BAB II KAJIAN TEORI
A. Tinjauan Teoritik
7. Implikasi Pembelajaran Tematik
Trianto (2010: 117-142) menyebutkan bahwa penerapan pembelajaran tematik
memiliki implikasi yang disadari oleh semua pihak. Implikasi tersebut diibaratkan
sebuah pedang bermata dua, di satu sisi dapat memberikan keuntungan tetapi di
sisi lain dapat memberikan konsekuensi-konsekuensi yang harus dihadapi oleh
penanggungjawab pendidikan. Implikasi tersebut adalah:
a. Eksistensi Guru dan Peserta Didik
1) Eksistensi Guru
Pembelajaran tematik merupakan gabungan dari berbagai bidang studi atau
mata pelajaran yang dalam pelaksanaannya tidak lagi terpisah-pisah melainkan
menjadi satu kesatuan (holistic) dan keterpaduan (integralistic). Depdiknas (dalam Trianto, 2010: 118) menjelaskan bahwa pembelajaran tematik menuntut
guru yang kreatif entah dalam hal menyiapkan pengalaman belajar siswa maupun
dalam memilih kompetensi dari berbagai mata pelajaran serta mengemas sebuah
pembelajaran menjadi menarik dan menyenangkan bagi siswa. Sehingga dalam
pembelajaran tematik ini, beban guru lebih berat dibandingkan dengan
pembelajaran konvensional.
Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah pada umumnya guru-guru di
sekolah dasar merupakan guru-guru disiplin ilmu atau guru mata pelajaran. Guru
mata pelajaran akan sulit beradaptasi dengan pengintegrasian beberapa bidang
studi sebab mereka hanya memiliki latar belakang satu bidang ilmu saja sehingga
tidak optimal pada bidang ilmu yang lain. Pembelajaran tematik menimbulkan
guru-guru yang tergabung dalam bidang ilmu yang serumpun sementara
kewajiban jam pelajaran minimal 24 jam khususnya untuk standar guru
bersertifikat pendidik (Trianto, 2010: 118).
Pemenuhan jam pelajaran yang ditentukan dan efektivitas materi,
pembelajaran dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu (1) team teaching dan (2) guru tunggal. Trianto (2010: 119) menyebutkan bahwa pembelajaran tematik
dapat diajarkan dengan membentuk tim guru. Pembelajaran dilakukan oleh lebih
dari seorang guru. Setiap guru memiliki tugas masing-masing sesuai dengan
bidang keahlian dan kesepakatan. Team teaching ini memiliki kelebihan antara lain kompetensi dasar pada setiap topik pembelajaran dapat tercapai dengan
efektif. Setiap tim terdiri atas beberapa ahli dalam setiap bidang kajiannya,
pemahaman dan pengalaman belajar yang didapat oleh siswa akan lebih banyak
dibandingkan apabila dilakukan oleh seorang guru. Satu tim dapat
mengungkapkan berbagai konsep dan pengalaman serta siswa akan lebih cepat
dalam memahami materi sebab diskusi akan didampingi oleh narasumber dari
berbagai disiplin ilmu.
Team teaching juga memiliki kekurangan, diantaranya jika kurang terkoordinasi dengan baik maka setiap guru dalam tim akan mengandalkan guru
lain sehingga kemungkinan kompetensi dasar yang ditentukan tidak dapat tercapai
(Trianto, 2010: 119). Apabila persiapan yang dilakukan oleh tim belum baik dan
matang maka pada saat pelaksanaan pembelajaran tidak akan berjalan lancar
karena tidak berjalan sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah
kelas. Ada baiknya jika dilakukan simulasi terlebih dahulu untuk menghindari
kemungkinan buruk terjadi. Koordinasi yang baik pun sangat dibutuhkan dalam
sistem team teaching ini.
Cara selanjutnya, (2) guru tunggal. Pembelajaran dengan guru tunggal
merupakan hal ideal untuk dilakukan, namun perlu ditinjau ulang untuk
dilaksanakannya sebuah pembelajaran tematik. Trianto (2010: 120)
mengungkapkan kelebihan dengan guru tunggal adalah suatu bidang ilmu
merupakan satu mata pelajaran atau bidang studi. Kelebihan selanjutnya adalah
guru dapat menyusun sebuah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sesuai
dengan topik yang akan dikembangkan tanpa konsultasi dengan guru lain. Guru
dapat dengan bebas mengekspresikan topik pembelajaran ke dalam RPP. Sikap
saling mengandalkan pun tidak akan muncul sebab tanggungjawab pembelajaran
ditanggung oleh seorang guru saja.
