• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya Peningkatan Profesionalisme Guru

Tri Sudarwanto

Fakultas Ekonomi – Universitas Negeri Surabaya trisudarwanto@ymail.com

Abstrak : Permasalahan-permasalahan yang dihadapi guru tiap hari sudah mulai bermunculan kepermukaan.

Problematika guru tersebut diantaranya adalah rendahnya mutu pengajaran yang disebabkan oleh beratnya beban yang diemban guru, minimnya fasilitas pembelajaran di sekolah, dan rendahnya kesejahteraan guru. Selain itu, minimnya jumlah guru yang tersedia serta manajemen pendidikan yang ala kadarnya dapat mengakibatkan kegiatan belajar mengajar (KBM) kurang maksimal. Secara garis besar, problem rendahnya mutu pengajaran ada dua yakni, pertama, faktor internal. Guru yang sejatinya sebagai tenaga profesional yang terdidik dan terlatih belum mampu menunjukkan kompetensi-kompetensi yang diharapkan oleh muridnya dan orang tua murid. Hal ini menjadikan proses belajar mengajar pun akan terganggu. Sebab, tugas guru tak hanya mengajar tetapi juga mendidik serta menjadi seorang manajer di suatu kelas. Kedua, faktor eksternal. Seperti diketahui, profesi sebagai guru adalah suatu pekerjaan yang mulia. Saking mulianya, guru seringkali benar-benar mengabdikan dirinya untuk satu sekolah tertentu meskipun honor yang didapatkan sangat minim sekali bahkan lebih kecil dari seorang buruh pada umumnya. Awalnya barangkali atas nama pengabdian, namun tak dapat dipungkiri bahwa guru juga harus memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.

Kata Kunci : Profesionalisme Guru

Dalam UU RI Nomor 14 Tahun 2005, ten- tang guru dan dosen menyebutkan bahwa guru dan dosen mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat strategis dalam pembangunan nasional dalam bidang pendidikan. Yang dimaksud guru pada Undang-Undang tersebut adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, meng- ajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Pada Undang- Undang ini menyebutkan bahwa Guru berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.

Guru sebagai agen pembelajaran dipandang perlu adanya peningkatan kualitas guru, yaitu guru

yang profesional. Menciptakan guru yang profe- sional mutlak dilakukan secara terus menerus.

Setelah kita amati, nampak jelas bahwa masalah yang serius dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan di berbagai jenjang pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal. Dan hal itulah yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan yang menghambat penyediaan sumber daya menusia yang mempunyai keahlian dan kete- rampilan untuk memenuhi pembangunan bangsa di berbagai bidang.

Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia antara lain adalah masalah efektifitas, efisiensi dan standardisasi pengajaran. Hal tersebut masih menjadi masalah pendidikan di Indonesia

pada umumnya. Adapun permasalahan khusus dalam dunia pendidikan yaitu:

1. Rendahnya kualitas guru, 2. Rendahnya kesejahteraan guru,

Permasalahan-permasalahan yang tersebut di atas akan menjadi bahan bahasan dalam maka- lah yang berjudul “ Upaya Peningkatan Profe- sionalisme Guru. Dalam istilah Jawa, guru meru- pakan sosok yang “diguguh dan ditiru” dihormati dan dicontoh. Guru juga dijuluki sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Namun kenyataanya tak seperti yang telah tertulis dan selalu disebut-sebut. Guru sejati berfungsi sebagai pentransfer ilmu pengeta- huan yang dimilikinya kepada anak didik dan menjadi panutan bagi mereka. Walaupun demi- kian, untuk keadaan sekarang tampaknya belum ada yang dapat menjalankan tugas seorang guru itu secara optimal.

