III. METODOLOGI
3.4 Pengumpulan Data
3.5.6. Identifikasi Tipe-Tipe Metapopulasi
Populasi-populasi yang telah dipetakan di atas peta tutupan lahan dipelajari kemungkinan konektifitas antara satu dengan lainnya kemudian dibandingkan dengan gambaran tipe-tipe metapopulasi yang dibuat oleh Hanski & Simberloff (1997) serta (Harrison & Taylor 1997) yaitu classic metapopulation, mainland-island metapopulation, nonequilibrium metapopulation, patchy population(Gambar 2.5)
3.5.7. Pemodelan Spasial Kesesuaian Habitat Macan Tutul
Pemodelan spasial dilakukan menggunakan fasilitas overlay dengan pembobotan pada program ArcView 3.2. Analisis spasial ini dilakukan di Laboratorium GIS dan Remote Sensing Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Model kesesuaian habitat dibangun dengan mempertimbangkan faktor-faktor kebutuhan hidup macan tutul jawa yang diperoleh dari berbagai literatur. Pembobotan masing-masing faktor dilakukan secara arbitrary berdasarkan expert judgment. Argumen atau landasan ilmiah penetapan bobot masing-masing faktor disajikan pada Tabel 3.5. Bobot masing-masing faktor penyusun model kesesuaian habitat macan tutul jawa disajikan pada Tabel 3.6. Skoring untuk masing-masing faktor disajikan pada Tabel 3.7.
Pembobotan menggunakan metode proporsi/skala (rating method) yaitu dengan cara memberikan langsung bobot secara eksplisit pada setiap faktor dengan mengalokasikan sejumlah nilai yang jika dijumlahkan akan menjadi 100 atau 1,0 (Jaya, 2007).
0< wij < 100; ∑wij = 100 untuk semua faktor i. ...(Formula 3.15)
Pemodelan spasial kesesuaian habitat yang dibuat termasuk kategori coincidence modeling yang melibatkan overlay poligon (AGI, 2010). Metode ini dilakukan dengan memberikan bobot terhadap peubah yang telah diskala (skoring) sehingga skor total merupakan kombinasi yang linear (Jaya, 2007).
∑ atau C = w1x1 + w2x2 + ....wnxn dan ∑ , ...(Formula 3.17) Di mana C adalah skor komposit untuk suatu unit spasial tertentu dan n adalah jumlah peubah (variabel) wi adalah bobot ke-i dan xi adalah peubah atau variabel ke-i
Data luas patch diperoleh dari operasi spasial dalam Arcview 3.2; tipe hutan diperoleh dari interpretasi citra tahun 2006 dari Departemen Kehutanan; topografi,
altitude, dan sumber air dari peta RBI Bakosurtanal skala 1:25.000. Data satwa
diperoleh dari hasil olahan laporan bulanan margasatwa Perum Perhutani di 20 KPH yang kemudian diklasifikasikan dan dispasialkan dalam layer batas KPH. Data tipe curah hujan diperoleh dari masing-masing KPH yang kemudian diklasifikasikan
status kawasan diperoleh dari peta kawasan hutan Provinsi Jawa Tengah tahun 2005 dari Departemen kehutanan. Secara skematis, prosedur pembuatan model kesesuaian habitat macan tutul jawa ditunjukkan pada Gambar 3.4.
Tabel 3.5. Argumen ilmiah sebagai pertimbangan dalam pembobotan faktor penyusun model kesesuaian habitat macan tutul jawa.
Faktor/ Aspek
Argumen Referensi
Luasan habitat Macan tutul memerlukan luasan ruang yang cukup untuk mencari makan, berkembang biak dan bertahan hidup.
Macan tutul hidup dalam home range dan memiliki teritori
Macan tutul termasuk satwa yang gemar mengembara dan kurang bersifat menetap
Macan tutul tidak akan keluar dari teritorinya jika makanan cukup tersedia
Home range seekor macan tutul jantan di Taman Nasional Royal Chitwan, Nepal yang kaya satwa mangsa adalah 6 – 63 km2 (600 – 6.300 ha), dan di daerah kering Kalahari 400 km2. Umumnya berkisar antara 30 – 78 km2
Seidentsicker & Susan (1991)
IUCN - The World Conservation Union (1996)
Bailey (1993)
Norton & Lawson (1985)
Bothma et al. (1997)
Mizutani & Jewell (1998)
Direktorat PPA (1978)
Grzimek (1975)
Ketersediaan mangsa
Macan tutul akan membunuh dan makan apa saja yang mudah ditangkapnya.
Macan tutul lebih menyukai ungulata dengan berat tubuh 20 sampai 50 kg, tetapi kadang-kadang berburu mangsa yang jauh lebih besar.
