• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINGKAT PARTISIPASI PESERTA DAN HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT KEMAMPUAN PENDAMPING

Tingkat Partisipasi Peserta

Salah satu fungsi dari pendamping program Simpan Pinjam Khusus Perempuan (SPP) ini adalah untuk meningkatkan keikutsertaan anggota program Simpan Pinjam Khusus Perempuan dan agar anggota mampu terlibat aktif dalam program ini. Proses pendampingan yang dilakukan oleh UPK selalu pendamping dalam program ini bertujuan untuk melakukan fungsi memfasilitasi, mendidik, menjadi perwakilan masyarakat dan melakukan peran teknis lain dalam rangka meningkatkan partisipasi anggota menjadi lebih baik. Hal tersebut dilakukan agar program Simpan Pinjam Khusus Perempuan ini dapat berjalan sesuai dengan tujuannya dan juga sesuai dengan kesepakatan yang ada.

Menurut Arnstein (2007) partisipasi masyarakat identik dengan kekuasaan masyarakat (citizen partisipation is citizen power). Tingkat partisipasi terbagi menjadi delapan tingkatan yaitu manipulasi, terapi, pemberitahuan, konsultasi, penentraman, kemitraan, pendelegasiaan kekuasaan, serta kontrol masyarakat. Arnstein (2007) mengelompokkan dalam tiga level yaitu, manipulasi dan terapi termasuk ke dalam level ‘Non-Partisipasi’, informasi, konsultasi, placation

termasuk ke dalam level ‘Tokenisme’, dan kemitraan, delegasi kewenangan dan kontrol warga negara termasuk ke dalam ‘Citizen Power’. Diagram berikut memaparkan persentase tingkat partisipasi anggota Simpan Pinjam Khusus Perempuan di Desa Tambakboyo.

Gambar 11 Sebaran tingkat partisipasi peserta program SPP

Berdasarkan diagram diatas dapat diketahui bahwa mayoritas responden yang tergabung dalam program Simpan Pinjam Khusus Perempuan di Desa Tambakboyo berada pada tingkat partisipasi Non-Partisipasi yaitu sebanyak 44 orang atau 81.5 persen dari responden. Terdapat 10 orang atau 19 persen dari

81% 19%

0%

Tingkat Partisipasi Peserta

Non-Partisipasi Tokenisme Citizen Control

responden telah berada pada tingkat tokenisme. Namun tidak ditemukan responden yang berada pada tingkat Citizen Power. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Zufri (2014) yang menyatakan bahwa pendamping sering kali belum maksimal dalam menjalankan berbagai peranannya sehingga menyebabkan partisipasi dari peserta yang kurang. Hal ini sejalan dengan penuturan salah satu informan yang merupakan tokoh masyarakat yang dulunya mantan kader program Simpan Pinjam Khusus Perempuan di Desa Tambakboyo:

“...saya melihatnya ya mbak menurut kacamata penilaian saya

pribadi, memang dari pihak UPK selaku pendamping itu kurang maksimal dalam menjalankan tugasnya. Satu mereka kurang displin, seperti displin waktu kerja, displin mengerjakan perannya. Terus juga mereka menurut saya juga kurang all out gitu lho dalam berperan sebagai pendamping.Jadi ya masyarakat ikut ya hanya sekedar ikut saja tidak berpartisipasi all out juga...” (EVE 50 th).

Tingkat Partisipasi Non-Partisipasi

Tingkat partisipasi pertama yaitu non-partisipasi. Tingkat ini menggambarkan bahwa masyarakat tidak ikut serta dalam tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program. Adapun masyarakat yang ikut serta hanya hadir sebagai formalitas dan tidak mendapat wewenang untuk menyuarakan pendapat. Dari data statistik berdasarkan kondisi lapang ditemukan bahwa sebanyak 44 orang atau 81 persen dari responden berada pada tingkat non- partisipasi. Artinya, responden tidak ikut terlibat dalam bergulirnya program Simpan Pinjam Kelompok Perempuan baik dalam tahap perencanaan pelaksanaan maupun evaluasi. Akan tetapi seperti yang dijelaskan Arnstein (2007) bahwa tingkat non-partisipasi ini menggambarkan keterlibatan masyarakat sebagai formalitas untuk pendukung keputusan yang dibuat saja. Hal ini dibuktikan dengan pernyataan salah satu responden berikut:

