• Tidak ada hasil yang ditemukan

INDIKATOR EKONOMI MAKRO FUNDAMENTAL

Dalam dokumen KAJIAN FISKAL REGIONAL (Halaman 31-39)

DKI Jakarta menjadi provinsi dengan kemampuan sumber daya ekonomi terbesar di Indonesia dengan nilai PDRB Rp2.840,83 triliun atas dasar harga berlaku (ADHB) atau sebesar Rp1.838,50 triliun atas dasar harga konstan (ADHK) pada tahun 2019 menjadi penyumbang terbesar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yaitu sebesar 17,67%, disusul Jawa Timur sebesar 14,63% dan Jawa Barat sebesar 13,22%. Sedangkan secara spasial, Jakarta menyumbangkan 29,94% dari total PDRB pulau Jawa.

Pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta pada tahun 2019 mencapai 5,89% (c-to-c), lebih cepat dibandingkan pertumbuhan nasional yang sebesar 5,02% dan lebih cepat dari pertumbuhan pulau Jawa sebesar 5,52%, namun melambat dibandingkan pertumbuhan DKI Jakarta pada tahun 2018 yang sebesar 6,17%. Konsumsi Rumah Tangga memberikan sumbangan tertinggi terhadap pertumbuhan ekonomi Jakarta sebesar 3,47 poin. Dari sisi lapangan usaha Informasi dan Komunikasi memberikan sumbangan tertinggi sebesar 1,26 poin.

Perlambatan perekonomian Jakarta tahun 2019 disebabkan menurunnya kinerja sektor industri pengolahan secara signifikan dimana mengalami pertumbuhan negatif pada tahun 2019 sebesar -1,22% dibandingkan tahun sebelumnya tumbuh 5,68%. Hal ini disebabkan oleh penurunan pada industri alat angkutan yang menjadi salah satu andalan di Jakarta. Demikian juga sektor Konstruksi dan Perdagangan Besar yang juga mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya.

Dilihat dari sisi pengeluaran, melambatnya pertumbuhan ekonomi disebabkan penurunan pada kinerja ekspor dimana laju pertumbuhan turun 9,64 poin dibandingkan tahun sebelumnya. yang disebabkan oleh penurunan pada transaksi ekspor barang dan jasa luar negeri.

Dari sisi penawaran, sektor Perdagangan, Industri Pengolahan dan Konstruksi masih menjadi tiga sektor utama, sedangkan dari sisi permintaan, tiga komponen pengeluaran dengan share terbesar adalah pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga, Investasi, dan Ekspor.

11

Kajian Fiskal Regional 2019

Provinsi DKI Jakarta

Grafik 2.1

Perkembangan Nilai PDRB DKI Jakarta ADHB dan ADHK Tahun 2015 s.d. 2019

sumber: jakarta.bps.go.id

Dalam lima tahun terakhir, nilai PDRB DKI Jakarta baik berdasar ADHB maupun ADHK menunjukkan tren meningkat dengan rata-rata laju pertumbuhan 6,01% per tahun (rata-rata 5 tahun).

Grafik 2.2

Laju Pertumbuhan Tahunan PDRB 2010 s.d. 2019 (c-to-c dalam %)

sumber: jakarta.bps.go.id

Perekonomian DKI Jakarta dalam kurun waktu tahun 2010 s.d. 2019 tumbuh lebih cepat atau berada di atas pertumbuhan nasional dan pada tahun 2019.

Secara sektoral Pulau Jawa dan Bali, pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta 2019 tercatat nomor dua tertinggi setelah Yogyakarta yang tercapai sebesar 6,60%. Yogyakarta memiliki pertumbuhan lebih tinggi salah satunya disebabkan adanya pembangunan Bandara Internasional Yogyakarta (BIY) di Kulon Progo. Namun pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta masih relatif tinggi dibandingkan daerah lainnya dikarenakan konsumsi rumah tangga yang masih terjaga baik serta adanya pemilihan umum serentak legislatif, presiden dan wakil presiden pada tahun 2019. Secara spasial, DKI Jakarta memberikan kontribusi tertinggi baik terhadap Pulau Jawa sebesar 29,94% maupun terhadap 34 provinsi di Indonesia sebesar 17,67%.

