• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Latar Belakang Dan Penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "A. Latar Belakang Dan Penelitian"

Copied!
191
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Pada tanggal 4 Januari 1948 Myanmar memperoleh kemerdekaannya dari tangan kolonial Inggris yang menjajah Myanmar sejak tahun 1824, dengan nama

Union of Burma. Presiden pertama saat itu adalah Sao Shwe Thaik dan U Nu sebagai Perdana Menterinya. Tidak seperti bekas negara jajahan Inggris lainnya, Burma saat itu tidak menjadi anggota dari negara persemakmuran Inggris. Diawal kemerdekaannya Burma menjalankan sebuah pemerintahan yang demokratis. Pemerintahan demokratis ini berakhir pada tahun 1962 ketika Jendral Ne Win sukses memimpin sebuah kudeta militer. Ne Win berkuasa selama 26 tahun dan memerintah Burma dalam sebuah kebijakan yang terkenal dengan nama “Jalan Burma Menuju Sosialisme (Burmese Way to Socialism)”. Diantara tahun 1962 sampai 1974, Burma dipimpin oleh sebuah Dewan Revolusi dengan Ne Win sebagai ketuanya. Pada periode ini, hampir seluruh aspek dan aset masyarakat dinasionalisasi (bisnis, media, dan produksi).1

Sejak awal perjalanannya Pemerintah Junta Militer ini tidak terlepas dari berbagai protes dan aksi demonstrasi yang bersifat sporadis. Sebagian besar aksi diawal pemerintahan Junta ini diorganisir oleh para mahasiswa. Pada tanggal 7 Juli 1962, pemerintah Junta membubarkan aksi demonstrasi mahasiswa pada

1

(2)

Universitas Rangoon yang menewaskan 15 mahasiswa2. Pada tahun 1974, kekerasan militer kembali terjadi terhadap kelompok anti pemerintah pada saat prosesi pemakaman U Thant, Perwakilan Tetap Union of Burma di PBB, sekaligus Sekretaris Perdana Menteri pada masa Pemerintahan Demokratis U Nu. Aksi protes mahasiswa yang terjadi pada tahun 1975, 1976, dan 1977, dengan cepat ditumpas oleh pemerintah melalui kekuatan militer.3 Pada tahun 1988, terjadinya kemandegan ekonomi akibat dari kesalahan manajemen dan opresifitas politik pemerintah, menyebabkan terjadinya gelombang demonstrasi yang tersebar ke seluruh negeri yang kemudian dikenal dengan sebutan “8888 Uprising”.4 Pasukan keamanan Myanmar saat itu membunuh ribuan demonstran. Hal ini memicu dilakukannya sebuah kudeta militer yang dipimpin oleh Jenderal Saw Maung yang kemudian membentuk Dewan Hukum Negara dan Restorasi Pemerintah atau State Law and Order Restoration Council (SLORC). Segera setelah SLORC terbentuk, pemerintah mendeklarasikan Martial Law pada tahun 1989, dan menyelenggarakan pemilihan Dewan Perwakilan Rakyat pada tanggal 31 Mei 1989.5

Berdirinya pemerintahan Junta Militer baru yang dipimpin oleh Jenderal Saw Maung, mengindikasikan bahwa demokrasi masih belum menjadi sebuah jalan dan norma yang seharusnya digunakan untuk menentukan kebijakan dan

2

Myint-U, Thant (2006). The River of Lost Footsteps. ISBN 0-374-16342-1, http://en.wikipedia.org.wiki/Myanmar, diakses tanggal 17 Agustus 2008.

3

Fink, Christina (2001). Living Silence:Burma under Military Rule. ISBN 1-8564-9926-X, http://en.wikipedia.org.wiki/Myanmar, diakses tanggal 17 Agustus 2008.

4

http://my.wikipedia.org/ Myanmar Wikipedia Official Site, diakses tanggal 17 Agustus 2008.

5

(3)

keputusan yang berkaitan dengan nasib jutaan rakyat Myanmar, walaupun terlihat bahwa keran yang selama ini menyumbat perlawanan kelompok pro demokrasi sedikit dibuka. Pada bulan Mei 1990, SLORC menyelenggarakan pemilihan umum bebas untuk pertama kalinya dalam 30 tahun terakhir. Liga Demokrasi Nasional atau National League for Democracy (NLD) yang dipimpin oleh Aung San Suu Kyi memenangkan 392 kursi dari 489 kursi yang diperebutkan, tetapi dengan segera hasil pemilihan tersebut kemudian dianulir oleh SLORC yang menolak untuk lengser dari kekuasaan tertinggi negara.6

Kekerasan kembali dan terus dilakukan oleh pemerintah Junta militer terhadap para penentangnya. Pada bulan Agustus 2007, kembali terjadi aksi demonstrasi yang dipimpin oleh para tokoh anti pemerintah seperti Min Ko Naing, Su Su Nway dan yang lainnya. Aksi ini dengan segera dilumpuhkan oleh militer Myanmar, pemerintah sendiri tidak mengijinkan Palang Merah Internasional untuk mengunjungi salah satu pemimpin demonstrasi yang ditahan di penjara Insein, Min Ko Naing, setelah terjadinya beberapa kekerasan terhadap para demonstran. Berdasarkan laporan yang beredar, satu orang aktivis, Win Shwe meninggal pada saat interograsi di penjara Insein.7 Selanjutnya pada tanggal 19 September 2007 terjadi aksi demonstrasi yang dilakukan oleh ribuan biksu di Kota Sittwe. Aksi ini meluas hingga ke kota Rangoon dan beberapa kota lainnya di Myanmar, yang menyebabkan aparat keamanan Myanmar bekerja ekstra keras,

6

Khin Kyaw Han (2003-02-01). "1990 MULTI-PARTY DEMOCRACY GENERAL ELECTIONS". National League for Democracy. iBiblio.org., diakses tanggal 17 Agustus 2008.

7

(4)

sehingga mengakibatkan terjadinya perluasan tindak kekerasan yang mengakibatkan banyak demonstran terluka dan meninggal serta ditahan. Pada tanggal 28 September 2007, akses internet di Myanmar diputus8 dan para jurnalis tidak diperbolehkan untuk meliput berbagai aksi protes yang dilakukan oleh masyarakat, biksu, dan mahasiswa. Akhirnya pada tanggal 7 Februari 2008, untuk meredam berbagai aksi demonstrasi yang terus terjadi, Pemerintahan Junta Militer Myanmar atau State Peace and Development Council (SPDC), mengumumkan bahwa akan dilaksanakan referendum untuk menentukan konstitusi dan pemilihan umum pada tahun 2010. Referendum Konstitusi Burma akhirnya dilaksanakan pada tanggal 10 Mei 2008, dan pemerintah berjanji untuk menerapkan demokrasi mengalir yang disiplin, “Discipline-flourishing Democracy” di masa depan.

Apa yang terjadi di Myanmar saat ini telah menimbulkan keprihatinan, tidak hanya pada negara-negara di Asia Tenggara, tetapi juga dunia. PBB sebagai sebuah organisasi internasional dan beranggotakan hampir seluruh negara-negara di dunia, dalam hal ini merasa perlu untuk melakukan tindakan-tindakan khusus dalam menyelesaikan krisis HAM dan demokrasi di Myanmar. Hal ini merupakan sebuah hal yang wajar, ketika PBB yang mengedepankan perdamaian, penegakan HAM dan demokrasi memiliki kewajiban untuk ikut membantu pemerintah Myanmar dalam menyelesaikan krisis yang sedang terjadi di Myanmar. Dalam kasus ini ada tiga aspek penting yang berkaitan dengan tugas dan kewajiban PBB,

8

(5)

yaitu perdamaian (stabilitas keamanan kawasan), penegakan HAM, dan penegakan Demokrasi.

Sampai dengan sejauh ini, PBB telah mengeluarkan dua resolusi terkait dengan perkembangan kekerasan yang terjadi di Myanmar. Resolusi tersebut yaitu :9

1) Resolusi yang pertama yaitu Resolusi S-5/1 tanggal 2 Oktober 2007. Dalam resolusi tersebut, Dewan HAM PBB meminta Pelapor Khusus PBB terhadap situasi HAM di Myanmar untuk melaporkan situasi HAM terkini dan mengawasai pelaksanaan dari resolusi yang dikeluarkan PBB tersebut, termasuk di dalamnya menemukan hal-hal yang harus segera ditindaklanjuti dalam kunjungan tersebut, dan melaporkan kepada DEWAN HAM PBB, serta mendesak Pemerintah Myanmar agar mau bekerjasama dengan Utusan/Pelapor Khusus PBB. Utusan/Pelapor Khusus PBB mengunjungi Myanmar dari tanggal 11-15 November 2007 dan menyerahkan laporan kunjungannya (no laporan : A/HRC/6/14) kepada Dewan HAM PBB tanggal 7 Desember 2007.

