• Tidak ada hasil yang ditemukan

LIFE HISTORY TIGA MANTAN ANGGOTA PT SOPHIE PARIS

3. Ibu Iriani Maksum sebagai Guru Sekolah Dasar

Menentukan waktu dan hari yang telah disepakati bersama, akhirnya peneliti bertemu dengan tante Yetty tepatnya di kantor tempat dimana guru-guru biasanya beristirahat. Ruangan yang tergolong rapi tersebut memang hanya digunakan oleh para guru-guru dan staf serta pegawai yang bekerja di sekolah tersebut. Ruangan ini terdiri dari lemari tempat rak-rak buku pelajaran yang digunakan para murid, atau bisa dipinjam, meja dan bangku pengurus tata usaha (meja tante Yetty), meja dan kursi tempat para guru-guru biasa duduk dan beristirahat baik menunggu masuk ataupun pada saat jam beristirahat, dispenser, lemari tempat berkas dan arsip-arsip kepegawaian, dan dua ruangan lagi yang merupakan ruang untuk kepala sekolah dan untuk sholat bagi yang beragama muslim.

Tepat pukul 09.30 wib pada hari Rabu, peneliti sudah berada diruang tata usaha tempat dimana tante Yetty ini biasa menyelesaikan tugas-tugasnya. Dengan ramah tante ini mengatakan bahwa beliau bukan anggota/ member dari Sophie Paris, beliau hanya orang yang dimintai tolong oleh kakaknya untuk menawarkan barang-barang produk Sophie kepada teman-teman di kantornya (sekolah ini). Beliau mengatakan bahwa kakaknya bekerja sebagai guru di SD Marindal dan mengajar di kelas 6 (enam) sehingga tidak memiliki waktu untuk menawarkan barang-barang

produk Sophie ini. Beliau menyuruh dan meminta bantuan kepada adiknya yaitu tante Yetty untuk menawarkan barang-barang itu kepada rekan-rekan kerjanya, maupun teman-temannya yang lainnya. Tante Yetty juga akan diberikan komisi dari setiap penjualan.

“tahu sendirilah dek, gimana guru yang mengajar di kelas 6 (enam) SD, pasti sibuk terus, apalagi anak jaman sekarang itu lasak, bandal, dan malasnya bukan main, jadi waktunya tersita buat ngajar dan membimbing anak-anak kelas 6 (enam) itu. Ntuk bersantai sebentar saja rasanya tidak memiliki waktu lagi, apalagi tahu sendiri standar kelulusan ujian nasional (UN) sekarang, nilai-nilai semakin tinggi menjulang, kalau murid-muridnya tidak lulus yang disalahkan pasti gurunya bukan orang tuangya, padahal semua pihak harus turut serta ambil bagian dalam hal mendidik anak-anak.”(celoteh, tante Yetty, 30 thn)

Tante Yetty juga mengatakan bahwa beliau tidak tahu banyak tentang produk Sophie dan jenjang kerjanya, dia hanya tahu sedikit saja. Barang-barang produk Sophie ini beliau tawarkan kepada rekan-rekan guru termasuk juga mama si peneliti yang memang mengajar disekolah yang sama dengannya, pada saat mereka sedang dalam jam istirahat, atau bahkan menunggu masuk untuk jam les berikutnya, ataupun pergantian kelas berikutnya, antara anak pagi dan anak siang.

Tante Yetty bukanlah seorang perempuan yang menyukai fashion seperti kebanyakan perempuan-perempuan lainnya. Apalagi seperti jaman sekarang ini, kebanyakan perempuan itu lebih mengutamakan fashion dengan merk-merk yang

branded atau bisa dikatakan merk-merk ternama walaupun dengan kualitas dibawah rata-rata, yang artinya merk-merk tersebut bukan lagi aslinya melainkan tiruan. Tante Yetty ini lebih terkesan polos walaupun kakaknya sendiri menyuruhnya untuk membeli salah satu dari produk Sophie yang dimilikinya.

Hari-hari menggunakan jilbab panjang sampai menutupi tubuh bagian atasnya (dari kepala sampai ke bagian pinggang), menggunakan rok panjang sampai menutupi mata kaki, serta memakai kaos kaki lagi, semakin memperlihatkan bahwa tante ini merupakan muslimah yang taat akan agamanya yaitu menutupi semua awratnya sebagai seorang perempuan. Ini semakin memperkuat bahwa peneliti bahwa tante ini memang bukan penikmat fashion ataupun shoppaholic atau bisa dikatakan pencinta belanja sejati.

