• Tidak ada hasil yang ditemukan

M ewujudkan Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Ekonomi di SM P

Syarifah Aziziah

SMP Negeri 1 Mataram Nusa Tenggara Barat email risyaarzi@gmail.com, HP.087865666024

Abstrak: Bidang ekonomi dan bisnis pada tingkat SMP masuk dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan

Sosial (IPS). IPS merupakan pelajaran yang cukup komprehensif yang dapat menjadi salah satu instrument untuk memecahkan masalah-masalah sosio-kebangsaan di Indonesia, sesuai dengan kadar kemampuan dan tingkat perkembangan peserta didik. Pendidikan karakter diharapkan menghasilkan lulusan yang memiliki kompeensi produktif-kreatif, damai dalam interaksi sosialnya, sehat menyehatkan dalam interaksi dengan alam pingkungannya, dan berperadaban unggul. IPS merupakan kajian yang terkait dengan kehidupan sosial kemasyarakatan berserta lingkungannya. Pembelajaran IPS diharapkan mampu membantuk siswa dalam mengambil keputusan dalam upaya mencari nilai tambah dan memecahkan masalah-masalah dalam hidup dan kehidup nya. Untuk itu, maka dalam pembelajaran IPS dimasukkan nilai-nilai karakter. Nilai-nilai karakter yang ditanamkan meliputi: kejujuran, tanggungjawab, religius, keadilan, semangat, kerjasama, disiplin. Pendidikan karakter yang utuh, mengolah tiga aspek sekaligus, yaitu pengetahuan moral, perasaan moral dan tindakan moral. Pembelajaran yang sesuai untuk penanaman karakter tingkat SMP adalah pembelajaran kooperatif yang ditekankan pada metode CTL, PBL dengan model pembelajaran bermain peran. Pemantapan pembelajaran dalam pembentukan karakter perlu didukung: adanya keteladanan, proses pembelajaran dikembalikan kepada khitahnya sebagai proses pendidikan, dikembangkan model- model pembelajaran yang aktif-partisipatif, kreatif inovatif dengan berbagai program pembiasaan, penciptaan lingkungan pendidikan yang kondusif-edukatif. Untuk itu pendekatan pembelajaran menggunakan pendekatan scientific dan penilaian pembelajaran dengan asesmen otentik yang memperhatikan proses belajar dan hasil belajar siswa.

Kata kunci: Pendidikan Karakter, IPS, Pembelajaran Kooperatif

Dalam UU Sisdiknas yaitu UU No. 20 tahun 2003 dikatakan bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembang- nya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Hakikat pendidikan secara universal adalah menanamkan nilai-nilai intelegensi, moral, dan spiritual kepada anak didik sesuai dengan perkembangan mental dan jasmaninya. “Pendi- dikan harus menumbuhkan berbagai kompetensi peserta didik. Keterampilan intelektual, social, dan personal dibangun tidak hanya dengan landasan rasio, dan logika saja, tetapi juga inspirasi, kreati- vitas, moral, intuisi (emosi) dan spiritual” (Supri- jono, 2009;vi). Pada pendidikan formal, nilai inte- legensi dapat diukur dengan kognitif dalam imple-

mentasinya pada setiap mata pelajaran. Sedangkan nilai moral seringkali diabaikan, yang berakibat pada lemahnya mental seseorang dalam sikap hidup dan ketrampilan hidup dimasa datang. Sedangkan hasil dari pendidikan itu dapat dirasakan 20 tahun ke depan.

