• Tidak ada hasil yang ditemukan

I mpelentasi Pendidikan Karakter Berbasis Konsistens

Mokhammad Nurruddin Zanky

Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang Email: [email protected]

Abstrak: Pendidikan karakter merupakan upaya untuk membekali peserta didik dengan kecerdasan dalam

berfikir, bersikap dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai luhur yang ditanamkan. Nilai-nilai luhur ini didasarkan pada empat pilar yakni agama, pancasila, budaya dan tujuan pendidikan nasional yang kemudian dijabarkan kedalam delapan belas karakter. Penanaman nilai-nilai luhur yang kemudian disebut karakter merupakan tanggung jawab seluruh pilar pendidikan yaitu keluarga, sekolah maupun lingkungan masyarakat. Konsitensi dalam penanaman nilai-nilai luhur tersebut menjadi kata kunci dalam pendidikan karakter, sebab karakter terbentuk atas konsistensi pikiran, keinginan, perbuatan dan kebiasaan. Implementasi pendidikan karakter di sekolah tidak bisa terlepas dari peran manajemen sekolah sebagai penentu kebijakan melalui penerapan fungsi manajemen yaitu perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan.

Kata Kunci: pendidikan karakter, nilai-nilai luhur, konsistensi, kebersamaan

Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinia keempat menjabarkan mengenai tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keempat tujuan tersebut adalah: 1) Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah In- donesia; 2) Memajukan kesejahteraan umum; 3) Mencerdaskan kehidupan bangsa; 4) Ikut serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Jika kita mencermati maka tujuan kesatu, kedua dan ketiga merupakan tujuan yang sifatnya kedalam yaitu untuk membangun kemajuan bangsa. Tidak ada jalan lain dalam suatu pem- bangunan selain dengan pendidikan. Oleh karena itu pemerintah melalui UUD 1945 dalam pasal 31 ayat 1 menyatakan “setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan”. Selain itu untuk memastikan bahwa warga Negara Indonesia dapat memperoleh pendidikan pasal 31 ayat 2 menya-

takan “Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib mem- biayainya”.

Namun ternyata kepedulian pemerintah terhadap pendidikan belum mampu mengatasi per- masalahan yang ada di Indonesia. Berbagai masa- lah yang ada di Indonesia saat ini diantaranya pengelolaan sumber daya alam yang kurang mak- simal, banyak kasus korupsi, tawuran antar pelajar, ijazah palsu, penganiayaan disertai perkosaan, perampokan, pencopetan, tawuran antar supporter sepak bola dan masih banyak lagi. Kita dapat mengatakan bahwa setiap sisi kehidupan dalam Negara ini sedang mengalami permasalahan.

Menanggapi permasalahan ini membuat pemerintah berupaya bahwa peran pendidikan tidak sekedar mentransfer pengetahuan dari guru kepada peserta didik. Tindakan nyata melalui per- ubahan kurikulum terus dilakukan oleh pemerintah.

Kurikulum yang awalnya berbasis isi berubah men- jadi berbasis kompetensi dan pada tahun 2010 pemerintah telah menambahkan pendidikan karakter untuk dimasukkan dalam setiap mata pelajaran. Undang-Undang Dasar 1945 juga mengalami amandemen untuk perbaikan kualitas pendidikan. Pasal 31 yang awalnya hanya terdiri atas dua ayat ditambah menjadi lima ayat. Pasal 31 ayat 3 menyatakan “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang”. Selain itu Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan teren- cana untuk mewujudkan suasana belajar dan pro- ses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Nomor 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional ini menun- jukkan bahwa peningkatan keimanan, ketakwaan serta perbaikan akhlak menjadi perhatian dalam peningkatan kecerdasan masyarakat Indonesia.

Berdasarkan amanat Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31, Undang-Undang Nomor 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional untuk men- capai tujuan nasional yang tertuang dalam Pem- bukaan UUD 1945 maka muncul pertanyaan:  Karakter apa saja yang dikembangkan dalam

dunia pendidikan?