6.53 6.73 6.53 6.07 5.91 5.91 5.876.2 6.17 5.89 6.1 6.17 6.03 5.56 5.01 4.88 5.03 5.07 5.17 5.02 500 1000 1500 2000 4.5 5 5.5 6 6.5 7 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019

PDRB-ADHK DKI Nasional

5.89

5.07 5.41 5.52 5.53 6.60

5.63

Laju Pertumbuhan ekonomi Jawa dan Bali tahun 2019

1989 2159 2365 2599 2840 1455 1539 1635 1736 1838 2015 2016 2017 2018 2019 (Tr ili u n )

PDRB ADHB dan ADHK

Harga Berlaku Harga Konstan Linear (Harga Berlaku)

DKI; 17.67% Jawa Timur; 14.63% Jawa Barat; 13.22% Jawa Tengah; 8.47% 30 Provinsi Lain; 46.01%

Distribusi PDRB Per Provinsi Berdasarkan ADHB 2019

Tabel 2.1

PDRB Enam Provinsi di Pulau Jawa

PROVINSI Nominal PDRB (dlm jt) Pertumbuhan (c-to-c)

Kontribusi

ADHB ADHK thd Pulau Thd 34 Provinsi Pulau Jawa 9.487 6.535 5,52 100,00 59,00 1 DKI Jakarta 2.480 1.838 5,89 29,94 17,67 2 Jawa Barat 2.125 1.491 5,07 22,40 13,22 3 Jawa Tengah 1.362 992 5,41 14,36 8,47 4 DI Yogyakarta 141 104 6,60 1,49 0,88 5 Jawa Timur 2352 1.650 5,52 24,80 14,63 6 Banten 665 458 5,53 7,01 4,14 sumber: jakarta.bps.go.id

1. Sisi Penawaran / Lapangan Usaha a. Pertumbuhan Ekonomi

Pada tahun 2019 dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan tertinggi terdapat pada lapangan usaha Pengadaan Listrik dan Gas sebesar 12.23%, diikuti Informasi dan Komunikasi sebesar 11,59% dan Jasa Perusahaan sebesar 11,21%. Lapangan usaha Informasi dan Komunikasi (Infokom) memberikan sumbangan tertinggi terhadap PDRB sebesar 1,26 poin, diikuti Jasa Perusahaan 0,9 poin, Perdagangan dan Jasa Keuangan Asuransi masing-masing sebesar 0,89 poin.

Sementara itu lapangan usaha yang mengalami penurunan kinerja pada tahun 2019 adalah industri Pengolahan yang tercatat tumbuh negatif sebesar -1,22%, Perdagangan yang turun 10,52% dibanding tahun sebelumnya. Hal ini selaras dengan realisasi penjualan wholesale kendaraan di Jakarta tahun 2019 yang tumbuh negatif yaitu -11,32% (c to c).

b. Nominal PDRB

Dari sisi Lapangan Usaha, sektor Perdagangan, Industri Pengolahan, dan Konstruksi masih menempati tiga share terbesar. Namun ketiga sektor ini memiliki pertumbuhan yang cukup rendah, sektor industri pengolahan yang tumbuh negatif 1,22% dan konstruksi yang hanya tumbuh 1,79%. Sektor perdagangan relatif tumbuh stabil dalam 3 tahun terakhir di kisaran 5%. Peran Pemerintah melalui alokasi dana baik APBN maupun APBD terdapat pada lapangan usaha Administrasi Pemerintahan yang masih termasuk sepuluh sektor utama, namun dari total share terhadap PDRB, Administrasi Pemerintahan hanya menyumbang rata-rata 5% dalam tiga tahun terakhir (lampiran tabel 2.1).