Kita melihat fenomena terjadinya ketidak- sesuaian harapan dari pendidikan nasional. Penyimpangan perilaku kerapkali menjadi ton- tonan bagi masyarakat di era globalisasi dewasa ini. Bentuk dekadensi moral merupakan lemahnya mental kita yang berakibat fatal dalam kehidupan masyarakat. Sehingga banyak perilaku yang tidak seharusnya terjadi; dari human trafficking sampai perdagangan anak (child trafficking) tidak lepas dari perhatian media massa. Perilaku yang sangat jauh dari harapan menyongsong generasi emas tahun 2045. “Kerusakan moral bangsa sudah dalam tahap yang sangat mencemaskan karena terjadi hampir di semua lini, baik dibirokrasi pemerintahan, aparat penegak hukum, maupun masyarakat umum. Jika kondisi ini dibiarkan, Negara bisa menuju kearah kehancuran..” (Saptono, 2011;17)

Terjadinya krisis akhlak pada semua lapisan masyarakat merupakan sinyal yang mengarah pada pembentukan watak dan budi pekerti generasi muda bangsa. Kita harus melakukan pembenahan untuk mencegah lebih parahnya krisis akhlak. Pemberian pendidikan karakter harus segera dilakukan, terutama dalam tingkat sekolah. “Pendidikan harus kita fungsikan sebagaimana mestinya, sebagai sarana terbaik untuk memicu kebangkitan dan menggerakkan zaman. Sekolah di penjuru negeri mesti bersama-sama menjadikan dirinya: sekolah karakter, tempat terbaik untuk menumbuh kembangkan karakter”(Saptono, 2011;16).

Guru dalam mengimpementasikan proses pembelajaran seringkali kurang tepat dengan proses yang seharusnya dilakukan, masih menggunakan pembelajaran konvensional. Menggunakan model – model pembelajaran

adalah salah satu proses terbentuknya pembe- lajaran yang berkarakter. “Guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara aktif menyumbang pada proses belajar dirinya dan secara aktif membantu siswa dalam menampilkan persoalan riil”(Daryanto,2012;152). Dalam hal ini sebagai sebuah lembaga, pendidikan sangat berperan dalam membentuk proses baik atau buruknya pribadi manusia menurut ukuran normatif.

Salah satu cara yang tepat dalam mem- persiapkan generasi yang bermartabat dimasa datang adalah mempersiapkan sedini mungkin dengan pembentukan karakter disekolah. “Mengembangkan siswa dalam pembiasan dimensi akademik agar menjadi lebih pintar, tidak bisa terlepas dari dimensi sosio etis supaya siswa lebih baik dan bijaksana”(Saptono, 2011). Untuk itu pendidikan karakter sebagai dasar dalam pijakan kita hidup di masyarakat, harus terintegrasi dalam semua mata pelajaran di sekolah, tidak hanya pada salah satu mata pelajaran tertentu, diantaranya pada mata pelajaran IPS terpadu. IPS sebagai mata pelajaran terpadu, penanaman nilai-nilai sikap hendaknya disesuaikan dengan kearifan lokal masing-masing daerah.

Berdasarkan permasalahan diatas maka artikel ini membahas tentang: integrasi pendidikan Nilai/karakter dalam pembelajaran Kooperatif di SMP, Nilai-nilai karakter-dalam pembelajaran IPS, peluang dan tantangan penerapan nilai-nilai pendidikan karakter dalam proses pembelajaran IPS.

PEMBAHASAN

Integrasi pendidikan Nilai/karakter dalam Pembelajaran Kooperatif di SMP

Berbagai persoalan bangsa dapat kita lihat, kita dengar, dan rasakan dalam kehidupan sekitar kita. Hal ini bermula dari gagalnya pendidikan dalam menanamkan nilai-nilai moral dalam pembelajaran. Upaya pembentukan nilai karakter

tidaklah mudah dan cepat dilakukan. Sebagai suatu proses, nilai itu sedikit demi sedikit dapat diterapkan melalui pembelajaran IPS terpadu disekolah. Tetapi peran serta keluarga dirumah sangat mempengaruhi nilai sosial yang ada di sekolah. Hal itulah yang kemudian dikembangkan oleh guru sebagai fokus dari pembelajar disekolah. Ikatan sosial yang harmonis dirumah akan mempengaruhi lebih cepat nilai proses karakter diterapkan di sekolah. Kebiasaan-kebiasaan dirumah akan tampak pada peserta didik ketika proses pembelajaran itu berlangsung, sehingga proses pendidikan karakter lebih mudah dikembangkan.