“...setau saya ya mbak semua itu yang mengurus ya cuma pengurus,

kalau yang setor uang itu bendahara, pembukuan sekretaris , buat proposal juga bu ketua sama sekretaris. Ketemu-ketemu kaleh anggota UPK nggeh cuma pengurus mbak. Nek saya ya cuma ikut aja keputusannya yang diambil sama pengurus. Kalau ada apa-apa ya saya ngomong sama bu ketuanya aja mbak. Saya ikut kumpul itu pas ada verifikasi sama pencairan aja mbak selain niku mboten...”(END 52 th)

Pernyataan salah satu responden tersebut menjelaskan bahwa peserta program Simpan Pinjam Khusus Perempuan dilibatkan dalam proses bergulirnya program Simpan Pinjam Khusus Perempuan namun hanya dalam beberapa hal seperti tahap verifikasi yang merupakan tahap perencanaan program serta tahap pencairan dana pinjaman yang merupakan bagian dari rangkaian pelaksanaan program SPP.

Terdapat berbagai kegiatan dalam bergulirnya program Simpan Pinjam Khusus Perempuan di Desa Tambakboyo ini, mulai dari perencanaan yang terdiri dari kegiatan verifikasi dan pembuatan proposal, tahap pelaksanaan yang dalam hal ini adalah proses pencairan dana dan pengangsuran dana pinjaman serta tahap evaluasi kegiatan Simpan Pinjam Khusus Perempuan pada akhir periode pinjaman atau tutup tahun.

Responden pada tingkat non-partisipasi ini umumnya adalah mereka yang merupakan anggota saja dalam artian tidak menjabat sebagai pengurus kelompok baik itu ketua kelompok, sekretaris maupun bendahara kelompok. Hal ini karena, hanya pengurus kelompok yang dirasa paling aktif selama bergulirnya program Simpan Pinjam Khusus Perempuan ini. Anggota UPK selaku pendamping juga lebih banyak berinteraksi dengan pengurus dalam berbagai hal selama program Simpan Pinjam Khusus Perempuan ini bergulir.

Responden yang bukan pengurus memiliki kesempatan interaksi tatap muka lebih kecil dari pada mereka yang pengurus. Responden pada tingkat non- partisipasi ini mengikuti rangkaian kegiatan program Simpan Pinjam Khusus Perempuan hanya sebagai formalitas saja karena mereka merupakan anggota sehingga mereka merasa memiliki kewajiban untuk ikut andil apabila diwajibkan, dan jika tidak mereka juga tidak akan datang untuk berpartisipasi karena mereka lebih memilih untuk mengerjakan hal lain, seprti mengurus kegiatan rumah tangga atau mencari nafkah. Hal tersebut selaras pula dengan penuturan responden berikut ini:

“...kalau saya ya cuma ikut aja ketentuan dari atas mbak, semua yang urus ya bu ketua sama pengurus lain. Saya kalau datang juga yang wajib-wajib mawon. Soal e nggeh banyak kerjaane mboten saget

ditinggal mbak...”(SUM 44 th).

Tingkat Partisipasi Tokenisme

Tingkat partisipasi tokenisme meliputi 3 tangga menurut Arnstein (2007) yaitu Informing, Consultation dan Placation. Tingkat ini menggambarkan pemberian informasi dari pendamping (anggota UPK) kepada pesrta program Simpan Pinjam Kelompok Perempuan. Adapun masyarakat diberi kesempatan untuk menyuarakan pendapat tapi tidak ada jaminan bahwa pendapat masyarakat akan dipertimbangkan ataupun dilaksanakan. Berdasarkan pada data statistik ditemukan bahwa terdapat 10 orang atau 19 persen dari peserta program Simpan Pinjam Khusus Perempuan yang berada pada tingkat partisipasi tokenisme.