 Bagaimana desain pengembangan pendidikan karakter berbasis konsistensi?

 Bagaimana manajemen pendidikan diimplementasikan dalam pendidikan karakter?

PEMBAHASAN

Karakter Yang Dikembangkan dalam Dunia Pendidikan

Karakter atau watak adalah sifat batin yang mempengaruhi segenap pikiran, perilaku, budi pekerti, dan tabiat yang dimiliki manusia atau makhluk hidup lainnya (Wikipedia). Menurut Suyanto dalam Salim (2013) karakter sebagai cara berfikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat bangsa dan Negara. Muslich (2011) mendefinisikan karakter itu berkaitan dengan kekuatan moral, berkonotasi positif, bukan netral. Jadi orang berkarakter itu orang yang mempunyai kualitas moral positif. Sehingga dapat disimpulkan bahwa individu yang memiliki karakter adalah individu yang siap mempertanggungjawabkan perbuatan yang ia lakukan. Karakter merupakan suatu hal yang penting dalam pembentukan pribadi seseorang. Orang yang berkarakter menjadikan nilai-nilai positif yang dianut sebagai landasan dalam berbuat.

Penanaman karakter pada individu dimulai dari lingkungan keluarga. Keluarga merupakan pendidikan pertama dan utama yang akan membekas selama kehidupan individu tersebut. Meskipun pola pembelajaran dalam keluarga tidak terstruktur sebagaimana di sekolah namun apa yang dilakukan orang tua ataupun anggota keluarga yang lain sangat mempengaruhi pembentukan karakter individu. Sebagaimana teori perkembangan peserta didik bahwa anak itu ibaratnya seperti kamera, ia akan mengulang apa yang ia lihat, ia dengar sebagaimana adanya. Konsep ini seba- gaimana yang dikemukakan Suparno (2012) anak yang mengalami pendidikan awal secara baik di dalam keluarga dapat berkembang secara baik dikemudian hari, sedangkan yang tidak mendapatkan pendidikan secara baik dalam ke- luarga akan mengalami hambatan dikemudian hari. Selain keluarga penanaman karakter yang tidak

kalah pentingnya adalah lingkungan sekolah dan masyarakat. Di lingkungan sekolah anak sudah mulai mengenal perilaku anak lain dari keluarga yang berbeda yang tentu memiliki kebiasaan yang berbeda pula. Namun di lingkungan sekolah ini pengaruh perilaku masih dikendalikan dan diawasi oleh sistem yang berlaku di sekolah. Melalui pendidikan terutama di sekoah peserta didik dapat dibantu mengerti nilai-nilai karakter yang kita harapkan dan pelan-pelan membantu mereka menjadikan nilai itu sebagai sikap hidup (Suparno, 2012). Sementara dalam lingkungan masyarakat pergaulan sudah semakin luas tidak hanya bergaul dengan usia yang sama namun sudah lintas generasi dan pengawasan juga sangat terbatas. Pada lingkungan inilah nilai-nilai karakter seseorang yang akan menjadi pengawas bagi dirinya sendiri.

Penanaman karakter positif inilah yang disebut dengan pendidikan karakter. Muslich (2011) Pendidikan karakter sebagai pendidikan moralitas manusia yang didasari dan dilakukan dalam tindakan nyata. William sebagaimana dikutib oleh Zubaidi (2012) pendidikan karakter merupakan berbagai usaha yang dilakukan oleh para personel sekolah, bahkan yang dilakukan ber- sama-sama dengan orang tua dan anggota masya- rakat, untuk membantu anak-anak dan remaja agar menjadi atau memiliki sikap peduli, berpen- dirian dan bertanggung jawab. Sementara menurut Wibowo yang dikutip oleh Kurniawan (2013) pendidikan karakter sebagai pendidikan yang me- nanamkan dan mengembangkan karakter-karakter luhur kepada anak didik sehingga mereka memiliki karakter luhur tersebut, menerapkan dan mem- praktekkan dalam kehidupannya baik sebagai anggota keluarga maupun anggota masyarakat. Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah pendidikan yang menanamkan nilai-nilai luhur kepada peserta didik untuk dijadikan pedoman dalam berfikir, ber- sikap dan bertindak.