Memberikan kesempatan kepada peserta didik agar terlibat dalam upaya perbaikan karakter yang salah, dapat ditunjukkan dengan cara adanya interaktif dalam proses pembelajaran. Yaitu penerapan model-model pembelajaran. Sehingga peserta didik dapat meresapi dan terlibat dalam membangun pengaruh positif dalam pelaksanaan pembelajaran dua arah. Cara berkomunikasi yang baik dalam berdiskusi, menyampaikan pendapat, merupakan proses penerapan pendidikan karakter melalui model-model pembelajaran. Model-model pembelajaran kooperatif, diantaranya adalah make a match, Lorna currant 1994 (Lie,2008;55). Nilai karakter pada make a match adalah saat terja- dinya kerjasama dalam mencari pasangannya; ada tanggung jawab individual, kesamaan kesempatan siswa untuk berhasil, dan adaptasi pada tiap-tiap individu. Guru sebagai ujung tombak dalam pembentukan karakter disekolah, harus mampu membawa peserta didik dalam penanaman nilai- nilai karakter dalam pembelajaran IPS. Ini dapat dilakukan dalam pengintegrasian pendidikan karakter melalui pembelajaran IPS dengan model -model pembelajaran kooperatif. Peserta didik dapat berproses terhadap nilai-nilai karakter yang ada di dalamnya. Salah satu model pembelajaran yang dapat “meningkatkan pendidikan karakter adalah dengan metode bermain peran”, (Wijayanti, 2010 dalam Zuchdi.dkk, 2013; 95). Kerjasama

adalah salah satu karakter yang ditonjolkan dalam bermain peran, “Proses pembelajaran IPS yang dilakukan dengan bermain peran cocok dilakukan, hal ini karena metode ini menekankan hubungan individu dengan masyarakat atau individu dengan orang lain. Disini terjadi interaksi sosial antar individu yang secara sengaja di wadahi dalam metode bermain peran. Melalui interaksi sosial, maka hubungan antar individu niscaya terjadi, sehingga kemungkinan atau peluang terjadinya hubungan yang saling mempengaruhi sangat terbuka, baik itu disengaja maupun tidak disengaja”, Istiqomah, 2010 dalam Zuchdi.dkk, 2013; 96) Guru memberikan materi Pasar pada kelas VIII semester 2 dengan SK. 7. Memahami kegiatan perekonomian Indonesia, KD.7.4 Mendeskripsikan permintaan dan penawaran serta terbentuknya harga pasar. Pada materi ini “aktivitas pembelajaran terencana dan dirancang untuk menciptakan realitas bagi peserta didik agar peserta didik dapat melakukan proses mengalami pengetahuan yang di milikinya. Apabila apa yang mereka perankan adalah sesuatu yang penuh kebaikan atau sesuai dengan nilai moral yang terjadi masyarakat, maka kebaikan itulah yang mewarnai pola pikir dan perilaku peserta didik dalam meng- ambil keputusan dalam sesuatu perkara dalam hidupnya” (Istiqomah, 2010 dalam Zuchdi.dkk, 2013; 96). Selanjutnya dikatakan dalam penelitian Istiqo mah, 2010; bermain peran dapat meningkatkan pendidikan karakter dalam empat nilai moral meliputi beberapa langkah yaitu (1) mengenalkan topik, (2) memilih murid yang bermain peran, (3) memainkan peran (manggung), (4) diskusi dan Evaluasi, (5) mengulangi peran,(6) diskusi dan evaluasi akhir.

