• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Penyebaran Populasi Macan Tutul Jawa

4.1.4. Populasi yang Mengalami Kepunahan Lokal

Jika dibandingkan dengan sebaran populasi macan tutul jawa pada 10-20 tahun sebelumnya yang diperoleh dari berbagai sumber literatur, maka ada beberapa lokasi yang sekarang tidak lagi menjadi sebarannya. Ada 15 lokasi macan tutul jawa di Jawa Tengah dan dua lokasi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang diperkirakan telah kehilangan populasinya. Jumlah tersebut cukup signifikan jika dibandingkan dengan lokasi macan tutul jawa yang masih ada saat ini (48 lokasi). Hal ini berarti populasi macan tutul jawa yang diduga telah mengalami kepunahan lokal sekitar 26% dalam kurun waktu sekitar 20 tahun. Lokasi-lokasi sebaran populasi macan tutul jawa yang telah punah secara lokal disajikan pada Tabel 4.7.

Kepunahan lokal macan tutul jawa di sebagian besar lokasi terjadi setelah tahun 2000. Hal ini diduga ada kaitannya dengan degradasi hutan di Jawa yang terjadi setelah gerakan reformasi tahun 1998-1999 yang menghasilkan euforia berlebihan dalam bentuk penebangan liar dan perambahan hutan untuk bercocok tanam secara besar- besaran.

Dari 17 lokasi populasi macan tutul jawa yang punah lokal, 16 diantaranya (94%) merupakan kawasan hutan dengan fungsi hutan produksi, hanya satu lokasi merupakan kawasan hutan cagar alam, yaitu Cagar Alam Gunung Clering (1.328,4 ha). Empat belas lokasi (82%) merupakan hutan tanaman jati, dua lokasi (12%) hutan tanaman pinus dan satu lokasi (6%) merupakan hutan alam dataran rendah.

Kawasan hutan produksi dengan tanaman jati tampaknya lebih rentan terhadap perambahan yang mengancam keberadaan macan tutul jawa. Hal ini diduga karena:

1. Hutan jati umumnya ada di daerah dataran rendah dengan topografi relatif datar dan landai sehingga menarik untuk bercocok tanam apalagi lokasinya yang dekat dengan pemukiman dan akses jalannya mudah.

2. Kayu jati bernilai ekonomis tinggi dengan akses jalan sampai ke pasar yang sangat mudah (jaringan jalan perhutani terhubung dengan jalan umum).

3. Kegiatan tumpangsari atau PHBM (pengelolaan hutan bersama masyarakat) secara ekstensif sebagai respon atas krisis ekonomi yang berkepanjangan menyebabkan berkurangnya ruang habitat satwa mangsa dan meningkatnya intensitas aktivitas manusia yang mengganggu satwaliar, khususnya macan tutul jawa.

Tabel 4.7. Lokasi yang pernah dilaporkan ada populasi macan tutul jawa tetapi sekarang telah mengalami kepunahan lokal.

Lokasi/Wilayah Tipe Hutan Fungsi Kawasan Kelas Ketinggian (m dpl) Kelas Lereng (%) Perkiraan punah Sumber Informasi 1. KPH Blora RPH Krocok, BKPH Ngapus, KPH Blora

Jati HP 0-500 0-8% 2002* Wakil KKPH/KSKPH Blora (Pers. Comm., 2009) Gunawan (1988) 2. RPH Segorogunung, BKPH Segorogunung, KPH Gundih BKPH Monggot dan BKPH Panunggalan, KPH Gundih Jati HP 0-500 0-8% 2006* KSS Perencanaan KPH Gundih (Pers. Comm., 2009) Gunawan (1988) 3. Gunung Lasem, KPH

Mantingan

Jati HP 500-1.000 0-8% 2003* Wakil KKPH Mantingan (Pers. Comm., 2009) 4. BKPH Barisan, KPH Pati Jati HP 0-500 0-8% Akhir

1990an

Gunawan (1988) 5. RPH Pasedan, BKPH Medang,

RPH Mantingan

Jati HP 0-500 25-40% 2002 Wakil KKPH Mantingan (Pers. Comm., 2009) 6. Gunung Surojoyo, RPH Ngiri,

KPH Mantingan

Jati HP 0-500 0-8% 2002 Wakil KKPH Mantingan (Pers. Comm., 2009) 7. KPH Semarang

Resort KSDA Manggal; Gunung Pati; Ngalian (Tugu)