2) Resolusi yang kedua adalah Resolusi 6/33. Seperti resolusi sebelumnya, dalam resolusi ini pun meminta kepada Utusan Khusus PBB untuk melaporkan perkembangan situasi HAM di Myanmar, mengawasi pelaksanaan resolusi PBB, dan meminta kepada

9

(6)

Pemerintah Myanmar agar bekerjasama penuh dengan Utusan Khusus PBB. Pada tanggal 30 Januari 2008, Utusan Khusus PBB mengirimkan surat pemberitahuan kepada Pemerintah Myanmar untuk melanjutkan misi PBB terkait dengan masalah HAM di Myanmar, akan tetapi pada tanggal yang telah ditentukan dalam resolusi, Pemerintah Myanmar tidak memberikan akses masuk kepada Utusan Khusus PBB.

Selanjutnya PBB juga mengirimkan utusan khususnya Ibrahim Ghambari yang bertugas untuk melakukan negosiasi dengan pemerintah junta militer seputar rekonstruksi dan rekonsiliasi menuju demokrasi. Selain itu PBB juga telah mengirimkan pelapor khusus untuk urusan HAM yang baru, Thomas Ojea Quintana yang menggantikan Paulo Sergio Pinheiro yang telah habis masa tugasnya pada bulan Mei 2008.

Pelanggaran HAM yang terjadi di Myanmar tidak hanya terbatas pada aspek politik dan demokrasi saja, tetapi telah menyentuh aspek-aspek lain, seperti tenaga kerja, eksploitasi seks dan anak-anak. Hal ini tentu saja tidak terlepas dari pengaruh dibungkamnya saluran politik dan demokrasi masyarakat, sehingga tidak ada kontrol terhadap penyelenggaraan pemerintahan oleh pemerintah junta militer. Kondisi ini pada akhirnya menyebabkan tidak tegaknya supremasi hukum, karena monopoli pemerintah, sehingga batas-batas tindakan legal dan ilegal menjadi kabur, dan yang ada hanyalah konspirasi. Pada bulan November 2006, Organisasi Buruh Internasional atau International Labour Organization

(7)

ke Pengadilan Internasional karena kejahatannya terhadap kemanusiaan dengan meneruskan eksploitasi dan kekerasan terhadap buruh, berdasarkan kepada data yang dimiliki ILO, terdapat 800,000 orang yang menjadi buruh paksa di Myanmar.10

Dalam pergaulan internasional saat ini, yang ditandai dengan unipolaritas AS, penegasian terhadap HAM dan demokrasi di Myanmar dalam sebuah pemerintahan yang opresif dan otoriter, dianggap sebagai sebuah anomali. Tindakan-tindakan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh negara terhadap warganya secara massif, pada akhirnya akan menjadi sebuah permasalahan internasional, ketika isu tersebut telah menyentuh hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan kemanusiaan. Hal terjauh yang mungkin terjadi adalah ketidakpercayaan dunia internasional terhadap pemerintah Junta militer, sehingga pemerintah Junta militer, secara de facto, akan kehilangan legitimasi keluar. Sejauh ini telah dilakukan beberapa pemboikotan terutama dari AS, Perancis, Jepang, dan Cina terhadap pemerintah Junta di Myanmar. Bahkan pada bulan Januari 2007, sebelum UN Security Council atau Dewan Keamanan PBB memanggil pemerintah Junta Myanmar, Rusia dan Cina telah menggunakan hak vetonya dan meminta pemerintah Junta Myanmar untuk menghormati HAM dan memulai sebuah pemerintahan transisi.11

10

“ILO cracks the whip at Yangon”, http://en.wikipedia.org.wiki/Myanmar, diakses tanggal 17 Agustus 2008.

10

United Nations Security Council Document 14 S-2007-14 on 12 January 2007,

(8)

Seperti pada kasus-kasus internasional lainnya, Irak, Afghanistan, dan Iran, DK PBB terkesan lambat dalam menyikapi kasus pelanggaran HAM di Myanmar. Sebagai sebuah Dewan Keamanan, yang memiliki tanggung jawab untuk menjaga stabilitas kemanan dunia, PBB seharusnya bertindak cepat dan tegas dalam menyikapi kasus pelanggaran HAM di Myanmar, karena jika ditilik dari dimensi yang lain, misalnya dari dimensi ekonomi, stabilitas keamanan regional, tentu saja negara-negara yang berkepentingan terhadap adanya stabilitas di Myanmar bisa saja bertindak mendahului PBB. Walaupun sampai dengan saat ini PBB telah beberapa kali mengirimkan utusan khususnya untuk urusan demokrasi dan HAM, untuk berunding dengan pemerintah Junta Myanmar terkait dengan krisis dalam negeri Myanmar, akan tetapi PBB perlu segera melakukan langkah-langkah strategis dalam penyelesaian krisis HAM di Myanmar.

Untuk itu, melalui proposal penelitian ini, peneliti mengajukan rencana judul penelitian, yaitu : “KEBIJAKAN PBB DI MYANMAR DAN

IMPLIKASINYA TERHADAP PROSES PENEGAKAN HAM DI

MYANMAR”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian dan gambaran pada latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :

(9)

2) Bagaimanakah gambaran rill kasus pelanggaran HAM di Myanmar sehingga akhirnya dikategorikan menjadi permasalahan dan isu internasional ?

3) Kebijakan seperti apa yang dikeluarkan PBB sebagai tanggapan terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM di Myanmar ?

4) Bagaimana implikasi kebijakan PBB di Myanmar terhadap proses penegakan HAM di Myanmar ?

1. Pembatasan Masalah

Masalah dalam penelitian ini akan dibatasi pada beberapa aspek, yaitu : 1) Aspek ruang lingkup tema atau masalah-masalah yang diidentifikasi

akan dibatasi pada bentuk-bentuk kebijakan yang dikeluarkan oleh PBB dalam menanggapi berbagai bentuk pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintah juta militer di Myanmar, serta seberapa jauh implikasi yang muncul dari penerapan kebijakan PBB tersebut terhadap proses penegakan HAM di Myanmar.

(10)

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan kepada pembahasan sebelumnya, yaitu identifikasi masalah dan pembatasan masalah, maka dapat disusun perumusan masalah sebagai acuan untuk membuat hipotesis, sebagai berikut : Bagaimana kebijakan yang dikeluarkan oleh PBB sebagai bentuk tanggapan terhadap pelanggaran

HAM yang terjadi di Myanmar berimplikasi terhadap proses penegakan

HAM di Myanmar ?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

1) Untuk mengetahui mekanisme kerja PBB yang memiliki kewajiban untuk menegakan HAM dan demokrasi dalam rangka menjaga stabilitas keamanan internasional dalam menyelesaikan krisis HAM di Myanmar.

2) Mendeskripsikan dan menganalisa gambaran rill peningkatan kasus pelanggaran HAM di Myanmar, sehingga menjadi isu dan permasalahan internasional.

3) Mendeskripsikan dan menganalisa kebijakan yang dikeluarkan oleh PBB sebagai tanggapan terhadap pelanggaran HAM yang terjadi di Myanmar.

(11)

2. Kegunaan Penelitian

1) Sebagai masukan dalam khasanah keilmuan HI dalam mendeskripsikan dan menganalisa secara operasional konsep HAM dan organisasi internasional, dalam hal ini adalah peranan PBB sebagai sebuah organisasi internasional dalam menyelesaikan krisis HAM di Myanmar.

2) Dapat dijadikan pembanding dan tolak ukur bagi kegiatan penelitian ke depan yang mengangkat tema atau masalah seputar implikasi penerapan kebijakan PBB dan implikasi yang timbul terhadap proses penegakan HAM.

3) Sebagai sebuah prasyarat bagi peneliti untuk menyelesaikan Studi Strata-1 (S1) dan mendapatkan gelar Sarjana Ilmu Politik (S.IP) pada Jurusan Hubungan Internasional, Universitas Pasundan, Bandung.

D. Kerangka Teoritis dan Hipotesis

1. Kerangka Teoritis

Pergaulan internasional yang sudah tidak lagi mengenal batas, membawa pengaruh yang sangat signifikan bagi setiap negara. Pergaulan internasional dalam konteks hubungan internasional meliputi beberapa segi hubungan. Dalam hal ini Holsti memberi deskripsi tentang pengertian hubungan internasional seperti dibawah ini :

(12)

didunia meliputi lembaga perdagangan internasional, perdagangan internasional, dan perkembangan nilai dan etika internasional.12

Hubungan Internasional merupakan hubungan yang terjadi antara bangsa-bangsa yang berbeda, dimana hubungan tersebut didasarkan beberapa faktor yang menunjang terjadinya proses hubungan antara negara tersebut. Mochtar Mas’oed

memberikan gambaran mengenai hubungan internasional, sebagai berikut:

Hubungan Internasional itu sangat kompleks karena didalamnya terlibat bangsa-bangsa yang berdaulat, sehingga memerlukan mekanisme yang lebih rumit dari pada hubungan kelompok manusia didalam suatu negara. Hubungan internasional juga sangat kompleks karena setiap segi hubungan itu melibatkan berbagai seni lain yang koordinasinya tidak sederhana.13

Secara sepesifik, Suwardi Wiriaatmadja dalam buku pengantar hubungan internasional, mengemukakan bahwa :

Hubungan Internasional lebih sesuai untuk mencakup segala macam hubungan antar bangsa dan kelompok kelompok bangsa dalam masyarakat dunia dan kekuatan kekuatan, tekanan – tekanan, proses-proses yang menentukan cara hidup, cara bertindak dan cara berfikir manusia, meskipun fokus masih tetap dalam sistem Negara kebangsaan dan hubungan antar bangsa, tetapi hubungan antar berbagai macam organisasi dan kelompok juga harus diperhatikan.14

Dalam hubungan internasional, terdapat beberapa aktor atau subjek pelaku, diantaranya yang paling umum adalah aktor negara-bangsa. Seiring dengan internasionalisme dan globalisasi yang terjadi saat ini, eksistensi institusi-institusi internasional semakin memiliki peranan penting dalam kajian HI.