Penanaman pendidikan karakter tidak dapat dilakukan secara mandiri oleh keluarga, sekolah

maupun masyarakat. Ketiga lingkungan tersebut harus terjalin secara berkesinambungan. Seba- gaimana Salim (2010:29) mengatakan “Karakter seseorang karena kebiasaan yang dilakukan, sikap yang diambil dalam menanggapi keadaan dan kata-kata yang diucapkan kepada orang lain”. Hal ini tidak akan bisa terwujud jika lingkungan keluarga berbanding terbalik dengan lingkungan sekolah ataupun dengan lingkungan masyarakat dan sebaliknya.

Manusia berkarakter adalah manusia yang dalam perilaku dan segala hal yang berkaitan dengan aktivitas hidupnya sarat dengan kebaikan (Naim, 2012:60). Pernyataan ini terkesan begitu abstrak. Oleh karena itu karakter yang bagaimana yang perlu ditanamkan pada diri individu sehingga dia akan menjadi pribadi yang bertanggung jawab? Mun’in (2011) menjabarkan terdapat enam pilar penting karakter manusia yang perlu dikem- bangkan. Pertama Respect (Penghormatan) menunjukkan bagaimana sikap kita secara serius dan khidmat pada orang lain dan diri sendiri. Kedua Responsibility (Tanggung Jawab) menun- jukkan apakah orang itu bertanggung jawab atas pikiran, sikap, perbuatannya atau sebaliknya. Ketiga Civic Duty-Citizenship (Kesadaran dan Sikap Berwarga Negara) yaitu sikap yang harus diajarakan kepada individu dalam perannya se- bagai warga Negara. Keempat Fairness (Keadilan) yaitu aspek kesamaan atau memberikan hak or- ang lain secara sama. Kelima Caring (Kepedulian) yaitu sifat yang membuat pelakunya dapat mera- sakan apa yang dialami orang lain. Keenam Trust- worthiness (Kepercayaan) sifat yang meliputi inte- gritas, jujur, tepat janji dan kesetiaan.

Menurut Zubaidi (2012) pendidikan karak- ter pada dasarnya adalah pengembangan dari nilai- nilai yang menjadi padangan hidup. Nilai karakter yang dikembangkan di Indonesia berasal dari empat sumber. Pertama, agama. Masyarakat In- donesia adalah masyarakat yang beragama. Oleh karena itu segala pikiran, sikap dan perilakunya tidak lepas dari norma agama. Kedua, Pancasila.

Artinya nilai yang terkandung dalam pancasila mewarnai kehidupan politik, ekonomi, hukum, sosial dan budaya. Ketiga, budaya. Masyarakat Indonesia kaya akan budaya. Posisi ini menjadikan budaya sebagai sumber nilai dalam kehidupan. Keempat, tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam Undang-Undang 20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional. Tujuan ini sebagai rumusan kualitas yang harus tertanam dalam diri

individu dan dikembangkan oleh satuan pendidikan mulai dari tingkat dasar sampai dengan perguruan tinggi.

Berdasar dari keempat sumber nilai tersebut maka dapat dijabarkan nilai karakter yang dikem- bangkan dalam dunia pendidikan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional merinci nilai-nilai karakter yang harus ditanamkan kepada peserta didik sebagai berikut:

NILAI DESKRIPSI

1. Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. 2. Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat

di percaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.

3. Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.

4. Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

5. Kerja Keras Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.

6. Kreatif Berfikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.

7. Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.