Jati HP 0-500 8-15% Akhir 1990- an

Hoogerwerf (1970) Gunawan (1988) 8. Resort KSDA Gunung Clering,

Pati Barat

Alam Cagar Alam 0-500 > 40% 2000 an Gunawan (1988) 9. BH Sragen, KPH Telawa Jati HP 0-500 0-8% 2000-2005 Direktorat Jenderal PHPA

(1987) 10. RPH Pagersari, BKPH

Baturetno (Kab. Wonogiri), KPH Surakarta

Jati HP 0-500 15-25% 2002-2003 BKSDA (pers comm 2008)

11. Notog (RPH Sidamulih), BKPH Kebasen, KPH Banyumas Timur

Jati HP 0-500 15-25% 2000 Direktorat Jenderal PHPA (1987); Gunawan (1988)

12. BKPH Jatilawang, KPH Banyumas Timur

Pinus HP 0-500 0-8% 2000 Direktorat Jenderal PHPA (1987); Gunawan (1988) 13. Karangkobar, KPH Banyumas Timur Pinus HP 500-1.000 15-25% 1990-1995 2001* KBKPH Banjarnegara (Pers. Comm, 2009) 14. Kulonprogo, KPH Kedu Selatan

Kokap, Kuonprogo, Dishut DIY**

Jati Jati

HP 500-1.000 8-15% Akhir 1990an

Direktorat Jenderal PHPA (1987); Gunawan (1988)

15. RPH Bruno, BKPH Purwareja, KPH Kedu Selatan

Jati HP 0-500 25-40% 1995-2000 KSS Perencanaan KPH Kedu Selatan (Pers. Comm, 2009)

16. KPH Balapulang Jati HP 0-500 8-15% 2000 Kasi PSDAH KPH Balapulang (Pers. Comm., 2009); Gunawan (1988) 17. RPH Gubug rubuh, RPH Giring

(BDH Playen); RPH Candi (BDH Karangmojo); RPH Kedungmangu (BDH Paliyan) Gunung Kidul, Dinas Kehutanan DIY**

Campuran HP 0-500 0-8% 2000* Direktorat Jenderal PHPA (1987); Gunawan (1988)

Keterangan :

*) Temuan terakhir berdasarkan informasi Didik Raharyono, Ketua LSM Peduli Karnivora Jawa **) No. 14 dan 17 masuk wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Sementara itu, hutan pinus memiliki beberapa kelebihan dibandingkan hutan jati dalam hal keamanan dari gangguan aktivitas manusia, yaitu antara lain:

1. Umumnya hutan pinus ada di daerah dataran tinggi atau mendekati pegunungan dengan topografi relatif lebih berat, jauh dari pemukiman dan akses jalan lebih rendah sehingga kurang menarik untuk lahan pertanian.

2. Sifat alelopati tegakan pinus dan sifat asam tanahnya membuat kurang disenangi untuk kegiatan tumpangsari.

3. Getahnya disadap setiap hari oleh masyarakat sehingga ketergantungan masyarakat pada keutuhan hutan sangat tinggi dan masyarakat merasa perlu ikut menjaga.

4. Kayu pinus bernilai ekonomis rendah dan akses jalan sampai ke pasar lebih sulit (umumnya jalan setapak untuk patroli dan jauh dari jalan umum).

Dari 15 populasi macan tutul jawa di Provinsi Jawa Tengah, 86,67% berada di daerah dengan ketinggian 0-500 m dpl dan 46,67% memiliki topografi datar (Gambar 4.5 A dan B). Hal ini sejalan dengan dugaan bahwa kepunahan macan tutul jawa di suatu lokasi berkaitan erat dengan faktor keamanan (tekanan dari penduduk) di sekitar hutan.

Gambar 4.5. Proporsi sebaran macan tutul jawa yang punah lokal menurut ketinggian tempat (A) dan kelas lereng (B).

Secara statistik hubungan kondisi topografi terhadap kepunahan lokal macan tutul jawa tidak signifikan. Dari Tabel 4.8. diperoleh nilai χ2hitung = 5,1368 lebih rendah

daripada χ2(0,05;4), sehingga keputusannya menerima Ho dengan kesimpulan tidak ada hubungan antara kondisi topografi dengan kepunahan lokal macan tutul jawa.

Hubungan faktor ketinggian tempat dengan kepunahan lokal macan tutul jawa adalah signifikan karena χ2hitung (= 7,2367) lebih besar daripada χ2(0,05;2). Perhitungan selengkapnya disajikan pada Tabel 4.8. Hubungan ketinggian dengan kepunahan lokal diduga tidak terkait dengan kesesuaian ekologis tetapi berhubungan dengan faktor keamanan. Ada kecenderungan bahwa di satu sisi semakin tinggi tempat, pemukiman semakin jarang di sisi lainnya semakin tinggi tempat kawasan hutan semakin terlindungi karena banyak yang ditetapkan sebagai hutan lindung.

