruh kelompok yang diusulkan dalam paket usulan desa; (3) penulisan usulan kelompok adalah tahapan yang menghasilkan proposal kelompok yang akan dikompetisikan di tingkat kecamatan. Sedangkan, syarat penulisan usulan SPP harus memuat beberapa hal sebagai berikut: (1) mendeskripsikan kondisi kelompok SPP; (2) gambaran kegiatan dan rencana yang menjelaskan kondisi anggota, kondisi permodalan, kualitas pinjaman, kondisi operasional, rencana usaha dalam satu tahun yang akan datang, dan perhitungan rencana kebutuhan dana; (3) daftar calon pemanfaat untuk dana yang diusulkan dilengkapi dengan peta sosial dan peta rumah tangga miskin.

(26)

berdasarkan bunga pasar untuk pinjaman pada lembaga keuangan pada wilayah masing-masing. Sistem perhitungan pinjaman menurun atau tetap; (2) jangka waktu pinjaman sumber dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) maksimal 12 bulan; (3) jadwal angsuran dana BLM paling tidak diangsur tiga kali angsuran dalam 12 bulan dengan memperlihatkan siklus usaha baik pada tingkat pemanfaat maupun tingkat kelompok; (4) angsuran langsung dari kelompok ke Unit Pelayanan Kegiatan (UPK) (Cahyani 2011).

Karakteristik Individu

Salah satu faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam suatu program pemberdayaan adalah karakteristik individu yang meliputi :

1. Usia

Menurut Sudjarwo seperti dikutip Sutardji (2009) tingkat kematangan seseorang yang terjadi sebagai hasil dari perkembangan mental dan emosional serta pertumbuhan fisik dalam kurun waktu tertentu.

2. Tingkat pendidikan

Sutardji (2009) menyatakan bahwa pada umumnya tingkat pendidikan seseorang sangat berpengaruh terhadap besar kecilnya pendapatan yang diperoleh. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin tinggi peluang kerja serta semakin tinggi pendapatan dan status sosialnya.

3. Tingkat pendapatan

Hendrik (2011) menyatakan bahwa tingkat pendapatan adalah penerimaan atau penghasilan yang diterima dalam bentuk uang yang berasal dari usaha maupun di luar usaha dalam kurun waktu satu bulan.

4. Lamanya menjadi anggota

Lama responden menjadi anggota pada suatu program dihitung dalam satuan waktu (tahun).

Pengembangan Masyarakat

Suatu metode atau pendekatan pembangunan yang menekankan adanya partisipasi dan keterlibatan langsung penduduk dalam proses pembangunan, dimana semua usaha swadaya masyarakat disinergikan dengan usaha-usaha pemerintah setempat dan stakeholders lainnya untuk meningkatkan taraf hidup, dengan sebesar mungkin ketergantungan pada inisiatif penduduk sendiri, serta pelayanan teknis sehingga proses pembangunan berjalan efektif. Berikut merupaka lima pilar dalam pengembangan masyarakat menurut Lubis dalam Nasdian (2010) :

(27)

1. Advokasi merupakan upaya untuk mengubah atau mempengaruhi perilaku penentu kebijaksanaan agar berpihak pada kepentingan publik melalui penyampaian pesan-pesan yang didasarkan pada argumentasi yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah, legal, dan moral. Melalui kegiatan advokasi dilakukan identifikasi dan pelibatkan semua sektor di berbagai level untuk mendukung program.

2. Pengorganisasian komunitas, dalam hal ini masyarakat mempunyai arena untuk mendiskusikan dan mengambil keputusan atas masalah di sekitarnya. Bila terorganisir, masyarakat juga akan mampu menemukan sumber daya yang dapat mereka manfaatkan. Biasanya, dalam pengembangan masyarakat, dibentuk kelompok-kelompok sebagai wadah refleksi dan aksi bersama anggota komunitas. Pengorganisasian ini bisa dibentuk berjenjang: di tingkat komunitas, antar komunitas di tingkat desa, antar desa di tingkat kecamatan dan seterusnya sampai ke tingkat nasional bahkan regional.

