• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2 Dampak Pemekaran Terhadap Pembangunan Ekonomi .1 Pertumbuhan Struktur Ekonomi Wilayah .1 Pertumbuhan Struktur Ekonomi Wilayah

5.2.6 Indeks Pembangunan Manusia

Cara yang paling umum yang digunakan untuk mengukur tingkat pembangunan manusia adalah dengan menggunakan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang meliputi lamanya hidup (longevity), pengetahuan/tingkat pendidikan (knowledge) dan standar hidup (decent living).

Nilai IPM pada periode tahun 2004-2008 diperoleh bahwa di Kab. Polewali Mandar tahun 2004 sebesar 62,06 meningkat menjadi 65,91 pada tahun 2008 sedangkan di Kab. Mamasa tahun 2004 sebesar 66,21 meningkat menjadi 69,79 pada tahun 2008 (Tabel 12), jika dibandingkan nilai IPM diketahui bahwa tingkat pembangunan manusia di Kab. Mamasa lebih baik dibandingkan dengan Kab. Polewali Mandar, hal menunjukkan bahwa kinerja pemerintah daerah dalam meningkatkan pembangunan manusia di Kab. Mamasa lebih baik dibandingkan dengan Kab. Polewali Mandar.

Tabel 12 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Mamasa

Kabupaten Indeks Pembangunan Manusia (tahun) 2004 2005 2006 2007 2008 Polewali Mandar 62,06 63,28 63,87 64,77 65,91 Mamasa 66,21 67,48 68,72 69,16 69,79

Sumber: BPS Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Mamasa

Jika dilihat dari laju pertumbuhan IPM diketahui bahwa di Kab. Polewali Mandar pada periode tahun 2005-2008 berfluktuasi dimana pada tahun 2005 sebesar 1,97 persen menjadi 1,76 persen pada tahun 2008 sedangkan di Kab. Mamasa tidak jauh berbeda dimana laju pertumbuhan IPM berfluktuasi yakni pada tahun 2005 sebesar 1,92 persen menjadi 0,91 persen tahun 2008 (Gambar 12), jika dibandingkan laju pertumbuhannya diperoleh bahwa laju pertumbuhan IPM di Kab. Polewali Mandar dan Kab. Mamasa relatif sama.

Sumber Data: BPS Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Mamasa

Gambar 12 Laju Pertumbuhan IPM Kab. Polewali Mandar dan Kab. Mamasa Adapun indikator-indikator di dalam Indeks Pembangunan Manusia dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Angka Harapan Hidup

Angka harapan hidup merupakan cerminan dari ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan, sanitasi lingkungan, pengetahuan ibu tentang kesehatan, gaya hidup masyarakat, pemenuhan gizi ibu dan bayi, dan lain-lain, oleh karena itu angka harapan hidup dapat mewakili indikator lama hidup. Angka harapan hidup untuk Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Mamasa dapat terlihat pada Tabel 13. Kabupaten Mamasa memiliki angka harapan hidup pada tahun 2004 sebesar 66,21 meningkat menjadi 69,79 pada tahun 2008, dari hasil perbandingan dapat diketahui bahwa angka harapan hidup masyarakat hidup masyarakat Kabupaten Mamasa lebih baik dari pada masyarakat Kabupaten Polewali Mandar.

Tabel 13 Angka Harapan Hidup Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Mamasa

Kabupaten Angka Harapan Hidup (tahun)

2004 2005 2006 2007 2008 Polewali Mandar 63,40 63,50 63,90 64,18 64,44 Mamasa 70,50 70,50 70,70 70,78 70,94

Sumber: BPS Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Mamasa

0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 2005 2006 2007 2008 N il a i I P M ( p e rs e n )

Kab. Polewali Mandar Kab. Mamasa

b. Angka Melek Huruf

Angka melek huruf adalah proporsi penduduk usia 15 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis dalam huruf latin maupun huruf lainnya. Angka melek huruf Kabupaten Mamasa dan Kabupaten Polewali Mandar dapat dilihat pada Tabel 14. Angka melek huruf Kabupaten Mamasa pada tahun 2004 sebesar 80,60 dan mengalami peningkatan sebesar 84,62 pada tahun 2008, jika dibandingkan dengan angka melek huruf di Kabupaten Polewali Mandar pada tahun 2004 sebesar 80,80 meningkat menjadi 84,62. Terlihat pada tahun 2004 angka melek huruf di Kabupaten Polewali Mandar lebih tinggi tetapi dalam perkembangan pada tahun 2008 angka melek huruf Kabupaten Mamasa lebih tinggi dari Kabupaten Polewali Mandar.