“Pendidikan karakter yang utuh, mengolah tiga aspek sekaligus, yaitu pengetahuan moral (moral knowing), perasaan moral (moral fell- ing) dan tindakan moral (moral action)”, Saptono (2011;26). Nilai ketiga aspek itu dapat dilihat dari gambaran materi pembelajaran IPS diatas dan tindakan yang dilakukan oleh peserta didik. Semua

itu tidak terlepas dari peran guru IPS untuk mengasah potensi mereka, sehingga harapan ke depan tidak hanya karakter dalam bersikap yang ditonjolkan, tapi bagaimana seorang peserta didik mampu menjawab problematika kehidupan.

Nilai-Nilai/Karakter Pembelajaran Kooperatif IPS

Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebagai salah satu basis penerapan pendidikan karakter, hendaklah dapat dikembangkan oleh guru untuk menggali potensi yang ada pada peserta didik, sehingga menjadi pribadi yang unggul. “Karakter itu akan terbentuk dengan adanya pengaruh ajar dari sebuah proses pembelajaran yang dilakukan guru” (Saptono,2011). Selanjutnya dikatakan Saptono (2011:68) “Pembelajaran kooperatif yang digunakan oleh guru adalah proses membangun kesepakatan melalui kerjasama yang positif diantara anggota kelompok”. Sebagai pembelajaran kooperatif ada beberapa elemen yang harus dimunculkan. Menurut Johnsons & Johnsons, 1994 dalam Huda, (2013;46), elemen- elemen tersebut diantaranya; (1) Interdependensi positif (Positif Independence),(2) Interaksi pro motif (Promotive Interaction), (3) Akuntabilitas individu (individual accountabil- ity),(4) Ketrampilan interpersonal dan kelompok kecil (interpersonal and small group skill), (5) Pemrosesan kelompok (Group processing). Dalam interdepensi positif mereka harus bertanggung jawab terhadap pembelajaran itu sendiri dan kelompoknya, sehingga terjalin kerjasama. Interaksi positif adalah mereka dapat saling membant u, berbagi kemampuan, memberikan dorongan dan saling menghargai, secara langsung, dengan demikian mereka akan mampu berkomunikasi secara efektif. Tiap-tiap anggota kelompok memiliki kontribusi dalam menyelesaikan tugas masing-masing untuk kepentingan kelompok, ini terjadi pada akuntabilitas individual. Ketrampilan pribadi dan kelompok kecil artinya bahwa setiap pribadi harus

terampil berkomunikasi secara efektif. Tentu keterampilan itu tidak bisa muncul begitu saja, tanpa peran guru dalam melatih keterampilan so- cial sebaik melatih keterampilan akademik. Seperti kepemimpinan, pembuatan keputusan, membangun kepercayaan, komunikasi dn pengelolaan konflik. Yang terakhir adalah evaluasi proses kelompok. Ini adalah seberapa baik mereka telah bekerjasama untuk mencapai tujuan kelompok dan mengelola hubungan kerja yang efektif. Dalam proses ini perlu dirumuskan secara kongkrit tindakan-tindakan macam apakah yang dianggap membantu serta menghalangi pencapaian tujuan bersama. Perlu diputuskan manakah perilaku yang perlu dipertahankan dan mana yang harus dirubah. Apabila evaluasi dilakukan secara terus menerus akan membut kelompok berfungsi efektif. Keseluruhan dari elemen kooperatif tersebut tidak bisa berjalan begitu saja tanpa bimbingan dari guru. Hanya saja, peran guru dalam menanamkan nilai merupakan hal yang utama supaya nilai tersebut tertanam dalam diri peserta didik tanpa terpaksa. Penerapan model Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu strategi fundamental seorang guru. Menurut Lickona dalam saptono (2011:21), “ada dua kebajikan fundamental yang harus dibutuhkan untuk membentuk karakter yang baik, yaitu rasa hormat (respect) dan tanggung jawab (responsibility). Kedua kebajikan itu yang merupakan nilai moral fundamental yang harus diajarkan dalam pendidikan karakter”. Inilah dasar dalam penerapan model pembelajaran kooperatif. Sedangkan hasil belajar atau pengalaman belajar dari sebuah proses pembelajaran dapat berdampak secara langsung dan tidak langsung. Menurut Joni (1996), dampak langsung pengajaran dinamakan instruksional (instruksional effects) sedang dampak tidak langsung dari keterlibatan para siswa dalam berbagai kegiatan belajar yang khas yang dirancang oleh guru yang disebut dampak pengiring (nurturant effects).