12

K.J. Holsti, Politik Internasional: Suatu Kerangka Analisis (Terjemahan Wawan Djuanda) (Bandung: Binacipta, 1987), hlm.26.

13

Mochtar Mas’oed, Ilmu Hubungan Internasional Disiplin dan Metodelogi ( Jakarta : LP3S, 1987 ), hlm.27

14

(13)

Institusi-institusi internasional adalah bagian yang sangat penting dalam Hubungan Internasional kontemporer. Banyak interaksi pada level sistem diatur oleh institusi-institusi tersebut dan mereka melarang beberapa praktik dan institusi tradisional dalam Hubungan Internasional, seperti penggunaan perang (kecuali dalam rangka pembelaan diri).

(14)

dan global yang berbeda sepanjang institusi-institusi tersebut memenuhi kewajiban-kewajiban global.15

Interaksi antara aktor yang tidak hanya terdiri atas negara saja, dalam ilmu hubungan internasional dijabarkan melalui Paradigma Pluralis. Adapun asumsi dasar dari Paradigma Pluralis tersebut adalah :

1) Aktor non-negara merupakan entitas penting. 2) Negara bukan kesatuan aktor.

3) Negara bukan aktor yang rasional.

4) Meluasnya pembahasan dalam agenda politik internasional.16

Suatu organisasi internasional memiliki karakter-karakter khusus yang berguna untuk membedakan lingkup kerja dan kegunaan organisasi tersebut di dalam sistem.

Klasifikasi yang paling sering digunakan untuk organisasi internasional biasanya didasarkan pada tiga hal, yaitu :

1) Berdasarkan keanggotaannya, dimana organisasi internasional harus terdiri dari setidaknya dua atau lebih negara yang berdaulat. Meskipun keanggotaannya tidak terbatas pada negara atau perwakilan yang sah. 17

tipe keanggotaan dapat dibagi menjadi dua, yaitu Inter

15

http://id.wikipedia.org/wiki/Hubungan_internasional, diakses tanggal 24 Juli 2008 16

Paul R. Viotti & Mark V. Kauppi, International Relations Theory: realism, Pluralism, Globalism. (Macmillan Publishing Company, 1990) hlm. 192-193.

17

(15)

Governmental Organization (IGO”s) dan International Non-Governmental Organization (INGO”s).18

2) Berdasarkan tujuan organisasi dimana sebuah organisasi didirikan dengan tujuan untuk pencapaian kepentingan umum seluruh anggotanya.

3) Berdasarkan struktur organisasi, dimana sebuah organisasi harus memiliki struktur formal yang telah disepakati atau disetujui dalam traktat pada saat pendiriannya.19

Organisasi internasional sebagai badan formal yang didirikan berdasarkan persetujuan anggota-anggotanya, baik yang berasal dari pemerintah ataupun non-pemerintah secara umum memiliki tiga kategori, yaiu :

1) Organisasi antar pemerintah / Inter Governmental Organization

(IGO”s).

2) Organisasi non-pemerintah / International Non-Governmental Organization (INGO”s).

3) Organisasi trans pemerintahan / Trans Governmental Organization

(TGO”s).

Organisasi Internasional sendiri bila dilihat dari sudut keanggotaannya dan sifat hukum yang mengatur kegiatan organisasi dapat dikategorikan dalam dua kelompok besar yaitu:20

18

Clive Archer, International Organizations (London : George Allen & UNWIN, 1983) hlm. 66

19

(16)

1) Organisasi Internasional antar pemerintah atau IGO (Inter Governmental Organization), dimana keanggotaannya meliputi pemerintah atau instansi yang mewakili pemerintah suatu negara secara resmi.

2) Organisasi Internasional non-pemerintah atau INGO (International Non-Governmental Organization), dimana keanggotaannya meliputi warga negara atau kelompok-kelompok swasta atau keduanya yang bekerjasama pada tingkat nasional dan internasional.

Menurut disiplin ilmu organisasi internasional, ada 3 kategori peranan dari organisasi internasional, yaitu:

1) Sebagai instrumen : sebagai alat untuk memenuhi kepentingan anggotanya walau mungkin secara konstitusional ada pembatasan kekuasaan negara untuk bertindak secara otonom (sebagai sarana untuk mecapai tujuan para anggotanya).

2) Wadah atau arena : tempat pertemuan bagi negara-negara untuk secara bersama-sama berdiskusi, berargumentasi dan bekerjasama.

3) Sebagai aktor : sebagai independent actor, sehingga ia dapat bertindak tanpa dipengaruhi secara signifikan oleh aktor lain.

Hal ini diperlukan untuk melihat apakah organisasi internasional tersebut ikut aktif berperan dalam suatu peristiwa atau mereka hanya sekedar menjadi

20

R. Soeprapto, Hubungan Internasional Sistem, Interaksi, dan Perilaku. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada), hlm 36.

(17)

instrumen pencapaian tujuan bagi aktor-aktor lainnya.21 Tujuan dan aktifitas yang dilakukan oleh organisasi menunjukkan makna sesungguhnya pembentukan suatu organisasi dan menunjuk pada kegiatan apa yang harus mereka lakukan.

Dalam upaya mencari solusi dari suatu permasalahan global kerjasama internasional terkadang tidak hanya melibatkan negara, tetapi juga aktor non-negara seperti organisasi internasional. Menurut Pierre Gerbert, organisasi internasional didefinisikan sebagai berikut,

“The idea of an international organizations is the outcome of anAttempt to bring order into relations by establishing lasting bonds across frontiers between governments or social groups wishing to defend their common interest, within the context of permanent bodies, distinct from national characteristic, cpable of expressing their own will and whose role it is to perform certain functions of international importance (Gerbert, 1977).”22

Organisasi internasional secara sederhana dapat didefinisikan sebagai Any Cooperative arrangement instituted among state, usually by basic agreement, to

perform some mutually advantageous functions implemented through periodic

meetings and staf activities (Pengaturan bentuk Kerjasama internasional yang melembaga antara negara-negara, umumnya berlandaskan suatu persetujuan dasar, untuk melaksanakan fungsi-fungsi yang memberi manfaat timbal balik yang diaplikasikan melalui pertemuan-pertemuan serta kegiatan-kegiatan staf secara berkala).23

21

Pierre Gibbert dalam buku karangan Paul R. Viotti & Mark V. Kauppi, Op.Cit., hlm. 130-131.

22

Clive Archer, Op.Cit., hlm. 34. 23

(18)

Tolak ukur suatu organisasi internasional, apakah dia sudah berperan atau belum dapat dilihat dari tiga hal:

1) Instrumen (alat), organisasi internasional digunakan sebagai alat bagi anggotanya untuk mencapai kepentingannya.

2) Arena (forum), organisasi internasional menyediakan tempat untuk melakukan rapat, berkumpul, kerjasama atau saling berbagi pendapat antara anggota.

3) Aktor, organisasi internasional adalah aktor yang independen, dimana ia dapat bertindak tanpa dipengaruhi oleh kekuatan luar. Selain itu, manusia mengidentifikasikan diri dan kepentingannya melalui organisasi, bukan lagi melalui negara bangsa. Hal ini diperlukan untuk melihat apakah Organisasi Internasional tersebut ikut aktif berperan dalam suatu peristiwa atau mereka hanya sekedar menjadi instrumen pencapaian tujuan bagi aktor lainnya.24

Salah satu peranan organisasi internasional yang ada saat ini adalah peranannya dalam masalah penegakan HAM dan Demokrasi. Walapun ide mutakhir hak asasi manusia dibentuk semasa Perang Dunia II, pengertian baru tersebut masih tetap menggunakan sejumlah gagasan umum tentang kebebasan, keadilan, dan hak-hak individu. Tidak begitu keliru untuk memandang naik daunnya kosakata hak asasi manusia belakangan ini sebagai penyebarluasan gagasan lama belaka. Gagasan bahwa hukum kodrat atau hukum dari Tuhan mengikat semua orang dan mengharuskan adanya perlakuan yang layak adalah

24

(19)

soal kuno, dan gagasan ini erat terkait dengan gagasan tentang hak kodrati di dalam tulisan-tulisan para teoritisi seperti Locke dan Jefferson maupun di dalam deklarasi hak seperti Deklarasi Hak Manusia dan Hak Warga Negara (Declaration of the Rights of Man and the Citizen) di Perancis dan Pernyataan Hak Asasi Manusia di Amerika Serikat (Bill of Rights). Gagasan bahwa hak-hak individu berhadapan dengan pemerintah bukanlah hal baru, dan orang dapat mengatakan bahwa gagasan hak asasi manusia yang ada saat ini hanya merupakan pengembangan konsep ini.