3. Pengembangan jejaring merupakan bentuk untuk menjalin kerjasama dengan pihak lain (individu, kelompok, dan atauorganisasi) agar bersama-sama saling mendukung untuk mencapai tujuan. Jaringan dan saling percaya (trust) merupakan salah satu unsur penting dari kapital sosial, sehingga menjadi komponen penting dalam pengembangan masyarakat. Pada komuntas yang mempunyai jaringan yang baik, sumberdaya yang ada pada seluruh kompenen komunitas dan komponen lain yang terbangun dalam jaringan akan dapat dimanfaatkan bersama-sama.

4. Pengembangan kapasitas untuk meningkatkan kemampuan masyarakat di segala bidang (termasuk untuk advokasi, mengorganisir diri sendiri, dan mengembangkan jaringan). Peningkatan kemampuan individu mencakup perubahan dalam hal pengetahuan, sikap, dan keterampilan; peningkatan kemampuan kelembagaan meliputi perbaikan organisasi dan manajemen, keuangan, dan budaya organisasi; peningkatan kemampuan masyarakat mencakup kemandirian, keswadayaan, dan kemampuan mengantisipasi perubahan.

(28)

Kerangka Pemikiran

Peran pendamping adalah sebagai pelaksana langsung dari berjalannya suatu program pemberdayaan masyarakat dan membantu pelaksanaan di tingkat provinsi/ kabupaten / kota dalam berbagai kegiatan, antara lain: melaksanakan pengamatan, mencatat, dan melaporkan perkembangan penanganan mengenai pelaksana suatu program pemberdayaan masyarakat di dalam suatu komunitas.

Pendamping yang handal dan berkualitas dalam program pemberdayaan masyarakat adalah orang yang memiliki kemampuan tinggi di dalam memposisikan masyarakat selaku subyek yang unik, memiliki kebutuhan-kebutuhan yang mudah terungkap maupun tidak mudah terungkap.

Karakteristik individu peserta program SPP berhubungan dengan persepsinya terhadap tingkat kemampuan pendamping. Karakteristik individu ini terdiri dari usia, tingkat pendidikan, lama menjadi anggota, serta tingkat pendapatan. Usia berhubungan dengan persepsi responden terhadap tingkat kemampuan pendamping, karena semakin tinggi usia responden semakin matang pula cara ia berfikir sehingga mampu memberikan penilaian yang lebih efisien dan efektif.

Tingkat pendidikan beruhubungan dengan persepsi responden terhadap tingkat kemampuan pendamping. Dalam hal ini semakin tinggi pendidikan responden maka semakin efektif ia dalam menilai tingkat kemampuan pendamping, karena responden dengan tingkat pendidikan tinggi relatif lebih memiliki pengetahuan dan wawasan yang lebih luas. Selain itu, lamanya menjadi anggota juga berhubungan dengan persepsi responden terhadap tingkat kemampuan pendamping karena semakin lama responden bergabung atau menjadi anggota program SPP maka semakin dalam pengetahuannya tentang kemampuan pendamping.

Tingkat pendapatan berhubungan pula dengan persepsi responden terhadap tingkat kemampuan pendamping, karena semakin rendah tingkat pendapatan responden maka semakin tinggi persepsinya terhadap tingkat kemapuan pendamping. Artinya, responden dengan pendapatan pada tingkat rendah lebih mengharapkan kemampuan pendamping yang tinggi agar dapat membantu mereka dengan maksimal. Selain itu karakteristik usaha berhubungan pula dengan persepsi responden terhadap tingkat kemampuan pendamping, karena semakin kecil karakteristik usaha responden maka semakin tinggi persepsi responden terhadap tingkat kemampuan pendamping.

