• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat implementasi pembelajaran tematik oleh guru pengampu kelas bawah: sebuah survei bagi guru-guru Sekolah Dasar Negeri di Kota Yogyakarta - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Tingkat implementasi pembelajaran tematik oleh guru pengampu kelas bawah: sebuah survei bagi guru-guru Sekolah Dasar Negeri di Kota Yogyakarta - USD Repository"

Copied!
333
0
0

Teks penuh

(1)

TINGKAT IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN TEMATIK OLEH GURU PENGAMPU KELAS BAWAH: SEBUAH SURVEI BAGI GURU-GURU SEKOLAH DASAR NEGERI DI KOTA YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Disusun Oleh: Septyawati Ria Utami

101134139

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

i

TINGKAT IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN TEMATIK OLEH GURU PENGAMPU KELAS BAWAH: SEBUAH SURVEI BAGI GURU-GURU SEKOLAH DASAR NEGERI DI KOTA YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Disusun Oleh: Septyawati Ria Utami

101134139

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)
(5)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini peneliti persembahkan kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus yang selalu menyertai, memberkati, dan membimbing dalam hidupku.

2. Almamater tercinta, Universitas Sanata Dharma.

3. Ibu Catur Rismiati dan Ibu Andri Anugrahana yang menjadi pembimbing penyelesaian skripsi ini.

4. Ayahku Abdul Khabib yang selalu memberikan semangat dan doa, ibuku Surwanti yang telah menemani, menyemangati, dan mengingatkanku, terimakasih atas segala pengorbanan dan kasih sayang kalian untukku.

5. Adikku Yusak Dwi Kurniawan si troublemaker.

6. Surya Efrata yang selalu memberikan semangat, perhatian, serta bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Sahabat-sahabatku Yohana Nicoli Melina, Chrisna Murti Irawan, dan Karolina Rina Adventin yang selalu mendukung dan memberikan semangat. 8. Teman-teman payung, Deo, Aji, Anis, Sita, Tessa, Amel, dan Dian yang

membantu dan mendukung menyelesaikan skripsi ini bersama-sama.

9. Teman-teman Kelas A PGSD USD 2010 yang memberikan dukungan serta semangat.

(6)

v MOTTO

Do what you can, with what you have, where you are.

-Theodore Roosevelt-

Banyak kegagalan dalam hidup, mereka tidak menyadari

betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan

saat mereka menyerah.

(7)
(8)
(9)

viii ABSTRAK

TINGKAT IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN TEMATIK OLEH GURU PENGAMPU KELAS BAWAH: SEBUAH SURVEI BAGI GURU-GURU SEKOLAH DASAR NEGERI DI KOTA YOGYAKARTA

Oleh:

Septyawati Ria Utami NIM: 101134139

Sistem pendidikan nasional di Indonesia terus mengalami perubahan agar kualitas pendidikan semakin baik. Perubahan dalam sistem pendidikan di Indonesia terjadi pada penyempurnaan kurikulum. Kurikulum 2013 menjadi salah satu bukti dari penyempurnaan kurikulum. Proses pembelajaran dalam Kurikulum 2013 menggunakan pembelajaran tematik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) seberapa tinggi tingkat implementasi pembelajaran tematik oleh guru kelas bawah SD Negeri di Kota Yogyakarta, (2) perbedaan tingkat implementasi pembelajaran tematik oleh guru pengampu kelas bawah SD Negeri di Kota Yogyakarta ditinjau dari faktor latar belakang pendidikan guru, dan (3) perbedaan tingkat implementasi pembelajaran tematik oleh guru pengampu kelas bawah SD Negeri di Kota Yogyakarta ditinjau dari faktor status kepegawaian guru.

Penelitian ini termasuk jenis penelitian non eksperimental dengan cross sectional

desain melalui metode survei. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 328 guru pengampu kelas bawah sekolah dasar negeri di Kota Yogyakarta. Sampel yang digunakan berjumlah 175 guru. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purpossive random sampling. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) tingkat implementasi pembelajaran tematik oleh guru-guru pengampu kelas bawah sekolah dasar negeri di Kota Yogyakarta termasuk dalam kategori tinggi, 2) tidak ada perbedaan tingkat implementasi pembelajaran tematik oleh guru pengampu kelas bawah SD Negeri di Kota Yogyakarta ditinjau dari faktor latar belakang pendidikan guru (H(3) = 3,797) dan dengan = 0,284; dan 3) tidak ada perbedaan tingkat implementasi pembelajaran tematik oleh guru pengampu kelas bawah SD Negeri di Kota Yogyakarta ditinjau dari faktor status kepegawaian guru U = 2904,500, z = -1,400 dan dengan = 0, 162.

(10)

ix ABSTRACT

IMPLEMENTATION LEVEL OF THEMATIC INSTRUCTION BY LOWER GRADE TEACHERS: A SURVEY TO ELEMENTARY SCHOOL TEACHERS

IN YOGYAKARTA By:

Septyawati Ria Utami 101134139

The national education system in Indonesia has changing in order to get a good education quality. The changing of education system in Indonesia was completion of the curriculum. Curriculum 2013 was the evidence of the completion curriculum. The process in the class which apply the Curriculum 2013 was uses a thematic instructional. The purposes of the research were to (1) know the implementation level of thematic instruction by lower grade teachersof elementary schools in Yogyakarta, (2) know the differences of the implementation level of thematic instruction lower

grade teachers of elementary schools in Yogyakarta seen from the teachers’

educational background and (3) know the differences of the implementation level of thematic instruction by lower grade teachers of elementary schools in Yogyakarta

seen from teachers’ employment status.

This non-experimental research used cross sectional design in survey method. The population included 328 lower grade teachers of elementary schools in Yogyakarta. The sample used was 175 teachers. Sampling technique used in this research was purposive random sampling. The data collection used was questionnaire.

The results of the research showed that 1) the implementation level of thematic instruction lower grade teachers of elementary schools in Yogyakarta was moderate (M = 97,96 SD = 6,031); 2) the implementation level of the thematic instructional differed according to the teachers’ educational background (H(5)=3,797) and < 0,05 which = 0,284; 3) the implementation level of the thematic instructional was not differed according to the teachers’ employment status U = 2904,500, z = -1,400 and > 0,05 which = 0,162.

(11)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan atas segala berkat, rahmat, dan penyertaan-Nya

sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Tingkat Implementasi Pembelajaran Tematik oleh Guru Pengampu Kelas Bawah: Sebuah Survei bagi Guru-guru Sekolah Dasar Negeri di Kota Yogyakarta”.

Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan program studi S-1 PGSD Universitas Sanata Dharma serta dapat bermanfaat bagi semua pihak. Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak. Peneliti berterima kasih kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus yang telah membimbing dan memberkati segala usaha dalam penyelesaian skripsi ini.

2. Bapak Rohandi, Ph.D selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. 3. Romo G. Ari Nugrahanta, SJ., SS., BST., M.A selaku Ketua Program Studi S-1

PGSD Universitas Sanata Dharma.

4. Ibu E. Catur Rismiati, S.Pd., M.A., Ed.D selaku Wakil Program Studi S-1 PGSD Universitas Sanata Dharma dan dosen pembimbing I yang telah dengan sabar membimbing dan membantu dalam penyusunan skripsi ini.

5. Ibu Andri Anugrahana, S.Pd., M.Pd. selaku dosen pembimbing II yang telah membimbing dan membantu penyusunan skripsi ini.

6. Ibu Briggita Erlita Tri A, S.Psi., M.Psi selaku dosen penguji III yang telah bersedia menjadi dosen penguji untuk penelitian ini.