Berikut dapat dilihat contoh instrument rencana pembelajaran yang berkarakter yang dilakukan seorang guru. Dalam Rencana Pelaksa-

naan Pembelajaran IPS, dengan standar kompe- tensir: memahami kegiatan perekonomian Indo- nesia, dan kompetensi dasar mendeskripsikan permintaan dan penawaran serta terbentuknya harga pasar, untuk kelas/semester: VIII/II, waktu: 2x 40 menit. Dampak instruksional, melalui bermain peran, tentang “Pasar” peserta didik diharapkan dapat: Siswa dapat menjelaskan sejarah terjadinya pasar, Siswa dapat menjelaskan Kegiatan-kegiatan yang dilakukan di pasar, Siswa dapat Menujukkan dimana letak pasar yang terdekat yang ada di sekitar sekolah, menjelaskan bentuk pasar. Dampak Pengiring adalah setelah selesai mengikuti pembelajaran ini, siswa diharapkan secara berangsur-angsur dapat mengembangkan karakter: Disiplin (discipline), Tekun (diligence), Tanggungjawab (responsibil- ity), Ketelitian (carefulness), Kerjasama (Coop- eration), Toleransi (Tolerance), Percaya diri (Confidence), Keberanian (Bravery).

Dari contoh di atas dapat disimak bahwa tujuan utuh dari pengalaman belajar harus dapat menampilkan dampak instruksional dan dampak pengiring. Dampak pengiring adalah pendidikan karakter bangsa yang harus dikembangkan, tidak dapat dicapai secara langsung, baru dapat tercapai setelah beberapa kegiatan belajar berlangsung. Dalam penilaian hasil belajar, semua guru akan dan seharusnya mengukur kemampuan siswa dalam semua ranah (Waridjan, 1991). Dengan penilaian seperti itu maka akan tergambar sosok utuh siswa sebenarnya. Artinya, dalam menentukan keberhasilan siswa harus dinilai dari berbagai ranah seperti pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan perilaku (psikomotor).

Seorang siswa yang menempuh ujian matematika secara tertulis, sebenarnya siswa tersebut dinilai kemampuan penalarannya yaitu kemampuan mengerjakan soal-soal matematika. Juga dinilai kemampuan pendidikan karakter bangsanya yaitu kemampuan melakukan kejujuran dengan tidak menyontek dan bertanya kepada teman dan hal ini disikapi karena perbuatan- perbuatan tersebut tidak baik. Di samping itu, ia

dinilai kemampuan gerak-geriknya, yaitu kemampuan mengerjakan soal-soal ujian dengan tulisan yang teratur, rapi, dan mudah dibaca (Waridjan, 1991).

Selain penilaian dilakukan terhadap semua kemampuan pada saat ujian berlangsung, boleh jadi seorang guru memperhitungkan perilaku peserta didiknya diluar proses pembelajaran. Seorang guru mungkin saja tidak akan meluluskan seorang siswa yang mengikuti ujian mata pelajaran tertentu karena perilaku siswa tersebut sehari- harinya adalah kurang sopan, selalu usil, dan suka berbuat keonaran meskipun dalam mengerjakan ujian siswa itu berhasil baik tanpa menyontek dan menuliskan jawaban ujian dengan tulisan yang jelas dan rapi. Oleh karena itu, akan tepat apabila pada setiap mata pelajaran dirumuskan tujuan pengajaran yang mencakupi kemampuan dalam semua ranah. Artinya, pada setiap rencana pembelajaran termuat kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor; dampak instruksional; dan dampak pengiring. Dengan demikian, seorang guru akan menilai kemampuan dalam semua ranah ujian suatu mata pelajaran secara absah, tanpa ragu, dan dapat dipertangungjawabkan.