Tabel 14 Angka Melek Huruf Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Mamasa

Kabupaten Angka Melek Huruf (tahun)

2004 2005 2006 2007 2008 Polewali Mandar 80,80 81,30 82,06 82,59 83,50 Mamasa 80,60 81,10 83,10 84,10 84,62

Sumber: BPS Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Mamasa

c. Rata-rata Lama Sekolah

Rata-rata lama sekolah adalah rata-rata jumlah tahun yang dihabiskan oleh penduduk berusia 15 tahun keatas untuk menempuh semua jenis pendidikan formal yang pernah dijalani. Nilai rata-rata lama sekolah di Kabupaten Mamasa dan Kabupaten Polewali Mandar dapat dilihat pada Tabel 15, terlihat bahwa rata-rata lama sekolah di Kabupaten Mamasa pada tahun 2004 sebesar 5,40 lebih tinggi dibandingkan Kabupaen Polewali Mandar sebesar 5,70 tetapi pada tahun 2008 rata-rata lama sekolah di Kabupaten Mamasa lebih rendah dengan rata-rata lama sekolah sebesar 6,38 sedangkan Kabupaten Polewali Mandar sebesar 6,81. Tabel 15 Rata-rata Lama Sekolah Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Mamasa

Kabupaten Rata-rata Lama Sekolah (tahun)

2004 2005 2006 2007 2008 Polewali Mandar 5,40 5,60 5,80 6,31 6,81

Mamasa 5,70 5,80 6,38 6,38 6,38

d. Pengeluaran Perkapita Riil

Pengeluaran perkapita riil merupakan gambaran pengeluaran untuk makanan dan bukan makanan. Terlihat pada Tabel 16 menunjukkan tingkat

pengeluaran perkapita riil Kabupaten Mamasa pada tahun 2004 sebesar 603.000 rupiah lebih rendah jika dibandingkan Kabupaten Polewali Mandar

sebesar 604.000 rupiah tetapi pada tahun 2008 tingkat pengeluaran perkapita riil Kabupaten Mamasa sebesar 629.190 rupiah lebih tinggi dibandingkan Kabupaten Polewali Mandar sebesar 624.770 rupiah ini menunjukkan bahwa daya beli masyarakat di Kabupaten Mamasa pada tahun 2008 lebih tinggi dibandingkan dengan Kabupaten Polewali Mandar.

Tabel 16. Pengeluaran Perkapita Riil Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Mamasa (ribu rupiah)

Kabupaten Pengeluaran Perkapita Riil

2004 2005 2006 2007 2008 Polewali Mandar 604,00 615,40 618,50 619,30 624,77 Mamasa 603,90 618,00 621,19 623,60 629,19

Sumber: BPS Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Mamasa

5.2.7 Analisis Regresi Peubah Dummy: Model Pengaruh Pemekaran

Wilayah Terhadap PDRB Non Migas

Dari hasil analisis regresi peubah dummy untuk pengaruh PAD, Belanja Langsung dan Jumlah Penduduk, interaksi PAD dengan dummy wilayah, interaksi belanja langsung dengan dummy wilayah serta interaksi Jumlah penduduk dengan dummy wilayah terhadap peningkatan PDRB Non Migas dengan dummy wilayah yakni daerah induk yakni Kab. Polewali Mandar (0) dan daerah otonom baru yakni Kab. Mamasa (1), dari persamaan regresi dengan peubah dummy diperoleh model Ln PDRB = 34,130 + 0,106 LnPAD + 0,104 LnBL + 0,128 LnJP – 0,005 LnPAD*Dummy – 0,005 LnBL*Dummy – 0,012 LnJP*Dummy – 0,138 Dummy.

1. Uji kesesuaian Model

Sebelum data tersebut diregresikan terlebih dahulu antara tiap peubah dikorelasikan untuk menghidari terjadinya korelasi yang sangat tinggi antar satu peubah, setelah antar peubah di kolerasikan ternyata diperoleh peubah yang punya korelasi yang tinggi yakni PAD dengan Jumlah Penduduk dan korelasi yang

tinggi antara Dummy wilayah dengan PAD serta Dummy wilayah dengan jumlah penduduk, hal ini mengindikasi terjadinya moltikolinearitas.