7. Semua dosen dan karyawan PGSD yang tidak dapat disebutkan satu per satu dan sudah banyak membantu.

8. Semua guru SD Negeri di Kota Yogyakarta yang telah bersedia membantu dalam pelaksanaan kegiatan penelitian.

9. Mbak Eti Astuti yang telah membantu serta memberikan dukungan.

(12)
(13)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

F. Definisi Operasional ... 8

BAB II KAJIAN TEORI ... 9

A. Tinjauan Teoritik ... 9

1. Reformasi Pendidikan secara Global ... 9

2. Reformasi Pendidikan di Indonesia ... 10

3. Reformasi Kurikulum di Indonesia ... 12

4. Kurikulum 2013 dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ... 25

5. Pembelajaran Terpadu ... 33

6. Pembelajaran Tematik ... 40

7. Implikasi Pembelajaran Tematik ... 46

8. Karakteristik Pembelajaran Tematik ... 58

9. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Reformasi ... 60

(14)

xiii

D. Populasi dan Sampel ... 73

E. Teknik Pengumpulan Data ... 74

F. Instrumen Penelitian ... 75

G. Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 80

a. Validitas ... 80

1. Validitas isi (content validity) ... 81

2. Validitas muka (face validity) ... 91

3. Validitas konstruk (construct validity) ... 93

b. Reliabilitas ... 96

H. Prosedur Analisis Data ... 98

1. Menentukan Hipotesis Statistik ... 98

2. Pengelolaan Data ... 100

3. Menganalisis Data Deskriptif ... 103

4. Menentukan Taraf Signifikansi ... 104

5. Menguji Asumsi Klasik ... 104

6. Uji Hipotesis ... 110

I. Jadwal Penelitian ... 116

BAB IV DESKRIPSI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 117

A. Deskripsi Penelitian ... 117

B. Tingkat Pengembalian Kuesioner ... 118

C. Hasil Penelitian ... 118

D. Pembahasan ... 143

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 149

A. Kesimpulan ... 149

B. Keterbatasan Penelitian ... 150

C. Saran ... 150

(15)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Keunggulan KBK dengan Kurikulum 1994 ... 17

Tabel 2.2 Perubahan Kurikulum di Indonesia ... 24

Tabel 2.3 Landasan Pengembangan Kurikulum 2013 ... 27

Tabel 2.4 Perbedaan Esensial Kurikulum SD ... 31

Tabel 2.5 Landasan Pembelajaran Tematik ... 41

Tabel 3.1 Penjabaran Skor Item Positif dan Negatif ... 76

Tabel 3.2 Sebaran Item Positif dan Item Negatif ... 77

Tabel 3.3 Indikator Kuesioner ... 79

Tabel 3.4 Kriteria Revisi Pernyataan ... 81

Tabel 3.5 Hasil Expert Judgement Indikator Kegiatan Pembelajaran yang Berpusat pada Siswa ... 82

Tabel 3.6 Hasil Expert Judgement Indikator Siswa Mengalami Pengalaman Langsung dalam Belajar ... 83

Tabel 3.7 Hasil Expert Judgement Indikator Pemisahan pada Setiap Mata Pelajaran tidak Begitu Jelas ... 85

Tabel 3.8 Hasil Expert Judgement Indikator Pembelajaran yang Menyajikan Konsep dari Satu Mata Pelajaran ... 86

Tabel 3.9 Hasil Expert Judgement Indikator Pembelajaran Bersifat Fleksibel ... 87

Tabel 3.10 Hasil Expert Judgement Indikator Hasil Pembelajaran yang sesuai dengan Minat dan Kebutuhan Siswa ... 89

Tabel 3.11 Hasil Expert Judgement Indikator Prinsip Belajar Sambil Bermain yang Menyenangkan bagi Siswa ... 90

Tabel 3.12 Hasil Validitas Muka ... 92

Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Daftar Distribusi ... 120

Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Kolmogorov S Latar Belakang Pendidikan Guru ... 121

Tabel 4.4 Uji Normalitas Shapiro Wilk ... 122

Tabel 4.5 Tabel Hasil Uji Homogenitas ... 132

Tabel 4.6 Hasil Uji Kruskal Wallis Faktor Demografi Latar Belakang Pendidikan Guru ... 134

Tabel 4.7 Hasil Uji Normalitas Kolmogorov Smirnov Tingkat Implementasi Pembelajaran Tematik dengan Status Kepegawaian ... 135

(16)

xv

Tabel 4.9 Tabel Hasil Uji Homogenitas ... 141 Tabel 4.10 Hasil Uji Mann Whitney Faktor Demografi

(17)

xvi

Gambar 3.5 Rumus Menghitung Panjang Kelas Interval ... 103

Gambar 3.6 Rumus Uji Normalitas Kolmogorov Smirnov ... 107

Gambar 3.7 Rumus Lavene’s Test ... 109

Gambar 3.8 Rumus Uji Kruskall Wallis ... 111

Gambar 3.9 Rumus Effect Size ... 112

Gambar 3.10 Rumus Koefisien Determinasi ... 113

Gambar 3.11 Rumus Mann Whitney ... 114

Gambar 4.1 Visualisasi P-P Plot Uji Normalitas Data Latar Belakang Pendidikan SPG ... 124

Gambar 4.2 Visualisasi Histogram Uji Normalitas Data Latar Belakang Pendidikan SPG ... 125

Gambar 4.3 Visualisasi P-P Plot Data Latar Belakang Pendidikan Sarjana non-PGSD ... 126

Gambar 4.4 Visualisasi Histogram Data Latar Belakang Pendidikan Sarjana non-PGSD ... 127

Gambar 4.5 Visualisasi P-P Plot Uji Normalitas Data Latar Belakang Pendidikan Sarjana D2 PGSD ... 128

Gambar 4.6 Visualisasi Histogram Uji Normalitas Data Latar Belakang Pendidikan Sarjana D2 PGSD ... 129

Gambar 4.7 Visualisasi P-P Plot Uji Normalitas Data Latar Belakang Pendidikan Sarjana PGSD ... 130

Gambar 4.8 Visualisasi Histogram Uji Normalitas Data Latar Belakang Pendidikan Sarjana PGSD ... 131

Gambar 4.9 Visualisasi P-P Plot Uji Normalitas Status Pegawai tidak Tetap Yayasan ... 137

Gambar 4.10 Visualisasi Histogram Uji Normalitas Data Status Pegawai tidak Tetap Yayasan ... 138

Gambar 4.11 Visualisasi P-P Plot Uji Normalitas Data Status Pegawai Negeri ... 139

(18)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Ijin Penelitian dan Surat Telah Melakukan Penelitian ... 155

Lampiran 2 Expert Judgement ... 159

Lampiran 3 Validitas Muka ... 245

Lampiran 4 Data Validitas ... 256

Lampiran 5 Hasil Validitas ... 258

Lampiran 6 Data Reliabilitas ... 259

Lampiran 7 Hasil Reliabilitas ... 261

Lampiran 8 Data Asli ... 263

Lampiran 9 Hasil Perhitungan Sturges ... 269

Lampiran 10 Hasil Uji Normalitas Latar Belakang Pendidikan ... 270

Lampiran 11 Hasil Uji Homogenitas Latar Belakang Pendidikan ... 287

Lampiran 12 Hasil Uji Kruskall Wallis Latar Belakang Pendidikan ... 288

Lampiran 13 Hasil Uji Normalitas Status Kepegawaian ... 289

Lampiran 14 Hasil Uji Homogenitas Status Kepegawaian ... 298

Lampiran 15 Hasil Uji Mann Whitney Status Kepegawaian ... 299

Lampiran 16 Tabel Krejcie ... 300

Lampiran 17 Tabel r ... 301

Lampiran 18 Kuesioner Penelitian Sebelum dan Sesudah direvisi ... 302

Lampiran 19 Contoh Kuesioner yang sudah diisi ... 308

Lampiran 20 Tabel Pengembalian Kuesioner ... 313

(19)

1 BAB I PENDAHULUAN

Bab I akan membahas enam bagian pendahuluan dari penelitian ini. Enam bagian tersebut yaitu latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, definisi operasional, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.

A. Latar Belakang Masalah

Dictionary of Psychology (dalam Syah, 2002: 11) memaknai pendidikan

sebagai “The institutional procedures which are employed in accomplishing the

development of knowledge, habits, attitudes, etc.” Pendidikan merupakan kegiatan yang bersifat kelembagaan dimana dalam kegiatan tersebut dapat menyempurnakan atau membentuk perkembangan individu dalam hal pengetahuan, kebiasaan, sikap, dan sebagainya. Pengetahuan, kebiasaan, dan sikap merupakan hal yang saling terkait dimana ketiganya saling melengkapi satu dengan yang lainnya. Setiap individu tentu akan mengalami perkembangan ataupun perubahan dalam pengetahuan, kebiasaan, atau sikapnya. Tidak hanya manusia saja yang mengalami perubahan dan perkembangan, suatu negara pun juga akan mengalami sebuah perubahan dan perkembangan. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, telah melakukan banyak perubahan atau reformasi, salah satunya dalam bidang pendidikan (Kemendiknas, 2010: 1).

(20)

kehidupan bangsa. Bangsa yang cerdas tidak ditinjau dari pengetahuan yang luas saja, namun juga ditinjau dari iman, taqwa, serta akhlak. Trianto (2012: 12) mengemukakan bahwa terdapat dua cara untuk mewujudkan tujuan sistem pendidikan nasional di Indonesia. Pertama, melalui implementasi pendidikan desentralisasi pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang tersebut mengalami perubahan menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah beserta dengan peraturan pelaksanaannya. Kedua, melalui penyempurnaan kurikulum dengan adanya pembaharuan kurikulum yang telah dilakukan berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dengan peraturan pelaksanaannya dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

(21)

berjalannya waktu, kurikulum 2006 juga mengalami penyempurnaan yaitu kurikulum 2013.