(29)

Peran pendamping sebagai pendidik berhubungan dengan tingkat partisipasi yang bisa ditinjau dari peranan pendamping sebagai agen yang mampu memberikan pelatihan dan juga pengetahuan kepada peserta program SPP yang sesuai dengan kebutuhan peserta, sehingga mampu meningkatkan partisipasi peserta dalam program SPP. Selain itu peran perwakilan masyarakat juga berhubungan dengan tingkat partisipasi, hal ini bisa ditinjau dari peran pendamping yang bertindak untuk mewakili masyarakat kepada Pemerintah Daerah untuk menyampaikan suaranya tentang kebutuhan mereka.

Peran teknis pendamping memiliki hubungan pula dengan tingkat partisipasi peserta program SPP, hal ini karena teknik-teknik yang khas yang dimiliki oleh seorang pendamping terutama untuk melakukan need assesment seperti: penguasaan komputer, kemampuan menyampaikan informasi dan data, kemampuan mengelola program, dan pengawasan keuangan program SPP akan dapat membantu peserta program SPP menjadi lebih mudah dalam mengakses data dan informasi sehingga tingkat partisipasi peserta program SPP menjadi lebih baik dan meningkat. Bila peran pendamping tersebut berjalan secara efektif dan efisien maka pendamping akan mampu mendorong tingkat partisipasi dalam suatu program pemberdayaan masyarakat menjadi semakin partisipatif.

Tingkatan partisipasi yang dipilih mengacu pada Arnstein (2007) yang mengelompokkan dalam tiga level yaitu, manipulasi dan terapi termasuk ke dalam level ‘Non-Partisipasi’, informasi, konsultasi, placation termasuk ke dalam level ‘Tokenisme’, dan kemitraan, delegasi kewenangan dan kontrol warga negara termasuk ke dalam ‘Citizen Power’.

Keterangan :

: berhubungan

Gambar 3 Bagan Kerangka Pemikiran

(30)

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis penelitian yang muncul adalah sebagai berikut:

1. Terdapat hubungan antara usia dengan persepsi responden terhadap tingkat kemampuan pendamping dalam program SPP.

2. Terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan persepsi responden terhadap tingkat kemampuan pendamping dalam program SPP.

3. Terdapat hubungan antara lama menjadi anggota dengan persepsi responden terhadap tingkat kemampuan pendamping dalam program SPP. 4. Terdapat hubungan antara tingkat pendapatan responden sebelum

bergabung dengan program dengan persepsi responden terhadap tingkat kemampuan pendamping dalam program SPP.

5. Terdapat hubungan antara tingkat pendapatan responden setelah bergabung dengan program dengan persepsi responden terhadap tingkat kemampuan pendamping dalam program SPP.

6. Terdapat hubungan antara karakteristik usaha dengan persepsi responden terhadap tingkat kemampuan pendamping dalam SPP.

(31)

PENDEKATAN LAPANGAN

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Desa Tambakboyo Kecamatan Pedan Kabupaten Klaten Jawa Tengah. Lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive), tepatnya di kelompok Simpan Pinjam Khusus Perempuan di beberapa Dusun yaitu Dusun Sosutan, Dusun Mranggen, Dusun Tamengbayan, Dusun Ngemplak, Dusun Kajan, Dusun Santan, Dusun Jobodan, Dusun Combongan, Dusun Tegalrejo dan Dusun Priyan Desa Tambakboyo Kecamatan Pedan. Program Simpan Pinjam Khusus Perempuan yang telah bergulir di Desa Tambakboyo ini telah berjalan selama kurang lebih sembilan tahun dari mulai tahun 2007 silam hingga sekarang. Dalam bergulirnya program Simpan Pinjam Khusus Perempuan di Desa Tambakboyo, terdapat empat pendamping program yang aktif memfasilitasi peserta selama bergulirnya program. Homogenitas atau persamaan ciri-ciri sosial dan psikologis seperti bahasa, kepercayaan, adat-istiadat masih terjalin kuat pada masyarakat di Desa Tambakboyo ini. Oleh karena itu, lokasi ini dianggap representatif untuk mempelajari peran pendamping dan partisipasi peserta dalam program Simpan Pinjam Khusus Perempuan. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive (sengaja). Alasan memilih lokasi tersebut dikarenakan:

