• Tidak ada hasil yang ditemukan

I mplementasi Krikulum 2013 melalui Pendekatan Scientific

Sukidin Novita Nurul Islami

Prodi Pendidikan Ekonomi FKIP Universitas Jember Jl. Kalimantan No. 37 Jember; Email: sukidin2005@yahoo.co.id

Abstrak: Kurikulum 2013 merupakan kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan yang diharapkan

mampu menjawab tantangan dan persoalan yang akan dihadapi oleh bangsa Indonesia di masa yang akan datang. Kurikulum 2013 didesain berdasarkan pada budaya dan karakter bangsa, berbasis peradaban, dan berbasis pada kompetensi. Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan scientific approach, dimana dalam penerapannya, guru diharapkan mampu mengimplementasikan metode pembelajaran yang inovatif (students-centered). Oleh karena itu, dalam implementasi kurikulum 2013 menuntut keaktifan guru secara profesional dalam merancang pembelajaran efektif dan bermakna (menyenangkan), mengorganisasikan pembelajaran, memilih pendekatan pembelajaran yang tepat, menentukan prosedur pembelajaran dan pembentukan kompetensi secara efektif, serta menetapkan kriteria keberhasilan. Adapun tujuan penulisan artikel ini yaitu untuk menelaah implementasi kurikulum 2013 melalui pendekatan scientific. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa konstruksi pembelajaran dengan menggunakan pendekatan scientific dalam kurikulum 2013 pada dasarnya menghadirkan keterampilan proses sehingga pembelajaran dapat mengembangkan kemampuan siswa dalam keterampilan proses dan secara operasional merupakan penerapan keterampilan proses siswa dalam hal, seperti: mengobservasi, menanya, menalar, mencoba, membentuk jaringan.

Kata kunci: kurikulum 2013, scientific approach

Kurikulum merupakan salah satu unsur sumberdaya pendidikan yang memberikan kontribusi signifikan untuk mewujudkan proses berkembangnya kualitas potensi peserta didik. Kurikulum dalam hal ini diharapkan dapat memberikan keseimbangan aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotor secara berimbang, sehingga pembelajaran yang terjadi diharapkan dapat berjalan dengan menyeim- bangkan ketiga aspek tersebut.

Seperti halnya kurikulum 2013, yang merupakan kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan yang diharapkan mampu untuk menjawab tantangan dan persoalan yang akan dihadapi oleh bangsa Indonesia ke depan.

Kurikulum 2013 didesain berdasarkan pada budaya dan karakter bangsa, berbasis pera- daban, dan berbasis pada kompetensi.

Perubahan yang mendasar pada kuriku- lum 2013 dibanding dengan kurikulum- kurikulum sebelumnya adalah perubahan pada tingkat satuan pendidikannya dimana imple- mentasi kurikulum ini dilakukan pada tingkat satuan pendidikan mulai dari sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah mene- ngah atas atau sekolah menengah kejuruan. Perubahan yang lain dapat dilihat dari konsep kurikulum 2013 itu sendiri.

Dalam penerapan kurikulum 2013, guru diharapkan mampu mengimplementasikan

metode pembelajaran yang inovatif (students- centered). Hal ini dikarenakan pembelajaran konvensional (teacher-centered) dianggap tidak lagi mampu memberikan keseimbangan aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotor dalam rangka mewujudkan proses berkembangnya kualitas potensi peserta didik. Agar peserta didik mampu mengembangkan sikap dan pengalaman sesuai dengan perbedaan potensinya, maka peran guru tidak lagi sebagai pentransfer ilmu, melainkan sebagai fasilitator atau membantu siswa agar siswa mampu me- nguasai berbagai kompetensi yang diharapkan. Oleh karena itu, dalam implementasi kurikulum 2013 menuntut keaktifan guru secara profesional dalam merancang pembe- lajaran efektif dan bermakna (menyenangkan), mengorganisasikan pembelajaran, memilih pendekatan pembelajaran yang tepat, menen- tukan prosedur pembelajaran dan pembentukan kompetensi secara efektif, serta menetapkan kriteria keberhasilan.

Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembela- jaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah (scientific appoach) meliputi mengamati, menanya, mencoba, me- ngolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta untuk semua mata pelajaran (Per- mendikbud, 2013). Melalui pendekatan ter- sebut diharapkan peserta didik dapat memiliki kompetensi sikap, keterampilan, dan pengeta- huan jauh lebih baik. Mereka akan lebih kreatif, inovatif, dan lebih produktif, sehingga nantinya dapat memiliki kemampuan dalam menye- suaikan diri dalam menghadapi berbagai persoalan dan tantangan pada masa yang akan datang serta dapat memasuki masa depan yang lebih baik.

Pembelajaran dengan pendekatan scien- tific menuntut siswa harus dapat menggunakan metode-metode ilmiah yaitu menggali penge- tahuan melalui mengamati, mengklasifikasi memprediksi, merancang, melaksanakan

eksperimen mengkomunikasikan pengeta- huannya kepada orang lain dengan menggu- nakan keterampilan berfikir, dan menggunakan sikap ilmiah seperti ingin tahu, hati-hati, objektif, dan jujur.

Metode ilmiah berakar dari pengetahuan yang diperoleh dengan menemukan masalah melalui observasi, eksperimen, dan melalui proses penalaran dan logika obyektif. Menurut Aragon (2007: 9), metode ilmiah didefinisikan sebagai proses yang sistematis untuk mem- peroleh pengetahuan baru yang menggunakan prinsip dasar penalaran deduktif (dan pada tingkat lebih rendah induktif). Ini dianggap sebagai cara yang paling ketat untuk menje- laskan sebab dan akibat, serta menemukan dan menganalisis hubungan yang kurang langsung antara agen dan fenomena yang terkait.

Lebih lanjut penalaran merupakan proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi-proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau di- anggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak dike- tahui. Deduktif atau deduksi adalah cara berpikir di mana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola berpikir yang dinamakan silogismus. Silogismus disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan (Suriasu- mantri, 2005: 48-49).

Dalam konteks berpikir, deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihu- bungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus. Berbeda dengan berpikir induktif, induksi merupakan cara berpikir di mana ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual. Penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan

pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum. Proses yang berkaitan temuan ke dunia nyata dikenal sebagai induksi, atau penalaran induktif, dan merupakan cara berhubungan temuan ke alam semesta di sekitar kita.

Dengan demikian, pendekatan scientific mengkaji cara-cara untuk mendapat penge- tahuan baru yang dipelajari dengan meng- gunakan proses yang sistimatis. Proses sisti- matis ini memadukan dua penalaran yakni penalaran deduktif dan penalaran induktif. Penggunaan pendekatan scientific dalam pembelajaran membawa iklim berpikir rasional yakni mendasarkan kesimpulan pada kecerdasan, logika dan bukti empirik. Oleh karena itu, penulisan artikel ini bertujuan untuk menelaah implementasi kurikulum 2013 melalui pendekatan scientific.

PEMBAHASAN

Pembelajaran dengan Pendekatan Scientific Dalam kegiatan belajar mengajar efek- tifitas pembelajaran dapat dicapai melalui 3 tahapan yaitu, 1) efektifitas interaksi, efektifitas ini akan tercipta dengan adanya harmonisasi iklim akademik dan budaya sekolah. 2) efektifitas pemahaman, hal ini menjadi bagian penting dalam pencapaian efektifitas pembe- lajaran. 3) efektifitas penyerapan, dapat tercipta mana kala adanya kesinambungan pembe- lajaran secara horizontal dan vertikal. Pada kurikulum 2013 keefektifan tersebut dapat dicapai salah satunya dengan menggunakan pendekatan scientific dalam pembelajaran.

