• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Kebijakan PBB Dalam Penegakan HAM Di Myanmar

Dalam dokumen A. Latar Belakang Dan Penelitian (Halaman 122-144)

PERKEMBANGAN POSITIF PENEGAKAN HAM DI MYANMAR PASKA DIJALANKANNYA KEBIJAKAN PBB DI MYANMAR

A. Implementasi Kebijakan PBB Dalam Penegakan HAM Di Myanmar

Pada bab sebelumnya telah dijelaskan bahwa terdapat dua bentuk kebijakan PBB di Myanmar terkait dengan adanya kasus atau tindakan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintah Junta militer Myanmar, yaitu kebijakan dalam bentuk resolusi yang dikeluarkan oleh UNHRC dan kebijakan UNHRC dalam bentuk pengawasan dan negosiasi dengan mengirimkan Pelapor Khusus PBB untuk situasi HAM di Myanmar. Terdapat 5 resolusi yang dikeluarkan oleh PBB, masing-masing resolusi berisi tentang tekanan kepada pemerintah Junta militer untuk mengakhiri berbagai pelanggaran HAM, membuka dialog dengan kelompok oposisi, dan memulai proses transisi politik dan demokrasi di Myanmar. Untuk mengawasi bagaimana pelaksanaan atau implementasi dari ke 5 resolusi tersebut, UNHRC mengirimkan Pelapor Khusus PBB, yang pertama adalah Paulo Sergio Pinheiro dan yang kedua adalah Thomas Ojea Quintana.

Sejak awal Pelapor Khusus PBB untuk situasi di Myanmar yang pertama, Paulo Sergio Pinheiro, tiba di Myanmar, Pelapor Khusus PBB terus menerima informasi mengenai penangkapan dan penahanan para aktivis HAM dan individu- individu dalam hubungannya dengan pembuabaran dengan kekerasan aksi demonstrasi damai yang berlangsung pada bulan September 2007. Dari laporan

yang diterima terdapat indikasi adanya tren berlanjutnya penangkapan individu- individu yang memiliki hubungan dengan organisasi-organisasi yang terlibat di dalam demonstrasi damai pada bulan September tersebut, atau mereka yang diduga berusaha untuk memberikan keterangan atau informasi visual menyangkut peristiwa pembubaran tersebut. Beberapa orang yang ditahan dilaporkan telah diajukan ke pengadilan dan dikenai beberapa pasal karena keterlibatan mereka dalam demonstrasi tersebut. Telah dilaporkan juga bahwa pemerintah Junta militer Myanmar terus melakukan penjagaan terhadap para biksu dan biara-biara. Sejak misi pertama Pelapor Khusus PBB di Myanmar pada bulan November 2007, Pelapor Khusus PBB telah mendapatkan keterangan langsung dari 23 biksu yang berpartisipasi dalam aksi demonstrasi damai tersebut. Motivasi dari para biksu untuk mengikuti demonstrasi tersebut adalah kekerasan yang sering dilakukan oleh pemerintah terhadap masyarakat dan buruknya standar hidup masyarakat Myanmar.153 Keberadaan para biksu di Myanmar, yang secara tradisional telah menjadi jaring pengaman ekonomi bagai kebanyakan orang di Myanmar, mengindikasikan bahwa kondisi ekonomi Myanmar sedang tertekan yang juga ditandai dengan langkanya sumber daya ekonomi yang dibutuhkan untuk bantuan sosial. Pada tanggal 29 November 2007, Pelapor Khusus PBB menerima informasi mengenai ditutupnya beberapa biara, termasuk biara Maggin di Yangoon, yang secara tradisional telah memberikan bantuan kepada para

153

Human Rights Council, “Report of Special Rapporteur on the situation of Human Rights in Myanmar”, no. A/HRC/6/14, dalam Human Rights Council, “Report of Special Rapporteur on the situation of Human Rights in Myanmar, Paulo Sergio Pinheiro, mandated by resolution 6/33 of

the Human Rights Council”, no. A/HRC/7/24, hlm. 6,

http://daccessdds.un.org/doc/UNDOC/GEN/G08/113/88/PDF/G0811388.pdf?OpenElement, diakses tanggal 20 November 2008.

penderita HIV/AIDS. Penutupan biara-biara tersebut diduga oleh para kepala biara, memiliki hubungan dengan dukungan para biksu di biara-biara tersebut terhadap aksi demonstrasi damai pada bulan September 2007. Di kota-kota utama seperti Mandalay, biara-biara yang ada dikelilingi dan dijaga ketat oleh pasukan keamanan.