Bukan karena tidak tertarik terhadap fashion hanya saja tante ini terkesan polos dan terkadang kurang begitu percaya diri untuk mecoba sesuatu yang baru untuk dia kenakan.

“hahaha…ya namanya perempuan fan, siapa yang tidak suka dengan fashion , hanya saja tante cuma penikmat saja, namun untuk memakai tante lebih terkesan tidak percaya diri, belinya sih suka cuma kalau untuk memakai mesti mikir berkali-kali, takutnya tidak nyaman fan. Apalagi tante hari-hari sudah berdandan seperti ini, tiba-tiba saja berdandan sedikit berbeda dari biasanya pasti banyak orang yang ngeledek, bilang tumben bergayalah, enggak cocoklah, luculah. Semuanya jadi bikin tante kena syndrom enggak “PD” atau percaya diri.” (terang, Yetty, 30 thn)

Yetty begitu para teman-temanya di sekolah menyebutnya, terlihat sangat ramah dan baik pada saat peneliti sedang melakukan wawancara terhadap beliau. Beliau mengatakan untuk dapat mengetahui lebih banyak tentang bisnis jaringan di Sophie ini sebaiknya peneliti menanyakan langsung kepada kakaknya, karena sedikitnya banyaknya, kakak beliau lebih tahu mengenai Sophie.

Dengan berbekal informasi dan penyesuaian waktu yang disepakati, akhirnya peneliti mendatangi rumah kakak kandung dari tante Yetty tersebut yang memang rumahnya tidak jauh dari rumah tante itu, hanya sekitar dua gang lagi dari gang rumah tante Yetty tersebut. Bertemu dirumah tante Yetty dan kemudian bersama-sama pergi menuju kerumah kakaknya dengan mengendarai sebuah sepeda motor lantas langsung membuat hati peneliti menjadi senang, karena akhirnya penyusunan tugas akhir yang sedang dikerjakan peneliti akan segera rampung.

Mengetuk pintu sembari memanggil nama anak pertama kakaknya sendiri, tidak lama kemudian keluar seorang perempuan berusia sekitar 48 tahun, memakai celana pendek sedengkul dan baju berbahan kaos layaknya pakaian yang lebih nyaman dipakai pada saat bersantai dirumah membuka pintu dan senyum menyambut kedatangan kami. “eh.. kaunya Yet, ini ya yang kau bilang kemaren?” bertanya kepada adiknya sambil mempersilakan kami masuk.

Setelah pertemuan antara peneliti dan tante Yetty kemaren, ternyata tante ini segera memberitahukan kepada kakaknya terkait mengenai data dan informasi yang dibutuhkan oleh peneliti dan dengan senang hati bersedia untuk di wawancarai.

Tanpa berpikir panjang dan bisa dikatakan beruntung, peneliti segera menanyakan apa-apa saja pedoman wawancara yang sudah peneliti buat sebelumnya untuk ditanyakan kepada para informan.

Iriani Maksum, S.pd merupakan kakak dari tante Yetty Maksum A.md berusia sekitar 48 tahun, memiliki seorang suami dan dikaruniai 3 orang anak yaitu 1 orang putri dan 2 orang putra. Dengan tingkatan sekolah, putri bernama Khairunisa berusia 15 tahun dan bersekolah di SMP Al-Washliyah dengan tingkatan kelas IX atau sama dengan kelas 3 (tiga) SMP, anak kedua Dimas berusia 13 tahun bersekolah di SMP Al-Washliyah dengan tingkatan kelas VII atau sama dengan kelas 7 (tujuh) SMP, dan terakhir si bungsu Ryan kelas 5 (lima) SD, bersekolah di SD Swasta Eria.

Tante begitu peneliti juga memanggil kakak kandung dari tante Yetty ini dengan senang hati menyempatkan waktunya bagi peneliti untuk di wawancarai. Tante yang kesehariannya bekerja sebagai guru yang mengajar siswa/siswi kelas VI (enam) di SD Swasta Al-Wasliyah ini sangat antusias dalam menanggapi pertanyaan yang dilontarkan peneliti kepada beliau.