Permasalahan-permasalahan yang dihadapi guru tiap hari sudah mulai bermunculan kepermu- kaan. Problematika guru tersebut diantaranya adalah rendahnya mutu pengajaran yang disebab- kan oleh beratnya beban yang diemban guru, minimnya fasilitas pembelajaran di sekolah, dan rendahnya kesejahteraan guru. Selain itu, minimnya jumlah guru yang tersedia serta manajemen pendi- dikan yang ala kadarnya dapat mengakibatkan kegiatan belajar mengajar (KBM) kurang mak- simal. Secara garis besar, problem rendahnya mutu pengajaran ada dua yakni, pertama, faktor inter- nal. Guru yang sejatinya sebagai tenaga profesional yang terdidik dan terlatih belum mampu menun- jukkan kompetensi-kompetensi yang diharapkan oleh muridnya dan orang tua murid. Hal ini menjadikan proses belajar mengajar pun akan ter- ganggu. Sebab, tugas guru tak hanya mengajar te- tapi juga mendidik serta menjadi seorang manajer di suatu kelas.

Dalam proses mendidik inilah nilai-nilai moral semestinya diterapkan pada jiwa peserta didik. Kedua, faktor eksternal. Seperti diketahui, profesi sebagai guru adalah suatu pekerjaan yang

mulia. Saking mulianya, guru seringkali benar-benar mengabdikan dirinya untuk satu sekolah tertentu meskipun honor yang didapatkan sangat minim sekali bahkan lebih kecil dari seorang buruh pada umumnya. Awalnya barangkali atas nama peng- abdian, namun tak dapat dipungkiri bahwa guru juga harus memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Oleh karena gaji yang diterima tidak men- cukupi kebutuhan fisiologisnya, maka tak sedikit guru yang ‘nyambi’ dengan pekerjaan lainnya. Dengan begitu, konsentrasi guru menjadi menurun karena terdesak pemenuhan ekonominya. Pendek kata, kesejahteraan guru kurang memadai sehingga berakibat fatal terhadap mutu pengajaran. Bagai- mana seorang guru bisa melakukan tugasnya de- ngan tenang jika masih pusing-pusing memikirkan cara untuk memenuhi kebutuhan pokoknya? Selain itu, anggapan bahwa para orang tua murid adalah orang yang telah membayar upah para guru sehingga mereka berhak menuntut pada pihak sekolah jika terjadi sesuatu yang tidak beres pada diri anak-anaknya. Padahal, fakta menunjukkan bahwa sumbangan pendidikan yang diberikan tak layak untuk menggaji guru yang telah berkorban jiwa dan raga.

Sementara orang tua murid hanya menyerah- kan sepenuhnya tanpa mengontrol perkembangan anak-anaknya. Perlu diketahui juga, bahwa Tuhan memperingatkan manusia untuk memelihara diri sendiri dan keluarganya, yang berarti bahwa orang tua juga ikut bertanggung jawab atas segala sesuatu yang bersangkutan dengan anak-anaknya terutama dalam hal pendidikan. Di lain pihak, guru dituntut untuk memberikan yang terbaik bagi peserta di- diknya. Untuk mencapai tujuan pendidikan adalah tak semudah yang seperti dibayangkan, akan tetap diperlukan proses yang cukup panjang dan rumit. Sering kali kita mendengar bahwa guru yang profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan yang maksimal.

Untuk menjadi guru yang profesional dapat dikatakan gampang-gampang susah. Karena ia mesti memiliki kemampuan yang spesifik, baik menyangkut materi maupun nonmateri. Ada yang berpendapat bahwa metode lebih penting daripada materi itu sendiri. Susah memang jika guru tidak menguasai strategi atau teknik dan metode mengajar yang baik, tapi penguasaan bahan ajar pun juga tidak boleh diabaikan. Dari itu, sedikitnya ada lima kriteria yang harus dimiliki dan dilakukan oleh guru profesional, yaitu menguasai materi kurikulum, mengaplikasikan materi dalam kehidupan sehari-hari, menguasai metodologi pengajaran dan evaluasi, serta bersikap disiplin, giat, dan loyal pada tugasnya sebagai guru. Sehingga guru diharapkan mampu mengembang- kan segala potensi dalam dirinya dengan baik sesuai dengan strategi belajar mengajar yang telah ada. Dalam proses pencapaian menuju mutu peng- ajaran yang lebih meningkat maka langkah-lang- kah positif yang efektif dan efesien perlu diper- siapkan dan diterapkan oleh guru.