Pada tanggal 4 Desember 2007, Pelapor Khusus PBB mengirimkan surat kepada Pemerintah Junta militer Myanmar yang berisi tiga daftar orang-orang yang diduga telah ditahan, dibunuh atau hilang pada peristiwa pembubaran demonstrasi damai, dan meminta kepada informasi tentang kasus tersebut. Permintaan Pelapor Khusus PBB tersebut ternyata tidak ditanggapi oleh pemerintah.

Mengacu kepada hukum HAM internasional, penangkapan dan penahanan harus dilakukan dengan aturan-aturan hukum formal dan substantif, baik aturan hukum domestik maupun internasional, termasuk dengan mengedepankan prinsip-prinsip non-diskriminasi. Di bawah Universal Declaration of Human Rights, sebuah tindakan penangkapan oleh tidak boleh dilakukan secara sembarangan dan harus dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kewenangan untuk melakukan hal tersebut, seperti para aparat hukum. Lebih lanjut, hak-hak para tahanan, seperti hak untuk mendapatkan informasi terkait tuduhan yang diberikan kepadanya, hak untuk mendapatkan akses kepada konsultan hukum/pengacara dan perawatan medis, hak untuk menginformasikan kepada keluarganya tentang keberadaannya, dan hak untuk mengajukan peninjauan hukum terhadap materi atau masalah yang menjadi dasar bagi penangkapan atau

penahanannya, tidak bisa dilepaskan begitu saja dengan mengubah istilah penagkapan dan penahanan menjadi “penyelidikan”. Lebih jauh lagi, di dalam prinsip ke 2 dari Body of Principles for the Protection of All Persons under Any Form of Detention or Imprisonment menyatakan :

“arrest, detention or imprisonment shall only be carried out strictly in accordance with the provisions of the law and by competent officials or persons authorized for that purpose”154

Selama misi yang dilakukan oleh Pelapor Khusus PBB pada bulan November 2007, Pemerintah Junta militer Myanmar memberikan konfirmasi tentang penahanan 93 orang. Pada tanggal 4 Desember 2007, Pelapor Khusus menyampaikan daftar tambahan 653 orang yang dipercayai masih ditahan pada saat itu. Dalam hal ini Pelapor Khusus PBB tidak mendapatkan tanggapan atas permintaan konfirmasinya dari Pemerintah Junta militer Myanmar, walaupun demikian, Pelapor Khusus PBB telah mendapatkan informasi dari sumber non- pemerintah tentang dibebaskannya 100 orang yang ditangkap dalam hubungannya dengan demonstrasi damai tersebut. Pelapor Khusus PBB mengakui adanya kesulitan dalam melacak tentang informasi pembebasan 100 orang tersebut dikarenakan tidak adanya informasi mengenai tanggal pasti pembebasan para tahanan tersebut, dan tidak dapatnya Pelapor Khusus PBB mendapatkan

154

Human Rights Council, “Report of Special Rapporteur on the situation of Human Rights in Myanmar, Paulo Sergio Pinheiro, mandated by resolution 6/33 of the Human Rights

Council”, no. A/HRC/7/24, hlm. 6,

http://daccessdds.un.org/doc/UNDOC/GEN/G08/113/88/PDF/G0811388.pdf?OpenElement, diakses tanggal 20 November 2008.

konfirmasi langsung dari pihak berwenang di Myanmar terkait dengan kemajuan positif tersebut melalui kunjungan tindak lanjut yang dilakukan Pelapor Khusus PBB ke Myanmar.