Mulyasa (2013: 163-164) menjelaskan bahwa melalui lahirnya Kurikulum 2013 diharapkan dapat menciptakan generasi penerus yang produktif, kreatif, dan inovatif karena kurikulum 2013 berbasis karakter dan kompetensi. Kurikulum 2013 diharapkan tidak hanya mengutamakan kognitif saja namun juga dapat membentuk karakter siswa melalui proses pembelajaran. Misalnya, dalam proses pembelajaran siswa diminta untuk bekerja kelompok, tentu saja kerjasama antar siswa dalam satu kelompok sangat dibutuhkan. Kemampuan setiap siswa tentu berbeda, oleh karena itu siswa yang merasa mempunyai pengetahuan lebih dapat berbagi pengetahuan yang ia miliki dengan teman dalam satu kelompok. Ketika siswa sudah dapat berkomunikasi dengan baik, maka siswa juga telah berhasil bersosialisasi. Kurikulum 2013 disajikan melalui pembelajaran tematik.

(22)

Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) (dalam Sudrajat, 2008: 6) menyebutkan bahwa pembelajaran tematik sesuai untuk siswa Sekolah Dasar (SD) sebab pembelajaran tematik menekankan adanya keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran di kelas sehingga diharapkan siswa mampu mendapatkan pengalaman langsung dan terlatih sejak dini memperoleh pengetahuan secara mandiri. Setelah mendapatkan pengalaman dan pengetahuan, siswa diharapkan mampu memahami konsep-konsep yang sedang dipelajari serta mampu mengaitkannya dengan konsep-konsep lain yang telah dipahaminya. Secara umum, Piaget (dalam Trianto, 2012: 70-71) menekankan bahwa pembelajaran haruslah bermakna dan berorientasi pada kebutuhan dan perkembangan anak. Pembelajaran tematik juga menekankan pada implementasi konsep belajar sambil melakukan sesuatu (learning by doing). Kebermaknaan belajar siswa dipengaruhi oleh cara guru mengemas dan merancang pengalaman belajar bagi siswa. Pengalaman belajar siswa yang mampu menunjukkan kaitannya dengan konsep-konsep yang sedang dipelajari akan menjadikan proses pembelajaran lebih efektif. Kaitan konsep-konsep tersebut akan membentuk sebuah skema pengetahuan sehingga pengetahuan yang diperoleh siswa dapat utuh dan bulat. Penerapan pembelajaran tematik diterapkan untuk siswa sekolah dasar karena sesuai dengan tahap perkembangan siswa yang melihat segala sesuatu sebagai satu kesatuan yang menyeluruh (holistik).

(23)

13% guru yang mampu menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran dengan baik (Depdiknas, 2008). Fullan (dalam Rismiati 2012) mengatakan bahwa terdapat dua masalah utama yang dihadapi oleh sekolah, salah satunya adalah fragmentasi dan beban berlebih. Fragmentasi yang dimaksud berupa ketidakpastian dan ketidakstabilan lingkungan sekolah. Sekolah juga memiliki tambahan tanggung jawab yaitu dalam perubahan-perubahan yang tidak diperlukan dalam kebijakan dan penerapan. Tambahan tanggung jawab tersebut menjadi beban lebih bagi sekolah. Peran guru sebagai pendidik tentu diharapkan mampu menyajikan pembelajaran yang baik dan efektif.

Pembelajaran yang baik dan efektif tentu tidak terlepas dari peran guru yang berkompeten. Depdiknas (2008) menyebutkan bahwa sebagian guru mengalami kesulitan dalam menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), selain itu guru masih kesulitan dalam menjabarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Guru juga masih mengalami kesulitan dalam proses penilaian. Selain itu, masih ada faktor-faktor yang sebaiknya perlu diperhatikan oleh pemerintah seperti usia, status kepegawaian, dukungan kepala sekolah, pengalaman mengajar, pengalaman menggunakan pembelajaran terpadu, jumlah jam training

pembelajaran terpadu, jumlah siswa, dan jumlah rekan guru yang menggunakan tematik.

(24)

tersebut yang mendasari penulis menyusun sebuah penelitian yang berjudul

“Implementasi Pembelajaran Tematik Oleh Guru Pengampu Kelas Bawah:

Sebuah Survei Bagi Guru-Guru Sekolah Dasar Negeri di Kota Yogyakarta”.

B. Batasan Masalah

Penelitian ini membatasi permasalahan pada guru sekolah dasar negeri pengampu kelas bawah di Kota Yogyakarta. Guru sekolah dasar pengampu kelas bawah menjadi fokus penelitian ini sebab guru pengampu kelas bawah telah menerapkan pembelajaran tematik sejak diberlakukannya Kurikulum 2006 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Selain guru sekolah dasar pengampu kelas bawah, penelitian ini hanya berfokus pada dua faktor demografi yang dapat mempengaruhi terjadinya reformasi. Kedua faktor tersebut adalah latar belakang pendidikan dan status kepegawaian.

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana tingkat implementasi pembelajaran tematik di kelas oleh guru pengampu kelas bawah SD Negeri di Kota Yogyakarta?

2. Apakah ada perbedaan tingkat implementasi pembelajaran tematik oleh guru pengampu kelas bawah SD Negeri di Kota Yogyakarta ditinjau dari faktor latar belakang pendidikan guru?

(25)

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini dirancang untuk mencapai tujuan sebagai berikut:

1. Mengetahui tingkat implementasi pembelajaran tematik oleh guru kelas bawah SD Negeri di Kota Yogyakarta.

2. Mengetahui perbedaan tingkat implementasi pembelajaran tematik oleh guru pengampu kelas bawah SD Negeri di Kota Yogyakarta ditinjau dari faktor latar belakang pendidikan guru.

3. Mengetahui perbedaan tingkat implementasi pembelajaran tematik oleh guru pengampu kelas bawah SD Negeri di Kota Yogyakarta ditinjau dari faktor status kepegawaian guru.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi calon guru sekolah dasar, penelitian ini diharapkan mampu memberikan

gambaran tentang sejauh mana implementasi pembelajaran tematik di sekolah-sekolah dasar. Sehingga ketika sudah benar-benar menjadi seorang guru, mampu menerapkan pembelajaran tematik dengan baik dan benar.

(26)

3. Bagi Program Studi PGSD, penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi bagi peneliti ilmiah atau mahasiswa yang akan meneliti tentang implementasi pembelajaran tematik oleh guru pengampu kelas bawah.

F. Definisi Operasional

Definisi operasional dalam penelitian ini adalah:

1. Pembelajaran tematik adalah salah satu model pembelajaran terpadu yang mengintegrasikankan beberapa mata pelajaran menjadi satu kesatuan dengan menggunakan tema-tema tertentu (disebut juga dengan pembelajaran tematik integratif).

2. Kurikulum adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan sekaligus menjadi pedoman dalam pelaksanaan pendidikan.

3. Demografi adalah faktor yang dapat mempengaruhi perilaku atau tingkah laku seseorang.

4. Reformasi adalah sebuah perubahan yang drastis sebagai bentuk perbaikan sesuatu yang telah ada sebelumnya.

5. Guru kelas bawah adalah seorang pendidik yang memiliki kemampuan untuk mengampu siswa di kelas 1, 2, dan 3 sekolah dasar.

6. Implementasi adalah pelaksanaan dari sebuah rencana yang telah disusun. 7. Survei adalah suatu cara pemgumpulan data dari sebagian populasi.

8. Latar belakang pendidikan adalah proses jangka panjang dimana seseorang mempelajari pengetahuan konseptual dan teoritis untuk tujuan umum.

(27)

9 BAB II KAJIAN TEORI

Bab II ini menguraikan kajian teori yang akan digunakan untuk memecahkan masalah dalam penelitian ini. Pembahasan tentang kajian teori ini terdiri dari empat bagian, yaitu tinjauan teoritik, hasil penelitian yang relevan, kerangka berpikir dan hipotesis.

A. Tinjauan Teoritik

1. Reformasi Pendidikan secara Global

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (Depdiknas, 2008: 1154) menyebutkan bahwa reformasi adalah perubahan drastis sebagai sebuah perbaikan (bidang sosial, politik, dan agama) dalam suatu masyarakat atau negara. Perbaikan dapat dilakukan dalam bidang sosial, politik, agama, dan tidak terkecuali dalam bidang pendidikan. Salah satu caranya dengan penyempurnaan kurikulum yang ada. Reformasi atau perbaikan dalam bidang pendidikan dilakukan oleh pemerintah dalam upaya menciptakan generasi penerus yang berkualitas.