Berkecimpung di dunia bisnis jaringan atau multi level marketing ini merupakan salah satu mata pencaharian yang bisa dikatakan pokok bagi tante ini dulunya.

“dulu ini merupakan kerjaan pokok tante karena bisa nambah-nambah uang belanja fan, dulunya tante memang sudah bekerja sebagai guru juga tapi honorer, ya tahu sendiri gimana honorerkan, ngajarnya tergantung roster yang ditentukan oleh sekolah, apalagi tante hanya tamatan pendidikan bahasa Indonesia, ya mata pelajarannya tidak terlalu memberatkan dan tante masih punya waktulah buat menjalankan usaha dan memasarkan produk-produk Sophie ini, namun sekitar 6 atau 7 tahun yang lalu, Alhamdulilah.. tante diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil dari sekolah tempat tante honorer.” (terang, tante Iriani 36 tahun)

Bekerja sebagai guru honorer dengan gaji yang mungkin dikatakan pas-pasan ini, lantas membuat tante ini berpikir untuk mencari penghasilan tambahan.

“ya namanya juga pegawai honorer, gajinya enggak seberapa fan. Udah gitu masuknya juga tidak tiap hari paling banyak 3 kali seminggu. Itu pun waktunya enggak lama-lama fan, paling 2 les satu setengah jam sekali ngajar, ya gajinya ga besarlah fan, apalagi di tempat tante mengajar itu ada sekitar 3 (tiga) atau 4 (empat) oranglah kami yang memang sebagai guru honorer disitu.”

Beliau yang menamatkan diri dari pendidikan bahasa Indonesia IKIP atau yang berganti nama menjadi UNIMED ini sudah bekerja hampir 15 (lima belas) tahun disekolah tersebut bila dihitung mengikuti honorernya. Aktif sebagai guru

honorer tersebut membuat tante Iriani ini memiliki waktu untuk bergabung dengan bisnis jaringan Sophie Martin.

Tertarik menggeluti bisnis Sophie Paris karena melihat beliau melihat fakta dilapangan, terutama di tempat beliau bekerja. Dimana setiap pegawai baik dia pegawai honorer maupun pegawai negeri sipil tatau PNS kebanyakan bergaya modis dan trendy. Banyak rekan-rekan guru atau temannya seperkerjaan yang sering sekali gonta ganti sepatu, tas maupun dompet. Hal itu sebelumnya telah diperhatikan oleh beliau pada saat pertama sekali bergabung menjadi guru honorer di sekolah tersebut.

Memang sebelumnya, pada saat beliau masih duduk di bangku perkuliahan, banyak teman-teman beliau telah bergabung di bisnis jaringan yang dulunya bernama Sophie Martin tersebut, namun karena merasa tidak begitu tertarik dan tidak begitu mengikuti trend, tante Iriani ini hanya sekedar melihat-lihat saja katalog yang sering dilihat-lihat oleh teman-teman satu jurusannya maupun teman-teman yang ada dikampusnya. Sama dengan yang diungkapkan oleh tante Iriani ini

“waktu duduk dan masih dibangku perkuliahan, sudah banyak teman-teman dikampus tante yang sudah menjadi anggota Sophie, hampir setiap hari tente selalu melihat baik perempuan maupun laki-laki membolak-balik lembar demi lembar halaman katalog Sophie Martin, ya tante enggak begitu tahu mereka hanya sekedar melihat saja atau tertarik dan membelinya, yang tante tahu namanya anak kuliahan, wajarlah bergaya trend seperti itu apalagi di katalog Sophie ini, kita bisa melihat bagaimana para model memperagakan, memakai dan menyesuaikan

barang-barang tersebut dengan barang-barang yang lainnya sehingga terlihat bagus dan dapat menarik hati para pelanggan.”

Tante ini bercerita bahwa beliau juga sempat melihat-lihat katalog Sophie dan merasa tertarik, namun apa mau dikata, kiriman orang tua saja terkadang susah untuk diterima, dan bila diterima harus benar-benar bisa mengatur pengeluaran seminim mungkin agar dapat bertahan selama mungkin. Maka dari itu bagaimana mau membeli barang-barang Sophie yang memang harganya bisa dikatakan lumayan mengeringkan kantong tersebut, bisa-bisa uang kiriman untuk 1 (satu) bulan hanya dapat dipakai untuk 1 (satu) minggu atau bahkan 1 (satu) hari saja.