Setalah Pelapor Khusus PBB meninggalkan Myanmar pada tanggal 15 November 2007, Pelapor Khusus PBB masih terus menerima informasi tentang berlanjutnya tindakan penangkapan dan penahanan yang dilakukan oleh Pemerintah Junta militer Myanmar. Sekitar 70 orang dilaporkan telah ditangkap antara tanggal 15 November 2007 sampai tanggal 18 Februari 2008 dalam hubungannya dengan dugaan berpartisipasinya mereka dalam aksi demonstrasi. Sampai dengan laporan Pelapor Khusus PBB pertama dibuat, sekitar 62 dari mereka masih ditahan. Diantara mereka yang ditangkap dan ditahan tersebut, banyak juga para aktivis senior gerakan pro-demokrasi di Myanmar, diantaranya adalah Khin Moe Aye, Kyaw Soe, Zaw Min, Htun Htun Win, Myo Yan Naung Thein – yang seluruhnya merupakan tahanan politik terkemuka di Myanmar yang juga sebagai anggota kelompok Mahasiswa Angkatan 88 – mereka ditangkap dari tanggal 16-18 Desember 2007. Mereka dilaporkan ditangkap karena merekam dalam bentuk film/video peristiwa demonstrasi damai beserta dengan pembubaran demonstrasi dengan kekerasan oleh aparat Myanmar pada bulan September 2007 dan memberikannya kepada media asing. Selanjutnya ada Aung Aung Gyim, Myat Hsan, dan Win Maw yang juga tahanan politik terkemuka, dilaporkan ditangkap pada bulan Desember 2007 karena mencoba mengirim video berdurasi panjang dari peristiwa demonstrasi di bulan September kepada media internasional. Disamping itu ada juga para aktivis politik seperti Ye Thein (alias

Ko Bo Naung), Myint Naing, U Khin Hla, Mon Min Soe, Htav Myint, Dr. Aung Moe Nyo, Sin win, Nay Myo Kaw, Htet Htet Aung dan Kyaw Zin Win, yang ditangkap sejak Pelapor Khusus PBB untuk situasi HAM di Myanmar memulai misinya yang pertama.

Pada tanggal 18 Februari 2008, U Thet Wia (alias Pauk Sa) Ketua dari NLD wilayah Sanchaung dilaporkan ditangkap kembali setelah penangkapan dan pembebasannya pada bulan September 2007 dan bulan Januari 2008. Pada penangkapannya di bulan Januari 2008, diduga polisi melakukan penggeledahan tubuh Pauk Sa dan menemukan perangkat memori digital dengan informasi tentang buruh paksa dan anak-anak di dalam konflik bersenjata yang terjadi di Myanmar.

Pada tahun 2007, ketika peringatan Hari Hak Asasi Manusia Internasional pada tanggal 10 Desember, bersamaan dengan kampanye global tahunan dalam rangka peringatan 60 tahun Universal Declaration of Human rights, dimana secara tradisional, perayaan Hari HAM Internasional tersebut dirayakan oleh jutaan penegak HAM di seluruh dunia yang melakuakn perjuangan setiap hari untuk mempromosikan dan melindungi hak-hak yang terdapat dalam Universal Declaration of Human Rights. Dalam hal ini Pelapor Khusus PBB sangat menyesalkan karena para penegak HAM di Myanmar dilaporkan telah diganggu pada saat akan menyiapkan acara peringatan Hari HAM Internasional. Aung Zaw Oo salah satu penegak HAM di Myanmar yang juga anggota jaringan kerja

Human Rights Defenders and Promoters, dilaporkan telah ditangkap pada tanggal 26 November 2007 pada saat menyiapkan materi-materi acara peringatan

tersebut. Pelapor Khusus PBB mendapatkan informasi dari Pemerintah Junta militer Myanmar bahwa Aung Zaw Oo telah dikenakan tuduhan Pasal 17 ayat (1)

Unlawful Association Act (1908), Pasal 13 ayat (1) Immigration (Emergency Provision) Act 1947, dan Pasal 505/B Penal Code.