Berdasarkan pada pemikiran-pemikiran dan prinsip-prinsip tersebut maka dapat dimengerti bahwa pendidikan karakter pada siswa SMP pada pembelajaran IPS menghendaki keterpaduan dalam penerapan model-model pembelajaran kooperatif. Pendidikan karakter dapat diinte- grasikan ke dalamya, sehingga siswa dalam mene- rima lemen elemen yang ada dalam pembelajaran kooperatif akan mampu di implementasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Peluang dan tantangan penerapan nilai-nilai pendidikan karakter dalam proses pembe- lajaran IPS

Proses pembelalajaran IPS sebagaimana pembelajaran pada umumnya, harus dibangun sebagai sebuah proses transaksi kultural yang harus mengembangkan karakter sebagai bagian tak

terpisahkan dari pengembangan IPTEKS pada umumnya. Pelaksanaan pendidikan saat ini yang lebih didominasi oleh praktek pendidikan di tingkat individual yang cenderung kognitif-intelektualistik, perlu diarahkan kembali sebagai wahana pengembangan pendidikan karakter di sekolah- sekolah dalam semua tingkatan, terutama di SMP. Sekolah ini sebagai proses pembangunan kecerdasan, akhlak dan kepribadian peserta didik secara utuh sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Dalam mendisain kurikulum pendidikan IPS, termasuk dalam proses pembelajarannya, harus juga berangkat dari hakikat dan karakter peserta didik, bukan berorientasi pada materi semata. “Pendekatan esensialisme sudah saatnya untuk dimodifikasi dengan teori rekonstruksi sosial yang mengacu pada teori pendidikan interaksional” (Syaodih, 1996: 6). Sesuai dengan maksud dan tujuannya, pembelajaran IPS harus memfokuskan perannya pada upaya mengembangkan pendidikan untuk menjamin kelangsungan hidup masyarakat dan lingkungannya. Pembelajaran IPS diarahkan untuk melahirkan pelaku-pelaku sosial yang berdimensi personal (misalnya, berbudi luhur, disiplin, kerja keras, mandiri), dimensi sosiokultural (misalnya, cinta tanah air, menghargai dan melestarikan karya budaya sendiri, mengem- bangkan semangat kebangsaan dan kesetiaka- wanan sosial, kepedulian terhadap lingkungan), dimensi spiritual (misalnya, iman dan taqwa, menyadari bahwa alam semesta adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Pencipta), dan dimensi intelektual (misalnya, cendekia, terampil, semangat untuk maju).

Berbagai permasalahan yang kita hadapi saat ini sebagaimana sudah disinggung di muka seperti: berbagai bentuk anarkhisme dan tindak kekerasan, perilaku amoral dan lunturnya budi pekerti, korupsi, kolusi dan nepotisme, serta ketidakjujuran, budaya nerabas dan tidak disiplin, semau gue dan rendahnya kepedulian terhadap lingkungan, sampai pada merosotnya rasa keindonesiaan. Bahkan Brooks dan Goble menegaskan bahwa berbagai

bentuk kejahatan dan perilaku-perilaku lain yang tidak betanggung jawab itu kini mengalami peningkatan dan percepatan yang begitu sangat mengkhawatirkan, bahkan telah merembes ke berbagai relung kehidupan masyarakat, sehingga melahirkan proses reproduksi sosial (Koesoema, 2007: 117). Masyarakat pada posisi terancam oleh berbagai tindak kekerasan, vandalisme, kejahatan di jalanan, munculnya geng-geng remaja, kehamilan di luar nikah, pemerkosaan, kabur dari sekolah, kehancuran kehidupan rumah tangga, hilangnya rasa hotmat dan kasih sayang. Kalau kita ingin membangun bangsa yang berkarakter, maka masalah-masalah sosio-kebangsaan itu harus segera diatasi. Seiring dengan itu harus juga dilakukan pengkondisian secara tepat dan komprehensip, termasuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif-edukatif dan sudah barang tentu ada kebijakan pemerintah yang mendukung program-program pengembangan karakter bangsa tersebut. Kebijakan pemerintah unt uk memperbaiki kondisi bangsa, maka pendidikan karakter di setiap sekolah harus digalakkan.