Pendekatan scientific dalam proses ilmiah merupakan suatu cara untuk mem- pelajari aspek-aspek tertentu dari alam secara terorganisir, sistematik dan melalui metode- metode scientific yang terbakukan. Ruang lingkup scientific terbatas pada hal-hal yang

dapat dipahami oleh indera (penglihatan, sentuhan, pendengaran, rabaan, dan penge- capan).

Proses pembelajaran scientific meru- pakan perpaduan antara proses pembelajaran yang semula terfokus pada eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi dilengkapi dengan mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan mengkomunikasikan (Kemendikbud, 2013). Meskipun ada yang mengembangkan lagi menjadi mengamati, menanya, mengumpulkan data, mengolah data, mengomunikasikan, menginovasi dan mencipta. Namun, tujuan dari beberapa proses pembelajaran yang harus ada dalam pembelajaran scientific sama, yaitu menekankan bahwa belajar tidak hanya terjadi di ruang kelas, tetapi juga di lingkungan sekolah dan masyarakat. Selain itu guru juga bukan satu – satunya sumber belajar, serta sikap tidak hanya diajarkan secara verbal tetapi melalui contoh dan keteladanan.

Implikasi dalam pembelajaran berkenaan dengan hakikat metode scientific di atas, maka pengetahuan yang diperoleh melalui pembe- lajaran dan pembuktian atau pengetahuan yang melingkupi suatu kebenaran umum dari hukum–hukum alam yang terjadi misalnya didapatkan dan dibuktikan melalui metode ilmiah. Pembelajaran dengan pendekatan sci- entific dalam hal ini merujuk kepada sebuah sistem untuk mendapatkan pengetahuan dengan menggunakan pengamatan dan eksperimen untuk menggambarkan dan menjelaskan feno- mena-fenomena yang terjadi di alam. Pene- kanan belajar tampak bahwa siswa aktif berproses, ini secara operasional membawa kepada situasi pembelajaran dengan menggu- nakan pendekatan scientific, menghadirkan keterampilan proses pada siswa.

Cara mempelajari ilmu pengetahuan dengan menggunakan keterampilan proses akan menjadikan siswa memiliki pengalaman belajar yang lebih lengkap dan tidak terjebak dalam belajar hafalan. Secara operasional

pendekatan scientific dalam pembelajaran yang menekankan pada keterampilan proses, meliputi kegiatan: observasi, menggolongkan, menafsirkan, memperkirakan, mengajukan pertanyaan, dan mengidentifikasi variabel.

Dengan mekanisme pembelajaran ter- sebut, dalam belajar siswa akan menemukan pengetahuan itu dengan sendirinya. Pada pendekatan proses, tujuan utama pembelajaran adalah mengembangkan kemampuan peserta didik dalam keterampilan proses seperti: mengamati, berhipotesa, merencanakan, me- nafsirkan, dan mengkomunikasikan. Penggu- naan pendekatan proses menuntut keterlibatan langsung peserta didik dalam kegiatan belajar. Dalam pendekatan proses, ada hal mendasar yang harus selalu dipegang pada setiap proses yang berlangsung dalam pendi- dikan, yakni proses mengalami. Pendidikan harus sungguh menjadi suatu pengalaman pribadi bagi peserta didik. Dengan proses mengalami, maka pendidikan akan menjadi bagian integral dari diri peserta didik, bukan lagi potongan-potongan pengalaman yang disodorkan untuk diterima, yang sebenarnya bukan miliknya sendiri. Dengan demikian, pendidikan mengejawantah dalam diri siswa dalam setiap proses pendidikan yang dialaminya.

Implementasi Pembelajaran Kurikulum 2013 dengan Pendekatan Scientific

Keberhasilan pendekatan dalam pembe- lajaran dengan menggunakan pendekatan sci- entific adalah pembelajaran yang menekankan pada pemberian pengalaman secara langsung baik menggunakan observasi, eksperimen maupun cara yang lainnya, sehingga realitas yang akan berbicara sebagai informasi atau data yang diperoleh selain valid juga dapat diper- tanggungjawabkan.