1. Desa Tambakboyo memiliki jumlah peserta yang paling banyak pada program SPP di wilayah Kecamatan Pedan Kabupaten Klaten yaitu 119 peserta, sehingga jumlah anggota yang paling banyak ini merupakan salah satu indikasi tingkat partisipasi yang aktif dari peserta.

2. Desa Tambakboyo merupakan kelompok SPP yang paling aktif di Kecamatan Pedan dengan total jumlah kelompok adalah 13 kelompok . 3. Lokasi dipilih untuk melihat sejauh mana hubungan peran pendamping

dengan partisipasi peserta pada program Simpan Pinjam Khusus Perempuan (SPP).

Teknik Pengumpulan Data

(32)

pendamping dan tingkat partisipasi peserta program Simpan Pinjam Khusus Perempuan.

Jenis data dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari informan atau responden melalui metode wawancara dengan menggunakan kuesioner. Sedangkan, data sekunder, adalah data yang diperoleh dari dokumen-dokumen tertulis di kantor pemerintahan seperti profil Desa Tambakboyo, buku seperti buku Potensi Desa Tambakboyo, serta internet seperti peta Desa Tambakboyo serta profil UPK Kecamatan Pedan. Dokumen-dokumen tersebut meliputi Profil Desa Tambakboyo 2015, Kecamatan Pedan dalam Angka 2015, serta data mengenai Profil Program Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) di Kecamatan Pedan dan khususnya di Desa Tambakboyo Kecamatan Pedan Kabupaten Klaten. Sebelum digunakan, kuesioner telah diuji validitasnya terlebih dahulu dengan ketentuan nilai alpha >0.50. Serta telah dilakukan uji reliabilitas terhadap kuesioner sebagai instrumen pengumpulan data kuantitatif dengan 10 kuesioner kepada peserta program SPP di tempat lain atau kelompok SPP lain dengan karakteristik yang setara. Uji reliabelitas dilakukan dengan cara menguji data dari 10 kuesioner yang telah diberikan kepada kelompok yang dijadikan sample kemudian data diolah menggunakan SPSS for windows 19.0. Hasil Cronbach’s Alpha adalah 0.650, hasil tersebut telah memenuhi syarat dan sudah reliabel karna nilai Alpha > 0.50 .

Teknik Pemilihan Responden dan Informan

Sumber data dalam penelitian ini adalah responden dan informan. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh anggota program Simpan Pinjam Khusus Perempuan di Desa Tambakboyo, Kecamatan Pedan yang berjumlah 119 orang. Populasi ini diperoleh secara purposive berdasarkan data yang dimiliki Unit Pelayanan Kegiatan (UPK) Kecamatan Pedan Kabupaten Klaten. Jumlah sampel ditentukan menggunakan rumus Slovin, didapatkan sebanyak 54 responden selaku peserta program SPP. Unit analisis yang diteliti adalah individu yakni peserta program SPP. Berikut adalah perhitungan rumus Slovin:

� = �

+ ��2= + . 2= . = . ≈ Keterangan:

N: jumlah populasi e: batas toleransi kesalahan (eror tolerance) n: jumlah sample

(33)

sampling) yang memungkinkan perolehan data dari satu informan ke informan lainnya.