Kondisi tiap sekolah dalam pelaksanaannya berbeda-beda, karena tergantung pada kebijakan sekolah masing-masing. Kebijakan pemerintah tidak sepenuhnya dilakukan oleh guru karena kurangnya guru memperoleh diklat-diklat yang sesuai dalam menanamkan pendidikan karakter. Kalaupun dilakukan sepertinya hanya sekolah tertentu yang ditunjuk dalam melaksanakan pro- gram pendidikan karakter sebagai sekolah pilot project. Alasan yang sangat klise adalah dana untuk program itu tidak terpenuhi, padahal sebagai suatu kebijakan seharusnya dilaksanakan dan di dukung oleh tiap-tiap sekolah. Sehingga tidak ada alasan lagi bagi setiap sekolah dalam melaksanakan pendidikan karakater itu. Sedangkan suatu pro- gram akan berhasil apabila dilaksanakan secara terus menerus dan dilakukan disetiap jenjang sekolah. Tetapi tidak semua dapat terlaksana sesuai dengan apa yang menjadi program pemerintah. Karna di butuhkan kesabaran dalam

menghadapi peserta didik untuk penerapan nilai- nilai etika dalam pembelajaran IPS, kita menghadapi problem dalam pelaksanaan pembelajaran di lapangan. Para pendidik IPS merasa kebingungan dan kadang kurang bersemangat karena IPS dipandang oleh masyarakat sebagai mata pelajaran yang tidak penting. Para peserta didikpun menjadi kurang begitu tertarik dengan mata pelajaran IPS. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa pembelajaran IPS menjadi tidak optimal, sehingga tujuan pembelajaran IPS yang sesungguhnya sebagai bagian dari proses pembentukan karakter tidak dapat tercapai. Oleh karena itu perlu dilakukan revitalisasi dengan melakukan berbagai upaya. Misalnya, perlu dilakukan telaah kurikulum, yang semula pengembangannya berbasis materi, diubah berbasis ko mpet ensi dan karakter. Mengembangkan proses pembelajaran yang aktif, partisipatif dan kontekstual. Hal ini jelas menjadi salah satu tantangan bagi setiap guru yang mau melakukannya sendiri tanpa tergantung pada pro- gram-program yang dilakukan pemerintah. Untuk itulah dalam pembelajaran, guru harus berani untuk memanfaatkan kondisi ini untuk melakukan inovasi-inovasi sendiri agar tidak tergantung pada kebijakan yang dilakukan oleh sekolah maupun pemerintah. Dan hendaknya tidak terpengaruh pada paradigm masyarakat bahwa IPS tidak begitu penting dalam pembelajaran.

SMP 1 Mataram melakukan berbagai terobosan dalam rangka mempersiapkan peserta didik menjadi sosok yang memiliki potensi. Input sekolah ini sangat baik dibanding dengan sekolah- sekolah yang lain, pembimbingan peserta didik dalam menerapkan pendidikan karakter tidak hanya kepada sikap saja, tetapi skill peserta didik juga di selipkan dalam tujuan pembelajaran IPS.

SIMPULAN

Maju mundurnya suatu bangsa terletak pada sikap dan perilaku masyarakatnya yang dibentuk

melalui sector pendidikan. Pendidikan karakter diharapkan mampu melahirkan generasi yang memiliki kompetensi komprehensif: produktif kreatif, damai dalam interaksi social, sehat menyehatkan dalam interaksi dengan alam lingkungannya serta berperadaban unggul. Pembelajaran ekonomi di ingkat SMP terintegrasi dalam mata pelajaran IPS. Pembelajaran IPS diharapkan mampu membantu siswa dalam