U Tin Hla, salah seorang anggota Federation of Trade Union – Burma, dilaporkan telah ditangkap beserta dengan seluruh anggota keluarganya pada 28 November 2007 karena mengorganisir dan mendorong partisipasi para pekerja jalan pada demonstrasi bulan September 2007. Selanjutnya Pemerintah Junta militer Myanmar melaporkan bahwa U Tin Hla telah dibebaskan pada tanggal 25 Oktober 2007.

Terkait dengan berbagai informasi tersebut, Pelapor Khusus PBB untuk situasi HAM di Myanmar meusatkan perhatian kepada pencarian jumlah pasti para aktivis politik, para penagak HAM, dan para jurnalis yang ditahan beserta alasan penangkapan dan penahanan mereka, termasuk adanya dugaan beredarnya laporan Pelapor Khusus PBB untuk situasi HAM di Myanmar kepada Dewan HAM PBB.

Dalam laporan Pelapor Khusus PBB yang pertama, paulo Sergio Pinheiro, Pelapor Khusus PBB telah menerima nama-nama dari 718 orang yang ditangkap antara bulan Agustus 2007 sampai dengan Februari 2008, yang dilaporkan masih ditahan hingga saat ini. Data tersebut, termasuk 93 orang tahanan, yang merupakan pernyataan resmi Pemerintah Junta militer Myanmar selama misi Pelapor Khusus PBB pada bulan November 2007. Dalam hal ini Pelapor Khusus PBB telah menyampaikan versi terbaru dari daftar yang disampaikan pada bulan

Desember 2007, dan khususnya, permintaan Dewan HAM PBB informasi tentang 718 orang yang ditahan, termasuk wialyah penangkapan, tempat penahanan, dasar hukum penahanan, tuntutan yang dikenakan, dan informasi rinci tentang pengadilan terhadap para tahanan tersebut berikut dengan hukuman yang dijatuhkan.

Pada saat pertemuannya dengan pihak pengacara umum di Myanmar pada bulan November 2007, Pelapor Khusus PBB menyatakan perhataiannya terhadap penahanan dalam jangka panjang tanpa adanya jaminan hukum bagi para tahanan tersebt. Palapor Khusus PBB juga menyatakan bahwa setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan pengadilan yang adil/berimbang baik dalam kasus sispil maupun kasus kejahatan dan efektif tidaknya perlindungan terhadap HAM tergantung kepada akses kepada pengadilan yang kompeten yang dapat memberikan keadilan baik bagi para tersangka, maupun bagi pihak yang merasa dirugikan atau menjadi korban. Prinsip-prinsip kesetaraan di hadapan hukum harus dijamin melalui sejak masa pra-sidang dan dalam tahapan-tahapan persidangan, dan setiap orang harus memiliki akses yang sama ke pengadilan untuk menuntut hak-hak mereka. Selama pertemuan Pelapor Khusus PBB dengan pejabat Pemerintah Junta militer Myanmar, Pelapor Khususu mengamati bahwa terdapat alasan yang nyata untuk meyakini bahwa hak untuk dianggap tidak bersalah sebelum jatuhnya putusan pengadilan bagi para tahanan telah dihilangkan.

Penangkapan yang terus berlangsung terhadap setiap orang yang dianggap bermaksud mengganggu atau mengkritisi kekuasaan Pemerintah junta militer

Myanmar sejak bulan September 2007, dilaporkan dilakukan tanpa mengacu kepada prosedur penanganan kejahatan. Beberapa orang dilaporkan telah ditangkap tanpa tuntutan dan ditahan di lokasi yang tidak diketahui, dengan pusat- pusat interograsi yang berbeda. Setelah proses interograsi, beberapa orang dibebaskan tanpa tuntutan, sementara yang lainnya dimasukan ke penjara Insein di Yangon. Di dalam penjara tersebut, para tahanan dibertahukan tentang tuntutan yang dikenakan kepada mereka di bawah ketentuan berbagai macam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Criminal Code). Sementara itu, sebagian besar tahanan dikenakan tuntutan berdasarkan Pasal 505/B Penal Code: “untuk membuat, menerbitkan atau mengedarkan pernyataan-pernyataan, berbagai rumor atau laporan, dengan maksud untuk atau ingin menyebabkan ketakutan atau keadaan bahaya di dalam masyarakat”, selain itu, aturan hukum yang lain seperti

Printer and Publisher Act, Emergency Provision Act, dan Unlawful Association Act, juga dikenakan kepada para tahanan.