Pencarian informan berhenti apabila tambahan informan tidak lagi menghasilkan pengetahuan baru atau sudah berada pada titik jenuh. Responden diwawancarai sesuai dengan kuesioner yang telah disusun. Data seluruh peserta program didapatkan dari data yang dimiliki oleh UPK Kecamatan Pedan. Adapun informan dipilih dalam penelitian ini berdasarkan kepemilikan informasi yang mendalam mengenai peran pendamping dan partisipasi masyarakat setempat.Informan juga dikatakan sebagai pihak yang dapat mendukung keberlangsungan informasi penelitian secara lancar. Informan dalam penelitian ini adalah Dewi selaku ketua UPK Kecamatan Pedan, Anik selaku bendahara UPK Kecamatan Pedan, Rosyid selaku sekretaris UPK Kecamatan Pedan, serta Teddy selaku staff UPK Kecamatan Pedan. Selain itu terdapat pula dari tokoh masyarakat yakni Dodik selaku perangkat desa bagian Kaur Pemerintahan, Evelyn, dan Yanto.

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Penelitian mengenai peran pendamping dan tingkat partisipasi peserta dalam program SPP ini merupakan penelitian kuantitatif yang didukung dengan data kualitatif untuk memperkaya data dan informasi yang diperoleh serta untuk membangun kuesioner. Singarimbu (2012) menyatakan bahwa usaha penambahan informasi kualitatif pada data kuantitatif bermanfaat untuk memperkaya data dan lebih memahami fenomena sosial yang diteliti.

Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan mengumpulkan data menggunakan kuesioner, sedangkan untuk data kualitatif dilakukan dengan cara wawancara kepada informan untuk mengetahui persepsi terhadap peran pendamping, dan tingkat partisipasi peserta. Hasil wawancara mendalam telah dicatat dalam catatan tematik (Lampiran 6). Penelitian ini mempunyai dua jenis data yang akan diolah, yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Setelah seluruh data terkumpul dilakukan pengolahan data secara kuantitatif, yaitu menggunakan tabel frekuensi, tabulasi silang, dan analisis statistik uji korelasi. Data tersebut diolah menggunakan software Microsoft Excel 2007 dan SPSS (Statistical Program for Social Sciences) for Windows versi 19.0.

Pengolahan data kuantitaif dilakukan dengan menggunakan uji korelasi

Rank Spearman untuk melihat hubungan antar variabel dari data yang bersifat ordinal seperti hubungan antara karakteristik individu dengan persepsi responden terhadap tingkat kemampuan pendamping (Lampiran 8), hubungan karakteristik usaha dengan persepsi responden terhadap tingkat kemampuan pendamping, serta hubungan persepsi responden terhadap tingkat kemampuan pendamping dan tingkat partisipasi peserta dalam program Simpan Pinjam Khusus Perempuan. Cara yang dilakukan adalah menjumlahkan skor item-item pada setiap variabel untuk mendapatkan skor total variabel. Lalu, lakukan rangking skor total x (rx) dan ranking skor total y (ry). Perhitungan data dilakukan menggunakan Microsoft Excel. Setelah data dihitung dalam tabel, masukkan ke dalam rumus uji korelasi

Rank Spearman.

(34)

diambil dari perbandingan tersebut, jika nilai signifikan< rs tabel, H0 ditolak dan H1 diterima begitupun sebaliknya. Artinya, terdapat hubungan antara variabel x dengan y.

Data kualitatif dianalisis melalui tiga tahap, yaitu reduksi data, penyajian data, dan verifikasi. Pertama ialah proses reduksi data dimulai dari proses pemilihan data yang sesuai kebutuhan variabel-variabel penelitian dengan apa yang telah dicatat dalam catatan lapangan, penyederhanaan, hingga transformasi data hasil wawancara mendalam, membuat catatan transkripsi proses pertemuan, dan studi dokumen yang diperoleh di lapang. Tujuan dari reduksi data ini ialah untuk mempertajam, menggolongkan, dan membuang data yang tidak perlu. Kedua ialah penyajian data dengan menyusun segala informasi dan data yang diperoleh menjadi rangkaian kata yang mudah dibaca ke dalam sebuah laporan. Penyajian data berupa narasi, diagram, dan matriks. Verifikasi adalah langkah terakhir yang merupakan penarikan kesimpulan dari hasil yang telah diolah pada tahap reduksi. Verifikasi dilakukan dengan mendiskusikan hasil olahan data kepada dosen pembimbing.