Keberhasilan dalam mutu pengajaran sulit terwujud jika guru tidak mendapat support dari berbagai pihak. Tidak fair jika pemerintah mengeluarkan dan menetapkan kurikulum di sekolah, namun pihaknya tidak meninjau dan mengevaluasi pelaksanaan kurikulum tersebut, apakah sudah memenuhi harapan atau belum sama sekali. Berbicara mengenai konsep kurikulum yang sering berganti-ganti, agaknya patut dipertanyakan lebih lanjut. Jika yang menjadi masalah utama ada- lah mutu pengajaran yang masih rendah, mengapa mesti kurikulumnya yang dirubah? Padahal, proses untuk mencapai kualitas pengajaran agar lebih meningkat, perlu memandang berbagai faktor pen- dukung pendidikan.

Guru meski secara jujur diakui bahwa ka- dang-kadang hidup di dalam suasana keprihatinan. Melihat fenomena yang terjadi di atas tampaknya julukan yang disandang oleh guru yaitu pahlwan tanpa tanda jasa menurut hemat penulis sudah tidak relevan dengan keadaan sekarang ini. Kalau boleh

usul, ‘embel-embel’ itu diganti dengan guru adalah sang pahlawan sejati yang patut dihormati dan diteladani serta senantiasa berjasa seumur hidup. Dengan demikian, profesi guru meski bukan tergo- long profesi yang diminati banyak orang, tetapi setidaknya masyarakat menghormati dan meng- hargai serta menjunjung tinggi segala ilmu penge- tahuan serta kemampuan yang dimiliki para guru. Demikian juga perhatian dari pemerintah daerah terhadap guru.

PEMBAHASAN

Rendahnya Kualitas Guru

Guru Indonesia Belum Memenuhi Standar Kualifikasi. Sebanyak 1,4 juta guru di negeri ini belum menyandang gelar sarjana. Fakta mempri- hatinkan tersebut mendapat perhatian serius dari pemerintah. Karena itu, tahun ini Direktorat Pening- katan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PMPTK) akan menyekolahkan 170 ribu guru untuk menggondol gelar S-1. Tahun ini, pemerintah akan menyekolahkan para guru. Sebab, angka 1,4 juta guru itu ditargetkan harus tuntas pada 2014. Saat ini, total ada 2.374.722 guru yang tersebar di seluruh Indonesia. Dari jumlah itu, baru 930.804 orang yang berpendidikan S-1, 16.196 bergelar S-2, dan hanya segelintir yang memegang ijazah S-3. Yakni, 55 orang. Sisanya belum bergelar sarjana. Yang memprihatinkan, jumlah guru lulusan SPG atau SMA cukup banyak. Yakni, 477.039 orang. Di antara 170 ribu guru itu termasuk mereka yang telah menempuh studi sejak 2007. Guru lulusan SPG yang hendak meraih gelar S-1 diberi waktu delapan semester untuk menyelesaikan studinya. Guru lulusan D-2 diberi tenggat enam semester. Lebih dari masa studi yang ditentukan, guru harus memberi alasan tepat mengapa molor. pemerintah belum sepenuhnya bisa memberikan bantuan pendidikan kepada para guru. Nominal bantuan baru Rp 2 juta per tahun. Bantuan itu khusus untuk membayar SPP.

Selain menyekolahkan guru, pemerintah membantu guru menggenggam gelar S-2. Terutama, para guru yang mengajar di rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI). Hanya, khusus program itu tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, Tapi, juga pemerintah daerah. Walaupun guru dan pengajar bukan satu- satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendi- dikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, te- naga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Kualitas guru dan pengajar yang rendah juga dipengar Guru sebagai agen pembelajaran dipandang perlu adanya peningkatan kualitas guru, yaitu guru yang profesional.