(28)

Reformasi pendidikan merupakan hukum alam yang akan mencari jejak jalannya sendiri (Sanaky, 2009: 1). Pendidikan suatu wilayah dapat dikatakan dengan baik apabila wilayah tersebut mampu memenuhi persyaratan kualitas global. Era sekarang ini siapa saja yang tidak mampu memenuhi persyaratan kualitas global tersebut akan tersingkir dengan sendirinya. Abad 19-20 merupakan masa dimana terjadi persaingan global yang sangat ketat. Semua yang terlibat dalam persaingan tersebut harus berusaha dengan sebaik mungkin agar tidak tersingkir dan berusaha untuk menjadi pelopor dalam bidang pendidikan. Kesiapan mental sangat dibutuhkan dalam menghadapi persaingan global yang semakin ketat. Kesiapan mental tersebut ditunjukkan dengan tidak lagi menjadi manusia yang reaktif. Manusia reaktif yang dimaksud adalah seseorang hanya menunggu dan menghindari setiap persoalan yang ada, namun dalam persaingan global manusia dituntut untuk menjadi manusia yang pro-aktif. Manusia pro-aktif merupakan manusia yang memiliki toleransi dan inisiatif yang baik untuk melakukan suatu tindakan berkaitan dengan perubahan yang telah terjadi (Sanaky, 2009: 2).

2. Reformasi Pendidikan di Indonesia

(29)

(RPJM) dimana Kementrian Pendidikan Nasional 2010-2014 merupakan bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) tahun 2005-2025. Fokus dalam RPJP tersebut adalah meningkatkan kualitas layanan (Kemendiknas, 2010:1). Peningkatan kualitas layanan dilakukan dengan memperhatikan target yang harus dicapai dan harapan masyarakat yang berkaitan dengan pemanfaatan anggaran fungsi pendidikan.

Peningkatan mutu pendidikan diarahkan untuk meningkatan kualitas manusia Indonesia melalui olah batin, olah pikir, dan olah kinerja. Ketiga aspek tersebut diperlukan agar manusia memiliki daya saing dalam menghadapi tantangan global (Trianto, 2012: 3). Pendidikan nasional di Indonesia memiliki beberapa masalah dalam menghadapi tantangan global. Djohar (2006: 1-3) menguraikan masalah-masalah yang sedang dihadapi oleh pendidikan nasional Indonesia. Pertama,

adanya kapitalisme pendidikan. Pendidikan di Indonesia terjebak dalam pola pikir kapitalis dimana pendidikan hanya untuk orang berada saja. Pendidikan untuk rakyat kecil belum begitu diperhatikan. Kedua, terjadi diskriminasi pendidikan. Bentuk diskriminasi pendidikan sangat beragam, diantaranya melalui program akselerasi. Program akselerasi diperuntukkan hanya untuk siswa yang memiliki kemampuan kognitif yang baik, untuk siswa yang memiliki kemampuan kognitif kurang tentu saja sangat sulit untuk bisa masuk dalam program akselerasi. Ketiga,

(30)

pengetahuan secara mandiri. Setiap siswa tentu memiliki pertanyaan-pertanyaan berkaitan dengan materi yang diberikan, namun guru juga masih tekstual dimana pemecahan masalah dari pertanyaan siswa juga hanya berdasarkan teori yang ada. Sebenarnya pemecahan masalah tidak hanya melulu berdasarkan teori yang ada, siswa diajak untuk berdiskusi dan mengungkapkan pendapatnya sudah cukup membantu dalam membangun budaya belajar dan budaya ilmu. Keempat,

pendidikan di Indonesia masih bersifat sentralistik. MBS (Manajemen Berbasis Sekolah) yang telah dicanangkan belum dapat mengubah pendidikan di Indonesia yang masih bersifat sentralistik. Pembuatan kurikulum masih dilakukan di tingkat pusat saja. Kewenangan sekolah untuk mandiri belum terlaksana sepenuhnya. Pembelajaran juga masih belum mengangkat adanya keberagaman bangsa.

Munculnya masalah-masalah yang dihadapi pendidikan nasional Indonesia, pemerintah perlu melakukan upaya reformasi agar pendidikan di Indonesia memiliki kualitas yang semakin baik lagi. Caranya dengan memperbaiki kurikulum yang diterapkan. Kurikulum merupakan sarana yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan (Ladjid, 2005: 5).

3. Reformasi Kurikulum di Indonesia

(31)

masa orde baru, dan masa orde reformasi. Kurikulum pertama yang berlaku pada masa awal kemerdekaan Bangsa Indonesia adalah Rencana Pelajaran 1947. Rencana Pelajaran 1947 tersebut bersifat politis yang tidak lagi memandang dunia pendidikan masih menerapkan kurikulum yang dibuat oleh Belanda. Saat itu, situasi perpolitikan masih bergejolak dengan adanya perang di berbagai wilayah di Indonesia, maka Rencana Pelajaran 1947 baru diterapkan pada tahun 1950. Rencana Pelajaran 1947 juga sering disebut dengan kurikulum 1950.

Susunan dalam kurikulum 1950 sangat sederhana, hanya memuat dua hal pokok saja, yaitu daftar mata pelajaran beserta dengan alokasi waktunya dan garis-garis besar pengajarannya. Garis-garis besar pengajarannya pada saat itu menekankan pada cara guru mengajar dan cara siswa mempelajari sebuah materi. Rencana Pelajaran 1947 atau kurikulum 1950 lebih mengutamakan dalam hal pendidikan watak atau karakter, kesadaran bernegara dan bermasyarakat. Materi yang disajikan dalam Rencana Pelajaran 1947 atau kurikulum 1950 dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari, kesenian, dan pendidikan jasmani (Trianto, 2010: 55).

(32)

yang artinya bahwa materi pembelajaran pada tingkat bawah memiliki hubungan dengan kurikulum sekolah lanjutan (Trianto, 2010: 57).

Bidang studi atau mata pelajaran dalam kurikulum 1968 dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar yaitu pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Materi dalam bidang studi tersebut bersifat teoritis, tidak lagi menghubungkannya dengan permasalahan yang terjadi di lingkungan sekitar. Metode pembelajaran masih dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan psikologi (Trianto, 2010: 57).

Kurikulum 1968 kemudian mengalami perubahan menjadi kurikulum 1975 (Trianto, 2010: 57). Kurikulum 1975 lebih lengkap dibandingkan dengan kurikulum 1968. Dalam kurikulum 1975 terdapat tujuh unsur pokok yang disajikan dalam tiga buku. Tujuh unsur tersebut adalah struktur program kurikulum, GBPP (Garis Besar Pokok Pembelajaran), sistem penyajian, sistem penilaian, sistem bimbingan dan penyuluhan, pedoman supervisi, dan administrasi.

(33)

dari kurikulum 1975 ini adalah tidak sedikit guru yang menghabiskan waktunya untuk keperluan tugas administrasi dibandingkan dengan pendalaman materi yang akan diberikan kepada siswa (Trianto, 2010: 58).

Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0461/U/1983 menyebutkan bahwa kurikulum di Indonesia kembali mengalami perubahan (Trianto, 2010: 60). Kurikulum 1975 diperbaiki kemudian berganti nama menjadi kurikulum 1984. Kurikulum 1984 ini mengusung process skill approach selaras dengan tuntutan GBHN 1983 bahwa pendidikan harus mampu mencetak manusia yang kreatif, bermutu, dan efisien bekerja. Pencanangan kurikulum 1984 tidak semata-mata mengubah segala sesuatu yang ada pada kurikulum 1975 karena walaupun mengutamakan proses tetapi faktor tujuan tetap dianggap penting.

Kurikulum 1984, memposisikan siswa sebagai subjek belajar (Trianto, 2010: 60). Proses belajar lebih menekankan pada hal-hal yang bersifat mengamati, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Hal-hal tersebut yang disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). Apabila CBSA ini diaplikasikan dalam proses pembelajaran, maka CBSA akan menghasilkan Zone of Proximality Development (ZPD) yang berarti bahwa setiap manusia memiliki potensi yang berbeda-beda. Potensi tersebut akan dapat teraktualisasi melalui ketuntasan belajar tertentu. Terdapat daerah abu-abu (grey area) pada potensi dan aktualisasi. Tugas guru adalah menjadikan daerah abu-abu tersebut dapat teraktualisasi melalui belajar kelompok.

(34)

61). Perbedaan antara kurikulum 1994 dengan kurikulum sebelumnya terletak pada pelaksanaan pendidikan dasar sembilan tahun, menerapkan kurikulum muatan lokal, dan penyempurnaan tiga kemampuan dasar (membaca, menulis, dan berhitung). Lahirnya kurikulum 1994 bersamaan dengan lahirnya UU No. 2 tahun 1989 tentang pendidikan nasional. UU tersebut menjelaskan bahwa tujuan dari pendidikan nasional adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Berdasarkan struktur kurikulum, kurikulum 1994 berusaha menggabungkan kurikulum 1975 yang identik dengan pendekatan tujuannya dengan kurikulum 1984 yang identik dengan tujuan pendekatan proses.