Memang tante Yetty dan tante Iriani bukanlah anak dari keluarga yang kaya, ayah dan ibunya hanya sebagai petani di daerah Sidempuan. Mereka berdua merantau karena ingin mengubah nasibnya dengan melanjutkan perkuliahan di daerah Kota Medan. Karena merasa orang tua mereka kurang begitu mampu menyekolahkan mereka terpaksa tante Iriani sebagai anak pertama dari bapak Rahmadi Maksum dan almahrumah ibu Leli Maksum ini bekerja sambil kuliah di sebuah rumah makan padang, dari situlah beliau mendapatkan tambahan dana untuk melanjutkan perkuliahannya hingga sampai seperti sekarang ini.

“ kami bukan dari keluarga yang kaya fan, jadi mau tidak mau tante sebagai anak pertama harus bating tulang untuk menambah biaya perkuliahan tante di Medan, sama juga dengan si Yetty, dia juga dulu kerja tapi mengajar les-les lah, kami dulu sempat membuka tempat les di kosan kami daerah Unimed itulah fan, lumayan buat nambah-nambah

membayar uang kosan dan bayar keperluan kuliah, jadi meringankan beban orang tua juga dikampung, makanya pada saat menjadi guru honorer itu, selain ngajar di sekolah, tante juga ngajar les di rumah kontrakan, kemudian ikut-ikut usaha bisnis inilah”.

Setelah menamatkan diri dari bidang studi pendidikan bahasa Indonesia IKIP ini yang sekarang berganti menjadi UNIMED tersebut dan meraih gelar Dra atau dokteranda, tante Iriani ini memulai karirnya dengan bekerja sebagai guru honorer di SD Marindal. Bekerja sebagai guru honorer yang jatah waktu luangnya yang sangat banyak ini lantas membuat tante Iriani ini ingin menambah pemasukan uang untuk membiayai hidupnya di Kota Medan ini.

Disamping membuka private les di kontrakannya, beliau juga mendaftarkan diri untuk menjadi member di Sophie Paris. Mungkin memang bisa dikatakan masih baru, karena dari dulu sampai sebelum menjadi seorang member beliau hanya mengetahui sedikit tentang cara kerja bisnis jaringan ini. Itupun berdasarkan cerita-cerita teman-temannya pada saat duduk dibangku perkuliahan dulu. Karena memiliki niat hanya untuk menambah-nambah penghasilan dan untuk membiaya hidup, beliau mendaftarkan diri sendiri ke business centre yang dulunya berada di jalan Kampung Baru. Sempat gugup memang dan merasa canggung karena baru pertama sekali dan hanya bermodal nekat saja untuk bergabung.

Pertama sekali bergabung beliau ditanyai mengenai informasi-informasi yang beliau tahu tentang Sophie, dan juga menanyakan kelengkapan-kelengkapan

persyaratan yang dibutuhkan pada saat akan mendaftarkan diri. Persyaratan yang dibutuhkan untuk menjadi seorang member di Sophie Paris tidak begitu rumit, karena hanya bermodal identitas seperti kartu tanda penduduk saja atau identitas yang lainnya kita sudah bisa menjadi member/anggota. Kemudian mengisi sebuah formulir yang keselurahannya merupakan identitas mengenai diri kita sendiri sebagai calon

member dari Sophie Paris. Tante Iriani juga mengatakan bahwa beliau dikenakan biaya sebesar Rp 50.000 pada saat mendaftar dan ini merupakan biaya pendaftaran dimana dengan biaya tersebut kita telah mendaftar sebagai anggota atau member,

diberi buku katalog dan juga sebuah buku yang bisa dikatakan notes atau berupa buku catatan tempat para member menulis semua yang mereka pelajari pada saat ada pertemuan di BC Sophie, maupun buku tempat mencatat keluhan-keluhan yang akan beliau hadapi pada saat menawarkan barang-barang produk Sophie ini kepada orang lain. Buku catatan ini juga berisikan kiat-kiat agar sukses menjalankan bisnis jaringan Sophie ini.