Menciptakan guru yang profesional mutlak dilakukan secara terus menerus. Dalam usaha peningkatan kualitas pendidikan disadari satu kebenaran fundamental, yakni bahwa kunci keberhasilan mempersiapkan dan menciptakan guru-guru yang profesional, yang memiliki kekuatan dan tanggung jawab yang baru untuk merencanakan pendidikan di masa depan. Dalam kaitan mempersiapkan guru yang berkualitas dimasa depan, dunia pendidikan di Indonesia dewasa ini dihadapkan pada persoalan bagaimana meningkatkan kualitas sekitar 2 juta guru yang sekarang ini sudah bertugas di ruang-ruang kelas. Pada dasarnya peningkatan kualitas diri seseorang harus menjadi tanggung jawab diri pribadi. Oleh karenanya usaha peningkatan kualitas guru terletak pada diri guru sendiri. Untuk itu diperlukan adanya kesadaran pada diri guru untuk senantiasa dan secara terus menerus meningkatkan pengetahuan dan kemampuan yang diperlukan guna peningkatan kualitas kerja sebagai pengajar profesional. Kesadaran ini akan timbul dan berkembang sejalan dengan kemungkinan pengembangan karir mereka. Oleh karena itu pengembangan kualitas guru harus dikaitkan dengan perkembangan karir guru sebagai pegawai, baik negeri maupun swasta. Gambaran yang ideal

adalah bahwa pendapatan dan karir, dalam hal ini jenjang jabatan dan kepangkatan merupakan hasil dari peningkatan kualitas seseorang selaku guru.

Urutan proses di atas menunjukkan bahwa jenjang kepangkatan dan jabatan yang tinggi hanya bisa dicapai oleh guru yang memiliki kualitas profesional yang memadai. Sudah barang tentu alur pikir tersebut didasarkan pada asumsi bahwa peningkatan jenjang kepangkatan dan jabatan guru berjalan seiring dengan peningkatan pendapatannya. Proses dari timbulnya kesadaran untuk meningkatkan kemampuan profesional di kalangan guru, timbulnya kesempatan dan usaha, mening- katnya kualitas profesional sampai tercapainya jenjang kepangkatan dan jabatan yang tinggi me- merlukan iklim yang memungkinkan berlangsung- nya proses di atas. Iklim yang kondusif hanya akan muncul apabila di kalangan guru timbul hubungan kesejawatan yang baik, harmonis, dan obyektif. Hubungan tersebut bisa dimunculkan antara lain lewat kegiatan profesional kesejawatan.

Dengan demikian, untuk pembinaan dan peningkatan profesional guru perlu dikembangkan kegiatan professional kesejawatan yang baik, harmonis, dan obyektif. Secara sistematis pengem- bangan kesejawatan ini memerlukan: Wadah dan kelembagaan untuk pengembangan kesejawatan adalah kelompok yang merupakan organ bersifat non-struktural dan lebih bersifat informal. Wadah ini dikembangkan berdasarkan bidang studi atau rumpun bidang studi pada masing-masing sekolah. Anggota yang memiliki kepangkatan tertinggi dalam setiap rumpun diharapkan bisa berfungsi sebagai pembimbing. Kalau ada anggota memiliki kepangkatan yang sama, maka diharapkan secara bergiliran salah satu darinya berfungsi sebagai pembimbing anggota yang lain. Dengan bentuk wadah dan kelembagaan semacam ini maka di setiap sekolah akan terdapat lebih dari satu kelompok.

Keberadaan kelompok akan memungkin- kan para guru untuk bisa tukar fikiran dengan rekan sejawat mengenai hal ikhwal yang berkaitan

interaksi guru dengan para siswa. Bagi seorang pekerja profesional, termasuk guru, komunikasi kesejawatan tentang profesi yang ditekuni sangat- lah penting. Namun sayangnya, justru komunikasi kesejawatan inilah yang belum ada di kalangan profesi guru di tanah air kita. Meningkatkan penguasaan dan pengembangan keilmuan, khususnya bidang studi yang menjadi tanggung jawabnya. Kegiatan yang dilaksanakan antara lain: a. Kajian jurnal, artikel dan buku baru.

b. Mengikuti jalur pendidikan formal yang lebih tinggi.

c. Mengikuti seminar-seminar dan penataran- penataran.

d. Menyampaikan pengalaman penataran dan seminar kepada anggota kelompok.

e. Melaksanakan penelitian.