Namun kalau kita menganggap bahwa Deklarasi Universal dan Perjanjian Internasional secara umum mewakili pandangan kontemporer mengenai hak asasi manusia, meskipun dapat mengatakan bahwa pandangan tentang hak asasi manusia saat ini memiliki tiga perbedaan dibanding konsepsi-konsepsi sebelumnya, terutama yang berlaku pada abad kedelapan belas. Hak asasi manusia yang ada saat ini bersifat lebih egalitarian, kurang individualistis, dan memiliki fokus internasional.

(20)

merupakan perjuangan sentral yang lahir pada abad kita. Tuntutan akan persamaan bagi perempuan di seluruh bidang kehidupan juga baru saja ditempatkan di dalam agenda hak asasi manusia.25

Perbedaan antara hak asasi manusia yang berlaku sekarang dan hak-hak kodrati pada abad kedelapan belas adalah bahwa hak asasi manusia telah mengalami proses internasionalisasi.26 Hak-hak ini tidak hanya diwajibkan secara internasional -- sesuatu yang bukan merupakan hal baru -- melainkan saat ini hak tersebut juga dipandang sebagai sasaran yang layak bagi aksi dan keprihatinan internasional. Meski hak kodrati pada abad kedelapan belas juga sudah dilihat sebagai hak bagi semua orang, hak-hak ini lebih sering berlaku sebagai kriteria untuk membenarkan pemberontakan melawan pemerintah yang ada, ketimbang sebagai standar-standar yang bila dilanggar oleh pemerintah akan dapat membenarkan adanya pemeriksaan dan penerapan tekanan diplomatik serta tekanan ekonomi oleh organisasi-organisasi internasional. Kendati negara tetap berkehendak mempertahankan kedaulatannya dan ingin mencegah kalangan luar agar tidak melakukan campur tangan ke dalam urusan-urusan mereka, prinsip bahwa pemeriksaan internasional dan sanksi nonmiliter dapat dibenarkan dalam

25

Perihal hak-hak perempuan dalam konteks intemasional, lihat Margaret K. Bruce, "Work of the United Nations to the Status of Women" Human Rights Journal 4 (1971): 365-412 Margaret E. Galey, "International Enforce ment of Women's Rights," Human Rights Quarterly 6 (1984): 463490; Terry Ellen Polson, " The Rights of Working Women: An International Perspective," Virginia Journal of International Law 14 (1974): 729-746; dan Jane P. Sweeney, "Promoting Human Rights Through Regional Organizations: Women's Rights in Western Europe," Human Rights Quarterly 6 (1984): 491-506.

26

(21)

kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia berskala besar, kini memiliki kedudukan yang mantap.27

Di dalam Deklarasi Universal, salah satu hak yang dinyatakan adalah hak-hak sipil dan politik yang terdiri dari : hak-hak untuk bebas dari diskriminnasi; untuk memiliki kehidupan, kebebasan, dan keamanan; untuk bebas beragama; untuk bebas berpikir dan berekspresi; untuk bebas berkumpul dan berserikat; untuk bebas dari penganiayaan dan hukuman kejam; untuk menikmati kesamaan di hadapan hukum; untuk bebas dari penangkapan secara sewenang-wenang; untuk memperoleh peradilan yang adil; untuk mendapat perlindungan terhadap kehidupan pribadi (privasi); dan untuk bebas bergerak. Sedangkan hak-hak sosial dan ekonomi mencakup : hak untuk menikah dart membentuk keluarga, untuk bebas dari perkawinan paksa, untuk memperoleh pendidikan, untuk mendapatkan pekerjaan, untuk menikmati standar kehidupan yang layak, untuk istirahat dan bersenang-senang, serta untuk memperoleh jaminan selama sakit, cacat, atau tua.28

Deklarasi Universal menyatakan bahwa hak-hak ini berakar di dalam martabat dan harkat manusia, serta di dalam syarat-syarat perdamaian dan keamanan domestik maupun internasional. Dalam penyebarluasan Deklarasi Universal sebagai sebuah. “standar pencapaian yang bersifat umum," PBB tidak

27

Tentang intervensi, lihat Richard B. Lillich dan Frank C. Newman, "How Effective in Causing Compliance with Human Bights Law Are Coercive Measures That Do Not Involve the Use of Armed Force?" dalam Lillich dan New man, ed., International Human Rights: Problems of Law and Policy (Boston: Little, Brown, 1979),1979, 3tS8-482; atau Richard B. Lillich, "Intervention to Protect Human Rights," McGill Law Journal 15 (1969) 205-219.

28

(22)

bermaksud untuk menjabarkan hak-hak yang telah diakui di mana-mana atau untuk mengundangkan hak-hak ini di dalam hukum intemasional. Justru Deklarasi tersebut mencoba untuk mengajukan norma-norma yang ada di dalam moralitas-moralitas yang sudah mengalami pencerahan. Meski tujuan sejumlah besar partisipan Deklarasi itu adalah untuk menampilkan hak-hak ini di dalam sistem hukum domestik maupun internasional, hak tersebut dipandang bukan sebagai hak-hak hukum (legal rights) melainkan sebagai hak-hak moral yang berlaku secara universal (universal moralrights).29

Salah satu organisasi internasional yang memiliki fokus perhatian terhadap permasalahan penegakan HAM dalam tataran global adalah United Nations atau Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Sebagai sebuah organisasi internasional yang beranggotakan negara-negara di dunia, maka PBB dapat dikategorikan sebagai Inter Governmental Organization (IGO). Dalam kaitannya dengan penegakan HAM secara global, PBB melalui Dewan HAM PBB memiliki hak untuk melakukan intervensi terhadap sebuah negara yang melakukan tindakan pelanggaran HAM, walaupun ada batas-batas tertentu, seperti misalnya masalah kedaulatan negara, akan tetapi atas nama perdamaian dan kemanusiaan maka PBB dapat melakukan tindakan-tindakan tertentu dalam usahanya melakukan penegakan HAM di suatu negara dalam bentuk intervensi dan fasilitasi. Hal ini sejalan dengan konsep HAM Internasional yang menyatakan bahwa dalam kaitannya dengan HAM dan kemanusiaan, faktor kedaulatan negara dapat dinegasikan. Adanya hak yang dimiliki oleh PBB tersebut berimplikasi terhadap

(23)

munculnya kewajiban, yaitu melakukan tindakan dan upaya maksimal untuk membantu proses penegakan, baik pada level negara maupun sistem.

Jika melihat hubungan antara adanya organisasi internasional sebagai salah satu aktor internasional yang strategis, dalam arti menentukan isu di tataran internasional dan global (dengan tanpa melihat fenomena unipolaritas AS), dengan adanya konsep HAM Internasional, maka dapat kita bahwa dalam kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Myanmar, ketika sudah menyentuh hal-hal yang terkait dengan kemanusiaan, kemudian memiliki ekses terhadap stabilitas keamanan, baik regional maupun internasional, maka dalam hal ini PBB memiliki hak sekaligus kewajiban untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu dalam kebijakan-kebijaknnya terhadap pemerintah Junta militer Myanmar sebagai aktor pelanggar HAM dalam rangka membantu proses penegakan HAM di Myanmar.

2. Hipotesis

Mengacu kepada identifikasi dan perumusan masalah, serta kerangka teori dalam proposal penelitian ini, maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut:

“Jika kebijakan PBB berupa resolusi dan fasilitasi dapat diterapkan

secara optimal, maka akan memberikan implikasi positif terhadap proses

penegakan HAM di Myanmar, ditandai dengan terbangunnya kembali

(24)
(25)

4. Skema Kerangka Teoritis

(26)

E. Metode dan Teknik Pengumpulan Data

1. Tingkat Analisis

Dalam penelitian ini dimuat variabel-variabel yang memiliki tingkat analisis yang berbeda. Variabel independen (unit eksplanasi) memiliki tingkat analisa sistem atau organisasi internasional, yaitu Jika PBB mengeluarkan kebijakan dalam bentuk resolusi dan fasilitasi sebagai tanggapan terhadap

pelanggaran HAM yang terjadi di Myanmar. Dalam hal ini variabel independen adalah bentuk-bentuk kebijakan yang dikeluarkan oleh PBB yang merupakan organisasi internasional atau aktor dalam hubungan internasional pada tataran internasional.

Sedangkan variabel dependen (unit analisa) dalam penelitian ini memiliki tingkat analisa negara, yaitu Maka akan memberikan implikasi positif terhadap proses penegakan HAM di Myanmar. Dalam hal ini yang menjadi variabel terikat (dependen) adalah implikasi-implikasi positif dalam proses penegakan HAM di Myanmar, sehingga tingkat analisanya dikategorikan pada tingkat analisa negara. Karena tingkat analisa unit eksplanasi lebih tinggi daripada unit analisanya, maka penelitian ini menggunakan Analisa Deduksionis.

2. Metode Penelitian

(27)

menyusun, menginterpertasikan data yang kemudian diajukan dengan menganalisa data tersebut searah dengan tujuan penelitian yang telah ditetapkan.