Pelapor Khusus PBB juga mendapatkan informasi bahwa polisi di Myanmar dapat melakukan penahanan terhadap para tersangka lebih dari 24 jam, setelah itu baru polisi menetapkan kasus dan landasan hukum bagi tindakan penahanan tersebut. Mengacu kepada Pasal 6 Criminal Procedure (hukum internasional), jika kasus tersebut diterima oleh pengadilan, maka pengadilan memberikan waktu maksimal 14 hari bagi polisi untuk melakukan investigasi. Setelah jangka waktu 14 hari tersebut habis, polisi harus membawa para tersangka kembali ke pengadilan dan mendapatkan jangka waktu 14 hari kembali untuk melengkapi kerangka kasus para tersangka. Setelah 28 hari, polisi harus

membawa kasus tersebut ke pengadilan. Jika dalam penyelidikannya ternyata polisi tidak menemukan bukti yang dibutuhkan untuk menuntut para tersangka di pengadilan, maka para tersangka harus dibebaskan.

Sampai dengan diselasaikannya laporan misi pengawasan yang dilakukan oleh Pelapor Khusus PBB, terdapat 145 tahanan yang diduga telah dikenai tuntutan pasal dari berbagai macan aturan hukum/UU, sementara yang lainnya menjadi tahanan tanpa ada dasar hukum yang jelas. Mengacu kepada laporan yang diterima oleh Pelapor Khusus PBB, sekitar 40 tahanan dikenakan hukuman penjara antara 2-22 tahun. Selain itu, banyak para tahanan yang ditahan tanpa melalui proses persidangan/pengadilan; dalam kasus yang lain, peradilan Myanmar justru melakukan persidangan di penjara. Pada sebagain besar kasus, para tahanan dilaporkan tidak memiliki pendamping/perwakilan hukum.

Ye Myat Hein, seorang mahasiswa berusia 17 tahun, telah dikenai hukuman tanpa melalui proses persidangan. Dia juga tidak diberikan akses terhadap para pengacara dan tidak dapat menerima kunjungan dari keluarganya. Mahasiswa yang lain, Sithu Maung (alias Ya Pyeit) ditahan tanpa pernah dibawa ke pengadilan. U kaw Vi da dan Zaw Thi la, keduanya adalah seorang biksu, ditahan tanpa pernah melalui proses persidangan dan dikenakan hukuman di bawah Penal Code. Dalam beberapa kasus, para tahanan melakukan proses persidangan di dalam pengadilan khusus di penjara Insein, dengan situasi penjara dan bukan merupakan sebuah pengadilan yang terbuka. Mengacu kepada beberapa sumber yang memberikan kontribusi informasi kepada Pelapor Khusus

PBB, keluarga sekalipun dan kadangkala pengacara para tahanan tidak diijinkan masuk ke dalam pengadilan ini.

Anggota kelompok mahasiswa Angkatan 88, Min Ze Ya, Paw U Tun (alias Min Ko Naing), Ko Ko Gyi, Pyone Cho (alias Htay Win Aung), Aung Thu, Kyaw Kyaw Htwe (alias Marky), Kyaw Min Yu (alias Jimmy), Mya Aye (alias Thu Ya), dan Yin Htoo Aung, seluruh ditangkap pada saat terjadinya demonstrasi bulan September 2007, dilaporkan dikenai hukuman sesuai dengan Pasal 17 ayat (20) Printer and Publisher Registration Act. Sekitar 33 biksu, termasuk pemimpinnya, U Gambira, dilaporkan telah dijatuhi hukuman sesuai dengan

Penal Code, Emergency Provision Act dan Unlawful Association Act.