8. Demokratis Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.

9. Rasa Ingin Tahu

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.

10. Semangat Kebangsaan

Cara berfikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan Negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.

11. Cinta Tanah Air Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, social, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.

12. Menghargai Prestasi

Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.

13. Bersahabat / Komunikatif

Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.

14. Cinta Damai Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.

15. Gemar Membaca

Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.

16. Peduli Lingkungan

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.

17. Peduli Sosial Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.

18. Tanggung - Jawab

Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakn tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, social, dan budaya), Negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

Desain Pengembangan Pendidikan Karakter Berbasis Konsistensi

Karakter tidak dapat dilihat dari cara berfikir. Karakter dapat dilihat dari perilaku. Namun perilaku yang hanya sesekali muncul tidak dapat mencerminkan karakter seseorang. Perilaku yang konsisten terhadap permasalahan yang sama adalah wujud dari karakter seseorang (Kurniawan, 2013). Oleh sebab itu kesatupaduan dan konsis- tensi implementasi antara system pendidikan na- sional, pendidikan dikeluarga, pendidikan sekolah dan pendidikan masyarakat menjadi kunci keber- hasilan dalam menciptakan individu yang ber- karakter.

an berstruktur dan terkondisi yang dapat mening- katkan kompetensi dan karakter individu. Sedang- kan habituasi adalah penciptaan kondisi yang mengharuskan individu berperilaku sesuai dengan nilai-nilai yang ada. Pendekatan ini dapat dilakukan dengan pembiasaan, pemberian contoh dan adanya penguatan. Penguatan maksudnya adalah mem- berikan hadiah, pujian atau hal-hal menyenangkan lainnya ketika berperilaku seperti yang diharapkan dan hukuman ketika berperilaku seperti yang tidak diharapkan. Belum cukup sampai disini pem- bentukan karakter berakhir. Selanjutnya adalah evaluasi. Lakukan evaluasi berkala terhadap indi- vidu yang bersangkutan. Hal ini untuk mengetahui apakah perilaku yang dilakukan individu sudah mencerminkan karakter yang diinginkan. Desain seperti itu yang disebut dengan desain pengem- bangan makro. Berikut adalah ilustrasi dari desain pengembangan makro pendidikan karakter. Gambar 1: Proses terjadinya karakter

P IK IR A N K E IN G IN A N P E R B U A T A N K E B IA S A A N K A R A K T E R

Gambar 1: Proses terjadinya karakter

Untuk mencapai hal tersebut perlu dipahami oleh seluruh pilar pendidikan baik keluarga, sekolah maupun masyarakat bahwa terdapat dua desain dalam pengembangan pendidikan karakter. Pertama adalah model makro dan kedua adalah model mikro. Terdapat berbagai sumber yang dapat digali untuk merumuskan nilai-nilai luhur yang akan ditanamkan pada individu diantarnya agama, pancasila, UUD 1945, UU Sisdiknas No 20 Tahun 2003, Teori-teori pendidikan, Psikologi, Nilai-nilai social budaya, pengalaman langsung. Berdasar nilai-nilai luhur yang sudah digali, maka selanjutnya adalah implementasi. Proses implementasi ini dilakukan melalui pembudayaan dan pember- dayaan. Disinilah keterpaduan tiga pilar pendidikan yang tidak dapat dipisahkan yakni satuan pen- didikan, keluarga dan masyarakat. Terdapat dua pendekatan yang perlu dilakukan oleh ketiga pilar pendidikan ini yakni intervensi dan habituasi. Intervensi dapat dilakukan melalui kegiatan-kegiat-

Gambar 2 Desain Pengembangan Makro Pendidikan Karakter

Sumber: Kemendiknas 2010

Sementara dalam desain pengembangan mikro melibatkan terbagi menjadi empat pilar yakni kegiatan belajar mengajar di kelas, kegiatan kese- harian dilingkungan sekolah, kegiatan ekstra kuri- kuler dan intra kurikuler serta kegiatan keseharian di rumah.