Sebagian besar responden yang merupakan peserta program Simpan Pinjam Khusus Perempuan ikut serta dalam rangkaian kegiatan program Simpan Pinjam Khusus Perempuan, namun hanya sampai pada tahapan mereka dapat menyampaikan pendapat dan pendapat mereka diterima namun tidak ada jaminan bahwa pendapat maupun saran yang disampikan akan dilaksanakan oleh pendamping. Peraturan yang telah diberikan dan digulirkan oleh pihak pendamping yaitu anggota UPK Kecamatan Pedan telah membatasi kesempatan peserta untuk dapat mengutarakan pendapatnya dan juga melakukan apa yang mereka inginkan. Hal ini selaras dengan penuturan salah satu responden berikut:

“... ya saya sebenernya kurang setuju mbak sama sistem gandheng rentheng, tapi ya itu sudah peraturan dari UPK nya, kita harus patuh kalau mau ikut program SPP ini. Saya ya pernah coba buat usul ke UPK tapi ya sampai sekarang belum ada tindak lanjut e mbak, masih gini-gini aja...”(SON 33 th).

Selain itu, gambaran tidak adanya jaminan pendapat masyarakat dipertimbangkan diperoleh dari pendapat beberapa responden berikut :

“...ya kadang saya menyampaikan usulan saya mbak pas pertemuan

misal terkaitan angsuran atau terkait peraturan lain seperti dana intensif atau dana sosial, tapi ya tidak ada tanggapan yang pasti gitu, ya Cuma didengarkan diterima tapi belum ada tindak lanjut

mbak...”(SUH 49 th).

“...saat pertemuan misal pas verifikasi ngoten mbak, kula nggeh ngomong pendapat kula pripun ngoten. Pengene pripun ngoten, kula sampekaken ten UPK. Tapi nggeh dereng wonten tanggapan contoh e nggeh soal angsuran niku mbak, kula pengen e nggeh mboten ping

sedoso tapi nggeh kaleh welas ngoten men mboten pati abot...”(DIN 33 th).

Berdasarkan kondisi di lapang diatas dapat diketahui bahwa sampai tahun ke sembilan berjalannya program Simpan Pinjam Khusus Perempuan di Desa Tambakboyo ini, pendamping yaitu anggota UPK dirasa belum dapat menindaklanjuti usulan dan pendapat yang muncul dari peserta program, pendapat dan usulan yang disampaikan peserta sebatas hanya diterima oleh pendamping dan tidak ada yang dilaksanakan. Mayoritas pendapat diterima dengan baik namun tidak ada tindak lanjut yang berarti.

Tingkat Partisipasi Citizen Power

Tingkat partisipasi citizen power menggambarkan partisipasi peserta tertinggi yaitu ketika peserta program memiliki wewenang untuk memberikan suara saat pengambilan keputusan, peserta dapat menyanggah pendapat pihak lain, pendapat diterima dengan baik oleh anggota UPK selaku pendamping program Simpan Pinjam Khusus Perempuan dan peserta ikut serta aktif dalam rangkaian program Simpan Pinjam Khusus Perempuan, baik pada perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi program.

Persentase responden yang memiliki tingkat partisipasi citizen power

sebesar 0.0 persen. Artinya seluruh peserta program Simpan Pinjam Khusus Perempuan di Desa Tambakboyo tidak memiliki wewenang untuk mengambil keputusan yang setara atau lebih dari wewenang yang dimiliki oleh anggota UPK selaku pendamping program Simpan Pinjam Khusus Perempuan. Hal ini selaras dengan penuturan responden berikut ini:

“... ya saya sebenernya kurang setuju mbak sama sistem gandheng

rentheng, tapi ya itu sudah peraturan dari UPK nya, kita harus patuh kalau mau ikut program SPP ini. Saya ya pernah coba buat usul ke

UPK tapi ya sampai sekarang belum ada tindak lanjut e mbak, masih gini-gini aja...”(SON 33 th).

Maka menurut keadaan di lapang diketahui bahwa tidak terjadi partisipasi yang aktif dari peserta program Simpan Pinjam Khusus Perempuan di Desa Tambakboyo ini yang kemudian juga tidak selaras dengan pendapat yang dikemukakan oleh Arnstein (2007) yang menyatakan bahwa partisipasi masyarakat identik dengan kekuasaan masyarakat (citizen partisipation is citizen power).