Grafik 2.3 Share Lapangan Usaha pada PDRB tahun 2019

Sumber: jakarta.bps.go.id Perdagangan 17.14 Industri Pengolahan 12.21 Konstruksi 11.61 J.Keu … J.Perush 8.97 Lainnya 39.62

100

13

Kajian Fiskal Regional 2019

Provinsi DKI Jakarta

2. Sisi Permintaan/Pengeluaran a. Pertumbuhan Ekonomi

Dari sisi pengeluaran terdapat tiga komponen yang mengalami pertumbuhan tertinggi yaitu komponen pengeluaran Konsumsi LNPRT yang tumbuh 11,52%, disusul komponen Konsumsi Rumah Tangga sebesar 5,98%, dan PMTB 1,29%.

Komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (PK-RT) memberikan sumbangan terbesar terhadap PDRB sebesar 3,47 poin, diikuti PMTB 0,55 poin dan Pengeluaran LNPRT sebesar 0,24 poin terhadap pertumbuhan ekonomi.

Sementara itu hampir seluruh komponen pengeluaran mengalami penurunan kecuali Konsumsi LNPRT yang tumbuh sebesar 11,52% meningkat dibanding tahun sebelumnya yang sebesar 8,34%. Penurunan Impor secara keseluruhan memberikan sumbangan yang sangat signifikan terhadap ekonomi DKI Jakarta yaitu sebesar 4,10 poin.

b. Nominal PDRB

Grafik 2.4 Share Sisi Pengeluaran 2019

Share Pengeluaran Pemerintah Pusat dan Daerah terhadap PDRB tahun 2017-2019 (lampiran tabel 2.2) masih tergolong kecil, hanya 12-13%, dan pada tahun 2019 tercapai 13,11%. Pertumbuhan masih sangat tergantung pada Pengeluaran Konsumsi Rumah tangga yang memiliki kontribusi 60,52%, tingkat investasi juga berperan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dengan kontribusi sebesar 36,98%, sedangkan besarnya ekspor masih lebih tinggi dibanding impor dengan selisih sebesar 12,96%.

sumber: jakarta.bps.go.id

1) Analisis Sektor-Sektor Unggulan di Prov. DKI Jakarta

Untuk mengetahui sektor kunci di DKI Jakarta, dilakukan analisis terhadap 72 sektor perekonomian yang ada di DKI Jakarta berdasarkan tabel I-O BPS Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012 menjadi 17 sektor. Hasil pengolahan data didapatkan Sektor Kunci untuk DKI Jakarta yang memiliki derajat kepekaan tertinggi dan derajat penyerapan tertinggi, artinya berdampak tinggi ke sektor hulu maupun hilirnya yaitu Industri Pengolahan, Transportasi dan Pergudangan, serta Jasa Perusahaan. Namun jika dilihat dari besarnya nilai tambah yang diberikan kepada keseluruhan perekonomian yang pada akhirnya berdampak signifikan terhadap PDRB adalah pengadaan listrik dan gas, pertanian dan kehutanan, serta real estate. Adapun sektor yang memiliki penyerapan tenaga kerja terbesar adalah Pengadaan air, sampah ; sektor Jasa Lainnya, serta sektor Pertanian