Pendekatan scientific dalam pembela- jaran yang membawa proses mendapatkan

pengetahuan di antaranya juga dilakukan melalui eksperimen, mendorong siswa belajar metode penelitian. Implikasi ini ternyata positif, yakni ada beberapa penelitian menunjukkan bahwa belajar tentang metodologi penelitian dapat meningkatkan berpikir dalam bidang kehidupan lainnya.

Dengan mengembangkan keterampilan scientific anak akan dibuat kreatif, dan mampu mempelajari sains di tingkat yang lebih tinggi dalam waktu yang lebih singkat. Dengan meng- gunakan keterampilan-keterampilan mem- proses perolehan, siswa akan mampu mene- mukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta menumbuhkan dan mengem- bangkan sikap dan nilai. Tujuan pembelajaran scientif ic akan tercapai jika terdapat keberhasilan penilaian aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Aspek kognitif adalah hal-hal yang berkaitan dengan pengetahuan, pema- haman, dan keterampilan intelektual, aspek afektif erat kaitannya dengan sikap dan emosi, dan aspek psikomotor berkaitan dengan kete- rampilan. Ketiga aspek tersebut searah dengan hakikat sains yang harus ditinjau dari segi produk, proses, dan sikap ilmiah. Penguasaan aspek-aspek tersebut pada siswa dapat dilihat dari hasil belajar.

Lebih lanjut dalam Permendikbud (2013) dijelaskan bahwa proses pembelajaran pada kurikulum 2013 dilaksanakan dengan menggu- nakan pendekatan scientific yaitu pendekatan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, yang memiliki kriteria sebagai berikut:

1. Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata.

2. Penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif guru dan siswa terbebas dari prasangka yang serta merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.

3. Mendorong dan menginspirasi siswa ber- pikir secara kritis, analistis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecah- kan masalah, dan mengaplikasikan materi pembelajaran.

4. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari materi pembelajaran.

5. Mendorong dan menginspirasi siswa mam- pu memahami, menerapkan, dan mengem- bangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon materi pem- belajaran.

6. Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggung- jawabkan.

7. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik sistem penyajiannya.

Metode scientific ini memiliki karak- teristik doing science, sehingga memudahkan guru atau pengembang kurikulum untuk memperbaiki proses pembelajaran, yaitu dengan memecah proses ke dalam langkah- langkah atau tahapan-tahapan secara terperinci yang memuat instruksi untuk siswa melak- sanakan kegiatan pembelajaran (Varelas and Michael, 2008: 31). Hal inilah yang menjadi dasar dari pengembangan kurikulum 2013 di Indonesia. Pendekatan scientific atau lebih umum dikatakan pendekatan ilmiah merupakan

pendekatan dalam kurikulum 2013. Pendekatan scientific pada kurikulum 2013 yang diterapkan di Indonesia menjabarkan langkah-langkah pembelajaran tersebut menjadi lima, yaitu: mengamati, menanya, menalar, mencoba, membentuk jejaring.

Dalam pelaksanaannya, ada yang menjadikan scientific sebagai pendekatan ataupun metode. Namun karakteristik dari pendekatan scientific tidak berbeda dengan metode scientific (scientific method). Sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan, sasaran pembelajaran mencakup pengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dielaborasi untuk setiap satuan pendidikan. Ketiga ranah kompetensi tersebut memiliki lintasan perolehan (proses psikologi) yang berbeda. Sikap diperoleh melalui aktivitas menerima, menjalankan, menghargai, meng- hayati, dan mengamalkan. Pengetahuan diperoleh melalui aktivitas mengingat, mema- hami, menerapkan, menganalisis, mengeva- luasi, dan mencipta. Keterampilan diperoleh melalui akt ivit as mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta. Karakteristik kompetensi beserta perbedaan lintasan perolehan turut serta mempengaruhi karakteristik standar proses (Permendikbud, 2013). Pendekatan scientific dalam pembe- lajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya, menalar, mencoba, membentuk jejaring untuk semua mata pela- jaran.