Hubungan Persepsi Responden terhadap Tingkat Kemapuan Pendamping dengan Tingkat Partisipasi

Tingkat kemampuan pendamping ini berhubungan dengan kemampuan menjadi fasilitator, kemampuan menjadi pendidik, kemampuan menjadi perwakilan masyarakat dan kemampuan peran teknis lainnya. Sedangkan tingkat partisipasi dikelompokkan dalam tiga level yaitu, manipulasi dan terapi termasuk ke dalam level ‘Non-Partisipasi’, informasi, konsultasi, placation termasuk ke dalam level ‘Tokenisme’, dan kemitraan, delegasi kewenangan dan kontrol warga negara termasuk ke dalam ‘Citizen Power’. Berikut merupakan hipotesis yang beruhubungan dengan persepsi responden terhadap tingkat kemampuan pendamping dengan tingkat partisipasi responden dalam penelitian ini:

H0 = Tidak terdapat hubungan anatara persepsi responden terhadap tingkat kemampuan pendamping dengan tingkat partisipasi responden dalam program Simpan Pinjam Khusus Perempuan.

H1 = Terdapat hubungan anatara persepsi responden terhadap tingkat kemampuan pendamping dengan tingkat partisipasi responden dalam program Simpan Pinjam Khusus Perempuan.

Hubungan antara tingkat kemampuan pendamping dengan tingkat partisipasi, setalah diuji dengan SPSS yang dihubungkan dengan uji korelasi Rank Sperman, diperoleh nilai korelasi sebesar 0.270* dengan nilai signifikan hitung sebesar 0.048 yang berarti p < α, maka hal ini berarti bahwa H0 ditolak dan H1 diterima. Artinya, terdapat korelasi yang signifikan antara persepsi responden terhadap tingkat kemampuan pendamping dengan tingkat partisipasi responden dalam program Simpan Pinjam Khusus Perempuan.

Hal ini sejalan dengan pernyataan dari Indraningsih et.al (2010) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara peran pendamping terhadap tingkat partisipasi peserta dalam program pemberdayaan masyarakat. Hubungan antara persepsi responden terhadap tingkat kemampuan pendamping dengan tingkat partisipasi responden dalam program Simpan Pinjam Khusus Perempuan dapat dilihat pada Tabel 18 berikut ini:

Tabel 18 Jumlah dan persentase responden menurut persepsinya terhadap tingkat kemampuan pendamping dengan tingkat partisipasi responden dalam program SPP di Desa Tambakboyo tahun 2016

Persepsi Responden terhadap Tingkat Kemampaun Pendmping Tingkat Partisipasi Non- Partisipasi Tokenisme Citizen Control Total n % n % n % n % Rendah 1 1.0 0 0.0 0 0.0 1 100.0 Sedang 23 92.0 2 8.0 0 0.0 25 100.0 Tinggi 20 71.4 8 28.6 0 0.0 28 100.0 Berdasarkan Tabel 18 di atas dapat diketahui bahwa, terdapat satu atau 1.0 persen responden yang menilai tingkat kemampuan pendamping rendah berada pada tingkat partisipasi non-partisipasi. Sebanyak 23 orang atau 92 persen dari responden yang menilai tingkat kemampuan pendamping pada tingkat sedang berada pada tingkat partisipasi non-partisipasi pula, lalu pada tingkat persepsi kemampuan pendamping sedang pula, terdapat 2 orang atau 8 persen dari responden yang berada pada tingkat partisipasi tokenisme.

Sebanyak 20 orang atau 71.4 persen dari responden yang menilai tingkat kemampuan pendamping pada tingkat tinggi berada pada tingkat partisipasi non- partisipasi, serta pada tingkat persepsi kemampuan pendamping tinggi pula terdapat 8 orang atau 28.6 persen yang berada pada tingkat partisipasi tokenisme. Namun tidak ditemukan responden baik itu yang menilai tingkat kemampuan pendamping pada tingkat rendah, sedang ataupun tinggi yang memiliki tingkat partisipasi Citizen Control.