Para anggota NLD, U Ba Myint, Kaw Maung, U Pe Sein, Aye Cho, Min Aung, U Nay Win, U Khin Hla, dan Thi Ha, yang ditangkap anatara bulan September sampai mOktober 2007, dikenai hukuman sesuai dengan Penal Code, dengan masa hukuman penjara antara 2-22 tahun. Selain itu, seorang politisi, aktivis HAM, anggota NLD, dan anggota jaringan kerja Human Rights Defenders and Promoters, Thi Ha, dilaporkan dikenai hukuman penjara selama 22 tahun. Thi Ha ditangkap pada tanggal 8 September 2007 karena menyebarkan leaflet dengan isi pesan diantaranya “It’s time to get back on track” dan “where there are students, there are student unions”. Dia dihukum dengan tuduhan melakukan hasutan dan provokasi untuk menyerang kedamaian masyarakat sesuai dengan ketentuan Pasal 124 (a) dan 505 (b) Penal Code. Selanjutnya, para penagak HAM seperti Thet Oo, Zaw Tun (Htun) dan Ko Shwe Pain (alias Htav Naing Linn), ditangkap pada tanggal 15 September dan 19 Oktober 2007 dengan tuduhan

sesuai ketentuan Pasal 505 (b) Penal Code dan mendapatkan hukuman 2 tahun penjara. Menurut sumber kontribusi informasi Pelapor Khusus PBB, menyatakan bahwa Thet Oo ditahan tanpa dibawa ke depan pengadilan; pengadilan Myanmar menyatakan bahwa mereka akan melakukan persidangan di penjara Prome, tempat dimana Thet Oo diisukan mendapatkan putusan pengadilan. Selain itu masyarakat sipil seperti Ya Zar, Zaw kyi, dan Shwe Thwe, yang ditangkap pada bulan September 2007, dikenai tuntutan sesuai dengan ketentuan di dalam Penal Code dan dijatuhi hukuman penjara selama 2 tahun hanya karena menyediakan air minum pada saat demoonstrasi bulan September 2007 bagi para biksu yang ikut melakukan demonstrasi. Aung Naing Soe, seorang masyarakat sipil berusia 33 tahun, yang ditangkap pada bulan Oktober 2007, dijatuhi hukuman 3 tahun 9 bulan penjara dan ditahan di penjara Thandwe yang sunyi.

Selain masyarakat sipil tersebut, para biksu juga dijatuhi hukuman penjara. U Einthariya dan U Wannathiri, keduanya merupakan biksu yang ditangkap pada bulan September 2007, dikenai ketentuan Pasal 143, 505 (b), dan 295 Penal Code, masing-masing dikenakan hukuman penjara selama 7 tahun 6 bulan penjara dan 2 tahun penjara. Selanjutnya U wikarmala (Kow Mala), biksu yang ditangkap pada tanggal 14 Oktober 2007, dikenai tuntutan sesuai dengan Pasal 143 dan 295 (A) Penal Code dan dijatuhi hukuman penjara 2 tahun 6 bulan penjara. Ketiga biksu tersebut dipenjara pada penjara di Provinsi Rakhine. Seorang biksu U Pannita (alias U Myint Ye) dikenai tuntutan sesuai dengan ketentuan dalam Penal Code dan dikenai hukuman selama 2 tahun penjara tanpa

melalui proses persidangan/pengadilan; putusan hukuman dikirimkan ke penjara Prome tempat dimana biksu tersebut ditahan.

