• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

TINJAUAN HUKUM PERJANJIAN LISAN MENURUT KUH PERDATA

B. Jenis-jenis Perjanjian

Perjanjian dapat dibedakan menurut berbagai cara, pembedaan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Perjanjian Menurut Bentuknya a. Perjanjian Tertulis

Perjanjian tertulis adalah perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam bentuk tulisan, adapun bentuk perjanjian tertulis28, yakni :

1) Perjanjian tertulis Dalam Akta Bawah Tangan

Akta bawah tangan adalah Surat atau tulisan yang dibuat oleh para pihak tidak melalui perantara pejabat yang berwenang (pejabat umum) untuk dijadikan alat bukti, menurut Pasal 1874 KUH Perdata. Akta bawah tangan dibuat antara pihak yang berkepentingan yang dibuat sendiri secara tertulis, bentuknya bebas dan tempat membuatnya juga di bolehkan dimana saja.29

Dalam perjanjian akta bawah tangan, bahwa perjanjian tersebut hanya ditandatangani oleh pihak yang bersangkutan saja, perjanjian semacam ini hanya pengikat para pihak dalam perjanjian tetapi tidak mempunyai kekuatan mengikat pihak ketiga, jika perjanjian tersebut disangkal atau dibantah oleh pihak ketiga maka para pihak atau salah satu pihak dari perjanjian tersebut berkewajiban untuk memberikan bukti-bukti yang diperlukan hal ini bertujuan untuk membuktikan bahwa keberatan pihak ketiga dimaksud adalah tidak berdasar dan tidak dapat dibenarkan.30

2) Perjanjian Tertulis dalam Akta Autentik

28 Salim H.S.,Op.Cit.hal. 43

29 Muhammad Syaifuddin, Hukum Kontrak “Memahami Kontrak dalam Persfektif Filsafat, Teori, Dogmatik, dan Praktik Hukum” (seri pengayaan Hukum Perikatan), Bandung, Mandar Maju, 2012, hal. 138

30 Salim H.S.,Loc.Cit

Menurut Pasal 1868 KUH Perdata. Akta autentik adalah akta yang ditentukan oleh undang-undang yang dibuat dihadapkan pejabat yang berkuasa (pejabat umum) di tempat dimana akta tersebut dibuat, adapun syarat- syarat yang harus dipenuhi dalam membuat akta autentik:

a) Akta yang dibuat dihadapan pejabat umum yang ditunjuk oleh undang-undang.

b) Bentuk akta ditentukan oleh undang-undang dan cara membuat akta harus menurut syarat materil (subtantif) dan syarat formil (procedural) yang ditetapkan oleh undang-undang.

c) Di tempat dimana pejabat berwenang membuat akta tersebut.31

Pasal 1868 KUH Perdata menjelaskan bahwa ada pejabat umum yang berkuasa yang dimaksud adalah Notaris, seorang Hakim, seorang Juru Sita pada Pengadilan, dan seorang pegawai Catatan Sipil. Dengan demikian, surat akta Notaris, surat keputusan Hakim, berita acara yang dibuat Juru Sita Pengadilan dan akta-akta berkaitan dengan peralihan dan pembebanan atas tanah adalah akta autentik.32 Fungsi dari dibuatnya akta autentik, sebagai berikut :

(1) Sebagai bukti bahwa para pihak yang bersangkutan telah mengadakan perjanjian tertentu.

(2) Sebagai bukti bagi para pihak bahwa apa yang tertulis dalam perjanjian adalah menjadi tujuan dan keinginan para pihak.

31 Muhammad Syaifuddin, Op.Cit., hal. 140

32 Rudy Haposan, Op.Cit hal. 47

21

(3) Sebagai bukti kepada pihak ketiga bahwa pada tanggal tertentu para pihak telah melakukan perjanjian. Dimana hal ini menentukan bahwa perjanjian sesuai dengan pihak yang membuatnya.33

Adapun perjanjian tertentu yang terdapat di dalam undang-undang yang menentukan pembuatan perjanjiannya dalam akta autentik, yaitu :

(a) Perjanjian hibah yang harus dibuat dalam bentuk tertulis dalam akta notaris, kecuali perjanjian hibah hak atas tanah terdapat dalam Pasal 1682 KUH Perdata.

(b) Perjanjian pemberian kuasa untuk memasang hipotik atas kapal harus dibuat dalam bentuk tertulis dalam akta notaris, Pasal 1171 KUH Perdata.

(c) Perjanjian pengalihan piutang yang dijamin dengan hipotil harus dibuat dalam akta notaris, Pasal 1172 KUH Perdata.

(d) Perjanjian subrogasi harus dalam bentuk tertulis dalam akta notaris, Pasal 1404 sub (2) KUH Perdata.