Memasuki masa orde reformasi, kurikulum telah mengalami dua kali perubahan atau penyempurnaan. Trianto (2010: 62) memaparkan tentang dua kurikulum yang ada di masa orde reformasi, pertama kurikulum 2004 atau dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan kedua kurikulum 2006 atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum 2004 atau Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) lahir sebagai jawaban atas kritikan masyarakat terhadap kurikulum 1994 serta sesuai dengan perkembangan kebutuhan dan dunia kerja.

(35)

memahami, menguasai, dan menerapkan di dalam kehidupan mereka sehari-hari materi-materi yang telah mereka dapat di sekolah. KBK dinilai lebih baik daripada kurikulum 1994. Tabel 2.1 menjelaskan tentang keunggulan KBK dibandingkan kurikulum 1994.

Tabel 2.1

Keunggulan KBK dengan Kurikulum 1994

Subjek 1994 KBK

Utama Penguasaan materi Hasil dan kompetensi

Paradigma pembelajaran Versi UNESCO: belajar mengetahui, belajar untuk bertindak, belajar hidup bersama, dan belajar menjadi diri sendiri.

Silabus Silabus disamakan Silabus menjadi kewenangan guru. Jumlah jam pelajaran 40 jam per minggu 32 jam per minggu, tetapi jumlah mata

pelajaran belum dapat dikurangi. Metode pembelajaran Keterampilan proses PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif,

Efektif, dan Menyenangkan) dan CTL (Contextual Teaching learning) Sistem penilaian Memfokuskan pada aspek

kognitif

(36)

KBK memiliki empat komponen, diantaranya adalah Kurikulum dan Hasil Belajar (KHB), Penilaian Berbasis Kelas (PBK), Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), dan Pengelolaan Kurikulum Berbasis Sekolah (PKBS) (Trianto, 2010: 65). KHB berisi tentang perencanaan pengembangan kompetensi siswa yang akan dicapai secara keseluruhan. PBK adalah proses penilaian yang dilakukan secara seimbang di tiga ranah (kognitif, afektif, psikomotor) dengan menggunakan instrumen tes dan non tes. KBM diarahkan pada kegiatan siswa yang aktif, guru hanya sebagai motivator dan fasilitator saja. Pengelolaan Kurikulum Berbasis Sekolah (PKBS) berisi tentang berbagai pola pemberdayaan tenaga kependidikan dan sumber daya lain untuk meningkatkan kualitas hasil belajar.

Jalal (dalam Trianto, 2010: 66) menyebutkan bahwa kurikulum 2006 tidak mengubah KBK namun sebagai penegas dari KBK. Kurikulum 2006 merupakan penyempurnaan dari KBK yang telah diuji coba kelayakannya secara publik melalui beberapa sekolah. Kurikulum 2006 atau yang sering disebut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan pandangan baru dalam pengembangan kurikulum yang memberikan otonomi kepada satuan pendidikan dan pelibatan masyarakat dalam mengefektifkan proses belajar mengajar di sekolah.

(37)

beragam dan terpadu. Pengembangan KTSP memperhatikan keragaman karakteristik siswa. Tidak ada pembedaan mengenai SARA (Suku, Ras, dan Agama). Pengembangan kurikulum disusun secara terpadu dalam keterkaitan dan berkesinambungan; (3) tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. IPTEK dan seni berkembang secara dinamis. Kurikulum memberikan pengalaman kepada siswa untuk mengikuti dan memanfaatkan perkembangan IPTEK dan seni; (4) berkaitan dengan kebutuhan kehidupan. Pengembangan kurikulum dilakukan tidak hanya oleh guru dan kepala sekolah saja. Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan seluruh

stakeholders (masyarakat, komite sekolah, guru, dll) agar sesuai dengan kebutuhan hidup termasuk dalam kehidupan kemasyarakatan; (5) menyeluruh dan berkesinambungan. Isi dari kurikulum mencakup keseluruhan kompetensi bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran disajikan secara berkesinambungan antar semua jenjang pendidikan; (6) long life education. Proses pengembangan, pembudayaan, dan pemberdayaan siswa berlangsung sepanjang hayat. Lingkungan yang selalu berkembang menuntun untuk menjadi manusia yang seutuhnya; dan (7) seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah. Pengembangan kurikulum perlu memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah bisa saling mengisi sesuai dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika.

(38)

pendidikan kolonial Belanda dan Jepang. Rencana Pelajaran 1947 diterapkan di sekolah-sekolah pada tahun 1950. Rencana Pelajaran 1947 lebih mengutamakan pendidikan karakter daripada kemampuan akademik peserta didik. Pendidikan karakter tersebut berupa kesadaran bernegara dan bermasyarakat, materi pelajaran dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari, dan memiliki fokus terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.

Rencana Pelajaran 1947 mengalami penyempurnaan pada tahun 1952. Tahun 1952, lahirlah kurikulum baru yang diberi nama Rencana Pelajaran Terurai 1952 (Dikti, 2012: 71) menyebutkan bahwa yang menjadi ciri dari kurikulum 1952 ini adalah setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari. Mata pelajaran dalam Rencana Pelajaran Terurai 1952 diklasifikasikan menjadi lima, yaitu moral, kecerdasan, emosional, keterampilan, dan jasmaniah.

Dikti (2012: 73) menyebutkan bahwa setelah Rencana Pelajaran Terurai 1952 lahir kurikulum baru yang diberi nama Rencana Pendidikan 1964. Rencana Pendidikan 1964 mengusung konsep pembelajaran yang bersifat aktif, kreatif, dan produktif. Konsep pembelajaran tersebut membimbing siswa agar mampu memiliki kemampuan memecahkan masalah sendiri (problem solving). Rencana Pendidikan 1964 juga berfokus pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral.

(39)

raga, dan permainan sesuai dengan minat siswa. Rencana Pendidikan 1964 juga merupakan Separated Subject Curriculum yang memisahkan setiap mata pelajarannya. Mata pelajaran dipisahkan berdasarkan lima kelompok bidang studi (pancawardhana). Kelima bidang studi tersebut adalah moral, kecerdasan, emosional/artistik, keterampilan, dan jasmaniah.

Rencana Pendidikan 1964 mengalami penyempurnaan lagi yang diberi nama kurikulum 1968. Perubahan yang dilakukan adalah pada struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 bersifat Correlated Subject Curriculum yang berarti bahwa materi pada pendidikan tingkat dasar mempunyai korelasi dengan kurikulum di pendidikan tingkat lanjut. Mata pelajaran dalam kurikulum ini berjumlah 9 yang hanya memuat mata pelajaran pokok saja. Konten dari mata pelajaran tersebut bersifat teoritis, tidak lagi mengkaitkan dengan masalah faktual yang ada di sekitar (Dikti, 2012: 75).

(40)

Kurikulum 1975 kemudian mengalami penyempurnaan yang disebut sebagai kurikulum 1984. Dikti (2012: 90) menguraikan secara umum tentang dasar perubahan kurikulum 1975 menjadi kurikulum 1984 sebagai berikut, beberapa unsur GBHN 1983 yang belum tertuang dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah, ada ketidakserasian antara materi kurikulum dengan kemampuan siswa, ada kesenjangan antara program kurikulum dan pelaksanaannya di sekolah, konten kurikulum yang padat dan harus diajarkan ke setiap jenjang pendidikan. Kurikulum 1984 merupakan perbaikan dari kurikulum 1975. Ciri-ciri dari kurikulum 1984 adalah berorientasi pada tujuan instruksional, pendekatan pengajaran berpusat pada siswa melalui Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), materi pelajaran diberikan dengan menggunakan pendekatan spiral (semakin tinggi kelas dan jenjang sekolah, semakin dalam pula materi yang diberikan), pemberian konsep di awal pembelajaran, materi disajikan berdasarkan tingkat kesiapan dan kematangan siswa, dan menggunakan pendekatan keterampilan proses (Dikti, 2012: 91).

(41)

Kurikulum 2004 yang dikenal sebagai Kurikulum Berbasis Kompetensi dan merupakan penyempurnaan dari kurikulum 1994. (Dikti, 2012: 101) menyebutkan bahwa kurikulum 2004 ini lahir sebagai tuntutan reformasi. Kurikulum 2004 tidak lagi berfokus pada proses belajar namun yang terpenting adalah siswa mampu mencapai kompetensi yang diharapkan. Kompetensi dapat meliputi beberapa aspek, diantaranya knowledge (pengetahuan), understanding (pemahaman), skill

(keterampilan), value (penilaian), attitude (sikap), dan interest (minat). Apabila siswa mampu mengembangkan aspek dalam kompetensi tersebut, maka siswa diharapkan mampu mengkaitkan permasalahan yang ada di sekitar dengan materi yang diterimanya.

