• Tidak ada hasil yang ditemukan

Yenny Yuliana

TAX_ACFTA Variabel

4.3 Implikasi Manajerial

Ditinjau dari neraca perdagangan antara Indonesia dan China selama periode 1999-2007 Indonesia mencatat surplus perdagangan dengan nilai 1.1 milyar pada akhir tahun 2007. Namun tahun 2008-2014 neraca perdagangan Indonesia- China mengalami defisit yang terus meningkat. Defisit yang muncul tersebut apabila ditinjau dari komposisi impor Indonesia dari China jumlah impor barang modal dan bahan baku penolong dari China meningkat pesat dengan pertumbuhan rata-rata tahunan masing- masing sebesar 51,4% dan 26,0%. Hal ini merupakan indikasi bahwa terjadi added value atau proses produksi terhadap kebutuhan industri domestik, yang tentunya menghasilkan hasil produk yang lebih murah dan efisien.

Selain itu ditinjau dari struktur ekspor non-migas menurut negara tujuan peranan China sebagai negara tujuan ekspor semakin meningkat dibandingkan dominasi pangsa ekspor ke uni eropa, amerika serikat, dan jepang. Hal ini menggambarkan diversifikasi pasar tujuan ekspor ketika krisis ekonomi global melanda amerika serikat dan

wilayah uni eropa, yang mampu menopang kondisi perekonomian Indonesia di teritori per-tumbuhan positif. Dengan terbuka luasnya pasar China, dimana hampir 80% lebih tarif yang menggunakan skema ACFTA telah mencapai zero percent hal ini membuka peluang baik dari segi penetrasi pasar produk Indonesia ke China, maupun terbuka lebarnya sumber bahan baku (material) yang dibutuhkan sektor industri dalam negeri sehingga dapat bersaing secara kompetitif, mengingat Indonesia bukanlah negara tujuan ekspor ataupun importir utama bagi China. Dari segi investasi ataupun penanaman modal hal ini membawa pengaruh yang cukup baik, mengingat kebijakan pemerintah China yang berencana merestrukturisasi perekonomian mereka dengan melakukan ekspansi dan investasi di luar negeri. Hal ini membawa Indonesia sebagai potensial market yang dapat menarik investor China untuk membuka perusahaan sebagai basis produksi dan menanamkan modal mereka di Indonesia.

Tantangan terberat Indonesia sebenarnya lebih kepada faktor di dalam negeri diantaranya, pembenahan sektor pendukung industri dan pertanian seperti kesiapan energi, kualitas tenaga kerja, sistem perbankan baik dari segi suku bunga pinjaman, pembiayaan dan lain- lain, agar dapat mendorong pertumbuhan industri. Berikutnya perlu memperbaiki sistem logistik nasional yang memungkinkan pergerakan barang, modal dan tenaga kerja agar semakin efisien di berbagai sektor. Kemudian peningkatan pengawasan dibatas perdagang-an Indonesia sehingga dapat menghalau serbuan produk illegal.

Kebijakan perdagangan dalam periode memasuki era globalisasi ekonomi diarahkan pada penciptaan dan pemantapan kerangka landasan perdagangan, yaitu dengan meningkatkan efisiensi perdagangan dalam negeri dan perdagangan luar

38

negeri dengan tujuan lebih memperlancar arus barang dan jasa, mendorong pembentukan harga yang layak dalam iklim persaingan yang sehat, menenunjnag efisiensi produksi, mengembangkan ekspor, memperluas kesempatan berusaha dan lapangan kerja, meningkatkan dan meratakan pendapatan rakyat serta menetapkan stabilitas ekonomi. Dalam pelaksanaanya, kebijakan tersebut diupayakan secara terpadu dan saling mendukung dengan kebijakan dibidang-bidang lainnya agar tercapainya keseimbangan dalam mencapai berbagai tujuan pembangunan. Dalam menghadapi ACFTA, Indonesia sebagai salah satu Negara anggota ASEAN masih memiliki beberapa kendala yang menunjukan ketidaksiapan kita dalam menghadapi ACFTA, diantaranya dari segi penegakan hukum, sudah diketahui bahwa sektor itu termasuk buruk di Indonesia. Jika tak ada kepastian hukum, maka iklim usaha tidak akan berkembang baik, yang mana hal tersebut akan menyebabkan biaya ekonomi tinggi yang berpengaruh terhadap daya saing produk dalam pasar internasional.