Metode deskriptif dalam penelitian tentang peranan PBB dalam mengatasi krisis HAM di Myanmar menjelaskan bentuk-bentuk implikasi positif yang muncul dalam proses penegakan HAM di Myanmar sebagai implikasi dari diterapkannya kebijakan PBB dalam bentuk intervensi dan fasilitasi., menginterpretasi dan menguji hipotesa. Sehingga gambaran dan penjelasan dalam penelitian ini akan diarahkan kepada bagaimana implikasi positif yang bisa muncul dalam proses penegakan HAM dari penerapan kebijakan PBB.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam mencari dan mengumpulkan data seputar objek penelitian ini adalah :

1) Studi Kepustakaan : data yang dibutuhkan sesuai dengan operasionalisasi variabel dan indikator penelitian mengenai kebijakan PBB di Myanmar dan implikasinya terhadap proses penegakan HAM di Myanmar, dilakukan melalui penelaahan data terhadap buku teks, jurnal ilmiah, dokumen, majalah berita, surat kabar, laporan lembaga pemerintah dan non-pemerintah, maupun data-data yang terdapat dalam website/internet.

(28)

F. Lokasi dan Lamanya Penelitian

1. Lokasi Penelitian

1) Perpustakaan Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Jl. Tanah Abang III/23-27, Jakarta.

2) Perpustakaan Universitas Pasundan, Jl. Lengkong Besar. Bandung. 3) Perpustakaan Universitas Parahyangan, Jl. Ciumbuleuit, Bandung.

2. Lamanya Penelitian

(29)

G. Sistematika Penulisan

Merupakan susunan dan materi dalam penulisan usulan atau proposal yang harus mengikuti ketentuan sistematika sebagai berikut:

Tabel 2

(30)

Bab I

Berisi mengenai latar belakang masalah, identifikasi masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka pemikiran dan hipotesis, metode penelitian dan teknik pengumpulan data, lokasi dan lamanya penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II

Merupakan uraian mengenai variabel bebas di dalam penelitian yaitu seputar bagaimana mekanisme kerja PBB dalam menyelesaikan atau menanggapi berbagai permasalahan pelanggaran HAM serta bagaimana bentuk kebijakan PBB yang dikeluarkan dalam rangka menanggapi pelanggaran HAM yang terjadi di Myanmar.

Bab III

Merupakan uraian mengenai variabel terikat dalam penelitian ini, yaitu seputar proses dan perjalanan penegakan HAM di Myanmar hingga hari ini.

Bab IV

Analisis bentuk-bentuk implikasi positif dalam proses penegakan HAM di Myanmar dari penerapan kebijakan PBB dalam bentuk intervensi dan fasilitasi terhadap pelanggaran HAM yang terjadi di Myanmar.

Bab V

(31)

BAB II

KEBIJAKAN PBB DALAM MENANGGAPI KASUS PELANGGARAN HAM

YANG TERJADI DI MYANMAR

A. PBB Sebagai Organisasi Internasional Yang Memiliki Perhatian Terhadap

Penegakan HAM

1. Gambaran umum Organisasi PBB

PBB adalah organisasi internasional yang mendeskripsikan dirinya sendiri sebagai “himpunan global pemerintah-pemerintah yang memfasilitasi kerjasama dalam hukum internasional, keamanan internasional, perkembangan ekonomi, dan kesetaraan sosial”.

PBB berdiri pada tahun 1945 sebagai metamorfosa dari Liga Bangsa-Bangsa yang pada waktu itu tidak mampu mencegah terjadinya perang dunia ke II. Paska perang dunia ke II, masyarakat dunia dihadapkan kepada sebuah kondisi traumatik paska perang, oleh karena itu, atas dasar keinginan untuk menghindari terjadinya perang, maka atas prakarsa negara-negara barat dibentuklah PBB.

(32)

dan efisien dan ikut membantu mengembangkan telekomunikasi, sert perlindungan terhadap konsumen. PBB juga memimpin kampanye internasional dalam mememrangi perdagangan obat dan terorisme. Di seluruh penjuru dunia, PBB beserta agen-agennya ikut membantu menangani masalah pengungsi, membuat dan merancang program pembukaan lahan bagi para pengungsi, membantu memperluas produksi makanan, serta memerangi HIV/AIDS. Pada tahun 2008, PBB merayakan ulang tahunnya yang ke 63. Saat ini terdapat sekitar 185 negara yang aktif dalam PBB.30

Dalam menjalankan berbagai aktifitasnya, PBB memiliki struktur organisasi utama sebagai berikut:

1) The General Assembly (Dewan Umum) : dapat juga disebut sebagai “parlemen bangsa-bangsa”. Melakukan pertemuan secara regular dan sesekali untuk membahas kejadian-kejadian yang perlu ditindaklanjuti oleh PBB. Dalam dewan ini, setiap negara anggota memiliki satu suara. Isu-isu penting seperti perdamaian internasional dan keamanan internasional, penerimaan anggota baru, dan penentuan anggaran PBB, diputuskan dalam dewan ini melalui mekanisme suara terbanyak (minimal 2/3). Sedangkan masalah-masalah lainnya diputuskan oleh suara mayoritas. Dalam beberapa tahun terakhir, usaha-usaha khusus telah dilakukan untuk mencapai sebuah keputusan/kesepakatan melalui mekanisme konsensus daripada harus menempuh mekanisme

30

(33)

voting. Dewan ini tidak dapat melakukan pemaksaan tentang suatu hal atau kebijakan tertentu kepada negara manapun, akan tetapi rekomendasi yang dikeluarkan oleh dewan ini merupakan sebuah indikasi penting dari opini dunia dan mewakili kewenangan moral dari komunitas bangsa-bangsa di dunia. Dewan ini melangsungkan sesi pertemuan tahunan dari bulan September hingga Desember. Jika diperlukan, dewan ini dapat melangsungkan sesi pertemuan atau melaksanakan sesi pertemuan khusus atau darurat kapan saja untuk membahas masalah-masalah yang menjadi perhatian khusus dunia. Kinerja dari dewan ini, secara teknis dilakukan oleh 6 komite khusus, beberapa badan tambahan, dan Sekretariat PBB.31

2) The Security Council (Dewan Keamanan PBB) : piagam PBB memberikan Dewan Keamanan PBB tanggung jawab untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional. Terdapat 15 anggota DK PBB, 5 diantaranya merupakan anggota tetap DK PBB, yaitu Cina, Perancis, Rusia, Inggris, dan AS. Sedangkan 10 lainnya merupakan anggota tidak tetap yang dipilih oleh Dewan Jendral PBB setiap dua tahun sekali. Dalam mengambil sebuah keputusan, dewan ini membutuhkan 9 suara sepakat dari 15 suara yang ada di dalam DK PBB. Sedangkan untuk keputusan untuk masalah-masalah yang bersifat prosedural, keputusan tidak dapat diambil jika tidak ada kata

31

(34)

sepakat, atau veto dari 5 negara anggota tetap DK PBB. Pada saat DK PBB sedang membahas masalah yang mengancam keamanan internasional, hal pertama yang dicari adalah jalan untuk menyelesaikan sengketa secara damai. Dalam hal ini DK PBB menggunakan prinsip-prinsip mediasi. Ketika terjadi sebuah peperangan antar negara, DK PBB akan berusaha untuk menciptakan atau memfasilitasi terciptanya gencatan senjata. DK PBB juga dapat mengirimkan pasukan penjaga perdamaian untuk menolong pihak-pihak yang bertikai dalam mengusahakan gencatan senjata dan untuk menjaga agar pasukan militer masing-masing pihak yang bertikai dapat terpisah satu sama lain. DK PBB juga dapat menggunakan berbagai instrumen lainnya untuk memaksakan keputusannya kepada negara-negara tertentu. Misalnya dengan menerapkan sangsi ekonomi atau embargo senjata. Dalam peristiwa tertentu, DK PBB memeliki kewenangan untuk meminta negara-negara anggota PBB untuk menggunakan “seluruh perangkat yang dibutuhkan”, termasuk tindakan militer kolektif, untuk melihat apakah keputusan yang dikeluarkan oleh DK PBB benar-benar ditaati. Dean ini juga memberikan rekomendasi Sekretaris Umum yang baru bagi Dewan Umum PBB dan mengajukan kepada Dean Umum PBB negara anggota baru PBB.32

32

(35)

3) The Economic and Social Council (Dewan Sosial dan Ekonomi PBB) : merupakan pusat forum kajian dan diskusi isu-isu sosial dan ekonomi internasional dan tempat penyusunan rekomendasi kebijakan, sehingga Dewan ini memiliki peranan penting dalam mengarahkan kerjasama internasional untuk pembangunan. Terdapat 54 anggota dalam Dewan ini, yang dipilih setiap 3 tahun sekali oleh Dewan Umum PBB. Dewan ini terdiri dari beberapa badan, salah satu badan dalam Dewan ini adalah The Commission on Human Rights, yang memiliki tanggung jawab untuk melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan HAM di seluruh dunia. Sedangkan badan-badan lain dalam dewan ini memiliki perhatian kepada masalah-masalah seperti pembangunan sosial, status wanita, pencegahan kejahatan, narkotika dan obat-obatan, dan pembangunan berkelanjutan. Di bawah dewan ini juga terdapat lima komisi wilayah yang melakukan dan mengkampanyekan pembangunan ekonomi serta kerjasama di wilayahnya masing-masing.33

4) The Trusteeship Council (Dewan Perwalian PBB) : merupakan dewan dalam PBB yang dibentuk untuk menyediakan pengawasan internasional terhadap 11 wilayah perserikatan yang diperintah/diatur oleh 9 negara anggota PBB dan memastikan bahwa langkah-langkah yang diambil untuk mempersiapkan negara-negara perserikatan