Mengobservasi

Observasi merupakan hasil dari penga- matan melalui indera, peserta didik akan belajar dengan mencari gambaran atau informasi tentang objek yang diamati. Hasil apa saja yang kita peroleh dari suatu pengamatan. Metode ini sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta didik. Sehingga proses pembe- lajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Dengan metode observasi peserta didik mene- mukan fakta bahwa ada hubungan antara obyek yang dianalisis dengan materi pembelajaran yang digunakan oleh guru. Melalui pengamatan peserta didik dapat secara langsung mence- ritakan kondisi sebagaimana yang di tuntut dalam Kompetensi Dasar (KD) dan indikator, dan mata pelajaran apa saja yang dapat dipadukan dengan media yang tersedia. Menanya

Untuk menemukan suatu permasalahan, harus dapat dikembangkan pertanyaan-perta- nyaan, misalnya apa, bagaimana, di mana, kapan, mengapa, dan siapa terhadap suatu objek. Namun, peserta didik tidak mudah menanya apabila tidak dihadapkan dengan media yang menarik. Guru harus mampu me- nginspirasi peserta didik untuk mau dan mampu menanya. Pada saat guru mengajukan perta- nyaan, guru harus membimbing dan memandu peserta didik bertanya dengan baik. Ketika guru menjawab pertanyaan, guru mendorong peserta didik menjadi penyimak yang baik. Pertanyaan guru dimaksudkan untuk memperoleh tanggapan verbal.

Menalar

Istilah menalar dalam kerangka proses pembelajaran dengan pendekatan ilmiah yang dianut dalam kurikulum 2013 untuk meng- gambarkan bahwa guru dan peserta didik merupakan pelaku aktif. Titik tekannya dalam banyak hal dan situasi peserta didik harus lebih

aktif dari pada guru. Penalaran adalah proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta- fakta empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Penalaran dimaksud merupakan penalaran ilmiah, meski penalaran nonilmiah tidak selalu tidak bermanfaat. Menalar merupakan proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta- fakta empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Menalar (associating) merujuk pada teori belajar asosiasi, yaitu kemampuan mengelom- pokkan beragam ide dan mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian mema- sukannya menjadi penggalan memori dalam otak dan pengalaman-pengalaman yang ter- simpan di memori otak berinteraksi dengan pengalaman sebelumnya (asosiasi).

Mencoba

Mencoba merupakan keterampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan tentang alam sekitar dengan menggunakan metode ilmiah dan sikap ilmiah dalam meme- cahkan masalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari. Untuk memperoleh hasil belajar yang otentik, peserta didik harus melakukan percobaan, terutama untuk materi/substansi yang sesuai dan aplikasi dari kegiatan menco- bapun dimaksudkan untuk mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar (sikap, kete- rampilan, dan pengetahuan). Aplikasi metode eksperimen atau mencoba dimaksudkan untuk mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar, yaitu sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Aktivitas pembelajaran yang nyata untuk ini yaitu: menentukan tema atau topik sesuai dengan kompetensi dasar menurut tuntutan kurikulum, mempelajari cara-cara penggunaan alat dan bahan yang tersedia dan harus disediakan, mempelajari dasar teoritis yang relevan dan hasil-hasil eksperimen sebelumnya, melakukan dan mengamati percobaan, men-

catat fenomena yang terjadi, menganalisis, dan menyajikan data, menarik simpulan atas hasil percobaan, dan membuat lapo ran dan mengkomunikasikan hasil percobaan.