Data kualitatif diperoleh melalui metode wawancara mendalam dengan menggunakan panduan pertanyaan wawancara kepada informan, observasi terhadap kegiatan rutin SPP dan studi dokumentasi terkait. Teknik wawancara mendalam dilakukan untuk menelusuri hubungan yang terjadi antara peranan pendamping dengan tingkat partisipasi peserta dalam program terkait, selain hal tersebut teknik wawancara mendalam ini juga dilakukan untuk menelusuri sejarah dari berbagai informasi seperti profil UPK selaku pendamping, profil SPP, mekanisme kerja program SPP, hambatan yang dialami dalam berjalannya program SPP serta pendapat tokoh masyarakt mengenai program SPP ini.

Definisi Operasional

Penelitian ini menggunakan beberapa variabel yang terbagi menjadi beberapa indikator. Masing-masing variabel dan indikator terlebih dahulu diberi batasan sehingga dapat ditentukan skala pengukurannya. Variabel-variabel tersebut dijelaskan sebagai berikut:

A. Karakteristik Individu :adalah faktor-faktor yang terdapat dalam individu responden yang dapat memotivasi diri atau merupakan dorongan dalam diri untuk ikut berpartisipasi dalam program simpan pinjam khusus perempuan. Dalam karakteristik individu ini terdiri dari beberapa variabel antara lain usia, tingkat pendidikan, tingkat lamanya bergabung menjadi anggota SPP, serta tingkat pendapatan.

B. Karakteristik Usaha : kegiatan utama yang dilakukan responden untuk mencari nafkah/ pendapatan/ menjalani kehidupan sehari-hari. Karakteristik usaha akan dibagi menjadi dua yaitu menurut jenis dan ukuran. Data ini diperoleh secara emik atas dasar wawancara terhadap pendamping yaitu Unit Pelayanan Kegiatan (UPK) Kecamatan Pedan Kabupaten Klaten.

(35)

peran pendamping ini berasal dari akumulatif tingkat kemampuan fasilitator, tingkat kemampuan pendidik, tingkat kemampuan perwakilan masyarakat dan tingkat kemampuan peran-peran teknis. Di mana :

Rendah : Skor 4-6

Sedang : Skor 7-9

Tinggi : Skor 10-12

D. Partisipasi : keikutsertaan peserta program SPP dalam setiap kegiatan program mulai dari perencanaan, pelaksanaan, serta evaluasi kegiatan SPP. Partisipasi anggota dala program SPP ini dapat diukur menggunakan tingkatan partisipasi menurut Arnstein (2007), dalam teorinya Arnstein memiliki tahapan untuk mengkategorikan tingkatan sejauh mana seorang dikatakan berpartisipasi. Hal tersebut terbagi ke dalam delapan tangga partisipasi, yaitu manipulation, therapy,

informing, consultation, placation, partnership, delegated power, dan

citizen control. Kedelapan tangga tersebut dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu non-partisipasi (manipulation dan therapy), tokenisme (informing, consultation, dan placation), serta kontrol masyaraka (partnership , citizen control). Setiap variabel diberikan dua pilihan jawaban yaitu Ya dan Tidak. Gambaran tentang masyarakat yang berada pada level partisipasi dapat dikategorikan berdasarkan skornya sebagai berikut:

(36)

Tabel 1 Definisi Operasional

No Variable Definisi Operasional Indikator Jenis Data

a. Usia Selisih antara tahun responden dilahirkan hingga tahun pada saat penelitian dilaksanakan. Usia responden akan dibulatkan ke bawah sebelum ulang tahun terakhir. Penggolongan usia akan dihitung dengan menggunakan rumus standar deviasi berdasarkan data penelitian di lapang sebagai