33

(36)

tersebut menjadi negara merdeka atau memiliki pemerintahan sendiri, telah cukup. Pada tahun 1994, seluruh wilayah perserikatan telah mencapai kemerdekaan, masing-masing sebagai negara yang merdeka atau bergabung dengan negara-negara tetangga yang merdeka. Wilayah yang terakhir adalah wilayah perserikatan di Kepulauan Pasifik – Palau – yang berada di bawah pemerintah AS dan saat ini telah menjadi negara anggota ke 185 dari PBB. Pada saat kerja Dewan Perwalian PBB telah selesai, maka dewan tersebut saat ini terdiri dari 5 anggota tetap DK PBB.34

5) The International Court of Justice (Pengadilan Internasional PBB) : merupakan organ peradilan utama dalam tubuh PBB, disebut juga dengan “pengadilan dunia”. Terdiri dari 15 hakim yang dipilih oleh Dewan Umum PBB dan DK PBB. Pengadilan ini memutuskan perkara seputar perselisihan antar negara, termasuk juga masalah-maslah pelanggaran HAM internasional.35

6) The Secretariat (Sekretariat PBB) : Sekretariat PBB memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan tugas administratif dan harian PBB yang diarahkan oleh Dewan Umum PBB dan DK PBB. Kepala Sekretariat disebut juga dengan Sekretaris Umum, yang saat ini dijabat oleh Ban Ki Mon. Sekretariat PBB berada di New York, AS, sama

34

Situs Resmi PBB, “The Trusteeship Council”, arsip pada http://www.un.org/Overview/uninbrief/chapter1_trusteeship.html, diakses tanggal 27 September 2008.

35

(37)

seperti yang terdapat di Geneva, Nairobi, Vienna, dan lokasi-lokasi lainnya.36

7) The UN System (Sistem PBB) : merupakan organisasi-organisasi yang berafiliasi dengan PBB, diantaranya adalah UN High Commissioner for Refugees (UNHCR), the UN Development Programme (UNDP),

the UN Children's Fund (UNICEF), dan lain-lain. Organisasi-organisasi ini memiliki badan, anggaran, dan sekretariat sendiri. Bersama dengan PBB, organisasi-organisasi ini dikenal dengan sebutan “keluarga PBB” atau Sistem PBB. Selain itu yang masuk ke dalam sistem PBB ini juga organisasi-organisasi seperti the International Monetary Fund (IMF), World Bank, dan 13 organisasi independen lainnya yang dikenal dengan sebutan “special agencies

(agen khusus)” yang terhubung dengan PBB melalui kesepakatan-kesepakatan kerjasama. Diantara agen-agen ini, World Health Organization (WHO) dan International Civil Aviation Organization, merupakan badan yang memiliki otonomi yang dibuat oleh kesepakatan antar pemerintah. Organisasi dan agen-agen ini memiliki tanggung jawab internasional yang luas, meliputi bidang-bidang seperti ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, kesehatan, dan bidang-bidang lain yang terkait dengannya. Beberapa dari organisasi ini,

36

(38)

seperti International Labour Organization (ILO) dan Universal Postal Union, berumur lebih tua dari PBB itu sendiri.37

Terkait dengan masalah aktifitas PBB dalam bidang HAM, terdapat The High Commissioner for Human Rights yang mengkoordinasikan seluruh aktifitas PBB dalam bidang HAM. Tugas utama komisi ini adalah memberikan laporan seputar pelaksanaan dan pelanggaran HAM yang terjadi d berbagai negara di dunia serta melakukan perbaikan HAM pada suatu negara yang terjadi pelanggaran HAM berat.

2. Mekanisme kerja PBB dalam menanggapi berbagai permasalahan

penegakan HAM

Diproklamasikannya Universal Declaration of Human Rights oleh Dewan Umum PBB pada tahun 1948, memunculkan hak-hak dan kebebasan dasar dimana baik pria maupun wanita memiliki hak untuk – diantara mereka hak untuk hidup, kebebasan dan kebangsaan; kebebasan berpikir, memiliki keyakinan, dan beragama; hak untuk bekerja dan mendapatkan pendidikan; hak untuk mendapatkan makanan dan tempat tinggal; dan hak untuk bisa ambil bagian di dalam pemerintahan.

Hak-hak tersebut terikat secara hukum oleh dua perjanjian internasional, dimana hampir seluruh negara di dunia terlibat di dalamnya. Perjanjian pertama adalah perjanjian yang menyepakati tentang hak-hak dalam sosial dan budaya,

37

(39)

dan yang kedua adalah perjanjian yang menyepakatai hak-hak sipil dan politik. Keduanya bersama-sama dengan Universal Declaraion of Human Rights

menyusun dan mengesahkan International Bill of Human Rights.

Universal Declaration of Human Rights menelurkan landasan kerja bagi sekitar 80 perjanjian dan deklarasi tentang HAM, termasuk dua perjanjian internasional; perjanjian untuk menghapuskan diskriminasi ras dan diskriminasi terhadap perempuan; perjanjian tentang hak-hak anak, perjanjian melawan kekerasan dan perlakuan yang merendahkan martabat di dalam sebuah hukuman, perjanjian mengenai status pengungsi dan perjanjian tentang pencegahan dan hukuman terhadap kejahatan genosida; dan deklarasi tentang hak-hak kepemilikan pribadi seseorang di dalam kerangka bangsa, etnis, agama, atau bahasa minoritas, hak untuk berkembang, dan hak-hak para pembela/penegak HAM.

Dengan kerngka kerja dan standar penegakan HAM yang hampir lengkap tersebut, PBB berusaha untuk meningkatkan perhatiannya terhadap usaha-usaha PBB dalam HAM untuk menerapkan hukum-hukum HAM. Dalam hal ini, High Commissioner for Human Rights, yang mengkoordinasikan berbagai kegiatan HAM PBB, bekerja dengan pemerintah negara-negara dunia untuk meningkatkan penegakan dan ketaatan terhadap HAM di negara-negara tersebut, mencari pencegahan-pencegahan terjadinya tindak kekerasan, dan bekerja lebih dekat dengan mekanisme HAM PBB.

(40)

kondisi HAM dari masing-masing negara peerta, untuk mengadopsi standar-standar baru penegakan HAM dan untuk mengkampanyekan HAM ke seluruh dunia. Komisi ini juga memiliki para ahli independen yang khusus mengkaji masalah HAM dan penegakannya – “Special Rapporteurs (Pelapor Khusus)” – yang bertugas melaporkan terjadinya pelanggaran-pelanggaran HAM di suatu negara atau untuk menguji dan mengkaji situasi HAM di negara tertentu.

Badan-badan HAM yang berada di bawah PBB memiliki kontribusi dalam memberikan peringatan awal dan pencegahan konflik. Beberapa operasi penjaga perdamaian PBB juga memiliki komponen HAM di dalamnya. Keseluruhan bidang kegiatan HAM PBB, dilakukan di sekitar 30 negara atau wilayah. Mereka membantu memperkuat kapasitas HAM nasional di dalam lembaga-lebaga legislatif, pemerintahan, dan pendidikan; menyelidiki berbagai laporan terjadinya kekerasan; dan membantu pemerintah negara-negara tersebut untuk mengambil perangkat yang tepat dalam menegakan HAM jika diperlukan.

PBB dalam usahanya untuk menegakan HAM, memiliki sebuah mekanisme kerja khusus. Mekanisme kerja ini dapat dilihat dan dipahami dari sebuah sistem perjanjian (pakta) atau yag dikenal dengan sebutan The United Nations Human Rights Treaty System, yang dapat dilihat dari bagan berikut:38

38

(41)
(42)

Dari bagan di atas diketahui bahwa traktat-traktat yang telah dihasilkan oleh PBB adalah sebagai berikut:39

1) Universal Declaration of Human Rights (1948) : merupakan deklarasi konsep HAM secara universal yang kemudian dijadikan dasar bagi penciptaan berbagai traktat dan perjanjian internasional tentang HAM. 2) International Convention on the Elimination of All Forms of Racial

Discrimination (1965) : merupakan perjanjian internasional pertama yang dihasilkan oleh Komisi HAM di dalam Dewan Umum PBB yang didasarkan kepada kondisi diskriminasi rasial oleh rezim Pemerintah Afrika Selatan terhadap warga kulit hitam di negara tersebut.

3) The International Bill of Human Rights (1966) : merupakan gabungan dari Universal Declaration of Human Rights, the International Covenant on Civil and Political Rights, dan the International Covenant on Economi, Social, and Cultural Rights.

4) International Covenant on Civil and Political Rights (1966) : merupakan perjanjian yang mengelaborasi hak-hak sipil dan politik yang tertuang di dalam Universal Declaration of Human Rights, dengan tambahan beberapa hak, seperti hak-hak para tahanan (Pasal 10) dan perlindungan terhadap kelompok minoritas (Pasal 27).