Salah satu organisasi profesi yang saat ini masih aktif keberadaannya adalah MGMP Eko- nomi. MGMP ini keberadaannya sudah cukup lama yaitu sekitar tahun 1900-an. Kegiatan yang diselenggarakan MGMP ini mengalami pasang surut. Melalui wadah ini dapat dideskripsikan permasalahan guru ekonomi. Masalah yang diha- dapi antara lain berkaitan dengan motivasi guru ekonomi. Untuk itu, diperlukan wadah yang me- nampung aspirasi agar guru meningkat profe- sionalnya. Salah satu wadahnya yaitu Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Tujuan dise- lenggarakan MGMP ialah;

1. Memotivasi guru guna meningkatkan kemam- puan dan keterampilan dalam merencanakan, melaksanakan, dan membuat evaluasi pro- gram pembelajaran dalam rangka mening- katkan keyakinan diri sebagai guru profesional. 2. Mengasah kemampuan dan kemahiran guru dalam melaksanakan pembelajaran sehingga dapat menunjang usaha peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan.

3. Sarana mendiskusikan permasalahan yang dihadapi dan dialami oleh guru dalam melak- sanakan tugas sehari-hari dan mencari solusi

alternatif pemecahannya sesuai dengan karakteristik mata pelajaran masing-masing, guru, kondisi sekolah, dan lingkungannya. 4. Membantu guru memperoleh informasi teknis

edukatif yang berkaitan dengan kegiatan ilmu pengetahuan dan teknologi, kegiatan kuriku- lum, metodologi, dan sistem pengujian yang sesuai dengan mata pelajaran yang ber- sangkutan.

5. Saling berbagi informasi dan pengalaman dari hasil lokakarya, simposium, seminar, diklat, classroom action research, referensi, dan lain- lain kegiatan profesional yang dibahas ber- sama-sama;

6. Menjabarkan dan merumuskan agenda reformasi sekolah (school reform), khusus- nya focus classroom reform, sehingga ber- proses pada reorientasi pembelajaran yang efektif.

Setelah kita amati, nampak jelas bahwa masalah yang serius dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan di berbagai jenjang pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal. Dan hal itulah yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan yang menghambat penyediaan sumber daya menusia yang mempunyai keahlian dan kete- rampilan untuk memenuhi pembangunan bangsa di berbagai bidang.

Rendahnya Kesejahteraan Guru

Dengan adanya UU Guru dan Dosen, barangkali kesejahteraan guru dan dosen (PNS) agak lumayan. Pasal 10 UU itu sudah memberikan jaminan kelayakan hidup. Di dalam pasal itu dise- butkan guru dan dosen akan mendapat penghasilan yang pantas dan memadai, antara lain meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, tun- jangan profesi, dan/atau tunjangan khusus serta penghasilan lain yang berkaitan dengan tugasnya. Mereka yang diangkat pemkot/pemkab bagi dae- rah khusus juga berhak atas rumah dinas.

Faktor kesejahteraan menjadi salah satu yang berpengaruh terhadap kinerja guru di dalam meningkatkan kualitasnya sebab semakin sejahteranya seseorang makin tinggi kemungkinan untuk meningkatkan kerjanya. Mulyasa (2003) menegaskan bahwa terpenuhinya berbagai macam kebutuhan manusia, akan menimbulkan kepuasan dalam melaksanakan apapun tugasnya. Menurut Supriadi (1999) bahwa tingkat kesejahteraan guru di Indonesia sangat memprihatinkan, hanya setara dengan kondisi guru di negara miskin di Afrika. Rendahnya tingkat kesejahteraan tersebut akan semakin tampak bila dibandingkan dengan kondisi guru di negara lain. Di negara maju, gaji guru umumnya lebih tinggi dari pegawai yang lain, sementara di Indonesia justru sebaliknya.