Mangsa macan tutul di Jawa antara lain : babi hutan, kijang, rusa, monyet, landak, lutung, burung, teledu, musang dan owa abu-abu, binatang pengerat, ikan dan bahkan buah-buahan yang manis.
Macan tutul memangsa binatang melata dan ketam, serangga, kelelawar, penyu laut, landak, trenggiling, burung merak, ayam hutan, monyet dan anjing.
Komposisi makanan macan tutul terdiri dari 53,5 % ungulata dan 25,4% primata dengan rata-rata berat mangsa 24,6 kg.
Mangsa macan tutul berimbang antara ungulata dan primata yaitu 89-98%.
Prater (1965) dalam Hoogerwerf (1970) Seidensticker(2002) Direktorat PPA (1978) Bartels (1929) dalam Hoogerwerf (1970) Grzimek (1975) Prater (1965) dalam Hoogerwerf (1970)
Schaller (1969) dalam Lekagul & McNeely (1977)
Westra (1931) dalam Hoogerwerf (1970)
Direktorat PPA (1982)
Hart et al. (1996)
Karanth & Melvin (1995)
Tipe vegetasi (Hutan)
Macan tutul dapat beradaptasi dengan baik di berbagai tipe vegetasi, tetapi di Pulau Jawa, macan tutul hanya hidup di hutan- hutan, baik hutan alam maupun hutan tanaman.
IUCN - The World
Conservation Union. (1996)
Cat Specialist Group (2002)
Faktor/ Aspek
Argumen Referensi
Macan tutul satwa arboreal, menyukai habitat yang ada pohonnya. Macan tutul menggunakan pohon untuk tidur, istirahat, berlindung, mengintai dan menyimpan mangsanya
Macan tutul betina menyukai vegetasi lebat untuk bersarang dan melindungi anak- anaknya
Tipe vegetasi berhubungan dengan keberadaan herbivora yang merupakan mangsa macan tutul.
Semakin beragam jenis tumbuhan, semakin beragam pula habitat yang dapat diberikan kepada satwaliar.
Bailey (1993)
Norton and Henley (1987)
Hamilton (1976)
Alderton (1998)
Air Walaupun macan tutul dapat bertahan hidup berhari-hari tanpa air, tetapi keberadaan air sangat menguntungkan macan tutul, disamping untuk minum dirinya, air juga dibutuhkan oleh satwa herbivora yang merupakan mangsa macan tutul. Dengan demikian keberadaan air juga akan lebih disukai oleh satwa herbivora dan macan tutul.
Macan tutul menyukai hutan tepi sungai
Semua jelajah memiliki sedikitnya satu badan air
Setelah makan, macan tutul biasanya mencari air untuk minum.
South Africa Wildlife (2009)
IUCN - The World
Conservation Union. (1996)
Bothma & Riche (1994)
Grzimek (1975)
Norton and Henley (1987)
Iklim (Tipe Curah Hujan)
Iklim sangat mempengaruhi habitat satwa herbivora, khususnya ketersediaan air dan pakan yang sebagian besar merupakan tumbuhan bawah. Selanjutnya keberadaan satwa herbivora tersebut berpengaruh pada keberadaan pemangsanya yaitu macan tutul Jawa.
Pada penelitian ini ditemukan bahwa sebaran populasi macan tutul banyak terkonsentrasi di daerah beriklim basah (tipe curah hujan A dan B)
Marker and Dickman (2005)
Status fungsi kawasan
Macan tutul pemalu dan secretive sehingga menyukai hidup di kawasan hutan yang terjamin keamanannya dari gangguan kegiatan manusia
Hutan-hutan yang relatif kecil kegiatan manusianya berturut-turut adalah hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi tetap
Bila keluar kawasan hutan dan masuk kampung macan tutul dianggap musuh oleh
UU No.5/19990
UU No 41/1999
PP No. 68/1998
PP No.34/2002
South Africa Wildlife (2009)
Nowak (1997)
Faktor/ Aspek
Argumen Referensi
masyarakat dan akan diburu dan dibunuh Conservation Union. (1996)
Veevers-Carter (1978)
Lekagul & McNeely (1977) Topografi Macan tutul menyukai daerah berlereng
curam dan di dekat patahan tebing atau puncak punggung bukit dekat dengan tebing untuk berlindung karena umumnya sulit dijangkau manusia.
Chundawat (1990)
Marker and Dickman (2005)
Ketinggian tempat (Altitude)
Hutan-hutan yang masih tersisa dan kondisinya baik umumnya ada pada ketinggian > 500 m dpl
Semakin tinggi suatu fragment hutan semakin menurun intensitas gangguan manusianya karena umumnya pemukiman terkonsentrasi di dataran rendah.