5) International Covenent on Economic, Social, and Cultural Rights

(1966): sama seperti perjanjian tentang hak-hak sipil dan politik di atas, perjanjian ini dibuat berdasarkan hak-hak yang tercantum di

39

(43)

dalam Universal Declaration of Human Rights dalam rangka mengoperasionalisasikan hak-hak tersebut, dan membuat langkah-langkah teknis agar hak-hak tersebut, khususnya hak-hak dalam ekonomi, sosial, dan budaya dapat direalisasikan.

6) Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Againts Women (1979): merupakan perjanjian internasional yang dibuat untuk merespon fenomena khusus – diskriminasi terhadap perempuan berdasarkan gender. Tujuan yang diharapkan dari perjanjian ini adalah terciptanya kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan secara objektif.

7) Convention Againts Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (1984): merupakan perjanjian yang dikembangkan dari perjanjian sebelumnya, yaitu perjanjian atas hak-hak sipil dan politik. Dalam perjanjian hak-hak sipil dan politik tersebut, pada Pasal 7 dinyatakan tentang larangan terhadap penyiksaan, kekejaman, perlakuan yang tidak berprikemanusiaan atau bentuk-bentuk hukuman yang merendahkan martabat kemanusiaan. Utnuk mengembangkan dan mengoperasionalisasikan larangan tersebut menjadi langkah-langkah yang lebih teknis, maka dibuatlah perjanjian ini.

(44)

terlibat di dalam perjanjian ini untuk memberikan laporan rutin kepada Komite HAM PBB terkait dengan pelaksanaan ketentuan-ketentuan yang ada di dalam perjanjian ini.

9) International Convention on the Protection of the Rights of All Migrant Workers and Member of Their Families (1990): merupakan perjanjian internasional yang memberikan jaminan hak-hak para pekerja migran beserta dengan keluarganya. Hak-hak yang dijamin meliputi seluruh proses migrasi, mulai dari persiapan migrasi, keberangkatan, transit, sampai para pekerja tersebut menetap dan memulai aktifitasnya di negara tujuan. Hampir sebagian besar ketentuan yang diatur di dalam perjanjian ini relevan atau dikenakan bagi negara tujuan para pekerja migran.

Kesembilan traktat di atas, dalam mengaplikasikan dan mengawasi pelaksanaan ketentuan-ketentuan yang ada di dalam masing-masing peraturan, maka PBB membuat badan khusus yang bertugas mengkoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan ketentuan-ketentuan di dalam perjanjian-perjanjian tersebut, badan ini kemudian dikenal dengan istilah Treaty Bodies (Badan-badan Perjanjian/Traktat).

(45)

kewajiban hukum bagi negara tersebut untuk melaksanakan hak-hak yang diatur di dalam perjanjian tersebut. Akan tetapi hal ini baru langkah awal, karena pengakuan terhadap hak-hak yang tertera di atas kertas tidak cukup untuk menjamin bahwa negara tersebut akan benar-benar melaksanakannya.

Ketika sebuah perjanjian telah diterima, maka hal tersebut sekaligus pengakuan bahwa negara-negara yang terlibat di dalam perjanjian tersebut akan melakukan usaha-usaha dan memberikan bantuan serta pendampingan untuk meletakan perangkat-perangkat yang penting yang dapat menjamin bahwa hak-hak yang ada di dalam perjanjian tersebut dapat dilaksanakan atau berlaku bagi setiap orang di dalam negara tersebut, hal ini juga dalam rangka memenuhi kewajiban internasional. Oleh karena itu, masing-masing perjanjian menciptakan sebuah komite internasional yang terdiri dari para ahli yang independen untuk mengawasi, dengan berbagai perangkat yang ada, pelaksanaan ketentuan-ketentuan yang ada di dalam masing-masing perjanjian.

Pelaksanaan dari ketujuh perjanjian internasional HAM yang utama tersebut, di awasi oleh tujuh badan pengawas perjanjian, yaitu sebagai berikut:40

1) The Committe on the Elimination of Racial Discrimination (CERD): merupakan badan perjanjian pertama yang dibentuk oleh PBB, dan telah melakukan pengawasan pelaksanaan International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination sejak tahun 1969.

40

(46)

2) The Committee on Economic, Social, and Cultural Rights (CESCR): dibentuk pada tahun 1987 untuk mengemban mandat pengawasan dari

Economic and Social Council (ECOSOC), yang wewenangnya berada di bawah International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights.

3) The Human Rights Committee (HRC): dibentuk pada tahun 1976 untuk mengawasi pelaksanaan dari International Covenant on Civil and Political Rights.

4) The Committee on the Elimination of Discrimination against Women

(CEDAW): badan yang telah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women oleh para negara peserta perjanjian tersebut sejak tahun 1982.

5) The Committee against Torture (CAT): dibentuk pada tahun 1987, telah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or

Punishment.

(47)

7) The Committee on Migrant Workers (CMW): badan ini melaksanakan sesi pertemuan pertamanya pada bulan Maret 2004 dan akan melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan International Convention on the Protection of the rights of All Migrant Workers and

Members of Their Families.

Mekanisme Treaty System di atas, dalam pelaksanaan kerjanya dikoordinasikan oleh United Nations Commission on Human Rights (UNCHR) yang berada di bawah Dewan Umum PBB yang khusus menangani masalah penegakan HAM di seluruh dunia.

Melalui resolusi yang dikeluarkan oleh Dewan Umum PBB no. A/RES/60/251 tanggal 15 Maret 2006, dibentukklah United Nations Human Rights Council (UNHRC). UNHRC merupakan badan antar pemerintah dibawah Dewan Umum PBB yang menggantikan posisi UNCHR. Tujuan utama dibentuknya UNHRC adalah untuk memberikan rekomendasi kepada Dewan Umum PBB tentang berbagai situasi di dunia, khususnya di negara-negara anggota PBB, terkait dengan adanya pelanggaran HAM. Oleh karena itu, UNHRC sebenanrnya tidak memiliki kewenangan apapun kecuali hanya sekedar memberikan rekomendasi bagi Dewan Umum PBB.41 Penindaklanjutan rekomendasi yang diberikan oleh UNHRC akan dilakukan oleh Dewan Umum PBB bersama dengan DK PBB.

41

(48)

Dalam melakukan pengawasan terhadap penegakan HAM di negara-negara anggota PBB, ada sebuah mekanisme yang disebut dengan Special Procedure, sebuah mekanisme untuk mengawasi tindak-tindak pelanggaran HAM di negara tertentu atau untuk mengkaji isu-isu tentang HAM pada tataran global, yang dibuat oleh UNCHR dan diteruskan kembali oleh UNHRC. Masing-masing

Special Procedure ini dapat terdiri dari individu-individu yang disebut Special Rapporteurs, Special Representatives, atau Independent Experts, yang memimpin para ahli di bidang HAM dalam tugas pada wilayah/bidang HAM tertentu atau kelompuk kerja yang bisanya terdiri dari lima orang. Berbagai aktifitas dapat dilakukan oleh Special Procedure, mulai dari menerima pengaduan individu, memimpin berbagai kegiatan kajian tentang HAM, memberikan saran dalam kerjasama-kerjasama teknis, dan melakukan berbagai kegiatan promosi penegakan HAM. Mekanisme khusus ini dikategorikan berdasarkan mandat

thematic (personal) dan mandat negara. Saat ini terdapat 29 mandat thematic dan 13 mandat negara yang berada di bawah mekanisme Special Procedure.42

Secara umum di dalam PBB, mekanisme pengawasan dan penegakan HAM diawasi dan dikaji oleh UNHRC yang kemudian menyusun sebuah rekomendasi bagi Dewan Umum PBB mengenai langkah-langkah dan kebijakan yang perlu diambil untuk menyelesaikan masalah-masalah pelanggaran dan penegakan HAM. Selanjutnya Dewan Umum PBB akan mengeluarkan sebuah resolusi yang bisa berisi, pernyataan, permintaan, dan tekanan terhadap

42

(49)

negara tertentu dimana kasus pelanggaran HAM, khususnya yang bersifat berat terjadi. Jika diperlukan, pada kasus-kasus pelanggaran HAM yang sangat berat, seperti pada situasi perang, PBB melalui DK PBB, dapat mengirimkan pasukan militer yang bertugas menjaga perdamaian (menciptakan gencatan senjata, memisahkan dua pihak yang bertikai), sehingga para petugas PBB, dunia internasional, termasuk berbagai organisasi internasional dapat memberikan bantuan serta dapat melakukan penyelidiakan terhadap perang yang terjadi, termasuk melihat apakah terdapat unsur pelanggaran HAM yang terjadi pada perang tersebut.

B. Persepsi PBB Dalam Melihat Kasus Pelanggaran HAM Yang Terjadi Di

Myanmar

(50)

aksi yang diorganisir oleh mahasiswa, kelompok pro-demokrasi, hingga aksi demonstrasi yang dipelopori oleh para bikhsu.

PBB dalam hal ini, memiliki kewajiban untuk berpartisipasi secara aktif dalam mendorong penegakan HAM di Myanmar, yang didasarkan atas Universal Declaration of Human Rights beserta perjanjian dan traktat-traktat internasional yang mengikutinya. Dengan dasar tersebut maka PBB memiliki sebuah pendangan tersendiri dalam melihat situasi pelanggaran HAM yang terjadi di Myanmar yang secara jelas terlihat dari beberapa resolusi yang dikeluarkan oleh PBB sejak tahun hingga saat ini.

