• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. SPIRITUALITAS MGR. GABRIEL MANEK, SVD

E. Spiritualitas Mgr. Gabriel Manek, SVD

2. Impian Mengenai Jemaat

Dari visi pendiri ini menguak cita-cita dan harapan ke depan yang diwariskan kepada Kongregasi Puteri Reinha Rosari, sebagaimana tertulis dalam

buku pedoman hidup Kongregasi (Konst., no. 103). Jemaat yang dicita-citakan adalah jemaat yang partisipatif, berfungsi sosial, berakar dari kebudayaan setempat, jemaat yang berfungsi kritis serta jemaat yang memasyarakat dengan warna Kerajaan Allah.

a. Jemaat yang Partisipatif

Jemaat yang partisipatif adalah jemaat yang menggunakan segala kemampuan dan kharismanya yang berbeda-beda, terlibat aktif dalam membangun Gereja sebagai Tubuh Mistik Kristus. Menurut St. Paulus kita dianugerahi karunia yang berbeda (Rm 12:6). Kita juga terdiri dari banyak anggota dengan tugas yang berbeda-beda (Rm 12:5). Tetapi kita semua adalah satu tubuh yaitu Tubuh Kristus dan masing-masing kita adalah anggotanya (1 Kor 12:27). Sama halnya anggota tubuh kita seperti mata tidak dapat terpisah dari tubuh, kitapun tidak dapat lepas dari apa yang menjadi tanggung jawab kita sebagai anggota Gereja. Hal ini juga ditegaskan dalam Konstitusi Dogmatis Lumen Gentium, bahwa “Gereja itu kita semua dan Kristus adalah kepala kita” (LG 7). Lebih jauh konsili menyebut sejumlah hal sebagai wujud nyata dari partisipasi Gereja, yakni: ikut serta menderita dengan Gereja, saling melayani di antara anggota, mengamalkan kebenaran dalam cinta kasih, melaksanakan karya penebusan dalam kemiskinan dan penganiayaan supaya menyalurkan buah-buah keselamatan kepada manusia, menyebarluaskan kerendahan hati dan pengikraran diri seperti Kristus yang menjadi miskin meskipun Ia kaya (2 Kor 8:9), meringankan kemelaratan, merangkul para pendosa, mewartakan salib dan wafat Tuhan hingga Ia datang (1 Kor 11:26). Setia mewahyukan misteri Tuhan di dunia kendati dalam kegelapan sampai pada akhir zaman dalam cahaya yang penuh (LG 7 & 8).

b. Jemaat yang Berfungsi Sosial

Jemaat yang dimaksud adalah jemaat yang meragi dalam pembangunan masyarakat. Jemaat yang berani berjuang menegakkan keadilan dan kebenaran, mengubah wajah masyarakat sekitar yang dilanda penindasan karena penderitaan dan karena tindakan ketidakadilan. Dasar keterlibatan sosial jemaat adalah Kristus sendiri yang telah menjadi manusia dan tinggal diantara kita (Yoh 1:14) dan telah mencintai kita sehabis-habisnya (Yoh 13:4) sampai menyerahkan hidup-Nya dengan wafat di salib demi keselamatan manusia. Semasa hidup di dunia, Kristus telah membangun solidaritas dengan orang-orang miskin dan terpinggirkan serta menunjukkan keberpihakan yang jelas dengan mereka. Ia berkeliling menjelajahi kota dan desa-desa sambil berbuat baik dan mewartakan kabar suka cita Allah bagi banyak orang yang menderita yakni; orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan dan orang miskin diberitakan kabar baik (Mat 11:5).

Sikap dan perilaku Yesus yang solider dan bersahabat dengan semua orang ini menjadi cerminan hidup Mgr. Gabriel Manek, SVD selama hidupnya. Ia melayani umatnya hingga ke pelosok daerah terpencil dengan kendaraan berkuda ataupun berjalan kaki merambah hutan dan jalanan licin berbatu-batu. Bahkan sampai usia paripurna sebagai gembala di tengah suku Indian, Ia berjuang mengais sampah sembari mengangkat permadani-permadani bekas untuk diberikannya kepada orang-orang kecil. Cintanya yang besar dan menyatu dengan orang-orang kecil dan menderita membuat dia terus bersemangat hingga terbaring lemas dalam penderitaan sakit. Ia juga setia mendoakan keluarga-keluarga dan orang-orang sakit. Ia menyadari bahwa tanpa campur tangan Tuhan segala usaha

dan perjuangannya bagi orang kecil sia-sia. Dalam kesaksian banyak orang mengatakan bahwa Mgr. Gabriel Manek, SVD adalah sahabat orang kecil atau sering dijuluki dengan gelar “Bishop of The Poor”. Beliau adalah uskup kaum miskin, lemah dan menderita (Gabriella, 2008a: 214).

c. Jemaat yang Berakar dalam Kebudayaan Setempat

Jemaat yang berakar dalam kebudayaan setempat merupakan salah satu cita-cita yang ingin dicapai oleh Mgr. Gabriel Manek, SVD. Umat yang sungguh-sungguh menyadari akan dirinya yang berasal dari sebuah kebudayaan harus sungguh-sungguh menjadi warga budaya sekaligus warga Gereja. Gereja lokal adalah Gereja yang berkembang secara budaya yakni; Gereja yang mengangkat nilai-nilai budaya setempat sebagai sarana untuk memperkembangkan kehidupan Gerejanya. Seperti Kristus dengan penjelmaan-Nya sebagai manusia telah menunjukkan diri dengan kebudayaan umat manusia, demikian Gereja hendaknya memperlihatkan sikap hormat dan penghargaan yang tinggi terhadap kebudayaan dan adat istiadat setempat (Tafaib, 2007: 28).