Tabel 4.8. Tabel kontingensi uji kebebasan faktor topografi dengan kepunahan lokal populasi macan tutul jawa.

Kelas Lereng Populasi Bertahan Populasi Punah Lokal Jumlah Observasi Observasi Harapan1 Observasi Harapan1

Sangat curam > 40% 5 4,4308 1 1,5692 6 Curam 25-40% 15 12,5538 2 4,4462 17 Agak curam 15-25% 4 5,1692 3 1,8308 7 Landai 8-15% 3 4,4308 3 1,5692 6 Datar 0-8% 21 21,4154 8 7,5846 29 Jumlah Observasi 48 17 65 Keterangan: 1

Dihitung menggunakan Formula 3.13

Dengan menggunakan Formula 3.14 diperoleh nilai χ2hitung = 5,1368 < χ2(0,05;4)

Tabel 4.9. Tabel kontingensi uji kebebasan faktor ketinggian tempat dengan kepunahan lokal populasi macan tutul jawa.

Ketinggian Tempat Populasi Bertahan Populasi Punah Lokal Jumlah Observasi Observasi Harapan1 Observasi Harapan1

< 500 dpl 25 28,8000 14 10,2000 39 500-1000 m dpl 8 8,1231 3 2,8769 11 > 1000 m dpl 15 11,0769 0 3,9231 15 Jumlah Observasi 48 17 65 Keterangan: 1

Dihitung menggunakan Formula 3.13

Dengan menggunakan Formula 3.14 diperoleh nilai χ2hitung = 7,2367 > χ2(0,05;2)

Sementara faktor tipe hutan (vegetasi) juga berhubungan signifikan dengan kepunahan lokal macan tutul jawa (χ2hitung = 13,8646 lebih besar daripada χ2(0,05;4). Sebagian besar (76,47%) lokasi kepunahan lokal macan tutul jawa merupakan hutan

tanaman jati. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.10. Secara ekologis macan tutul dapat hidup di berbagai tipe vegetasi hutan. Hubungan tipe vegetasi hutan dengan kepunahan lokal macan tutul jawa diduga bekerja pada mekanisme pengelolaannya. Sebagai contoh, hutan jati sebagai tipe vegetasi hutan yan paling banyak kehilangan populasi macan tutul jawa dikelola dengan sistem tebang habis dan dalam pemeliharaannya ada kegiatan penjarangan serta tumpangsari. Sistem silvikultur tersebut sangat mempengaruhi keamanan habitat macan tutul jawa, karena dapat berdampak pada pengurangan atau penghilangan habitat, fragmentasi habitat dan penurunan kualitas habitat (seperti menurunnya jumlah mangsa dan kualitas pelindung). Tabel 4.10. Tabel kontingensi uji kebebasan faktor tipe hutan (vegetasi) dengan

kepunahan lokal populasi macan tutul jawa.

Tipe Hutan Populasi Bertahan Populasi Punah Lokal Jumlah Observasi Observasi Harapan1 Observasi Harapan1

Tanaman Jati 13 19,2000 13 6,8000 26

Tanaman Pinus 21 16,9846 2 6,0154 23

Tanaman Campuran 4 3,6923 1 1,3077 5

Hutan Dataran rendah 3 2,9538 1 1,0462 4

Hutan Pegunungan 7 5,1692 0 1,8308 7

Jumlah Observasi 48 17 65

Keterangan:

1

Dihitung menggunakan Formula 3.13

Dengan menggunakan Formula 3.14 diperoleh nilai χ2hitung = 13,8646 > χ2(0,05;4)

Kepunahan lokal macan tutul jawa di beberapa lokasi diduga kuat banyak dipengaruhi oleh faktor keamanan habitat dan isolasi habitat. Dari Gambar 4.1. tampak bahwa dari 17 lokasi macan tutul jawa yang punah, tujuh (41,28%) diantaranya merupakan populasi yang terisolasi yaitu populasi-populasi di Gunung Clering, Gunung Lasem, Pasedan, Notog, Jatilawang, Gunung Kidul dan Kulonprogo. Sementara 10 lokasi (28,82%) diduga disebabkan oleh faktor keamanan habitat. Perambahan yang ekstensif sejak tahun 2000 diduga menyebabkan hilangnya vegetasi hutan yang penting sebagai tempat berlindung yang aman bagi macan tutul jawa.