Profesionalitas guru tidak saja dilihat dari kemampuan guru dalam mengembangkan dan memberikan pembelajaran yang baik kepada peserta didik, tetapi juga harus dilihat oleh peme- rintah dengan cara memberikan gaji yang pantas serta berkelayakan. Bila kebutuhan dan kesejah- teraan para guru telah layak diberikan oleh peme- rintah, maka tidak akan ada lagi guru yang membolos karena mencari tambahan diluar (Denny Suwarja, 2003). Hal itu tersebut dipertegas Pidarta (1999) yang menyatakan bahwa rata-rata gaji guru di negara ini belum menjamin kehidupan yang layak. Hampir semua guru bekerja di tempat lain sebagai sambilan disamping pekerjaannya sebagai guru tetap disuatu sekolah. Malah ada juga guru-guru yang melaksanakan pekerjaan sambilan lebih dari satu tempat bahkan ada yang bekerja sambilan tidak di bidang pendidikan. Hal ini bisa dimaklumi karena mereka ingin hidup layak bersama keluargannya.

Dunia guru masih terselingkung dua masalah yang memiliki mutual korelasi yang pemecahannya memerlukan kearifan dan kebijaksanaan beberapa pihak terutama pengambil kebijakan yaitu: (1). Profesi keguruan kurang menjamin kesejah-

teraan karena rendah gajinya. Rendahnya gaji berimplikasi pada kinerjanya.

(2). Profesionalisme guru masih rendah (Hamalik, 2010).

Journal PAT (2001) menjelaskan bahwa di Inggris dan Wales dalam meningkatkan profe- sionalisme guru pemerintah mulai memperhatikan pembayaran gaji guru diseimbangkan dengan be- ban kerjanya. Analisa tingkat institusi menyatakan bahwa hubungan antara kepuasan dan performan rasanya nyata, pendidik yang terpuaskan pada tingkat yang lebih tinggi memiliki performan pada tingkat yang lebih tinggi dari pendidik yang berada pada tingkat tidak terpuaskan. Hal tersebut dipertegas Arthur H. Braifiled and Walter H. yang menyatakan bahwa memang terdapat korelasi positif antara kepuasan kerja dengan performan kerja namun pada tingkat rendah.

Peningkatan kesejahteraan berkaitan erat dengan insentif yang diberikan pada guru. Insentif dibatasi sebagai imbalan organisasi pada motivasi individu, pekerja menerima insentif dari organisasi sebagai pengganti karena dia anggota yang produktif dengan kata lain insentif adalah upah atau hukuman yang diberikan sebagai pengganti kontribusi individu pada organisasi. Menurut Chester l. Barnard (dalam Dedy Supriadi, 2005) menyatakan bahwa insentif yang tidak memadai berarti mengubah tujuan organisasi. Dari uraian di atas disimpulkan bahwa untuk memaksimalkan kinerja guru langkah strategis yang dilakukan pemerintah yaitu memberikan kesejahteraan yang layak sesuai volume kerja guru, selain itu mem- berikan insentif pendukung sebagai jaminan bagi pemenuhan kebutuhan hidup guru dan keluar- ganya.

Program peningkatan mutu pendidikan apa- pun yang akan diterapkan pemerintah, jika kesejahteraan guru masih rendah maka besar ke- mungkinan program tersebut tidak akan mencapai hasil yang maksimal. Jadi tidak heran kalau guru di negara maju memiliki kualitas tinggi dan pro- fesional, karena penghargaan terhadap jasa guru sangat tinggi. Adanya Jaminan kehidupan yang layak bagi guru dapat memotivasi untuk selalu

bekerja dan meningkatkan kreativitas sehingga kinerja selalu meningkat tiap waktu.

DAFTAR RUJUKAN

Dedi Supriadi. 2005. Mengangkat Citra dan Martabat guru, Yogyakarta. Adicita. Hamalik.2010. Pendidikan Guru berdasarkan

Pendekatan Kompetensi.Jakarta. Bumi aksaara.

Mulyasa,E. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik dan Implementasi, Bandung.

Pidarta, Prof. Dr. Made. 2004. Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.

UU Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. UU Republik Indonesia No.20 Tahun 2003

Pengembangan M odul M enangani Surat/