Kurikulum 2004 belum sepenuhnya mampu mengubah sistem pendidikan nasional di Indonesia. Upaya penyempurnaan terus dilakukan oleh pemerintah, penyempurnaan kurikulum selanjutnya disebut kurikulum 2006 atau sering disebut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dikti (2012: 109) menguraikan bahwa penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah berpedoman pada panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Kurikulum 2006 dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi atau karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan peserta didik.

(42)

penyempurnaan agar kualitas pendidikan di Indonesia semakin baik. Tabel 2.2 mendeskripsikan secara singkat tentang perubahan kurikulum di Indonesia.

Tabel 2.2

Perubahan Kurikulum di Indonesia

Tahun Nama Kurikulum Ide pokok

1947 Rencana Pembelajaran 1947

Rencana Pembelajaran 1947 memuat dua hal pokok, yaitu daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, serta garis-garis besar pengajarannya. Garis-garis besar pengajaran menekankan pada cara guru mengajar dan murid memahami materi.

Orde Baru

1968

Kurikulum 1968 Pendidikan pada masa ini lebih ditekankan untuk membentuk manusia Pancasila sejati.

1975 Kurikulum 1975 Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan agar pendidikan lebih efektif dan efisien. Kurikulum 1975 mempertegas tujuan pembelajaran setiap mata pelajaran.

1984 Kurikulum 1984 Kurikulum 1984 memposisikan siswa sebagai subjek belajar dari hal-hal yang bersifat mengamati,

mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan, menjadi bagian penting proses belajar mengajar. Proses inilah yang disebut konsep Cara Belajar Siswa Aktif.

1994 Kurikulum 1994 Kurikulum 1994 menggunakan pendekatan proses. Kurikulum ini memasukkan muatan lokal yang berfungsi untuk mengembangkan kemampuan siswa berdasarkan kebutuhan daerahnya.

Orde Reformasi

2004

Kurikulum 2004 Kurikulum ini menekankan kepada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performansi tertentu sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik.

2006 Kurikulum 2006 Kurikulum 2006 memiliki strategi untuk mewujudkan sekolah yang efektif, produktif, dan berprestasi. Model pembelajaran yang digunakan yaitu model

pembelajaran tematik dan model pendekatan mata pelajaran.

(43)

lagi dalam Kurikulum 1975. Kurikulum 1984 memposisikan siswa sebagai subjek belajar yang kemudian dikenal dengan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). Mata pelajaran muatan lokal yang belum ada sebelumnya kemudian dimasukkan dalam kurikulum 1994. Kurikulum 2004 lebih menekankan pada kompetensi yang dimiliki oleh siswa. Kurikulum 2006 bertujuan agar dapat mewujudkan sekolah yang efektif, produktif, dan berprestasi. Setiap kurikulum memiliki kekhasan masing-masing. Terjadinya perubahan kurikulum tidak semata-mata karena kurikulum sebelumnya buruk tetapi sebagai pelengkap dari kurikulum sebelumnya.

4. Kurikulum 2013 dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Kurikulum hendaknya bersifat dinamis serta mampu melakukan perubahan dan pengembangan agar dapat mengikuti perkembangan zaman. Perubahan dan perkembangan kurikulum dilaksanakan tentu dibekali visi dan misi yang baik agar jelas akan dibawa kemana sistem pendidikan nasional dengan kurikulum tersebut. Lahirlah sebuah kurikulum baru yakni kurikulum 2013 sebagai jawabannya. Sebuah hal yang baru tentu juga memiliki keunggulan-keunggulan dibandingkan dengan sesuatu yang pernah ada sebelumnya (Mulyasa, 2013: 59).

(44)

dimiliki masing-masing siswa. Kurikulum 2013 memposisikan siswa sebagai subjek belajar yang secara aktif menggali dan mengalami proses belajar bukan karena transfer pengetahuan. Kedua, kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang berbasis karakter dan kompetensi dimana ke dua hal tersebut mendasari pengembangan kemampuan-kemampuan lain. Kemampuan yang berkembang tidak hanya kemampuan dalam bidang akademik saja namun juga kemampuan bersosialisasi siswa dapat berkembang. Ketiga, ada bidang studi atau mata pelajaran tertentu yang lebih tepat menggunakan pendekatan kompetensi terutama yang berkaitan dengan keterampilan. Jadi, dari ketiga keunggulan Kurikulum 2013 tersebut mengembangkan kemampuan siswa tidak hanya dalam bidang akademik namun juga dalam bersosialisasi dengan masyarakat.

(45)

Tabel 2.3

Landasan Pengembangan Kurikulum 2013

Landasan Filosofis Landasan Yuridis Landasan Konseptual a. Filosofis Pancasila yang

memberikan berbagai prinsip dasar dalam pembangunan pendidikan.

b. Filosofi pendidikan yang berbasis pada nilai-nilai luhur, nilai akademik, kebutuhan peserta didik, dan masyarakat.

a. Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2010-2014 Sektor Pendidikan, tentang perubahan metodologi pembelajaran dan penataan kurikulum.

b. Peraturan Pemerintah (PP) No. 19 Tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan.

c. Instruktur Presiden (INPRES) No. 1 Tahun 2010, tentang percepatan pelaksanaan prioritas pembangunan nasional, penyempurnaan kurikulum dan metode pembelajaran aktif berdasarkan nilai-nilai budaya bangsa untuk membentuk daya saing dan karakter bangsa.

a. Relevansi pendidikan (link and match).

b. Kurikulum berbasis kompetensi dan karakter.

c. Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning).

d. Pembelajaran aktif (Student Active Learning).

e. Penilaian yang valid, utuh, dan menyeluruh.

Pengembangan kurikulum 2013 dilakukan berdasarkan landasan seperti tabel 2.3. Landasan-landasan yang digunakan tidak hanya bersumber pada peraturan dari pemerintah saja namun juga bersumber pada nilai-nilai luhur yang berlaku di masyarakat serta berlandaskan pada teori-teori dalam bidang pendidikan (Mulyasa, 2010: 65). Ketiga landasan dalam tabel 2.2 mendasari lahirnya reformasi dalam bidang pendidikan khususnya dalam penyempurnaan kurikulum.

(46)

Kurikulum 2006 merupakan penyempurnaan dari kurikulum 2004. Penyempurnaan tersebut mengacu pada UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Trianto (2012: 12) menyebutkan bahwa isu pokok dalam mewujudkan Sistem Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter. Pembentukan karakter tersebut bertujuan agar potensi siswa dapat berkembang. Tujuan lainnya adalah membantu dalam proses menjadi manusia yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan mandiri.

Pembentukan karakter dibutuhkan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan seiring dengan adanya perkembangan dan perubahan di masyarakat (Trianto, 2012: 11). Perkembangan dan perubahan secara terus menerus juga menuntut perlunya perbaikan sistem pendidikan nasional termasuk penyempurnaan kurikulum. Penyempurnaan kurikulum 2006 dilakukan mengacu pada standar nasional dan tujuan pendidikan serta memperhatikan perbedaan potensi yang dimiliki siswa.

(47)

Pengembangan kurikulum berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dengan lingkungannya (Trianto, 2012: 21). Pengembangan kurikulum didasarkan pada prinsip bahwa siswa mempunyai posisi sentral untuk mengembangkan potensinya agar tujuan pendidikan yang menekankan pada pembentukan karakter. Pembentukan karakter diperlukan dalam mencapai tujuan pendidikan, maka pengembangan kemampuan siswa harus disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan.

Prinsip yang kedua adalah beragam dan terpadu (Trianto, 2012: 21). Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik siswa, kondisi daerah, jenjang pendidikan, dan jenis pendidikan. Pengembangan kurikulum dilakukan tanpa membedakan SARA (Suku, Ras, dan Agama) maupun status sosial dan gender.

Prinsip ketiga adalah tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (Trianto, 2012: 21). Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni sangat dinamis. Berdasarkan perkembangan tersebut, isi kurikulum hendaknya mendorong siswa untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

(48)

telah dilibatkan dalam pengembangan kurikulum, maka life skill (kecakapan hidup) siswa diperlukan sebab mereka nantinya juga akan hidup bermasyarakat.

Prinsip pengembangan kurikulum kelima adalah menyeluruh dan berkesinambungan (Trianto, 2012: 22). Konten kurikulum hendaknya mencakup keseluruhan kompetensi dalam bidang keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan. Konten kurikulum hendaknya juga disajikan secara berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.

Prinsip pengembangan kurikulum yang keenam adalah belajar sepanjang hayat (Trianto, 2012: 22). Kurikulum diarahkan pada proses pengembangan, pembudayaan, dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum merupakan cerminan dari unsur-unsur pendidikan formal, informal, dan nonformal dengan memperhatikan kondisi serta tuntutan lingkungan yang selalu berkembang agar menjadikan manusia seutuhnya.

Prinsip pengembangan kurikulum yang ketujuh adalah seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah (Trianto, 2012: 22). pengembangan kurikulum dilakukan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah hendaknya saling mengisi dan melengkapi agar tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai.