Menurut data statistik ditemukan bahwa terdapat korelasi antara persepsi responden terhadap tingkat kemampuan pendamping dengan tingkat partisipasi peserta dalam program Simpan Pinjam Khusus Perempuan, namun hubungan yang tercipta bersifat lemah. Hubungan lemah tersebut terjadi karena responden yang menilai dan merasa membutuhkan tingkat kemampuan pendamping yang tinggi, rata-rata adalah pengurus kelompok dalam kelompoknya masing-masing. Seperti pada penjelasan sebelumnya, hal ini berarti mereka memiliki akses interaksi lebih sering dan lebih baik dengan pendamping sehingga tingkat partisipasi mereka dalam berbagai kegiatan program Simpan Pinjam Khusus Perempuan tinggi. Hal tersebut sesuai dengan penuturan salah satu responden berikut ini selaku ketua kelompok Aster Jobodan :

“...memang kalau pengurus itu lebih paham dan lebih tau dari pada anggota biasa mbak, soal nya kan kita yang banyak ketemu dan interaksi dengan UPK. Kalau ada informasi apa-apa juga lewat pengurus biasanya ketua seperti saya ini. Baru nanti saya sampaikan kepada ibu-ibu lain gitu, jadi ya kami lebih aktip mbak...”(SES 39 th). Berdasarkan penuturan responden diatas maka dapat disimpulkan bahwa memang terdapat hubungan antara tingkat kemampuan pendamping dalam hal ini

penilaian akan peran dan kebutuhan peserta dengan kemampuan pendamping dengan tingkat partisipasi peserta. Menurut kondisi di lapang dapat diketahui bahwa semakin tinggi persepsi responden akan kebutuhannya dengan tingkat kemampuan pendamping maka semakin tinggi pula tingkat partisipasi responden dalam hal ini peserta program Simpan Pinjam Kelompok Perempuan.

Gambar 12 Kegiatan pencairan dana Gambar 13 Kegiatan verifikasi

Ikhtisar

Dalam penelitian ini dapat diketahui bahwa responden telah menilai tingkat kemampuan pendamping pada tingkat sedang. Artinya pendamping telah menjalankan perannya dengan baik namun perlu untuk memperbaiki kinerjanya dalam berbagai aspek, agar kebutuhan dan keinginan dari kelompok yang didampinginya dapat terpenuhi dan berjalan sesuai dengan tujuan. Hubungan antara variabel, persepsi responden terhadap tingkat kemampuan pendamping dengan tingkat partisipasi dapat diketahui menurut hasil pengolahan data menggunakan SPSS berikut ini:

Tabel 19 Nilai korelasi dan nilai signifikansi antara tingkat kemampuan pendamping dengan tingkat partisipasi

Karakteristik Kemampuan Pendamping

Tingkat Partisipasi

Nilai Korelasi Nilai P

Akumulasi tingkat kemampuan pendamping

0.270* 0.048

Keterangan:

*signifikan pada taraf nyata 5 persen

Berdasarkan Tabel 19 di atas dapat diketahui bahwa terdapat hubungan antara persepsi responden terhadap tingkat kemampuan pendamping dengan tingkat partisipasi, dimana semakin tinggi persepsi responden akan kebutuhannya dengan tingkat kemampuan pendamping maka semakin tinggi pula tingkat partisipasi responden dalam hal ini peserta program Simpan Pinjam Kelompok Perempuan.

Peserta program Simpan Pinjam Kelompok Perempuan di Desa Tambakboyo mayoritas menilai tingkat kemampuan pendamping pada taraf sedang. Bila dihubungkan dengan tingkat partisipasi mereka dalam program

Simpan Pinjam Khusus Perempuan ini dapat ditemukan bahwa mayoritas dari responden masih berada pada tingkat partisipasi non-partisipasi.

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan mengapa tingkat partisipasi peserta masih rendah yaitu pada tingkat non-partisipasi. Menurut data di lapang, responden menyatakan bahwa tingkat kemampuan pendamping belum maksimal. Artinya mereka belum dapat memenuhi seluruh kebutuhan peserta program sehingga peserta belum mau untuk aktif dalam bergulirnya program Simpan Pinjam Khusus Perempuan ini.

Hanya penguruslah yang memiliki akses serta interaksi yang tinggi dengan pendamping dalam hal ini UPK Kecamatan Pedan, sehingga tingkat partisipasi mereka juga lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang hanya bertindak sebagai anggota. Tingkat kemampuan pendamping dalam hal sebagai fasilitator, pendidik, perwakilan masyarakat serta menjalankan peran teknis lain, perlu ditingkatkan agar dapat memenuhi kebutuhan seluruh responden dan bukan hanya menjalin hubungan baik dan intensif dengan pengurus saja.

PENUTUP