Pada saat mendaftar, beliau ditanyai mengenai atas rekomendasi siapa untuk mendaftarkan diri sebagai anggota Sophie ini, namun karena masih baru pertama sekali mengikuti hal seperti berbisnis ini, akhirnya beliau dimasukkan menjadi

member bawahan salah satu pegawai atau bisa dikatakan anak buah dari pemilik BC tersebut, yaitu Rika Sb.

Setelah mengisi semua formulir pendaftaran dan diberikan tas yang berisikan katalog dan buku catatan tersebut, akhirnya beliau resmi menjadi

anggota/member dari Sophie Paris tersebut, beliau diberikan jadwal-jadwal pertemuan berupa diskusi atau sharing yang diadakan di BC tersebut.

Sesampainya dirumah, tante ini segera melihat-lihat dan membaca semua petunjuk-petunjuk termasuk kiat-kiat sukses untuk menjalankan bisnis jaringan Sophie Martin ini. Membaca dan menyimak setiap kata di buku itu, lantas membuat tante Iriani ini menjadi bersemangat dalam menjalankan bisnis ini.

Keesokan harinya, tante Iriani ini mencoba membawa buku katalog Sophie dan melihat-lihatnya pada saat jam istirahat dikantor. Rekan-rekan sekerjanya pun pada bertanya dan mengantri untuk melihat katalog tersebut, ini sesuai dengan penjelasan yang diberikan oleh tante Iriani yaitu

“hahhaa.. tante kemaren pas pertama kali membawa katalog ini berpikir keras fan untuk menimbulkan minat dan membuat teman-teman tante merasa tertarik untuk melihat katalog itu, ya siapa tahu saja dengan melihat-lihat ada barang-barang yang bagus dan menarik hati mereka sehingga mereka membeli barang produk Sophie tersebut. Ya gitulah berpikir sepanjang jalan sampai akhirnya tante sendiri melihat-lihat dan membuka katalog itu pada saat bel istirahat, dan tante langsung duduk di kursi kantor sambil melihat halaman demi halaman katalog tersebut. Ya namanya juga kantor, pasti semua guru-guru pada istirahat dan berlarian ke kantor untuk sekedar menenangkan pikiran di kelas pada saat mengajar, berbincang-bincang atau makan, jadi pastinya rame, dan alhasil ide tante itu banyak mengait para rekan-rekan guru sehingga membuat mereka pada antri untuk melihat katalog Sophie itu, dalam hati

tante tersenyum lega karena cara tante berhasil juga menarik perhatian mereka.”

***

Untuk memperlancar penjualannya tersebut, tante Iriani banyak melakukan strategi-strategi. Contohnya melalui peristiwa diatas tante Iriani memanfaatkan situasi pada saat jam istirahat di sekolahnya yang dimana beliau mempergunakannya untuk menarik perhatian para rekan-rekan guru tersebut dengan cara melihat-lihat lembar per lembar buku katalog Sophie Paris kepunyaannya. Membaca situasi adalah cara terbaik untuk mendapatkan omzet dan minat para calon konsumen ataupun calon

downline , kata tante Iriani.

Semakin hari semakin banyak rekan-rekan sekerjanya yang mengorder barang produk Sophie ini, dengan berbagai bentuk tas, baju, sepatu, dompet bahkan aksesoris yang memang sudah tertera di katalog Sophie tersebut lengkap dengan harganya. Tidak hanya itu, tante Iriani tersebut juga menawarkan barang-barang produk Sophie ini kepada tetangga-tetangga tempat beliau nge-kost.

Tante Iriani ini juga bisa dikatakan sebagai orang yang sangat cekatan dalam mencari uang, itu terlihat dengan anggota-anggota downline nya yang ada 4 (empat) orang dibawahnya. Latar belakang pekerjaan para downline nya pun bermacam-macam. Ada yang mahasiswa, ada yang sebagai ibu rumah tangga, dan ada yang bekerja di pabrik. Cita-citanya untuk menambah penghasilan dari pekerjaannya sebagai guru honorer lantas berbuah manis, itu terlihat dari

penghasilannya dan bonus yang beliau terima setiap penjualannya yang bisa dikatakan lumayan.