Membentuk Jejaring

Membentuk jejaring terdiri dari tiga langkah yaitu: menyimpulkan, menyajikan dan mengkomunikasikan. Menyimpulkan dapat dilakukan bersama-sama dalam satu kesatuan kelompok, atau bisa juga dengan dikerjakan sendiri setelah mendengarkan hasil kegiatan mengolah informasi. Menyajikan dapat di- sajikan dalam bentuk laporan tertulis. Laporan tertulis dapat dijadikan sebagai salah satu bahan untuk portofolio kelompok atau individu. Meskipun tugas dikerjakan secara berke- lompok, sebaiknya hasil pencatatan dilakukan oleh setiap individu agar dapat dimasukan ke dalam file portofolio peserta didik. Pada kegiatan akhir diharapkan peserta didik dapat mengkomunikasikan hasil pekerjaan yang telah disusun secara bersama-sama dalam kelompok atau secara individu. Guru dapat memberikan klarifikasi agar peserta didik mengetahui dengan tepat apakah yang telah dikerjakan sudah benar atau ada yang harus diperbaiki. Kegiatan mengkomunikasikan dapat diarahkan sebagai kegiatan konfirmasi.

Untuk memperkuat pendekatan scientific diperlukan adanya penalaran dan sikap kritis siswa dalam rangka pencarian (penemuan). Agar dapat disebut ilmiah, metode pencarian (method of inquiry) harus berbasis pada bukti- bukti dari objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang spesifik. Karena itu metode ilmiah umumnya memuat rangkaian kegiatan koleksi data atau fakta melalui observasi dan eksperimen, kemudian memformulasi dan menguji hipotesis.

SIMPULAN

Berdasarkan pembahasan t erhadap masalah yang menjadi fokus kajian artikel ini dapat disimpulkan bahwa konstruksi pembe- lajaran dengan menggunakan pendekatan sci- entific dalam kurikulum 2013 pada dasarnya menghadirkan keterampilan proses sehingga pembelajaran dapat mengembangkan kemam- puan siswa dalam keterampilan proses dan secara operasional merupakan penerapan keterampilan proses siswa dalam hal, seperti: mengobservasi, observasi merupakan hasil dari pengamatan melalui indera, peserta didik akan belajar dengan mencari gambaran at au informasi tentang objek yang diamati. Hasil apa saja yang kita peroleh dari suatu pengamatan. Menanya, untuk menemukan suatu perma- salahan, harus dapat dikembangkan pertanyaan- pertanyaan, misalnya apa, bagaimana, di mana, kapan, mengapa, dan siapa terhadap suatu objek. Menalar, merupakan proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-fakta empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Menalar (asso- ciating) merujuk pada teori belajar asosiasi, yaitu kemampuan mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi penggalan memori dalam otak dan penga- laman-pengalaman yang tersimpan di memori otak berinteraksi dengan pengalaman sebe- lumnya (asosiasi). Mencoba, dalam proses ini diawali dengan menentukan tema atau topik sesuai dengan kompetensi dasar menurut tuntutan kurikulum, mempelajari cara-cara penggunaan alat dan bahan yang tersedia dan harus disediakan, mempelajari dasar teoritis yang relevan dan hasil-hasil eksperimen sebe- lumnya, melakukan dan mengamati percobaan, mencatat fenomena yang terjadi, menganalisis, dan menyajikan data, menarik simpulan atas hasil percobaan, dan membuat laporan dan mengkomunikasikan hasil percobaan. Mem-

bentuk jaringan, dalam proses ini terdiri dari tiga langkah yaitu: menyimpulkan, menyajikan dan mengkomunikasikan hasil pekerjaan yang telah disusun oleh peserta didik.

DAFTAR RUJUKAN

Aragon, A. 2007. Girth Control. The Science of Fat Loss and Muscle Gain. Alan Aragon Publishing.

Kemdikbud. 2013. Pendekatan Scientific (Ilmiah) dalam Pembelajaran. Jakarta: Pusbangprodik.

Kemdikbud. 2013. Pengembangan Kurikulum 2013. Paparan Mendikbud dalam Sosialisasi Kurikulum 2013. Jakarta : Kemdikbud.

Permendikbud. 2013. Jurnal Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2013 Tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Suriasumantri, Jujun S. 2005. Filsafat Ilmu.

Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Varelas, Maria and Michael Ford. 2008. The scientific method and scientific inquiry: Tensions in teaching and learning. USA: Wiley InterScience.

Analisis Produktifitas Sentra I ndustri T epung