(49)

sebelumnya. Mulyasa (2013: 169) menguraikan beberapa perbedaan kurikulum 2013 dengan kurikulum 2006 seperti pada tabel 2.4.

Tabel 2.4

Perbedaan Esensial Kurikulum 2006 dengan Kurikulum 2013

Kurikulum 2006 Kurikulum 2013

Mata pelajaran tertentu hanya mendukung kompetensi tertentu.

Tiap mata pelajaran mendukung semua kompetensi (sikap, keterampilan, dan pengetahuan).

Mata pelajaran dirancang berdiri sendiri dan memiliki kompetensi dasar sendiri.

Mata pelajaran dirancang terkait satu dengan yang lain dan memiliki kompetensi dasar yang diikat oleh kompetensi inti di setiap kelas.

Bahasa Indonesia sejajar dengan mata pelajaran lain.

Bahasa Indonesia sebagai penarik mata pelajaran lain (sikap dan keterampilan berbahasa)

Tiap mata pelajaran disajikan dengan pendekatan yang berbeda.

Semua mata pelajaran disajikan menggunakan pendekatan yang sama (saintifik) melalui mengamati, menanya, mencoba, menalar, dan mendemonstrasikan.

Tiap jenis isi pembelajaran disajikan terpisah (separated curriculum).

Berbagai jenis isi pelajaran disajikan secara berkaitan dan terpadu satu sama lain (cross curriculum atau integrated curriculum).

Konten ilmu pengetahuan diintegrasikan dan dijadikan penggerak konten pembelajaran lainnya.

Tematik untuk kelas I sampai kelas III (belum integratif).

Tematik terintegratif untuk kelas I sampai kelas VI.

Tabel 2.4 menunjukkan bahwa ada beberapa hal yang berbeda dari kurikulum 2006 dengan kurikulum 2013. Kurikulum 2013 lebih menekankan pada aspek afektif dengan penilaian yang ditekankan pada nontes dan portofolio. Mata pelajaran satu dengan yang lainnya saling terkait kemudian disatukan menggunakan kompetensi inti. Pembelajaran dilakukan secara tematik terintegratif mulai dari kelas I sampai kelas VI.

Pembelajaran dalam kurikulum 2006 juga dilakukan secara tematik namun belum terintegratif. Pembelajaran tematik diterapkan hanya untuk kelas I sampai kelas III. Mata pelajaran satu dan lainnya masih terlihat berdiri sendiri, belum nampak keterkaitannya. Mata pelajaran juga hanya mendukung salah satu kompetensi saja.

(50)

a. Tematik-integratif

Pembelajaran tematik integratif sebelumnya hanya diterapkan untuk kelas bawah, di kelas atas mata pelajaran yang disajikan terkesan terpisah atau berdiri sendiri. Saat ini dalam implementasi kurikulum 2013, pembelajaran disajikan berdasarkan tema dimana satu mata pelajaran dengan yang lainnya saling berkaitan. Kesan bahwa mata pelajaran terpisah-pisah dan berdiri sendiri dapat berkurang karena dalam proses pembelajaran siswa mempelajari banyak materi. b. Delapan mata pelajaran

Terdapat 10 mata pelajaran yang diajarkan untuk tingkat sekolah dasar, diantaranya Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS, Seni Budaya dan Keterampilan, Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan, Muatan Lokal, dan Pengembangan Diri. Seiring dengan lahirnya Kurikulum 2013, ke-sepuluh mata pelajaran tersebut dipadatkan menjadi 8 mata pelajaran. Ke-delapan mata pelajaran tersebut adalah Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Matematika, Bahasa Indonesia, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, Seni Budaya, IPA, dan IPS.

c. Pramuka sebagai ekstrakurikuler wajib

(51)

d. Bahasa inggris hanya ekstrakurikuler

Penghapusan Bahasa Inggris dari kurikulum SD didasari kekhawatiran akan membebani siswa dan memprioritaskan terhadap penguasaan Bahasa Indonesia. Bahasa Inggris di SD kemudian dimasukkan ke dalam kegiatan ekstrakurikuler sama seperti Pramuka, PMR, dll.

e. Belajar di sekolah lebih lama

Pemadatan mata pelajaran dalam kurikulum 2013 bukan mengurangi jam belajar, namun membuat lama siswa belajar di sekolah. Pemadatan mata pelajaran dan pembelajaran tematik siswa tidak akan kerepotan membawa buku banyak, sebab dalam buku pelajaran kurikulum 2013 semua mata pelajaran dijadikan satu.

Perbedaan-perbedaan tersebut ada sebagai pelengkap kurikulum satu dengan yang lainnya. Tujuannya agar kualitas pendidikan nasional Indonesia semakin baik melalui penyempurnaan kurikulum. Pengembangan kurikulum 2013 adalah sebagai penyempurna kurikulum sebelumnya, namun juga tidak semata-mata kurikulum 2013 jauh lebih baik daripada kurikulum yang ada sebelumnya.

5. Pembelajaran Terpadu

(52)

Trianto (2010: 41) menyebutkan bahwa pembelajaran terpadu dengan model

webbed merupakan pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan tematik dimana pengembangan pendekatan tersebut dilakukan dengan menentukan tema terlebih dulu. Sebagaimana telah dijelaskan, pembelajaran tematik merupakan bagian dari pembelajaran terpadu yang menggunakan tema sebagai alat atau sarana untuk menggabungkan beberapa mata pelajaran dan menekankan pada keterlibatan siswa dalam proses belajar sehingga siswa mampu memperoleh pengalaman dan pengetahuan secara mandiri dan bermakna. Hakikatnya, pembelajaran terpadu merupakan model pembelajaran yang memungkinkan siswa baik secara individu maupun kelompok menggali informasi atau pengetahuan dari suatu mata pelajaran secara holistik dan autentik (Depdikbud, 1996: 3).

(53)

membuat sebuah jaring-jaring tema pembelajaran agar dapat dengan mudah memahami dan menyajikan materi (Trianto, 2010: 43).

Karli dan Margaretha (dalam Indrawati, 2009: 22) menyebutkan ada tiga ciri-ciri pembelajaran terpadu. Ciri yang pertama adalah holistik. Suatu hal yang menjadi pusat perhatian dalam pembelajaran terpadu yang dikaji dari beberapa bidang studi sekaligus untuk memahami suatu peristiwa dari segala sisi. Ciri pembelajaran terpadu yang kedua adalah bermakna. Konsep-konsep yang memiliki hubungan satu dengan yang lainnya akan memperkuat kebermaknaan konsep yang dipelajari sehingga siswa mampu menerapkan konsep yang diperoleh untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Ciri yang ketiga adalah aktif. pembelajaran terpadu menekankan bahwa siswa dapat secara aktif dalam mengikuti proses pembelajaran. Hal tersebut secara tidak langsung akan memotivasi siswa untuk belajar.

Fogarty (dalam Prastowo, 2013: 109) menyebutkan bahwa ada sepuluh model pembelajaran terpadu. Sepuluh model tersebut adalah fragmented, connected, nested, sequenced, shared, webbed, threaded, integrated, immersed, dan

networked. Sepuluh model pembelajaran terpadu memiliki karakteristik yang berbeda-beda.

(54)

adalah pada mata pelajaran bahasa Indonesia. Materi pelajaran tentang menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dapat dipadukan dalam materi pelajaran keterampilan berbahasa. Penyajian dari setiap materi dilakukan secara terpisah dan pada jam yang berbeda pula. Indrawati (2009: 19) menyebutkan bahwa model

fragmented memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya berupa terdapat kejelasan dan sudut pandang yang terpisah dalam suatu mata pelajaran. Kelemahannya adalah keterkaitan tidak jelas dan transfer pembelajaran yang dilakukan lebih sedikit.

Model pembelajaran terpadu yang kedua adalah model keterhubungan (connected). Prastowo (2013: 110) menjelaskan bahwa model keterhubungan berlandaskan pada butir-butir pembelajaran yang dipayungkan dengan induk mata pelajaran tertentu. Topik dalam suatu disiplin ilmu memiliki hubungan satu dengan yang lainnya. Indrawati (2009: 19) menyebutkan bahwa model connected

memiliki tiga kelebihan dan dua kelemahan. Ketiga kelebihan tersebut yaitu diantaranya konsep-konsep utama saling terkait. Kelebihan yang kedua adalah menekankan pada pengulangan (review) dan kelebihan yang ketiga adalah gagasan-gagasan digabungkan dalam suatu disiplin. Model keterhubungan juga memiliki dua kelemahan yaitu disiplin-disiplin ilmu yang tidak berkaitan dan isi dari pembelajaran tetap berfokus pada satu disiplin ilmu.