Dari hasil estimasi menunjukkan R-square (R2

2. Evaluasi Model

) atau koefisien determinasi sebesar 0,98 persen artinya bahwa 98 persen keragaman tingkat PDRB Non Migas dapat dijelaskan oleh variabel bebas (PAD, Belanja Langsung dan Jumlah Penduduk, interaksi antara PAD dengan Dummy, interaksi Belanja Langsung dengan Dummy, interaksi Jumlah Penduduk dengan Dummy dan Dummy wilayahnya sendiri) sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain diluar model. Untuk uji signifikansi tiap variabel dengan taraf nyata persen. Pada taraf nyata persen tidak ada satupun koefisien regresi yang signifikan dimana nilai p lebih besar dari persen serta total VIF lebih besar dari 10, hal ini mengindikasi bahwa terdapat multikolinearitas dalam model persamaan regresi.

Untuk menghilangkan multilkolinearitas pada model tersebut maka digunakan analisis principal component. Dari analisis principal component yang dilakukan diperoleh eigenvalue, yang merupakan nilai varian komponen utama. Dari output eigenvalue untuk komponen utama pertama (PC1) adalah 6,0511, eigenvalue dari komponen utama mewakili 80 persen dari seluruh variabilitas, ini berarti apabila tujuh variabel (PAD, Belanja Langsung, Jumlah Penduduk, interaksi PAD dengan Dummy, interaksi Belanja Langsung dengan Dummy, interaksi Jumlah Penduduk dengan Dummy dan Dummy wilayahnya sendiri) direduksi menjadi satu variabel, maka variabel baru dapat menjelaskan 86 persen dari total variabilitas keempat variabel.

Hasil regresi antara PDRB terhadap satu variabel yang merupakan hasil reduksi tujuh peubah bebas diperoleh hasil uji signifikansi dengan uji-t dengan taraf nyata persen menunjukkan nilai statistik probabilitas t statistik yakni nilai p = 0,000 lebih kecil dari persen, hal ini menunjukkan bahwa semua peubah bebas (PAD, Belanja Langsung, Jumlah Penduduk, Interaksi PAD terhadap Dummy, Interaksi Belanja Langsung terhadap Dummy, Interaksi Jumlah Penduduk dengan Dummy dan Dummy ) berpengaruh nyata terhadap PDRB, hal ini mengindikasi bahwa tidak ada lagi multikolinearitas dalam model persamaan

regresi. Dari output persamaan regresi diperoleh DW 0,78 artinya karena nilai DW mendekati 2 maka dapat disimpulkan tidak terjadi autokorelasi.

Analisis signifikansi koefisien parsial baku regresi komponen utama disajikan pada Tabel 17 yang memperlihatkan bahwa Ln PAD, Ln Belanja Langsung, Ln Jumlah Penduduk, serta Dummy pemekaran nyata secara statistik pada taraf nyata .

Tabel. 17. Analisis signifikansi koefisien regresi parsial

Simpangan Baku Koefisien thitung Keterangan Ln PAD 0,00591 0,10602 17,94548 signifikan Ln BL 0,00431 0,10406 24,11740 signifikan Ln JP 0,00668 0,12896 19,28296 signifikan Ln PAD*Dummy 0,00664 -0,00549 -0,82773 tidak signifikan Ln BL*Dummy 0,00665 -0,00515 -0,77399 tidak signifikan Ln JP*Dummy 0,00667 -0,01183 -1,77354 tidak signifikan Dummy 0,00667 -0,13856 -20,76950 signifikan

Data: diolah (2011)

Interpretasi

Berdasarkan hasil persamaan regresi dengan peubah dummy, variabel-variabel yang signifikan pada taraf nyata alpha 0,05 yaitu PAD, Belanja Langsung, Jumlah penduduk dan Dummy daerah pemekaran, hal ini mengindikasi bahwa peningkatan PAD, belanja langsung, dan jumlah penduduk dapat meningkatkan PDRB Non Migas.