(51)

Special Rapporteurs (Pelapor Khusus) PBB, Paulo Sergio Pinheiro, diantara para demonstran yang dibubarkan, ada yang terbunuh, beberapa terkena tindakan pemukulan, ditahan, disiksa dan meninggal di dalam tahanan.43

Selama dalam kunjungannya ke Myanmar, Pelapor Khusus PBB, Paulo Sergio Pinheiro, menemukan bahwa dalam periode 26-29 September 2007, pasukan keamanan, termasuk tentara dan polisi anti huru-hara, telah menggunakan kekuatan yang berlebihan melawan masyarakat sipil. Paulo menyimpulkan, bahwa berdasarkan berbagai laporan yang masuk yang disertai dengan video dan foto-foto, maka dapat diyakiani setidaknya terdapat 31 orang tewas dalam peristiwa pembubaran para demonstran sepanjang bulan September-Oktober 2007, termasuk 15 orang korban meninggal dunia yang dilaporkan secra resmi oleh pemerintah Myanmar. Paulo meyakini bahwa adanya keterlibatan dari anggota Union Solidarity, Development Assesment, dan milisi Swan Ah Shin, memberikan kontribusi besar bagi penggunaan kekuatan berlebihan dalam menghadapi para demonstran yang sedang melakukan aksi secara damai. Menurut Paulo, berdasarkan kepada laporan yang dapat dipercaya, sekitar 3,000 sampai 4,000 orang ditahan sepanjang bualn September-Oktober, dan sekitar 5,00 dan 1,000 orang masih ditahan sampaid engan bulan Desember 2007.44

Sampai dengan tahun 2005, Dewan Umum PBB setiap tahunnya mengeluarkan sebuah resolusi yang detail tentang situasi di Myanmar melalui

43

Human Rights Council, “Human Rights Situation That Require the Council’s Attention: Report of the Special Rapporteur on the situation of human rights in Myanmar, Paulo Sergio Pinheiro, mandated by resolution 6/33 of the Human Rights Council”, arsip pada http://daccessdds.un.org/doc/UNDOC/GEN/G08/113/88/PDF/G0811388.pdf?OpenElement, diakses tanggal 27 September 2008, hlm. 4.

(52)

sebuah konsensus.45 Akan tetapi pada tahun 2006, terjadi perpecahan di Dewan Umum PBB dalam sebuah voting tentang resolusi yang kemudian meminta dengan tegas agar pemerintah junta militer Myanmar segera mengakhiri kekerasan sistematis yang dilakukannya terhadap HAM.46

Pada bulan Januari 2007, Rusia dan Cina menggunakan hak vetonya untuk membuat sebuah draf resolusi sebelum DK PBB47 yang meminta kepada pemerintah Myanmar untuk menghormatik HAM dan memulai sebuah proses transisi demokratik. Dalam hal ini Afrika Selatan memilih untuk menentang resolusi yang dikeluarkan oleh Rusia dan Cina, dengan berpendapat bahwa “semenjak di Myanmar tidak ada lagi perhatian yang muncul dalam melihat situasi kedamaian dan keamanan dari negara tetangganya sendiri (Cina), maka pertanyaan dunia internasional tidak seharusnya dialamatkan ke dalam DK PBB, dimana ada badan lain dalam PBB yang khusus menangani masalah tersebut”, selanjutnya ditambahkan lagi, “ironisnya, apakah DK PBB harus menyetujui resolusi tersebut...DK PBB tidak akan dapat melihat secara jelas permasalahn dan situasi di Myanmar sementara DK PBB sendiri masih terjebak dalam masalah

45

United Nations General Assembly, “Verbotim Report meeting 69 session 60” hlm. 19, The President tanggal 23 Desember 2005, pukul 10:00, dikutip dari Wikipedia, “Burma”, http://en.wikipedia.org.wiki/Myanmar, diakses tanggal 27 September.

46

United Nations General Assembly, “Verbotim Report meeting 84 session 61”, hlm. 14, tanggal 22 Desember 2006, pukul 10:00, dikutip dari Wikipedia, “Burma”, http://en.wikipedia.org.wiki/Myanmar, diakses tanggal 27 September.

47

(53)

(resolusi) tersebut”.48 Isu yang berkembang di DK PBB saat itu dalam melihat masalah dan situasi HAM di Myanmar justru diarahkan untuk menentang resolusi yang dibuat oleh Rusia dan Cina49 yang dipelopori oleh AS (hak veto hanya berlaku untuk resolusi saja) yang menyatakan bahwa aliran pengungsi dari Myanmar, obat-obatan terlarang, HIV-AIDS, dan berbagai penyakit lainnya mengancam kedamaian dan keamanan internasional.50

Dalam hal ini terlihat, PBB, khususnya anggota DK PBB memiliki pandangan yang berbeda melihat perkembangan situasi yang terjadi mdi Myanmar. Dua anggota DK PBB yaitu Cina dan Rusia melihat bahwa apa yang dilakukan oleh pemerintah Myanmar sejauh ini masih dapat ditoleransi, dan tidak perlu mengeluarkan sebuah resolusi yang keras untuk Myanmar. Di sisi lain, AS berpendapat apa yang terjadi di Myanmar dapat mengancam stabilitas perdamaian dan keamanan dunia internasional, bagaimanapun juga demokrasi di Myanmar harus ditegakan, disamping itu, dampak-dampak negatif dari sikap ototiter dan represif pemerintah Myanmar terhadap warganya sendiri telah mengganggu dan mengancam stabilitas kawasan pada khususnya, dan dunia internasional pada umumnya, oleh karena itu perlu dibuat sebuah resolusi yang tegas dan keras bagi pemerintah Myanmar.

48

United Nations Security Council “Verbotim Report meeting 5619” hlm. 3, pernyataan Mr. Kumalo perwakilan Afrika Selatan untuk PBB, tanggal 12 Januari 2007, pukul 16:00, dikutip dari Wikipedia, “Burma”, http://en.wikipedia.org.wiki/Myanmar, diakses tanggal 27 September.

49

BBC News, "UN Security Council to include Burma in its agenda", tanggal 18 September 2006, dikutip dari Wikipedia, “Burma”, http://en.wikipedia.org.wiki/Myanmar, diakses tanggal 27 September.

50

(54)

Terlepas dari hal tersebut dari beberapa resolusi yang telah dikeluarkan oleh PBB (res. 6/33, res. 7/32, res. S-5/1, res. 7/31, dan res. 8/14)51, seluruhnya mencerminkan pandangan PBB bahwa telah terjadi pelanggaran HAM di Myanmar yang meliputi hak-hak sipil, politik, sosial-budaya, ekonomi, wanita, dan anak-anak, dan untuk itu PBB mendesak dan meminta dengan tegas agar pemerintah Myanmar segera menghentikan berbagai aksi kekerasannya terhadap rakyat sipil, membebaskan tokoh-tokoh politik pro-demokrasi, segera membuka diri terhadap tuntutan masyarakat akan perubahan ke arah pemerintahan yang demokratis.

C. Bentuk-Bentuk Kebijakan PBB Melalui UN Human Rights Council

(UNHRC) Sebagai Tanggapan Terhadap Pelanggaran HAM Di Myanmar

1. Kebijakan UNHRC dalam bentuk resolusi

Terkait dengan situasi pelanggaran HAM yang terjadi di Myanmar, PBB melalui UNHRC mengeluarkan 5 resolusi sebagai berikut:

Res. S-5/1 (tanggal 2 Oktober 2007), Situation on Human Rights in Myanmar; resolusi ini berangkat dari dasar bahwa setiap orang memiliki hak untuk ambil bagian di dalam pemerintahan di negaranya, secara langsung maupun pemilihan secara bebas, hak untuk mengungkapkan pendapat dan berekspresi

51

Gambar

Tabel 1. Operasionalisasi Variabel dan Indikator
Gambar 1. Skema Kerangka Teoritis
Tabel 2
Tabel 2. Hasil Pemilu Legislatif di Myanmar tahun 1990102

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi ini telah berhasil mensimulasikan sebuah online marketplace yang digunakan sebagai tempat transaksi penjualan dan pembelian produk makanan khas Indonesia dan

Fasilitas yang didapat customer, antara lain melihat informasi yang ada di website aplikasi e-commerce seperti halaman home, hubungi kami, dan blog, melakukan

PENERAPAN MODEL REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS II SEKOLAH DASAR PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA Universitas Pendidikan Indonesia

merupakan salah satu jenis ikan kakap yang banyak dicari oleh konsumen. sebagai bahan konsumsi masyarakat yaitu sebagai lauk-pauk harian

Konflik dalam novel ini terlihat juga pada saat Alisya mendapatkan fitnah dari Sandy yang membuat para warga menghakimi Alisya dengan kejam serta konflik muncul ketika

Berdasarkan tabel di atas, responden yang memilih sangat tidak setuju prosentase terbesar adalah 54,2% untuk item pernyataan “Tidak mampu menghargai pendapat orang lain

Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Rosdarni, dkk (2015) yang menyatakan bahwa remaja yang memiliki pengetahuan yang rendah berpeluang lebih dari 1,5 kali

Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh hasil pengkategorian, akses pangan Sumatera Utara selama enam tahun yakni mulai tahun 2005 sampai 2010 berada pada kategori baik