Jenis pendidikan sekolah tertinggi yang pernah diikuti oleh responden. Tidak Sekolah, tidak tamat SD, tamat SD /MA/Sederajat

(37)

Maka setelah dihitung hasil dari

Total penghasilan yang diperoleh

responden dari mata

pencahariannya. Dalam penelitin ini terdapat tingkat pendapatan sebelum bergabung dengan adalah tingkat pendapatan sebelum bergabung dengan program :

(38)

a. Petani/ Peternak

Petani dan peternak digolongkan dalam karakteristik usaha yang berhubungan dengan kegiatan pertanian dalam arti luas, yaitu menanam padi/ tanaman palawija dan tanaman sejenisnya sedangkan peternak merupakan jenis usaha yang berhubungan dengan

memelihara dan

mengembangbiakkan hewan ternak (sapi, kambing, ayam, kelinci, burung, dll) yang dijadikan kegiatan untuk mencari nafkah/ pendapatan/ menjalani kehidupan sehari-hari.

 Kecil = 1

 Sedang = 2

Ordinal

b. Jasa Jenis usaha yang berhubungan dengan kegiatan menjual keahlian, kemampuan fisik dan juga ketrampilan yang dijadikan kegiatan untuk mencari nafkah/ pendapatan/ menjalani kehidupan sehari-hari. untuk mencari nafkah/ pendapatan/ menjalani kehidupan sehari-hari. secara mandiri, yang diperjual-belikan, kemudian dijadikan kegiatan untuk mencari nafkah/ pendapatan/ menjalani kehidupan dijadikan kegiatan untuk mencari nafkah/ pendapatan/ menjalani kehidupan sehari-hari.

 Kecil = 1

 Sedang = 2

(39)

a. Tingkat Kemampuan Memfasilitasi

Pendamping yang memiliki peranan yang berkaitan dengan

pemberian motivasi,

kesempatan bagi masyarakat. Beberapa tugas yang berkaitan dengan peran ini antara lain informasi kepada anggota SPP,

memberikan pelatihan

berdasarkan topik yang sesuai dengan kebutuhan anggota

(40)

a. Tingkat Non- Partisipasi

Pada level ini peserta berada pada tingkatan manipulation dan

theraphy, merupakan tingkat dimana peserta belum berpartisipasi seutuhnya.

 Ya = 2

 Tidak = 1

Ordinal

b. Tingkat Tokenisme

Pada level ini peserta berada pada tingkatan informing,

consultation, dan placation

merupakan derajat partisipasi peserta mulai terlibat dan berperan dalam program.

 Ya = 2

 Tidak = 1

Ordinal

c. Tingkat

Citizen Control

Pada level ini peserta berada pada tingkatan partnership,

delegated power, dan citizen control, merupakan tingkat partisipasi dimana peserta mencapai tingkatan partisipasi tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa peserta memiliki kedudukan untuk mengontrol program.

 Ya = 2

 Tidak = 1

(41)

GAMBARAN UMUM DESA TAMBAKBOYO

Kondisi Geografis dan Kondisi Alam

Desa Tambakboyo merupakan salah satu desa yang termasuk dalam wilayah administratif Kecamatan Pedan, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah. Desa Tambakboyo terdiri dari sepuluh dusun yang letaknya saling berdekatan, yaitu Dusun Sosutan, Dusun Mranggen, Dusun Tamengbayan, Dusun Ngemplak, Dusun Kajan, Dusun Santan, Dusun Jobodan, Dusun Combongan, Dusun Tegalrejo dan Dusun Priyan, serta terdiri dari 11 RW dan 35 RT. Secara geografis, Desa Tambakboyo berbatasan langsung dengan Desa Kedungan Kecamatan Pedan di sebelah utara, Desa Bendo Kecamatan Pedan di sebelah selatan, Desa Sobayan Kecamatan Pedan di sebelah timur serta Desa Jambu Kidul Kecamatan Ceper di sebelah barat.