PAD memiliki pengaruh yang signifikan pada taraf nyata 5 persen dimana nilai dari thitung sebesar 17,945 lebih besar daripada nilai ttabel yakni sebesar 2,776. Hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan PAD sebesar satu rupiah mampu meningkatkan PDRB Non Migas sebesar 0,106 rupiah dimana faktor lain dianggap tetap atau ceteris paribus. Peningkatan pembangunan di suatu di daerah dapat dilihat dari sejauh mana kemampuan pemerintah daerah dalam memanfaatkan sumber-sumber pendapatan yang di wilayah tersebut, karena semakin meningkatnya pendapatan asli daerah menambah sumber pembiayaan pembangunan yang mana peruntukkan dapat digunakan untuk perbaikan

infrastruktur mampu mendorong berjalannya kegiatan ekonomi di wilayah tersebut sehingga peningkatan nilai PDRB juga meningkat.

Belanja langsung memiliki pengaruh yang signifikan pada taraf nyata 5 persen dimana nilai dari thitung sebesar 24,117 lebih besar daripada nilai ttabel

Peran pemerintah dalam pembangunan adalah sebagai katalisator dan fasilitator tentu membutuhkan berbagai sarana dan fasilitas pendukung, termasuk anggaran belanja dalam rangka terlaksananya pembangunan yang berkesinambungan. Pengeluaran tersebut sebagian digunakan untuk administrasi pembangunan dan segaian lain untuk kegiatan pembangunan di berbagai jenis infrastruktur yang penting. Perbelanjaan-perbelanjaan tersebut akan meningkatkan pengeluaran agregat dan mempertinggi tingkat kegiatan ekonomi dengan meningkatnya kegiatan ekonomi, maka PDRB Non Migas juga meningkat.

yakni sebesar 2,776, hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan belanja langsung sebesar satu rupiah mampu meningkatkan PDRB non migas sebesar 0,104 rupiah dimana faktor lain dianggap tetap atau ceteris paribus. Pelaksanaan pembangunan daerah merupakan program yang memerlukan keterlibatan segenap unsur lapisan masyarakat.

Jumlah Penduduk memiliki pengaruh yang signifikansi pada taraf nyata 5 persen dimana nilai dari thitung sebesar 19,283 lebih besar daripada nilai ttabel yakni sebesar 2,776. Hal ini mengindikasi bahwa peningkatan jumlah penduduk sebesar 1 orang mampu meningkatkan PDRB Non Migas sebesar 0,128 rupiah, dimana faktor lain dianggap tetap atau ceteris paribus, hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Adam Smith yakni dengan didukung bukti empiris bahwa pertumbuhan penduduk tinggi akan dapat menaikkan output melalui penambahan tingkat dan ekspansi pasar baik pasar dalam negeri maupun luar negeri. Penambahan penduduk tinggi yang diiringi dengan perubahan teknologi akan mendorong tabungan dan juga penggunaan skala ekonomi di dalam produksi. Penambahan penduduk merupakan satu hal yang dibutuhkan dan bukan suatu masalah, melainkan sebagai unsur penting yang dapat memacu pembangunan dan pertumbuhan ekonomi sehingga peningkatan jumlah penduduk sebagai pelaku

kegiatan ekonomi mampu meningkatkan kegiatan ekonomi di suatu wilayah sehingga PDRB Non Migas mengalami peningkatan.

Dari interaksi dummy pemekaran terhadap PAD, Belanja Langsung dan Jumlah Penduduk diperoleh tidak satupun yang signifikan ini menunjukkan bahwa pengaruh PAD, Belanja Langsung dan Jumlah Penduduk yang diinteraksikan dengan dummy daerah pemekaran tidak berpengaruh terhadap PDRB Non Migas. Variabel dummy daerah pemekaran Kab. Mamasa (daerah otonom baru) dan Kab. Polewali Mandar (daerah induk) berpengaruh signifikan pada taraf nyata 5 persen, dimana thitung sebesar -20,770 lebih besar daripada nilai

ttabel yakni sebesar 2,776 karena koefisien Dummy negatif sebesar -0,138 artinya

pengaruh pememkaran wilayah terhadap pembangunan ekonomi (PDRB Non Migas) di Kab. Polewali Mandar lebih besar dibandingkan dengan Kab. Mamasa.

5.2.8 Dampak Pemekaran Terhadap Pembangunan Ekonomi Berdasarkan

Dokumen terkait