Macan tutul menghindari aktivitas manusia
Chundawat (1990)
Marker and Dickman (2005)
Tabel 3.6. Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam pembuatan model kesesuaian habitat macan tutul jawa.
Kategori Variabel/ Faktor yang dipertimbangkan Bobot makro PEMANFAATAN
HABITAT
Luas 0,35
Mangsa 0,25
Tipe Hutan 0,15
Tipe curah hujan Schmidt-Ferguson 0,05
Badan air 0,05
KERAWANAN HABITAT
Topografi 0,06
Ketinggian (Altitude) 0,05
Status fungsi kawasan hutan 0,04
Jumlah 1,00
Tabel 3.6. dapat diturunkan ke dalam formula sebagai berikut:
C = 0,35(x1) + 0,25(x2) + 0,15(x3) + 0,05(x4) + 0,05(x5) + 0,06(x6) + 0,05(x7) + 0,04(x8) Di mana C adalah kesesuaian habitat; x1 adalah luas; x2 adalah mangsa; x3 adalah tipe vegetasi hutan; x4 adalah curah hujan; x5 adalah sumber air; x5 adalah topografi; x7 adalah ketinggian dan x8 adalah status kawasan hutan.
Gambar 3.4. Prosedur pembuatan model spasial kesesuaian habitat macan tutul jawa. Pembuatan model hanya dilakukan pada kawasan hutan berdasarkan peta kawasan hutan Provinsi Jawa Tengah tahun 2005 dari Departemen Kehutanan. Hal ini karena salah satu faktor penyusun model adalah status kawasan hutan. Disamping itu juga diasumsikan, areal berhutan di luar kawasan hutan tidak mungkin akan dikelola dalam kerangka konservasi macan tutul.
Validitas model dihitung dengan formula sebagai berikut:
Validitas Model = n/N x 100% ... (Formula 3.18) Dimana n = jumlah lokasi macan tutul di kelas kesesuaian sedang dan tinggi, dan N = jumlah seluruh lokasi macan tutul yang ditemukan.
Kesesuaian model dengan fakta di lapangan juga dapat diuji dengan uji Chi square (χ2) dengan hipotesis null sebagai berikut:
Ho: Distribusi proporsi kesesuaian habitat macan tutul jawa sama dengan disribusi
Luas patch Data atribut mangsa Penutupan hutan Badan air Status Fungsi Kawasan KELAS KESESUAIAN HABITAT MACAN TUTUL JAWA Kelas kecukupan luas Kelas hutan Kelas ketersediaan air Kelas fungsi Potensi Habitat Dimanfaatkan Kelas Pemanfaatan Habitat
Tipe Curah hujan Kelas Curah
Hujan
Kelerengan
Kelas lereng
Ketinggian ketinggianKelas
Kelas Kerawanan Habitat Kelas
Ketersediaan Mangsa
Kaidah keputusannya adalah menerima Ho apabila nilai χ2hitung lebih kecil daripada χ2
tabel pada taraf α = 5%. Formula uji Chi kuadrat adalah sebagai berikut (Gazpersz, 1994):
(
)
∑
− = j i ij ij ij E E O , 2 2χ
... (Formula 3.19) Dimana Oij adalah proporsi sebaran macan tutul jawa yang diambil dari jumlah lokasi macan tutul menurut tingkat kesesuaiannya dan Eij adalah proporsi luasan habitat menurut tingkat tngkat kesesuaian.Tabel 3.7. Skoring faktor penyusun model kesesuaian habitat. Faktor Skor Kriteria
Pemanfaata n Habitat (Habita t Use) Luasan habitat 10 > 1.000 ha 5 600 – 1.000 ha 0 < 600 ha
Mangsa 10 Terdapat 6 jenis mangsa utama (primata dan ungulata) 5 Terdapat 4 jenis mangsa utama
1 Terdapat 1-3 jenis satwa mangsa utama Tipe hutan 10 Hutan alam
5 Hutan tanaman
Air 10 Ada sumber air di dalam patch
0 Tidak ada sumber air patch
Tipe Curah Hujan 1 D atau E 5 C atau C dan D 10 A atau B K era w a na n H a bi ta t (Habita t Vulnerability) Status fungsi kawasan
10 Kawasan Pelestarian Alam, Kawasan Suaka Alam, Hutan Lindung
5 Hutan Produksi Terbatas 1 Hutan Produksi Topografi 1 < 15 % 5 15% -25 % 10 > 25% Ketinggian (Altitude) 1 < 500 m dpl 5 500 – 1000 m dpl 10 > 1000 m dpl.