PK-RT 60.52 PK-LNPRT 2.14 PKP 13.11 PMTB3 6.98 Net Ekspor -12.96

100

2) Analisis Kemandirian Daerah dan Prospek Ekonomi Provinsi di Indonesia

Untuk mengetahui tingkat kemandirian provinsi DKI Jakarta, maka dilakukan penelitian kemandirian dan prospek ekonomi Provinsi di Indonesia menggunakan metode analisis share dan growth dan variabel yang digunakan adalah PAD, DBH, dan Belanja Daerah dengan time series 2014-2019. Dari penelitian didapatkan hasil bahwa Provinsi DKI Jakarta tercatat sebagai provinsi dengan nilai share paling tinggi sebesar 94,96% yang artinya bahwa kemampuan APBD Provinsi DKI Jakarta dalam membiayai seluruh total belanjanya mencapai 94,96% sementara ketergantungan terhadap alokasi bantuan pemerintah pusat hanya sebesar 5,04%. Sedangkan Growth bernilai negatif disebabkan dana Transfer dari Pemerintah Pusat berupa Dana Bagi Hasil (DBH) yang semakin menurun dari tahun ke tahun.

c. PDRB Per Kapita

Pendapatan per kapita DKI Jakarta pada tahun 2019 tercapai sebesar Rp269,07 juta, meningkat 8,4% dari tahun sebelumnya, dan hampir lima kali lipat dari pendapatan per kapita nasional yang mencapai Rp59,10 juta.

Grafik 2.5

Perkembangan PDRB Perkapita DKI Jakarta, Nasional, dan Provinsi Lain (dalam juta)

sumber: jakarta.bps.go.id

Jakarta memiliki nilai PDRB Per Kapita yang sangat besar jika dibandingkan dengan provinsi pada tingkat kawasan maupun pada tingkat nasional. Besarnya nilai ini menandakan tingginya pendapatan di DKI Jakarta secara rata-rata penduduk yang didorong oleh tingginya pertumbuhan beberapa sektor lapangan usaha.

Perkembangan PDRB Perkapita di DKI Jakarta setiap tahun selalu meningkat sebesar 15,7% dalam 10 tahun terakhir, hal ini selaras juga dengan pertumbuhan salah satu indikator kesejahteraan manusia yaitu Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di DKI Jakarta yang juga meningkat setiap tahunnya.

1) Analisis Pengaruh PDRB Perkapita terhadap IPM

Untuk melihat pengaruh peningkatan PDRB Perkapita terhadap IPM maka dilakukan penelitian Pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhapap IPM melalui PDRB Perkapita dengan data time

111.53125.53 138.86155.15 174.91195.46 211.83232.34 248.31269.07 27.1 30.8 35.1138.2841.8145.1247.96 51.8956.0059.10 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 DKI Nasional 232.3 248.3 269.0 51.90 56.00 59.10 37.23 40.31 43.09 34.22 36.78 39.24 47.98 51.42 55.05 2017 2018 2019

15

Kajian Fiskal Regional 2019

Provinsi DKI Jakarta

series kurun waktu 2014-2018, menggunakan metode General Least Square (GLS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa PDRB Perkapita berpengaruh positif terhadap IPM dengan setiap kenaikan Rp1 juta PDRB Perkapita akan menaikkan IPM sebesar 0,036 (Box Penelitian Terlampir).

2) Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Untuk mengetahui Pengeluaran Pemerintah terhadap Pertumbuhan, maka dilakukan penelitian Pengaruh Investasi Langsung Luar Negeri (Foreign Direct Investment), Tingkat Perdagangan Keterbukaan, Jumlah Tenaga Kerja, dan Pengeluaran Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi dengan time series 2010-2018 menggunakan metode OLS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Belanja Pemerintah berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi dengan pengaruh sebesar 0.258% dari setiap 1% kenaikan dalam belanja pemerintah, dengan asumsi variabel lain bersifat tetap (Box Penelitian Terlampir)

3) Analisis Distribusi Pendapatan DKI Jakarta

Indikator PDRB Perkapita ini tidak menggambarkan kondisi riil pendapatan seluruh penduduk Jakarta, karena disisi lain masih terdapat kesenjangan pendapatan di DKI Jakarta dimana pada periode September 2019 kue perekonomian di Jakarta 47,01% dikuasai 20% penduduk yang berpenghasilan tinggi (data pada grafik 2.6). Dan angka ini naik dibandingkan periode September 2019 yang sebesar 46,25%. Sedangkan di sisi lain masyarakat dengan penghasilan 40% terbawah hanya menguasai 17,52% perekonomian Jakarta.