Tante ini juga termasuk orang yang ramah terhadap orang-orang disekitarnya, bahkan terhadap para anggota-anggota bawahannya atau para downline

nya sendiri. Beliau mengatakan bahwa downline itu adalah hal penting dalam berbisnis MLM seperti ini, untuk itu hubungan baik dengan para downline atau bawahan harus dijaga dan harus saling mengenal satu sama lainnya.

Hingga saat ini posisinya di bisnis jaringan multi level marketing Sophie Paris masih berada di tingkat President, dimana ini masih merupakan tingkat awal walaupun beliau memiliki anggota bawahan atau downline sebanyak 4 (empat) orang, namun tidak menjamin beliau untuk naik ke tahap atau tingkat Franchise. Seperti pengakuann tante Iriani ini:

memang kelihatan mudah bahkan sangat mudah fan kalau kita hanya melihat struktur kenaikan peringkat di Sophie ini, namun kalau udah kita jalani ya seperti tante inilah, tetap saja di posisi awal walaupun sudah lama berkecimpung di bisnis jaringan ini dan memiliki bawahan sebanyak 4 (empat) orang.”

Tante Iriani mengakui untuk menjalankan bisnis jaringan ini kita harus memiliki kesabaran yang ekstra tinggi, dan keuletan serta bijak dalam mengatur strategi agar dapat terus eksis dan tetap diminati oleh para konsumen. Tidak hanya itu, beliau juga mengatakan bahwa kendala yang paling sulit selama bergabung di

bisnis jaringan Sophie ini yaitu merekrut anggota untuk dijadikan bawahan atau

downline nya sendiri, karena kebanyakan orang-orang sekarang lebih baik memakai produk dari pada terjun kedunia bisnis produk tersebut.

Ibu dari 1 orang putri dan 2 orang putra ini mengatakan rata-rata penghasilannya pada saat masih aktif dan berkecimpung di bisnis jaringan ini dapat dikalkulasikan sebagai berikut:

1. Diskon langsung, dimana rata-rata pembelian yang dilakukan oleh beliau yaitu: = Rp 2.000.000 – (harga katalog) = Rp 2.000.000- 30% = Rp 600.000 Untung langsung = Rp 2.000.000 – Rp 600.000 = Rp 1.800.000

2. Bonus belanja sendiri (bbs) = 3% x ( Rp 2.000.000 x 60%) = 3% x (Rp 1.200.000)

= Rp 36.000

= Rp 1.800.000 + Rp 36.000 = Rp 1.836.000

3. Bonus bulan madu (BBM)

Yaitu bonus yang didapat dari setiap perekrutan member anggota bawahan yaitu:

= 4 x Rp 25.000 = Rp 200.000

4. Bonus pendekatan (PDKT)

Dimana bonus ini diberikan berdasarkan hasil penjualan rata-rata produk yang dilakukan oleh para downline yaitu:

= 4 x Rp 800.000 = Rp 3.200.000 = 5% x Rp 3.200.000 = Rp 160.000

Dengan penghasilan seperti yang dikatakan oleh tante Iriani di atas, tidak menutup kemungkinan bahwa beliau mendapatkan hasil yang benar-benar lumayan disamping sebagai guru honorer di sekolah dasar negeri Marindal.

Namun seiring berjalannya waktu , para anggota downline tante Iriani ini banyak yang sudah tidak selalu menjalankan dan memasarkan produk-produk Sophie

pakaian, tas,baju dan lainnya yang ditawarkan bahkan ada juga dari anggota bawahannya yang mengalami rugi-rugi dan rugi. Dimana kebanyakan dari konsumen para downline nya itu mengutang, padahal dalam bisnis jaringan seperti ini seharusnya ada rasa saling membantu antara para member dan juga para konsumen. Selain itu hal yang menyebabkan para bawahan tante Iriani ini tidak menjalankan bisnis ini yaitu karena kurangnya dalam penyampaian kata-kata yang memotivasi para konsumen untuk mau bergabung dalam bisnis ini atau hanya sekedar membeli produk saja, karena melihat terjadinya kemerosotan tersebut tante Iriani sempat merasa kelimpungan dalam menghadapi permasalahan yang dihadapi oleh para anggota downline nya itu. Tante ini membantu membenahi dan memberikan motivasi kepada para downline nya untuk tetap bersabar dan berjuang menjalan bisnis jaringan