Trianto (2010: 121) mengungkapkan bahwa teknik guru tunggal juga memiliki
kekurangan. Kekurangan tersebut adalah guru-guru yang berlatarbelakang guru
disiplin ilmu akan kesulitan dalam menggabungkan mata pelajaran dalam
pembelajaran tematik sebab mata pelajaran dalam pembelajaran tematik
merupakan hal yang baru. Seorang guru yang mempunyai latar belakang guru
disiplin ilmu atau mata pelajaran tentu tidak menguasai secara detail mata
pelajaran yang lain sehingga pembelajaran cenderung didominasi satu mata
pelajaran saja. Standar kompetensi dan kompetensi dasar tidak akan tercapai
apabila pembelajaran dilaksanakan tidak menggunakan metode yang inovatif
2) Peserta Didik
UU No. 20 tahun 2003 menyebutkan bahwa peserta didik adalah “anggota
masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses
pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu”.
Majid (2014: 189) menyebutkan bahwa peserta didik atau siswa sebagai subjek
dalam pembelajaran tematik hendaknya dapat dikondisikan dengan baik sehingga
siswa siap mengikuti proses pembelajaran yang dalam pelaksanaannya siswa
diminta untuk bekerja. Siswa bekerja secara individu, pasangan, kelompok kecil,
atau klasikal. Siswa hendaknya siap mengikuti proses pembelajaran yang
bervariasi misalnya dengan diskusi kelompok, mengadakan penelitian sederhana,
dan pemecahan masalah. Proses pembelajaran dalam pembelajaran tematik
menempatkan siswa sebagai subjek sehingga siswa dapat dengan aktif
menemukan konsep dari materi yang sedang dipelajari secara mandiri.
b. Analisis Kebutuhan Bahan Ajar, Sarana Prasarana Penunjang, dan Sumber
Belajar serta Media
Trianto (2010: 122-131) menguraikan tentang bahan ajar, sarana prasarana
penunjang, sumber belajar, dan media. Proses penemuan dan penggalian konsep
dan prinsip akan berhasil apabila terdapat bahan ajar, sarana prasarana, sumber
belajar serta media pembelajaran yang mendukung proses tersebut. Pembelajaran
tematik menekankan pada keaktifan peserta didik baik secara berkelompok
maupun individu dalam menemukan dan menggali konsep serta prinsip-prinsip
Bahan ajar memiliki peran penting dalam pembelajaran tematik (Trianto,
2010: 122). Pembelajaran tematik merupakan perpaduan dari berbagai disiplin
ilmu maka memerlukan bahan ajar yang lebih lengkap dan komprehensif
dibandingkan pembelajaran konvensional lainnya. Bahan yang digunakan dapat
berbentuk buku sumber utama maupun buku penunjang lainnya. Semakin lengkap
bahan yang terkumpul maka semakin luas pula pengetahuan dan pemahaman guru
terhadap suatu materi pembelajaran sehingga kegiatan pembelajaran dapat
berlangsung dengan baik. Bahan yang sudah terkumpul kemudian dipilah,
dikelompokkan, dan disusun ke dalam indikator dari suatu kompetensi dasar.
Sarana dan prasarana yang menunjang, sama halnya dengan pembelajaran
konvensional lainnya, pembelajaran tematik pun memerlukan sarana dan
prasarana yang dapat mendukung berlangsungnya kegiatan pembelajaran. Sarana
dan prasarana dalam pembelajaran tematik mempunyai kekhasan tersendiri
dimana guru harus cermat dalam memilih media yang akan digunakan (Trianto,
2010: 123). Media yang baik tentu memiliki nilai guna sehingga dapat
dimanfaatkan oleh beberapa bidang studi yang terkait dan terpadu. Penggunaan
sarana pembelajaran dapat lebih efisien karena digunakan untuk pembelajaran
konsep yang dipadukan oleh tema.
Trianto (2010: 124) menyebutkan bahwa sumber belajar adalah segala sesuatu
yang ada di sekitar lingkungan belajar yang dapat digunakan untuk membantu
mengoptimalisasi hasil belajar. Optimalisasi hasil belajar tidak hanya dilihat dari
hasil belajar (output) tetapi dapat dilihat dari proses yang berupa interaksi siswa dengan berbagai sumber yang mendukung dalam kegiatan belajarnya. Sumber
belajar memiliki dua sifat yaitu sumber belajar yang didesain secara khusus untuk
keperluan pelaksanaan pembelajaran (by design) dan tersedia di lingkungan yang dapat dimanfaatkan (by utilization). Pemanfaatan sumber belajar dalam proses pembelajaran telah tercantum dalam kurikulum. Proses pembelajaran dapat
dikatakan efektif apabila di dalamnya menggunakan berbagai macam sumber
belajar.