Selama kunjungannya ke Myanmar dan mengacu kepada diskusi yang dilakukannya dengan berbagai pejabat berwenang di Yangon yang telah memberikan bukti material terkait adanya 15 orang yang terbunuh, pada bulan Desember 2007, Pelapor Khusus PBB memberikan informasi kepada Pemeirntah Junta militer Myanmar bahwa dia telah menerima informasi yang dapat dipercaya terkait dengan adanya tambahan nama 16 orang yang terbunuh sepanjang aksi pembubaran demonstrasi damai oleh aparat keamanan Myanmar pada bulan September 2007. Pelapor Khusus PBB meminta informasi kepada Pemerintah Junta militer Myanmar terkait dengan penyelidikannya terhadap sebab-sebab kematian orang-orang yang berada di dalam daftar tersebut dan meminta tanggung jawab dari Pasukan Keamanan Myanmar yang melakukan aksi pembubaran tersebut, sesuai dengan ketentua artikel ke 3 dari Code of Conduct for Law Enforcement Officials berikut penjelasannya.

Dalam laporannya kepada Dewan HAM PBB ( A/HRC/6/14), Pelapor Khusus PBB juga mencatat bahwa dia telah menerima adanya dugaan orang lain (di luar daftar yang diberikan oleh pemerintah) yang terbunuh yang diduga dibawa ke krematorium di Yangon dan dibakar disana sekitar pukul 04:00-08:00 a.m. dari tanggal 27-30 September 2007. dalam hal ini, Pelapor Khusus PBB kecewa karena tidak mendapatkan informasi ataupun klarifikasi dari pejabat ataupun pihak keamanan yang terlibat di dalam pembunuhan 15 orang yang diakui oleh Pemerintah Junta militer Myanmar telah menjadi korban pada

peristiwa pembubaran aksi demonstrasi damai pada bulan September 2007. Pelapor Khusus PBB juga kecewa dengan tidak adanya informasi yang pasti terkait dengan adanya laporan terbunuhnya 16 orang di luar yang diakui oleh pemerintah dan dugaan adanya tindakan pembakaran jenazah para korban pada krematorium Ye Way, yang dapat membantunya untuk memberikan gambaran yang komprehnsif tentang situasi HAM di Myanmar.

Sejak pembubaran paksa demonstrasi damai pada bulan September 2007, Pelapor Khusus PBB terus menerima informasi terkait dengan masih adanya orang-orang yang hilang dalam peristiwa tersebut. Dalam daftar nama korban, maupun daftar nama orang-orang yang ditangkap dan ditahan paska peristiwa pembubaran tersebut, yang dia tukarkan dengan informasi dari pihak berwenang di Myanmar, Pelapor Khusus PBB mencatat terdapat 74 orang dilaporkan telah hilang. Sejak bulan Desember 2007, Pelapor Khusus PBB telah memperbarui daftar-daftar tersebut melalui berbagai informasi yang dia terima dari berbagai sumber, baik pemerintah maupun non-pemerintah di Myanmar.

Selama misinya pada bulan November 2007, Pelapor Khusus PBB bertemu dengan Menteri Informasi Myanmar, Brigjen Kyaw Hsan, yang memberikan keterangan kepada Pelapor Khusus tentang bentuk komisi penyusun konstitusi yang dibentuk pemerintah Myanmar pada tanggal 18 Oktober 2007, dan merupakan langkah ketiga dari 7-steps roadmap to democracy yang dicanangkan oleh pemerintah. Kyaw Hsan menyatakan bahwa langkah keempat akan selesai pada saat mayoritas masyarakat Myanmar menyetujui konstitusi yang disusun tersebut melalui sebuah referendum nasional. Lebih lanjut Kyaw Hsan

menyatakan kepada Pelapor Khusus bahwa selama menjalankan langkah kelima, yaitu pelaksanaan pemilu, bahwa setiap orang memiliki hak untuk memilih dan untuk dipilih. Masyarakat Myanmar juga memiliki hak untuk mendirikan partai politik dan melakukan kampanye pemilu pada waktu yang telah ditentukan. Pada tahap keenam, pemerintahan baru akan dibentuk. Sedangkan tahap ketujuh dijelaskan oleh Kyaw Hsan sebagai langkah lanjutan untuk membangun sebuah

Dalam dokumen A. Latar Belakang Dan Penelitian (Halaman 122-144)