2.1.2. Suku Bunga

1. Analisis Suku Bunga dikaitkan dengan Ekspor-Impor

Dari grafik dapat dapat diketahui bahwa pada bulan Januari-Juni 2019, Bank Indonesia mempertahankan suku bunga di level 6%, dan dalam tahun 2019 empat kali menurunkan suku bunga. Penurunan suku bunga ini salah satunya diharapkan dapat meningkatkan nilai ekspor, karena biaya untuk pinjaman perusahaan semakin kecil.

Apabila dikaitkan dengan data ekpor DKI Jakarta, penurunan suku bunga belum dapat menaikkkan ekspor DKI Jakarta, hal ini disebabkan perbankan belum dapat menurunkan suku bunga kredit. 20% Atas

47.01

40% Menengah

35.46

40% Bawah

17.52

10 0 Grafik 2.6 Kue Perekonomian Jakarta (Sept 2019) Jan FebMa r Apr Me

i Jun Jul Ags Sep Okt No v De s 2019 6 6 6 6 6 6 5.8 5.5 5.3 5 5 5 3 4 5 6 7 sumber: http://bi.go.id Grafik 2.7

Suku Bunga Acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate 2019(dalam %)

Tingkat non performing loan (NPL) atau kredit macet yang tinggi menjadi alasan perbankan belum dapat menurunkan suku bunga di tengah kebijakan penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia. Hal ini dapat dilihat juga dari data pertumbuhan kredit di Provinsi DKI Jakarta (menurut lokasi Bank) pada tahun 2019 (yoy) yang terus menurun, dimana triwulan I tumbuh 16,07%, triwulan II 13,03%, dan triwulan III 9,24%.

2.1.2.2. Analisis Suku Bunga dikaitkan dengan Inflasi

Grafik 2.8 Suku Bunga dan Inflasi Tahun 2019

Menurut teori ekonomi, terdapat hubungan berkebalikan antara suku bunga dan inflasi, ketika Bank Sentral menurunkan tingkat suku bunga, pengaruh yang timbul adalah makin banyak orang meminjam uang dan meningkatkan konsumsi sehingga inflasi naik, dan sebaliknya. Namun pada kenyataannya di Jakarta penurunan Suku Bunga tidak diikuti kenaikan inflasi, dimana penurunan suku bunga tidak mengakibatkan kenaikan inflasi. Hal ini tentunya menjadi fenomena yang mungkin disebabkan oleh daya beli masyarakat menurun dan perekonomian menjadi lambat.

sumber: jakarta.bps.go.id

2.1.3. Inflasi

2.1.3.1 Analisis Inflasi Bulanan

Dari grafik terlihat bahwa inflasi DKI Jakarta tahun 2019 secara bulanan hampir sama pola kenaikan dan penurunannya dengan inflasi Nasional, dan inflasi tertinggi terjadi pada bulan September 2019 sebesar 3,72% (yoy), kelompok pengeluaran yang mengalami inflasi tertinggi adalah bahan makanan sebesar 7,40% (yoy).

sumber: jakarta.bps.go.id

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des DKI Jakarta 3.08 2.96 3.01 3.37 3.5 3.49 3.48 3.62 3.72 3.65 3.53 3.23 Nasional 2.82 2.57 2.48 2.83 3.32 3.28 3.18 3.3 3.39 3.13 3 2.72 2.25 2.5 2.75 3 3.25 3.5 3.75 4 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 4.4 4.6 4.8 5 5.2 5.4 5.6 5.8 6 6.2 Jan Feb Mar Ap r Me i Ju n Jul A gs Se p O kt N o v De s