Trianto (2010: 128) menyebutkan bahwa penggunaan media secara optimal
dalam pembelajaran tematik yang bervariasi dapat membantu siswa dalam
memahami konsep-konsep yang abstrak. Penggunaan media dalam pembelajaran
tematik dapat menjadikan guru yang kreatif karena guru disarankan dapat
mengemas materi pelajaran dengan menarik. Siswa juga dituntut untuk menjadi
aktif dalam pembelajaran dengan aktif menggunakan media pelajaran yang
disediakan oleh guru sehingga dapat memahami konsep-konsep yang diberikan
guru. Media pembelajaran merupakan jembatan atau sarana guru dalam
memberikan konsep-konsep yang abtrak sehingga dapat diterima dengan mudah
oleh siswa.
Majid (2014: 190) menyebutkan bahwa pembelajaran tematik menekankan
kepada siswa untuk aktif menemukan konsep dan prinsip secara holistik dan
otentik. Proses pelaksanaannya tentu memerlukan berbagai sarana dan prasarana
belajar. Siswa yang belajar dengan sarana dan prasaran lengkap, akan lebih
mudah dalam mencari konsep dan prinsip secara holistik dan otentik.
Pembelajaran tematik perlu memanfaatkan berbagai sumber belajar baik yang
maupun sumber yang tersedia di lingkungan yang dapat dimanfaatkan (by utilization). Media pembelajaran yang bervariasi perlu digunakan secara optimal agar dapat membantu siswa dalam memahami konsep-konsep yang abstrak.
Ketika siswa secara aktif mencari dan menemukan sendiri konsep yang dipelajari,
maka konsep tersebut akan lebih lama mengendap. Penggunaan media bervariasi
akan menarik perhatian siswa untuk belajar (Majid, 2014: 190).
Berdasarkan paparan dari kedua ahli, sarana, prasarana, sumber belajar, dan
media perlu digunakan dalam pelaksanaan pembelajaran tematik. Tujuannya agar
siswa terbantu dalam mencari dan menemukan konsep yang sedang dipelajari
secara mandiri. Guru hanya bertugas sebagai fasilitator dalam proses
pembelajaran.
c. Model Pengaturan Ruangan
Pengaturan ruangan perlu dilakukan agar dapat tercipta suasana belajar yang
kondusif. Trianto (2010: 132) menyebutkan ada enam pengaturan ruang yaitu
pengaturan ruang disesuaikan dengan tema yang dilaksanakan, susunan bangku
siswa dapat diubah-ubah berdasarkan kebutuhan pembelajaran, siswa tidak harus
selalu duduk di kursi namun juga dapat duduk beralas tikar atau karpet, kegiatan
pembelajaran hendaknya dapat bervariasi, dilakukan di dalam atau di luar kelas,
hasil karya siswa dapat dipajang pada dinding kelas, dan alat, sarana, dan sumber
belajar hendaknya dapat dikelola dengan baik sehingga siswa mudah
menggunakan dan menyimpannya kembali.
Pengaturan ruang yang pertama adalah pengaturan ruang disesuaikan dengan
pembelajaran dapat memudahkan siswa dalam proses pembentukan konsep
(Trianto, 2010: 132). Gambar-gambar atau benda yang berkaitan dengan tema hari
tertentu dapat ditampilkan atau dipajang di ruang kelas agar menarik perhatian
siswa untuk belajar.
Pengaturan ruang yang kedua adalah susunan bangku siswa dapat diubah-ubah
berdasarkan kebutuhan pembelajaran. Susunan bangku siswa bisa diubah-ubah
dengan tujuan agar siswa dapat dengan leluasa bergerak (Trianto, 2010: 132).
Susunan bangku juga dapat divariasi contohnya dengan menggunakan susunan
menyerupai huruf U.
Pengaturan ruang yang ketiga adalah siswa tidak harus selalu duduk di kursi
namun juga dapat duduk beralas tikar atau karpet (Trianto, 2010: 132). Kursi tidak
harus selalu digunakan untuk siswa duduk. Siswa dapat saja duduk dengan
menggunakan karpet sehingga bisa lebih dekat dengan teman-temannya.