(e) Perjanjian peralihan (khususnya jual beli dan hibah) hak atas tanah, kecuali melalui lelang untuk tanah-tanah yang sudah terdaftar harus dalam bentuk tertulis dalam akta pejabat pembuat akta tanah, Pasal 37 PP Nomor 24 Tahun 1997.

(f) Perjanjian peralihan (khususnya perjanjian jual beli dan hibah) hak milik atas tanah satuan rumah susun, kecuali melalui lelang, dibuat harus dalam akta notaris, Pasal 37 PP Nomor 24 tahun 1997.

Dimana perjanjian yang telah ditentukan oleh undang-undang tersebut harus diterapkan sebagiamana mestinya, karena jika perjanjian tersebut tidak diterapkan

33 Salim H.S.,Loc.Cit

maka akibat hukumnya adalah perjanjian yang telah dibuat menjadi tidak sah, sehingga batal demi hukum.34

b. Perjanjian Lisan

Perjanjian Lisan merupakan suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak secara lisan atau cukup dengan kesepakatan para pihak yang membuatnya.35 Didalam perjanjian lisan terkandung suatu janji yang mengungkapkan kehendak yang dinyatakan dan dianggap sebagai elemen konstitutif dari kekuatan hukum mengikat suatu perjanjian. Namun demikian adanya suatu janji yang bertimbal balik tidak serta merta membentuk kontrak.

Kontrak baru terbentuk jika ada perjumpaan atau persamaan antara janji-janji yang ditunjukkan satu pihak terhadap pihak lainnya. Suatu kehendak yang telah dinyatakan dan diungkap dalam bentuk suatu janji, bertujuan baik menciptakan keterikatan maupun akibat hukum. Janji tidak muncul karena dinyatakan tetapi karena dikehendaki.36

2. Perjanjian Menurut Namanya a. Perjanjian Bernama

Perjanjian bernama merupakan perjanjian yang mempunyai nama sendiri.

Maksud dari perjanjian bernama adalah dimana perjanjian-perjanjian tersebut telah diatur dan diberi nama oleh pembentuk undang-undang, berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi.37

b. Perjanjian Tidak Bernama

34 Muhammad Syaifuddin, Op.Cit., hal. 147

35 M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Bandung, Alumni, 1986.

36 Muhammad Syaifuddin, Op.Cit., hal. 137

37 Herlin Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapan di Bidang Kenotariatan, Bandung: Citra Aditya, 2010, hal. 35

23

Perjanjian tidak bernama merupakan perjanjian-perjanjian yang tidak diatur didalam KUH Perdata, tetapi terdapat dalam masyarakat. Jumlah perjanjian ini tidak terbatas. Lahirnya perjanjian ini adalah berdasarkan asas kebebasan mengadakan perjanjian yang berlaku dalam hukum perjanjian.38

3. Perjanjian Menurut Sifatnya a. Perjanjian Obligator

Perjanjian obligator adalah perjanjian antara pihak-pihak yang sepakat mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan kepada pihak lain (perjanjian yang menimbulkan perikatan). Menurut KUH Perdata, perjanjian jual beli saja belum mengakibatkan beralihnya hak milik dari penjual kepada pembeli. Untuk beralihnya hak milik atas bendanya masih diperlukan satu lembaga lain, yaitu penyeraharan. Perjanjian belinya itu dinamakan perjanjian obligator karena membebankan kewajiban kepada para pihak untuk melakukan penyerahan, penyerahannya itu sendiri merupakan perjanjian kebendaan.39

b. Perjanjian Kebendaan

Perjanjian kebendaan adalah perjanjian dengan mana seseorang menyerahkan haknya atas sesuatu benda kepada pihak lain, yang membebankan kewajiban pihak itu untk menyerahkan benda tersebut kepada pihak lain. Penyerahannya itu sendiri merupakan perjanjian kebendaan.40 Adapun juga jenis perjanjian menurut sifatnya, yaitu:

1) Perjanjian Pokok

Perjanjian pokok merupakan perjanjian utama, yaitu perjanjian pinjam meminjam uang, baik kepada individu maupun lembaga perbankan.

38 Ibid, hal. 36

39 Rudy Haposan, Op.Cit hal.62

40 Ibid, hal.63

2) Perjanjian Accessoir

Perjanjian accessoir merupakan perjanjian tambahan, seperti perjanjian pembebanan hak tanggungan dan fidusia.41

4. Perjanjian Menurut Sumbernya

a. Perjanjian yang bersumber dari hukum keluarga, misalnya perkawinan.

b. Perjanjian yang bersumber dari hukum kebendaan, adalah perjanjian yang berhubungan dengan peralihaan hukum benda.

c. Perjanjian obligatoir adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban.

d. Perjanjian yang bersumber dari hukum acara.

e. Perjanjian yang bersumber dari hukum publik.42