Suku Bunga BI Inflasi yoy Inflasi mtm

Grafik 2.9

Perkembangan Inflasi Bulanan DKI Jakarta dan Nasional

17

Kajian Fiskal Regional 2019

Provinsi DKI Jakarta

Grafik. 2.10

Perkembangan Laju Inflasi dari Tiga Kelompok Utama Pembentuk Inflasi Tahun 2019

Berdasarkan tiga kelompok utama pembentuk inflasi, dapat disampaikan bahwa masing-masing kelompok mempunyai pola yang berbeda. Pada momen lebaran tahun 2019, kelompok bahan makanan mencapai puncak inflasi tertinggi yaitu 2,03, begitu juga dengan momen libur tahun baru pada bulan Januari 2019 dan Desember 2019 masing-masing 1,38 dan 0,94 yang disebabkan kenaikan harga makanan disebabkan tingginya permintaan pada peringatan Hari Raya serta masa liburan.

2.1.3.2 Analisis Inflasi Tahunan

Pada tahun 2019, inflasi Jakarta sebesar 3,23%, masih lebih rendah dibandingkan dengan inflasi tahun 2018 yang sebesar 3,27%, namun masih di atas inflasi nasional yang sebesar 2,72%. Hal ini menunjukkan keberhasilan Tim pengendali Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) melalui sinergi dalam program 4K yaitu keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, dan komunikasi yang efektif. Pengendalian harga terhadap

bahan makanan dan transportasi yang merupakan dua contributor terbesar terhadap inflasi menjadi prioritas dalam menjaga kestabilan daya beli masyarakat.

2.1.4. Nilai Tukar

Dari grafik dapat dilihat bahwa pada tahun 2019 perkembangan nilai tukar cenderung stabil dibandingkan tahun 2018. Pada tahun 2019 posisi paling terpuruk di Rp14.513 pada 23 Mei 2019 3.72 3.27 3.23 3.61 3.13 2.72 2 3.5 2017 2018 2019 DKI Nasional

Sumber : Website BPS RI dan DKI Jakarta; Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

Bahan Makanan 1.38 -0.49 -0.06 0.98 2.03 1.3 0.86 0.38 -1.47 -0.25 0.23 0.94 Sandang 0.22 0.28 0.31 0.39 0.21 1.43 0.44 1.2 0.98 0.23 0.14 -0.09 Transportasi -0.78 0.31 0.06 0.16 0.32 -0.48 -0.27 -0.5 0 -0.07 -0.01 0.33 -2 -1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5 2 2.5

Grafik 2.11 Perbandingan Inflasi DKI Jakarta dan Nasional (c-to-c)

t a h u n 2 0 1 7 s . d . 2 0 1 9

Grafik 2.12

Perkembangan Kurs Referensi JISDOR (USD-IDR) 2017-2019

dipengaruhi oleh situasi politik di Jakarta terkait dengan Pemilihan Presiden. Kestabilan nilai tukar rupiah pada

tahun 2019 disebabkan oleh tiga faktor penting baik dari sisi domestik maupun global. Faktor pertama yaitu cepatnya respon pemerintah dalam menurunkan Current Account Deficit (CAD) dan juga regulator termasuk BI dengan suku bunga dan Otoritas Jasa Keuangan

(OJK) untuk stabilitas sistem keuangan dalam mengantisipasi ketidakpastian ekonomi global. Faktor kedua adalah kuatnya kepercayaan pasar global terhadap Indonesia yang membuat capital inflow atau aliran modal asing masuk ke Indonesia. Masuknya aliran modal tersebut melalui Surat Berharga Negara (SBN) dan pasar saham dan investasi asing di Indonesia. Faktor ketiga yaitu semakin bekerjanya mekanisme pasar yang membuat fundamental ekonomi semakin terjaga dan sehat.

Dalam dokumen KAJIAN FISKAL REGIONAL (Halaman 31-39)