Pengaturan ruang yang keempat adalah kegiatan pembelajaran hendaknya
dapat bervariasi, dilakukan di dalam atau di luar kelas (Trianto, 2010: 132). Guru
hendaknya dapat dengan kreatif mengemas kegiatan pembelajaran agar dapat
tercipta suasana yang kondusif untuk siswa belajar. Sesekali siswa dapat diajak
untuk melakukan kegiatan pembelajaran di luar kelas. Selain mendapatkan
suasana yang lebih segar, pembelajaran dapat berlangsung secara kontekstual.
Pengaturan ruang yang kelima adalah hasil karya siswa dapat dipajang pada
dinding kelas (Trianto, 2010: 132). Setiap mata pelajaran tentu memiliki tugas
di dinding kelas agar siswa dapat melihat hasil pekerjaan miliknya sendiri dan
milik teman-temannya.
Pengaturan ruang yang keenam adalah alat, sarana, dan sumber belajar
hendaknya dapat dikelola dengan baik sehingga siswa mudah menggunakan dan
menyimpannya kembali (Trianto, 2010: 132). Pengelolaan alat, sarana, dan
sumber belajar hendaknya dilakukan dengan baik. Siswa tidak akan kesulitan
dalam menggunakansumber belajar apabila telah dikelola dengan baik.
Majid (2014: 190-191) menyebutkan pengaturan ruang perlu dilakukan dalam
pelaksanaan pembelajaran tematik agar tercipta suasana belajar yang
menyenangkan. Pengaturan ruang tersebut meliputi penataan ruang perlu
disesuaikan dengan tema yang sedang dilaksanakan, susunan bangku siswa dapat
diubah sesuai dengan kebutuhan pembelajaran yang sedang berlangsung. Siswa
tidak melulu hanya duduk di kursi, bisa saja siswa duduk di tikar atau karpet.
Dinding kelas dapat dimanfaatkan untuk memajang hasil karya siswa dan dapat
juga digunakan sebagai sumber belajar. Alat, sarana, dan sumber belajar
hendaknya dikelola dengan baik sehingga memudahkan siswa untuk
menggunakan dan menyimpannya kembali.
d. Strategi Pemilihan Metode
Trianto (2010: 132) menyebutkan bahwa metode merupakan bentuk upaya
yang dilakukan guru dalam mengimplementasikan rencana yang telah disusun
agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal. Metode berfungsi sebagai
sarana untuk menyajikan, menguraikan, memberi contoh, dan member latihan
digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Trianto (2010: 133-142)
menguraikan ada enam metode pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru,
diantaranya (1) metode diskusi; (2) metode tanya jawab; (3) metode demonstrasi;
(4) metode ceramah plus; (5) metode percobaan; dan (6) metode simulasi.
Metode diskusi sebagai metode pembelajaran yang memiliki hubungan
dengan pemecahan masalah (problem solving). Metode ini sering juga disebut sebagai diskusi kelompok (group discussion) dan tesitasi bersama (socialized recitation). Metode diskusi diterapkan dalam proses pembelajaran bertujuan agar siswa dapat berpikir kritis. Siswa juga diberi kesempatan untuk mengekspresikan
pendapatnya dengan bebas (Trianto, 2010: 133). Setiap siswa yang telah mampu
mengekspresikan pendapatnya, siswa tentu juga akan berlatih untuk mengambil
satu jawaban untuk memecahkan suatu masalah.
Metode tanya jawab adalah metode pembelajaran yang dapat memungkinkan
terjadinya komunikasi langsung yang bersifat timbal balik sebab dalam waktu
yang sama terjadi dialog antara guru dan siswa (Trianto, 2010: 133). Tujuan
diterapkannya metode tanya jawab adalah sebagai tolok ukur sejauh mana materi
pelajaran telah dikuasai oleh siswa (Trianto, 2010: 134). Kemampuan setiap siswa
dalam menguasai materi tentu berbeda-beda. Guru dapat melakukan tanya jawab
untuk mengetahui kemampuan setiap siswa setelah mempelajari materi yang
diberikan oleh guru. Siswa dengan sendirinya akan mengajukan pertanyaan
tentang materi yang belum dipahaminya.
Metode demonstrasi merupakan metode yang menggunakan barang, kejadian,
Trianto, 2010: 134). Metode ini juga digunakan untuk menunjukkan cara kerja
suatu alat atau benda yang berkaitan dengan materi yang sedang dipelajari.
Manfaat dari diterapkannya metode demonstrasi adalah perhatian siswa dapat
lebih dipusatkan, proses belajar siswa lebih terarah, dan pengalaman sebagai hasil
belajar lebih melekat dalam diri siswa (Trianto, 2010: 135). Metode demonstrasi
ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencoba sendiri alat atau benda
yang berkaitan dengan materi yang sedang dipelajari. Pengalaman yang didapat
oleh siswa setelah melakukan demonstrasi tentu akan menjadi pengetahuan bagi
siswa.