Perjalanan menuju Desa Tambakboyo dapat ditempuh dengan perjalanan darat menggunakan kendaraan bermotor maupun kendaraan non bermotor seperti sepeda kayuh, becak dan lain-lain. Jarak tempuh dari ibu kota kecamatan menuju desa adalah sekitar 0.5 kilometer dengan waktu tempuh kurang lebih 5 menit. Jarak dari ibu kota kabupaten sendiri sekitar 15 kilometer dengan waktu tempuh kurang lebih 25 menit menggunakan kendaraan bermotor. Terdapat kendaraan umum yaitu bus kota yang melintas jalan utama di desa tersebut dengan rute kota kabupaten Klaten - Ceper - Pedan - Cawas - Semin yang dapat digunakan pula untuk menuju kota kabupaten oleh masyarakat di Desa Tambakboyo. Jarak dari ibu kota Provinsi Jawa Tengah menuju Desa Tambakboyo sendiri adalah sekitar 110 kilometer dengan waktu tempuh kurang lebih 2-3 jam dengan kendaraan bermotor dan 12jam dengan kendaranan non bermotor.

Luas Desa Tambakboyo kurang lebih 88.05 ha, yang terbagi atas dua lahan yaitu lahan sawah 41.81 ha serta bukan lahan sawah 46,08 ha. Luas lahan bukan sawah ini terbagi kembali menjadi bangunan halaman seluas 37.59 ha, tegal, kebon, dan ladang seluas 0.58 ha serta tanah lainnya seluas 7.91. Sedangkan untuk lahan sawah dibagi menurut jenis pengairannya (irigasi) yaitu secara teknis 40.8 ha, dan ½ teknis seluas 10.00 ha. Ketinggian wilayah Desa Tambakboyo sendiri yaitu sekitar 100-500 meter di atas permukaan laut (mdpl). Suhu rata-rata harian di Desa Tambakboyo adalah 320C dan jumlah bulan hujan yaitu 6 bulan. (Profil Desa Tambakboyo 2015).

Penduduk dan Mata Pencaharian

Gambar

Gambar 1 Matrik tingkat partisipasi masyarakat menurut tangga partisipasi
Gambar 2 Lima pilar dalam pengembangan masyarakat
Gambar 3 Bagan Kerangka Pemikiran
Tabel 1 Definisi Operasional
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ketentuan ini harus dilaksanakan oleh seorang suami apabila hendak tetap melanjutkan perceraian karena ini merupakan konsekuensi yang harus mereka terima

Proporsi biaya tenaga kerja dan sewa lahan usahatani tebu di lahan sawah dan tegalan di Jawa Timur mencapai sekitar 70 persen terhadap total biaya usahatani tebu, Sewa lahan

Setelah nilai t diketahui, kemudian akan diinterpretasikan dengan identifikasi bahwa apabila nilai t yang diperoleh dari hasil observasi sama atau lebih besar

Penelitian ini difokuskan dalam mengkaji praktik bimbingan konseling dalam persiapan Ujian Nasional dan hasil dari bimbingan konseling di MTs NU 06 Sunan Abinawa Kendal

Abdurrahman Khudlori yang diterapkan melalui pengembangan Pondok Pesantren Asrama Perguruan Islam, sedikit demi sedikit minat dan kesadaran masyarakat akan arti

Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu, apakah faktor latar belakang pendidikan, faktor jenjang

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan aktivitas belajar peserta didik kelas V Sekolah Dasar Negeri 24 Kopiang dalam pembelajaran IPA pada

Hasil penelitian diharapkan dapat berguna bagi seluruh pihak yang berkepentingan khususnya yang terkait dengan pengaruh rasio keuangan (PER, DER, EPS, ROA, CR, dan