Salah satu yang khas dalam diri Mgr. Gabriel Manek dalam karyanya diberbagai tempat, yang pertama-tama adalah dengan menguasai bahasa setempat. Bahasa menjadi jembatan baginya untuk dekat dan menyatu dengan umatnya. Beliau juga sangat mudah menyesuaikan diri dengan budaya-budaya baru antara lain dengan masuk di tengah suku Indian yang terkenal keras dan sulit, tetapi Ia berhasil menjadi sahabat mereka, bahkan dia diterima dan diangkat menjadi keluarga suku Indian dan tinggal bersama mereka. Apa yang dihayati oleh Mgr. Gabriel Manek selain berguru dari teladan Yesus Kristus sendiri sekaligus menjadi jawaban atas himbauan Gereja melalui dokumen Gereja (GS 58) bahwa:

Gereja yang diutus kepada semua bangsa dari segala zaman dan di daerah manapun tidak terikat secara eksklusif, tak terceraikan kepada suku atau bangsa manapun, kepada adat istiadat entah yang lama ataupun yang baru. Seraya berpegang teguh pada tradisinya sendiri pun sekaligus menyadari perutusannya yang universal, Gereja mampu menjalin persekutuan dengan pelbagai pola kebudayaan. Dengan demikian baik Gereja sendiri maupun pelbagai kebudayaan diperkaya.

d. Jemaat yang Berfungsi Kritis

Kritis yang dimaksud pertama-tama adalah mengemukakan pendapat, pikiran dan sikap-sikap secara cerdas, arif dan bermutu setelah mengkaji dan menganalisis suatu persoalan dengan jernih. Realitas hidup sehari-hari dan rupa-rupa tawaran yang dikemas baik berupa-rupa barang maupun paham-paham yang terkadang menggiurkan tapi juga ambivalen. Artinya ada segi-segi positif tapi ada juga segi negatif yang tersirat di dalamnya. Tak jarang ketika dihadapkan dengan dua pilihan ini orang menjadi bingung dan bahkan sering kali menentukan pilihan yang keliru. Berhadapan dengan situasi demikian umat perlu mendapatkan arahan atau berupa didikan untuk pandai-pandai memilah-milah dan menganalisis dengan pikiran jernih dan hati nurani bening melihat segala persoalan tanpa terpengaruh oleh pihak manapun. Dalam hal ini perlu pembiasaan dalam mengadakan pembedaan roh. Artinya dalam terang dan bimbingan Roh Kudus, umat mampu membuat pembedaan dan menentukan sikap dan mengambil keputusan secara tegas dan bertanggung jawab terhadap suatu permasalahan yang dihadapi. Selama hidup Mgr. Gabriel Manek, SVD meletakkan seluruh perjuangannya dalam kuasa dan bimbingan Roh Kudus serta berkat devosi kepada Bunda Surgawi. Beliau percaya bahwa segala persoalan hidupnya dapat teratasi karena karya Roh yang mengilhaminya dan doa Bunda Surgawi membuat dia mampu menentukan pilihan secara tepat dan benar. Ia sungguh yakin bahwa apa yang dipilih dan

diputuskannya merupakan karya Roh Kudus. Keyakinan ini diungkapkannya ketika mendirikan tarekat pribumi, Tarekat Puteri Reinha Rosari (PRR), yakni: “Tarekat ini tidak akan mati, dan akan tetap berdaya guna bagi Gereja dan masyarakat, karena ada Roh Kudus dan Maria tokoh iman utama di dalamnya” (Konst., no. 114).

e. Jemaat yang Memasyarakat dengan Warna Kerajaan Allah

Jemaat yang bermasyarakat berarti jemaat yang tidak menjadi ghetto yang tertutup melainkan tetap berpartisipasi penuh dalam semua dimensi kehidupan masyarakat yakni; di bidang sosial, politik, ekonomi dan budaya. Dalam dimensi-dimensi hidup itu, umat Katolik terpanggil memberi kesaksian tentang benih Kerajaan Allah dan membantu pertumbuhan dan perkembangannya. Kerajaan Allah telah menjadi pokok keprihatinan dan pewartaan Yesus Kristus selama hidupnya di dunia ini. Kerajaan Allah yang dimaksud di mana Allah hidup meraja niscaya tidak terdapat dukacita, kemalangan, perang, air mata dan ratap tangis, atau dengan kata lain Kerajaan Allah adalah di mana ada sukacita, damai, cinta kasih, persaudaraan, kebaikan dan keadilan (Tafaib, 2007: 29).