Penerapan pendidikan karakter terintegrasi pada setiap mata pelajaran yang ada di dalam kelas. Pendidikan karakter tidak berdiri sendiri da- lam mata pelajaran tertentu. Oleh karena itu setiap guru mata pelajaran memiliki tanggung jawab untuk menanamkan dan mengembangkan karakter pe- serta didik. Pengembangan karakter bukan hanya menjadi tanggung jawab guru di dalam kelas, na- mun semua anggota masyarakat sekolah juga mengambil bagian dalam pengembangan karakter. Peserta didik juga berinteraksi dengan masyarakat lingkungan sekolah. Apa yang ia lihat, ia dengar sangat bepengaruh terhadap dirinya. Selain itu kegiatan ekstra kurikuler yang merupakan bagian pengembangan potensi peserta didik diluar bidang akademik juga memiliki peranan dalam mengembangkan karakter peserta didik. Serta tidak kalah pentingnya adalah penerapan pem- biasaan yang sejalan antara kehidupan dirumah dengan disatuan pendidikan atau sekolah. Hal ini perlu mendapatkan perhatian karena kita ketahui bahwa waktu peserta didik di rumah lebih banyak dari pada di sekolah.

Berdasarkan desain pengembangan mikro ini kita dapat mengambil kesimpulan bahwa seluruh

elemen sekolah terutama struktural sebagai pem- buat kebijakan dan lingkungan keluarga memiliki peran yang besar dalam menentukan berhasil tidaknya pendidikan karakter pada peserta didik.

Implementasi Manajemen Pendidikan dalam Pengembangan Pendidikan Karakter

Manajemen merupakan suatu proses pe- manfaatan sumber daya yang dimiliki yang dila- kukan secara terus menerus untuk mencapai tu- juan. Terdapat paling tidak tidak empat fungsi da- lam manajemen yaitu planning (perencanaan), organizing (pengorganisasian), actuating (peng- gerakan) dan controlling (pengawasan). Pene- rapan fungsi-fungsi ini dalam satuan pendidikan di- sebut dengan Manajemen Sekolah. Mengelola sekolah atau manajemen sekolah menurut Depdiknas (2000:1) “mengatur agar seluruh potensi sekolah berfungsi secara optimal dalam mendu- kung tercapainya tujuan sekolah”. Selain itu untuk mengelola satuan pendidikan pemerintah melalui peraturan pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Terdapat 8 standar dalam lingkup pendidikan, meliputi: standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelo- laan, standar pembiayaan, dan standar penilaian. Untuk menjamin standar dan pengendalian mutu ini pemerintah akan mengadakan akreditasi bagi lembaga pendidikan dan sertifikasi bagi tenaga pendidik dan kependidikan.

Pelaksanaan manajemen sekolah yang baik tidak terlepas dari peran kepala sekolah sebagai pucuk pimpinan dan pembuat kebijakan di sekolah. Wibowo (2013) menjelaskan penerapan fungsi manajemen yang meliputi planning, organizing, actuating dan controlling (POAC) dalam ling- kungan sekolah. Pertama adalah perencanaan. Perencanaan disini mengarah pada dua hal yaitu program kegiatan dan penanaman nilai karakter dalam program tersebut. Setiap lini dalam sekolah Gambar 3 Desain Pengembangan