Kendala utama bagi masyarakat Indonesia adalah mengubah pola pikir, baik di kalangan pejabat, politisi, pengusaha, maupun tenaga kerja. Mengubah pola pikir ini sangat penting bagi keberhasilan kita menghadapi ACFTA. Namun, selain menghadapi berbagai persoalan, ACFTA jelas juga membawa sejumlah keuntungan. Pertama, barang-barang yang semula diproduksi dengan biaya tinggi akan bisa diperoleh konsumen dengan harga lebih murah. Kedua, sebagai kawasan yang terintegrasi secara bersama-sama, kawasan China akan lebih menarik sebagai lahan investasi. Indonesia dengan sumber daya alam dan manusia yang berlimpah mempunyai keunggulan komparatif. Namun, pemerintah harus mengadakan program untuk pelatihan SDM sehingga SDM Indonesia memiliki

kemampuan dan pengetahuan dalam berbagai hal sehingga daya SDM Indonesia dapat meningkat.

Saat ini pemerintah harus lebih siap bereaksi atas berbagai dampak yang akan ditimbulkan oleh ACFTA. Pertama, ancaman terhadap pemutusan kerja massal harus diantisipasi dengan peningkatan kapasitas dan kemampuan tenaga kerja dalam negeri. Tidak hanya itu, diperlukan sikap afirmatif (affirmative action), dengan tenaga kerja dalam negeri memperoleh porsi lebih besar dan lebih dipentingkan dalam setiap pembukaanlahan kerja. Kedua, kualitas produk nasional yang sebelumnya telah tergerus oleh produk- produk China harus memperoleh proteksi. Hal itu secara tidak langsung juga akan melindungi eksistensi industri dalam negeri. Standar Nasional lndonesia (SNI) bagi setiap produk dalam negeri maupun impor yang beredar di pasaran harus diterapkan denganpengawasan yang ketat. Penerapan SNI akan mencegah peredaran barang murah, tetapi berkualitas rendah.Bukan rahasia lagi, produk impor yang dipastikan akan lebih membanjiri pasar dalam negeri menjadi malapetaka bagi para pelaku usaha. Penerapan safeguard berupa instrumen pengenaan bea masuk tambahan yang ditetapkan jika pasar dalam negeri dibanjiri produk impor sehingga industri dalam negeri mengalami kerugian, harus direalisasikan lebih cepat. Instrumen ini juga mencegah penyelundupan yang bisa terjadi akibat pengawasan yang lemah. Safeguard adalah salah satu instrumen penting dari lima instrumen lainnya (SNI, antidumping, antisubsidi, dan technical barriers totrade). Ketiga, instrumen antisipasi yang tak kalah penting meski seharusnya lebih didahulukan adalah penyusunan aturan hukum yang bisa melindungi produksi nasional Indonesia. Mengingat dampak sistemik yang akan ditimbulkan oleh perjanjian ini,

PROSIDING

Seminar Nasional dan Call for Papers “Tantangan Pengembangan Ilmu Akuntansi, Inklusi Keuangan, dan Kontribusinya Terhadap Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan”

39 sepatutnya terlebih dahulu melalui

berbagai arena konsultasi di ranah publik. Sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar dan wilayah terluas di ASEAN, seharusnya Indonesia menjadi pemimpin dalam setiap perjanjian kerja sama. Berperan sebagai subjek yang aktif, menentukan isi dan aturan main serta menyiapkan instrumen yang lebih baik dalam menyikapi berbagai kemungkinan dan ancaman dari pemberlakuan ACFTA. Globalisasi telah menghadirkan ancaman yang tidak semata berwajah fisik. Pemiskinan kedaulatan sangat nyata dalam serbuan produk, barang dan jasa impor yang lambat laun melemahkan kekuatan ekonomi bangsa.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil perhitungan dan observasi mulai dari triwulan 1 tahun 2005 sampai triwulan 4 tahun 2014 serta pembahasan yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya, maka dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

a.

Pada dasarnya, kedua negara yang menjadi obyek kajian ini yaitu Indonesia maupun China sama- sama mendapatkan manfaat dari pemberlakuan ACFTA. Namun dalam konteks hubungan perdagangan barang kedua negara,

China lebih dapat

mengoptimalkannya sehingga manfaat yang diterima dapat jauh lebih besar dibandingkan manfaat yang diterima Indonesia.

b.

Variabel independen Real Exchange Rate dan GDP_IND secara signifikan berpengaruh positif terhadap neraca perdagangan Indonesia. Peningkatan RER dan GDP_IND akan secara langsung meningkatkan neraca perdagangan.

c.

Variabel independen Foreign Direct Investment, TAX_ACFTA dan GDP_CHN tidak mempunyai

pengaruh yang signifikan terhadap neraca perdagangan Indonesia.

d.

Pemberlakuan

ACFTA

membuka pasar yang semakin