• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

TINJAUAN HUKUM PERJANJIAN LISAN MENURUT KUH PERDATA

C. Asas-asas Hukum Perjanjian

Dalam rangka menciptakan keseimbangan dan memelihara hak-hak yang dimiliki oleh para pihak sebelum perjanjian dibuat menjadi perikatan yang mengikat bagi para pihak, oleh KUH Perdata diberikan berbagai asas-asas umum yang merupakan pedoman atau patokan serta menjadi batas atau rambu dalam mengatur dan membentuk suatu perjanjian yang akan dibuat. Berikut asas-asas yang dikenal didalam hukum perjanjian atau kontrak, yaitu:

1. Asas Kebebasan Berkontrak (freedom of contract)

Didalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata telah mengatur tentang kebebasan dalam membuat perjanjian dimana para pihak dapat dengan bebas mengatur hak dan kewajiban dalam perjanjian yang disepakati. Menurut Subekti asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang menyatakan bahwa setiap orang pada dasarnya

41 Salim H.S., Op.Cit hal. 9

42 Mariam Darus Badrulzaman II, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Jakarta, 2001, hal. 65

25

boleh membuat kontrak (perjanjian) yang berisi dan macam apapun asal tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum.43

Menurut Munir Fuady, asas kebebasan berkontrak memberikan kebebasan kepada para pihak untuk membuat atau tidak membuat kontrak, demikian juga kebebasan untuk mengatur isi kontrak tersebut.44 Secara historis kebebasan berkontrak sebenarnya meliputi lima macam kebebasan, yaitu;

a. Kebebasan para pihak menutup atau tidak menutup kontrak.

b. Kebebasan para pihak menentukan bentuk kontrak.

c. Kebebasan para pihak menentukan isi kontrak.

d. Kebebasan para pihak menentukan cara penutupan kontrak.45

2. Asas Konsensualisme

Asas konsensualisme berasal dari kata “consensus “ yang artinya sepakat.

Asas konsensualisme dinyatakan di dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang menyebutkan “sepakat mereka yang mengikatkan diri”, artinya dari asas ini menurut Subekti adalah pada dasarnya perjanjian dan perikatan yang timbul karena itu sudah dilahirkan sejak detik tercapainnya kesepakatan. Asas konsensualisme mempunyai arti yang terpenting, yaitu bahwa untuk melahirkan perjanjian adalah cukup dengan dicapainnya kata sepakat mengenai hal-hal pokok dan perjanjian tersebut, dan bahwa perjanjian sudah lahir pada saat atau detik tercapainnya consensus.46

3. Asas kepastian hukum (pacta sunt survanda)

43 R. Subekti II, Pokok-pokok Hukum Perdata, Intermasa,Jakarta,, 2005, hal.13

44 Munir Fuady II, Pengantar Hukum Bisnis, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hal. 12

45 Mariam Darus Badrulzaman II, Op.Cit, hal. 108

46 R.Subekti III, Aspek-aspek Hukum Perikatan Nasional, Alumni, 2001, hal.5

Asas pacta sunt survanda atau disebut juga dengan asas kepastian hukum, asas ini berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt survanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati subtansi kontrak yang disebut oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Asas pacta sunt survanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 KUH Perdata bahwa “ perjanjian dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang”.

Bahwa para pihak harus memenuhi apa yang mereka terima sebagai kewajiban masing-masing karena persetujuan merupakan undang-undang bagi pihak-pihak yang mengadakan dan kekuatan mengikatnya dianggap sama dengan kekuatan undang-undang, sehingga istilah pacta sunt survanda berarti “janji itu mengikat”.

Terikatnya para pihak pada apa yang diperjanjikan, terhadap beberapa unsur lain sepanjang dikendaki oleh kebiasaan dan kepatutan secara moral.47

4. Asas Iktikad Baik (Goede Trouw)

Didalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata bahwa kontrak harus dilaksanakan dengan iktikad baik, namun dalam KUH Perdata tidak memberikan definisi tentang iktikad baik. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia iktikad baik adalah kepercayaan, keyakinan yang teguh, maksud, kemauan (yang baik).48

5. Asas Kepribadian (Personalitas)

Asas kepribadian (personalitas) merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang atau pihak yang akan melakukan atau membuat perjanjian hanyalah untuk kepentingan perseorangan saja, sebagaimana dalam hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 KUHP Perdata dan Pasal 1340 KUH Perdata.

47 Mariam Darus Badrulzaman, Op.Cit, hal.88

48 Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa- Depdikbud RI. 1997.

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, hal.369

27

Pasal 1315 KUH Perdata yang menentukan bahwa “Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan suatu perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri” dan Pasal 1340 KUH Perdata menyebutkan bahwa “Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya” dari ketentuan Pasal ini menyebutkan bahwa seseorang yang mengadakan atau membuat perjanjian hanyalah untuk kepetingan bagi mereka yang membuatnya.

Asas kepribadian (personalitas) dapat dilihat dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang mengatur “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”, pada kalimat “bagi mereka yang membuatnya” menunjukkan asas personalitas, kecuali diperjanjikan lain (pengecualian terdapat dalam Pasal 1317 KUH Perdata).49

Pasal 1317 KUH Perdata menyatakan bahwa “Perjanjian dapat pula diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain mengandung suatu syarat semacam itu”. Dalam pasal ini bahwa seseorang dapat mengadakan suatu perjanjian untuk kepentingan pihak ketiga, dengan adanya suatu syarat tertentu.

Menurut Mariam Darus Badrulzaman sebagaimana yang diikuti oleh Salim H.S, dalam bukunya yang berjudul Hukum Kontrak Teori dan Teknik penyusunan Kontrak. Ada 8 (delapan) asas yang ada didalam perjanjian, kedelapan asas tersebut, yaitu :

a. Asas kepercayaan. Asas kepercayaan mengandung pengertian bahwa setiap orang yang akan mengadakan perjanjian, akan memenuhi setiap prestasi yang akan diadakan di antara mereka dibelakang hari

49 Ahmad Miru dan Sakka Patti Op.Cit hal. 78

b. Asas Persamaan Hukum. Yang dimaksud dengan asas persamaan hukum yaitu bahwa subjek hukum yang mengadakan perjanjian mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama dalam hukum, tidak ada pembedaan antara satu sama lain.

c. Asas keseimbangan, merupakan asas yang menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Kreditur memunyai kekuatan untuk menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, namun debitur memikul pula kewajiban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan baik.

d. Asas Kepastian Hukum. Perjanjian sebagai figur hukum harus mengandung kepastian hukum. Kepastian ini terungkap dari kekuatan yang mengikatnya, yaitu sebagai undang-undang bagi yang membuatnya e. Asas Moral, dimana asas ini terikat dari perikatan wajar, yaitu suatu

perbuatan sukarela dari seseorang tidak menuntut hak baginya untuk menggugat prestasi dari pihak debitur. Salah satu faktor yang memberikan motivasi pada yang bersangkutan melakukan perbuatan hukum itu didasarkan pada kesusilaan (moral) sebagai panggilan hati nuraninya.

f. Asas Kepatutan tertuang didalam Pasal 1339 KUH Perdata, asas ini berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian

g. Asas Kebiasaan, asas ini dipandang sebagai bagian dari perjanjian. Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk apa yang secara tegas diatur, akan tetapi juga hal-hal yang menurut kebiasaan lazam diikuti.

29

h. Asas Perlindungan (protection). Asas perlindungan mengandung pengertian bahwa debitur dan kreditur harus dilindungi oleh hukum.50