Mikro Pendidikan Karakter Sumber: Kemendiknas 2010

harus memiliki program dan sasaran nilai karakter yang dikembangkan. Jadi dengan begitu tidak hanya peserta didik yang menjadi subjek dari penanaman dan pengembangan karakter, namun seluruh lini di sekolah. Program ini dijabarkan berdasarkan visi dan misi sekolah. Kedua adalah pengorganisasian. Terdapat langkah-langkah yang harus dilakukan kepala sekolah dalam peng- organisasian pendidikan karakter: 1) merinci tugas yang harus dilaksanakan oleh guru dan staf, 2) pembagian tugas yang jelas, 3) pengelompokan tugas guru dan staf, 4) menetapkan mekanisme kerja dan, 5) monitoring/ reorganisasi. Ketiga adalah penggerakan. Kegiatan penggerakan meliputi: 1) mengadakan orientasi sebelum tugas dilaksanakan, 2) memberi petunjuk tentang implementasi pendidikan karakter dalam pelak- sanaan kegiatan, 3) melibatkan seluruh warga se- kolah dalam perencanaan dan implementasi pen- didikan karakter dan, 5) memberi nasihat apabila terjadi kendala dalam implementasi aktivitas. Keempat adalah pengawasan. Tahap dalam pengawasan adalah: 1) menetapkan standar kegiatan, 2) membandingkan pelaksanaan dengan standar, 3) perbaikan terhadap kesalahan yang terjadi. Depdiknas 2000 menjelaskan bahwa kepala sekolah dalam melaksanakan kepemim- pinan hendaknya mengimplementasikan prinsip kepemimpinan yang meliputi: konstruktif, kreatif, partisipatif, kooperatif, delegatif, integrative, rasional dan objektif, pragmatis, keteladanan, adaptabel dan fleksibel.

Berdasarkan penjelasan dari Wibowo (2010) dan Depdiknas (2000) maka kepala sekolah memiliki peran yang jelas dalam imple- mentasi manajemen sekolah yaitu menjalankan fungsi manajemen yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan. Dalam menjalankan fungsi tersebut kepala sekolah perlu mengambil peran moderat yang berarti tidak terlalu kaku dan tidak terkesan mengabaikan. Selain itu implementasi manajemen sekolah tidak bisa lepas dari pelibatan seluruh elemen sekolah.

Hal ini bertujuan agar terjadi kesamaan persepsi dan tindakan dalam mewujudkan pendidikan yang berkarakter. Seperti jika kita tinjau teori pembela- jaran yang membentuk perilaku sebagaimana dikemukakan Robin (2011) bahwa terdapat 3 teori pembelajaran yang mempengaruhi perilaku seseorang. Pertama teori classical contioning yang dimotori oleh Ivan Pavlov. Inti dari teori ini adalah pembiasaan perilaku. Peserta didik akan mudah berperilaku seperti yang diharapkan jika dibiasakan. Kedua adalah operant conditing yang dimotori oleh Skinner. Inti dari teori ini adalah seseorang berperilaku karena ada suatu yang diharapkan atau menghindari suatu yang tidak diha- rapkan. Aturan yang ada di sekolah jika dibuat secara bersama maka akan terjadi suatu kese- pakatan bersama pula. Sehingga segala kon- sekwensi dari aturan tersebut telah menjadi kese- pakatan. Ketiga adalah teori social learning yang dimotori oleh Albert Bandura. Inti teori ini adalah percontohan. Manusia akan berperilaku jika diberi contoh. Kesamaan persepsi dalam manajemen sekolah akan membawa perilaku yang sama antar seluruh warga sekolah. sehingga memudahkan siswa untuk mencontoh perilaku yang sesuai dengan karakter yang diinginkan.

Implementasi manajemen sekolah yang demikian diharapkan semboyan Ki Hajar Dewantoro Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tutwuri Handayani yang berarti (di depan memberikan contoh, di tengah mem- bangun semangat, dan di belakang memberikan dorongan moral) dapat terwujud. Semoga dengan implementasi manajemen sekolah yang baik tujuan penanaman nilai-nilai luhur terhadap peserta didik melalui pendidikan karakter dapat tercapai.

SIMPULAN

Pendidikan karakter bukanlah permasalahan yang sederhana. Pendidikan karakter merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang semakin utuh melalui penanaman nilai-nilai

luhur yang akan dijadikan pedoman dalam berfikir, bersikap dan bertindak peserta didik. Pendidikan