(55)

dicapai dalam satu mata pelajaran. Indrawati (2009: 19) menjelaskan bahwa model nested memiliki kelebihan dan kelemahan. berupa pemberian perhatian lebih pada berbagai mata pelajaran yang berbeda dalam waktu yang bersamaan sekaligus memperkaya dan memperluas pembelajaran. Kelemahan model sarang yaitu siswa menjadi bingung dalam memahami konsep-konsep utama dalam pembelajaran.

Model pembelajaran terpadu yang keempat adalah model urutan atau rangkaian (sequenced). Prastowo (2013: 111-112) menguraikan bahwa model urutan merupakan pemaduan topik-topik antarmata pelajaran yang berbeda secara paralel. Persamaan-persamaan dalam mata pelajaran yang berbeda diajarkan secara bersamaan. Indrawati (2009: 20) menguraikan bahwa model sequenced

memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan dari model urutan adalah dapat memfasilitasi pemberian materi pembelajaran melalui beberapa mata pelajaran. Kelemahannya adalah membutuhkan kolaborasi secara terus-menerus dan keluwesan yang tinggi.

(56)

Kelemahannya adalah membutuhkan waktu, keluwesan, komitmen, dan kompromi.

Model pembelajaran terpadu keenam adalah model jaring laba-laba (webbed). Prastowo (2013: 113) menyebutkan bahwa pemaduan mata pelajaran dilakukan dengan menggunakan pendekatan tematik. Pendekatan tematik dilakukan dengan menggunakan tema untuk mengikat kegiatan-kegiatan pembelajaran. Indrawati (2009: 20) menjelaskan bahwa model webbed memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan dari model jaring laba-laba adalah dapat memotivasi siswa dan membantu siswa dalam melihat keterkaitan antargagasan. Kelemahannya adalah tema yang digunakan hendaknya dipilih secara selektif agar menjadikan pembelajaran bermakna dan relevan dengan konten.

Model pembelajaran terpadu ketujuh adalah model galur (threaded). Prastowo (2013: 114) menjelaskan bahwa model galur merupakan model pemaduan bentuk keterampilan. Keterampilan sosial, berpikir, dan belajar direntangkan melalui berbagai disiplin ilmu. Indrawati (2009: 21) menjelaskan bahwa model threaded

memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan dari model galur ini adalah siswa mampu mempelajari cara mereka belajar dan memfasilitasi transfer pembelajaran selanjutnya. Kelemahannya adalah disiplin-disiplin ilmu yang terkait tetap terpisah satu sama lain.

(57)

yang saling tumpang tindih (overlapping), kemudian dicari keterampilan, konsep, dan sikap-sikap yang sama. Indrawati (2009: 21) menyebutkan bahwa model

integrated memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan dari model keterpaduan ini adalah mendorong siswa untuk melihat keterkaitan dan ketersalinghubungan diantara disiplin-disiplin ilmu. Kelemahan yang dimiliki model keterpaduan adalah model ini membutuhkan tim antarbidang studi yang memiliki perencanaan dan waktu pengajaran yang sama.

Model pembelajaran terpadu yang kesembilan adalah model celupan (immersed). Prastowo (2013: 115-116) menjelaskan bahwa model celupan dirancang untuk membantu siswa menyaring dan memadukan berbagai pengalaman dan pengetahuan kemudian dihubungkan dengan penerapannya. Tukar pengalaman dan pemanfaatan pengalaman sangat dibutuhkan dalam kegiatan pembelajaran yang menerapkan model celupan. Indrawati (2009: 21) menjelaskan bahwa model immersed memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan dari model celupan ini adalah keterpaduan berlangsung di dalam diri siswa itu sendiri. Kelemahannya adalah model ini dapat mempersempit fokus siswa.

(58)

konsep baru. Model jaringan juga memiliki kelemahan yaitu dapat memecah perhatian siswa dan upaya-upaya yang dilakukan menjadi tidak efektif.

Penjelasan kesepuluh model pembelajaran terpadu dapat menunjukkan bahwa setiap model pembelajaran memiliki kekurangan dan kelebihan. Model pembelajaran tertentu yang dapat diterapkan di sekolah dasar, seperti model jaring laba-laba (connected). Penggunaan tema dapat membantu guru dalam menciptakan pembelajaran yang bermakna bagi siswa.

6. Pembelajaran Tematik

a. Pengertian Pembelajaran Tematik

Depdiknas (2009: 6) menyebutkan bahwa pembelajaran tematik merupakan salah satu pembelajaran terpadu yang menggunakan tema sebagai alat untuk menggabungkan dan mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga pengetahuan yang diterima oleh siswa dapat menyeluruh. Penggabungan beberapa mata pelajaran yang dilakukan maka pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh siswa lebih bervariasi. Siswa dapat menemukan bahwa mata pelajaran satu memiliki hubungan dengan mata pelajaran yang lain.siswa dapat menemukan hubungan tersebut apabila siswa tersebut secara aktif menggali sendiri pengetahuannya sehingga materi dapat dipelajari secara mendalam dan bermakna.

Pembelajaran lebih bermakna merupakan salah satu tujuan dari pembelajaran tematik. Depdiknas (2009: 7) menyebutkan ada lima tujuan pembelajaran tematik, diantaranya:

“(1) memudahkan peserta didik untuk memusatkan perhatian pada suatu tema

(59)

didik dapat mempelajari berbagai macam mata pelajaran dan kompetensi

dasar yang disajikan dalam tema yang sama; (3) pemahaman materi dapat lebih mendalam dan bermakna; (4) kompetensi dasar dapat dikembangkan dengan baik karena mengaitkan mata pelajaran dengan pengalaman pribadi

siswa dan diikat dalam tema tertentu; dan (5) lebih hemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara tematik dapat dipersiapkan sekaligus dan

diberikan dalam dua atau tiga pertemuan kemudian siswa waktu yang masih

ada dapat digunakan untuk kegiatan remedial atau pengayaan.”

Setiap kurikulum tentu memiliki landasan diterapkannya kurikulum tersebut. Depdiknas (2009: 8) menyebutkan ada tiga landasan diterapkannya pembelajaran tematik. Landasan tersebut antara lain landasan filosofis, landasan psikologis, dan landasan yuridis. Penjelasan mengenai ketiga landasan tersebut ada pada tabel 2.5.

Tabel 2.5

Landasan Pembelajaran Tematik

Landasan Filosofis Landasan Psikologis Landasan Yuridis a. Progresivisme, aliran ini

memandang bahwa proses pembelajaran lebih ditekankan pada pembentukan kreativitas, pemberian sejumlah kegiatan, suasana yang alamiah, dan memperhatikan pengalaman siswa.

b. Konstruktivisme, kunci utama dalam pembelajaran adalah pengalaman langsung siswa. c. Humanisme, melihat siswa dari

keunikan/kekhasannya, potensi, dan motivasi yang dimilikinya.

a. Psikologi perkembangan, psikologi ini diperlukan untuk menentukan isi dari materi pembelajaran yang disajikan agar tingkat keluasan dan kedalamannya sesuai dengan tahap perkembangan siswa. b. Psikologi belajar, diperlukan

untuk mengetahui bagaimana suatu materi disajikan dan bagaimana siswa mempelajarinya.

a. UU No. 23 Tahun 2002 pasal 9 tentang perlindungan anak yang menyebutkan bahwa setiap anak berhak mendapatkan pendidikan dan pengajaran sesuai dengan bakat menyatakan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat minat dan kemampuannya.

Tabel 2.5 menunjukkan bahwa pembelajaran tematik memiliki tiga landasan.

Gambar

Tabel 4.9 Tabel Hasil Uji HomogenitasTabel 4.10   ...............................................................
Tabel 2.1 Keunggulan KBK dengan Kurikulum 1994
Gambar 2.1 Diagram Penelitian yang Relevan
Tabel 3.2 menunjukkan item positif dan item negatif dari lembar kuesioner
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Model Deteksi Netting Pada Permainan Bola Voli” telah dipublikasikan pada:.. Sebelas Maret

Parameter-parameter yang terlibat pada DELIVER request adalah Source Addre's , Destination Address, Protocol, type of Service, Data Length, Data (jika panjangnya &gt; 0), dan

Implementasi Kebijakan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 Implementasi Kebijakan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 Tentang Dana Perimbangan di Provinsi

(1) Objek Retribusi Terminal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf d adalah pelayanan penyediaan tempat parkir untuk kendaraan penumpang dan bis umum,

Tujuan melakukan uji t dalam peneltian ini adalah untuk menguji tingkat signifikansi pengaruh dari variabel-variabel bebas (independent variabel) yaitu variabel X 1

Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia; dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang

Guna memenuhi standar kompetensi dasar Widyaiswara sebagaimana dipersyaratkan dalam Peraturan Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian Nomor

Based on the concept, this paper proposes an alternative algorithm for improving Apriori algorithm in generating the association rule by utilizing fuzzy sets in the market