Trianto (2010: 135) mendefinisikan metode ceramah plus sebagai metode
gabungan antara metode ceramah dengan metode lainnya. Trianto membagi
metode ceramah plus menjadi tiga yaitu metode ceramah plus tanya jawab dan
tugas, metode ceramah plus diskusi dan tugas, serta metode ceramah plus
demonstrasi dan latihan. Metode ceramah plus tanya jawab dan tugas merupakan
metode gabungan antara ceramah, tanya jawab, dan pemberian tugas. Metode ini
biasanya dilakukan dengan pemberian materi terlebih dahulu oleh guru, lalu
diadakan tanya jawab, kemudian pemberian tugas.
Metode ceramah plus yang kedua adalah metode ceramah plus diskusi dan
tugas (Trianto, 2010: 136). Metode ini hampir sama dengan metode ceramah plus
tanya jawab dan tugas, hanya berbeda dalam pengkombinasiannya. Metode ini
dilakukan dengan penjelasan materi dari guru, kemudian diadakan diskusi, lalu
terakhir pemberian tugas. Metode ceramah plus yang ketiga adalah metode
materi di awal, kemudian siswa memperagakan atau mendemontrasikan,
kemudian siswa diberi latihan (drill).
Djamarah (dalam Trianto, 2010: 137) mendefinisikan metode percobaan atau
metode eksperimen merupakan cara penyajian materi dimana siswa melakukan
percobaan dengan mengalami sendiri apa yang sedang dipelajari. Apabila siswa
mengalami sendiri proses belajarnya maka konsep yang diserap akan mengendap
lebih lama. Metode eksperimen diterapkan agar dapat membantu siswa dalam
memahami sebuah konsep. Siswa diharapkan mampu memiliki kemampuan untuk
menjelaskan, menyebutkan, memberikan contoh, dan menerapkan konsep terkait
dengan materi yang sedang dipelajari.
Trianto (2010: 139) menyebutkan bahwa metode simulasi merupakan metode
yang digunakan guru dalam menyajikan materi dengan menggunakan situasi
tiruan untuk memahami konsep, prinsip, atau keterampilan tertentu. Simulasi
dapat dijadikan metode dalam pembelajaran dengan asumsi bahwa tidak semua
proses pembelajaran dapat dilakukan secara langsung pada objek yang
sebenarnya. Ada lima jenis simulasi yaitu sosiodrama, psikodrama, role playing, peer teaching, dan simulasi game (Trianto, 2010: 140-141).
Majid (2014: 191) menjelaskan bahwa pelaksanaan pembelajaran tematik
memerlukan kegiatan yang bervariasi. Variasi kegiatan tentu dilaksanakan dengan
menggunakan berbagai metode pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa
dalam belajar. Metode pembelajaran yang digunakan hendaknya sesuai dengan
model pembelajaran yang dipilih dan sesuai dengan kompetensi dasar, indikator,
e. Penilaian
Majid (2014: 191-192) menambahkan satu implikasi pembelajaran tematik
yaitu implikasi terhadap penilaian. Penilaian dalam pembelajaran dilakukan untuk
memperoleh informasi secara berkala, berkesinambungan, dan menyeluruh
tentang proses dan hasil dari perkembangan siswa melalui kegiatan pembelajaran.
Penilaian bisa dilakukan dengan teknik tes dan nontes.
Teknik tes meliputi tes tertulis dan lisan, sedangkan teknik nontes meliputi tes
perbuatan, catatan harian perkembangan siswa (observasi), dan portofolio. Tes
tertulis digunakan untuk menilai kemampuan siswa berbentuk soal-soal yang
perlu dijawab oleh siswa. Penilaian teknik nontes diperoleh apabila guru
memberikan tugas atau portofolio (Majid, 2014: 192).
Pembelajaran tematik memiliki implikasi terhadap subjek atau objek di
dalamnya. Implikasi terhadap guru; siswa; sarana, prasarana, sumber belajar, dan
media; pengaturan ruangan; pemilihan metode; dan penilaian. Semua implikasi
tersebut bisa dijadikan sebagai pedoman oleh guru dalam melaksanakan
pembelajaran tematik di kelas. Apabila semua implikasi telah diperhatikan dan
dilaksanakan, maka pembelajaran tematik yang dilaksanakan akan berjalan
dengan baik.